Anda di halaman 1dari 11

SEGITIGA ANALISIS KEBIJAKAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 07


TAHUN 2009

Nama Anggota Kelompok:


Yolanda Guska 10011281621054
Monica Tiara Samboina 10011381621163
Putri Rizqi Amelia 10011281821002
Merlin Diandra 10011281621046
Rizka Dian Pertiwi 10011181621003
Catherine Dwi Augusthi 10011281621051
Debby Amanda Putri 10011381621106
Aryandini Pratiwi 10011381621193
Fadella Wahyu Restuni 10011181621200
Kuntum Khairoh Ummah 10011181621203
Intan Elisyah Harahap 10011181621209
Okfi Angriani 10011381821010
Riska Purwanti 10011381621167
Rini Aulia 10011381621120
Wahdaniyah Islika 10011381621004

Dosen Pengampu: Iwan Setia Budi, S.KM, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRTIWIJAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2008 telah terdapat 1
milyar orang pengguna produk tembakau diseluruh dunia. Konsumsi tembakau membunuh satu
orang setiap 1 detik. Penyebab kematian satu dari dua orang perokok disebabkan oleh penyakit
yang berhubungan dengan konsumsi rokok. Organisasi kesehatan dunia ini memperkirakan
bahwa separuh kematian tersebut terjadi di Asia, karena tingginya peningkatan penggunaan
tembakau. Angka kematian akibat rokok di negara berkembang meningkat hampir empat kali
lipat dari 2.1 juta pada tahun 2000 menjadi 6.4 pada tahun 2030. Sementara itu pada negara maju
angka kematian akibat konsumsi tembakau justru menurun yaitu 2.8 juta menjadi 1.6 juta dalam
jangka waktu yang sama.

Berdasarkan berita dari Nusantaranews tahun 2009, menyebutkan bahwa indonesia


menduduki peringkat ke- 3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah china dan india
yaitu sebesar 65 juta perokok atau 28 % per penduduk (~225 miliar batang per tahun).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, pada tahun 2007 prevalensi perokok Indonesia sebesar
29,2%, tahun 2010 prevalensi perokok meningkat sebesar 34,7%, tahun 2011 prevalensi perokok
naik menjadi 36% dan pada tahun 2014 prevalensi perokok mengalami peningkatan menjadi
42,8%.

Dasar hukum KTR di Indonesia cukup banyak antara lain yaitu Undang-Undang (UU)
No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan
dan lainnya.

1.2 Isu Kebijakan KTR


KTR telah diberlakukan di Kota Palembang sejak tahun 2009 berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Palembang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok yang
menyatakan bahwa tempat-tempat tertentu yang ditetapkan sebagai KTR meliputi : sarana
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, angkutan umum.
Di Kota Palembang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di sebabkan karena Prevalensi
perokok yang setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini berdasarkan hasil Survey Badan Pusat
Statistik dan Dinas Kesehatan Kota Palembang.

Tabel 1. Prevalensi Perokok di Kota Palembang tahun 2008-2014

No. Tahun Prevalensi Perokok


1. 2008 10,17 %
2. 2009 13,17%
3. 2010 18,17%
4. 2011 24,17%
5. 2012 34,17%
6. 2013 43,17%
7. 2014 58,17%

Sumber: Survey Badan Pusat Statistik dan Dinas Kesehatan Kota Palembang

Selain prevalensi perokok yang setiap tahun terus meningkat, Dinas Kesehatan Kota
Palembang juga mencatat jumlah penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
yang salah satunya disebabkan oleh asap rokok juga mengalami peningkatan, pada bulan Januari
2013 terdapat 13. 535 orang dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 15. 974 orang. 4 Secara
umum faktor yang menyebabkan prevalensi perokok di Kota Palembang terus meningkat yaitu
dikarenakan perokok beranggapan bahwa, merokok adalah lambang kedewasaan, percaya diri
dan gengsi, obat penghilang kebosanan dan stres. Selain itu karena adanya rasa ingin tahu,
mendapatkan rokok masih sangat mudah, terpengaruh teman dan lingkungan, serta kurangnya
rasa peduli terhadap risiko bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan.

Ditetapkannya Peraturan Daerah tersebut yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok
di Kota Palembang merupakan suatu keputusan yang positif bagi banyak pihak, khususnya bagi
para pejuang antirokok serta mengingat pentingnya sebuah regulasi untuk memperkuat upaya
perubahan perilaku masyarakat agar dapat hidup sehat terutama dapat terbebas dari asap rokok
akan tetapi dalam praktiknya penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Palembang sampai saat
ini masih belum berjalan dengan optimal karena masih terdapat beberapa kendala dalam
penerapannya.

Diterapkannya KTR ini juga sangat di perlukan komitmen dan peran serta dari
masyarakat. Harapan KTR ini dapat menjadi alternatif yang efektif dalam mengurangi perokok
aktif maupun pasif di palembang.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk menganalisis segitiga kebijakan kawasan tanpa rokok yang ada saat ini , dengan
melihat bagaimana peluang dan hambatan penerapannya.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk melihat siapa aktor yang terlibat dalam segitiga kebijakan kawasan tanpa rokok.

2.Untuk melihat bagaimana proses segitiga kebijakan kawasan tanpa rokok.

3. Untuk melihat apa saja yang termasuk content dalam segitiga kebijakan kawasan tanpa
rokok.

4. Untuk melihat apa saja yang menjadi konteks dalam segitiga kebijakan kawasan tanpa
rokok.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Aktor KTR


Perumus Kebijikan KTR :

1. Walikota Palembang
2. DPR Kota Palembang

Pelaksana dari KTR :

1. Dinas Kesehatan
2. Pengelola TTU (seperti kepala sekolah, kepala RS, kepala puskesmas, kepala
Instansi terkait)
3. Lembaga Swadaya Masyarakat

Hambatan dari aktor :


Belum ada komitmen diri pada kepala-kepala instansi dimana masih ada perilaku
merokok di intansi mereka.

2.2 Konten KTR


PERDA KOTA PALEMBANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG KTR *telampir*

2.2.1 Asas, Tujuan, dan Prinsip KTR


Berdasarkan Perda Kota Palembang Nomor 7 tahun 2009

a. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok berazaskan :


1. Keseimbangan kesehatan manusia dan lingkungan ;
2. Kemanfaatan umum ;
3. Keterpaduan dan keserasian ;
4. Keadilan; dan
5. Transparansi dan akuntabilitas.

b. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok bertujuan untuk


1. Memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya paparan asap rokok orang lain;
2. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; dan
3. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik
langsung maupun tidak langsung.

c. Prinsip Penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :


1. 100% kawasan tanpa rokok.
2. Tidak ada ruang merokok di tempat umum/tempat kerja tertutup.
3. Pemaparan asap rokok pada orang lain melalui kegiatan merokok, atau tindakan
mengizinkan dan atau membiarkan orang merokok di kawasan tanpa rokok adalah
bertentangan dengan hukum

2.3 Proses KTR


Peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok (KTR) di kota Palembang ini lahir karena
adanya berbagai permasalahan yang pertama prevalensi perokok terus meningkat setiap
tahunnya, Selain itu Dinas Kesehatan kota Palembang mencatat jumlah penderita penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang meningkat yang salah satunya di sebabkan oleh
asap rokok. Tercatat pada bulan Januari 2013 terdapat 13.535 orang penderita danpada tahun
2014 meningkat menjadi 15.947 orang. Selain itu perda Kota Palembang ini juga lahir karena
berhubungan dengan suatu upaya pemerintah kota Palembang untuk menertibkan sejumlah
tempat yang terindikasi sebagai tempat bebas rokok dan asap rokok.
Perda kota Palembang tentang kawasan tanpa rokok ini sendiri di bentuk dengan
persetujuan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palembang (DPRD Kota Palembang)
dan juga Walikota Kota Palembang. Yang kemudian akan di jalankan oleh seluruh elemen
masyarakat Kota Palembang mulai dari instansi pemerintah, kalangan pendidikan, tokoh
masyarakat serta tokoh agama.
Tatalaksana peraturan daerah no.7 tahun 2009 tentang kawasan tanpa rokok ini di
laksanakan dengan penyebaran informasi dan sosialisasi mengenai kawasan tanpa roko (KTR)
melalui media cetak ataupun media elektronik. Tatalaksana perda tersebut juga di laksanakan
dengan adanya kerjasama dengan berbagai lembaga yang ada di kota Palembang. Untuk tugas
pengawasan terhadap perda tersebut walikota Kota Palembang mendelegasikan wewenang
tersebut kepada satpol PP kota Palembang serta kepada pemilik, pengelola, manajer, pimpinan
serta pihak yang bertanggung jawab kawasan yang termasuk dalam kawasan tanpa rokok.
Untuk evaluasi dari kebijakan ini menurut beberapa literatur masih belum berjalan
dengan baik, hal ini di sebabkan karena masih kurangnya kesadaran masyarakat akan hal bahaya
merokok serta kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kawasan tanpa rokok (KTR), serta
kurangnya sosialisasi informasi mngenai kawasan tanpa rokok ke masyarakat luas. Dan hal yang
paling menjadi kendala dalam implementasi perda tersebut
adalahpemilik,pngelola,manajer,pimpinan serta pihak yang bertanggung jawab kawasan yang
termasuk dalam kawasan tanpa rokok.

2.4 Konteks
1. Faktor Ekonomi
Rokok adalah salah satu penyumbang income bagi Negara dengan penjualan
rokok. Menurut data yang diambil dari APBN 201, pendapatan Negara dari cukai rokok
mencapai Rp. 149,9 tirilun, naik 6% dari APBN perubahan 2016. Meskipun secara
ekonomi tembakau dan rokok berdampak positif dan menguntungkan bagi perekonomian,
disisi lain rokok sebagai produk olahan tembakau adalah produk yang harus dibatasi atau
dihambat konsumsinya karena berdampak tidak baik bagi kesehatan. Salah satunya,
pengendalian konsumsi rokok dibatasi pemerintah dengan mengeluarkan Undang Undang
no. 39 tahun 2007 tentang cukai. Cukai rokok penting dalam membatasi konsumsi produk
turunan dari tembakau dari rokok, dengan semakin tinggi cukai akan semakin tinggi pula
harga untuk produk tembakau, dan diharapkan akan menurunkan atau menahan konsumsi
masyarakat terhadap rokok.
2. Faktor sosial budaya
Masyrakat Indonesia yang masih menjadikan kebiasaan merokok, bahkan
Indonesia dikenal dengan harga rokok termurah di dunia. Berikut merupakan daftar harga
rokok di 20 negara :

1. Australia
Harga rokok di Negeri Kanguru dipasang sebesar USD18,45 atau sekitar Rp245.000 per
bungkus.
2. Selandia Baru
Sedikit lebih murah dari Melbourne dan Sydney, harga rokok di Auckland dibanderol
sekitar USD15,81 atau Rp208.000 per bungkus.
3. Inggris
Sebungkus rokok di Negeri Ratu Elizabeth ini dihargai sebesar USD13,35 atau
Rp176.000.
4. Amerika Serikat
Harga sebungkus rokok di Negeri Paman Sam yaitu sekitar USD13 atau Rp171.000.
5. Singapura
Sebungkus rokok di Negeri Singa ini sebesar USD9,46 atau Rp124.000.
6. Kanada
Harga rokok di Toronto sebesar USD8,7 atau Rp114.000 per bungkus
7. Switzerland
Harga rokok di negara ini dibanderol USD8,29 atau Rp109.000 per bungkus.
8. Perancis
Sebungkus rokok di Negeri Menara Eifell ini dibanderol USD7,60 atau Rp100.000.
9. Hongkong
Harga rokok di negara ini dibanderol USD7,22 atau Rp95.000 per bungkus.
10. Jerman
Harga rokok di negara ini dibanderol USD5,84 atau Rp77.000 per bungkus.
11. Jepang
Sebungkus rokok di negara ini dibanderol USD3,74 atau Rp49.000.
12. Malaysia
Sebungkus rokok di negara ini dibanderol USD3,50 atau
13. China
Sebungkus rokok di negara ini dibanderol USD3,26 atau Rp43.000.=
14. India
Sebungkus rokok di negara ini dibanderol USD3,22 atau Rp42.000.
15. Meksiko
Harga rokok di negara ini dibanderol USD3,02 atau Rp39.000 per bungkus.
16. Afrika Selatan
Harga rokok di negara ini dibanderol USD2,89 atau Rp38.000 per bungkus.
17. Brazil
Harga rokok di negara ini dibanderol USD2,15 atau Rp28.000 per bungkus.
18. Filipina
Harga rokok di negara ini dibanderol USD1.36 atau Rp18.000 per bungkus.
19. Rusia
Harga rokok di negara ini dibanderol USD1.35 atau Rp17.000 per bungkus.
20. Indonesia
Harga rokok di negara ini dibanderol USD1.35 atau Rp17.000 per bungkus.

3. Faktor hukum

Berdasarkan jurnal yang kami dapatkan diketahui bahwa pelaksana dari kebijakan KTR
hanya berasal dari pihak yayasan karena sejak dikeluarkannya perda tersebut, pihak yang
memiliki kewenangan langsung dari walikota dalam hal pengawasan yaitu dinas kesehatan
dan satpol PP kota Palembang tidak pernah melakukan inspeksi ke lapangan terkait dengan
penerapan peraturan perda tentang KTR di Kota Palembang. Serta tidak adanya penegakkan
hokum yang tegas dari pihak satpol PP sebagai pihak yang menegakkan peraturan daerah
karena mayoritas petugas satpol PP adalah perokok.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kecendrungan Positif
Kecendrungan prilaku positif masyarakat di Kawasan Tanpa Rokok :

Berdasarkan jurnal yang berjudul implementasi peraturan pemerintah daerah kota


palembang no 7 tahun 2009 tentang kawasan tanpa rokok didapatkan bahwa berkurangnya
perokok pada kawasan tanpa rokok di kota palembang. Respon masyarakat tentang
pemberlakuan KTR bermacam-macam yaitu setuju, karena mereka menyadari bahwa
merokok itu sangat berbahaya bagi kesehatan dan adanya kawasan tanpa rokok tersebut,
dapat menciptakan lingkungan yang bersih dan bebeas asap rokok serta dapat milindungi
kesehatan bagi masyarakat yang tidak merokok.

3.2 Kecendrungan Negatif


Kecendrungan perilaku negative masyarakat di Kawasan Tanpa Rokok :
 Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Beribadah ( Masjid Agung )
1) Melepaskan stiker pengumuman yang telah ditempel oleh pihak yayasan
2) Adanya yang mengecat ulang dinding yang telah ditulis himbawan peringatan
kawasan tanpa rokok
3) Tidak adanya penegakan hukum yang tegas dari pihak Satpol PP sebagai
pihak yang menegakkan peraturan daerah karena mayoritas petugas Satpol PP
adlah perokok
 Kawasan Tanpa Rokok di Terminal Karya Jaya
1. Pelanggaran masih dapat ditemukan seperti masih ada beberapa orang yang
diam-diam merokok, ketika diketahui oleh petugas, baru mereka segera
mematikan rokoknya
2. yang melanggaran biasanya supir bus dan angkutan umum yang sedang
menunggu penumpang di terminal
3. Kawasan terminal terdapat beberapa warung yang menjual makanan,
minuman dan juga produk rokok padahal sudah diberikan peringatan kepada
penjual untuk tidak menjual produk rokok di sekitar kawasan tanpa rokok di
Terminal Karya Jaya namun hal itu masih saja dilakukan secara diam-diam.
3.2 Rekomendasi
1. Meningkatkan pengawasan terhadap kepatuhan pimpinan lembaga-lembaga yang telah
ditetapkan sebagai kawasan tanpa asap rokok di Kota Palembang dalam melaksanakan
ketentuan kebijakan tersebut.
2. Memberikan sanksi bagi pimpinan lembaga- lembaga yang telah ditetapkan sebagai
kawasan tanpa asap rokok jika tidak patuh dalam melaksanakan keputusan kebijakan
kawasan tanpa asap rokok di Kota Palembang.
3. Meningkatkan sosialisasi kebijakan kawasan tanpa asap rokok di Kota Palembang
kepada pimpinan lembaga-lembaga yang termasuk dalam kawasan atau lingkungan
tanpa asap rokok di Kota Palembang

4. Meningkatkan jumlah dan ukuran media yang menunjukkan larangan dan sanksi bagi
para pelanggarnya pada lokasi-lokasi yang termasuk dalam kawasan tanpa asap rokok di
Kota Palembang , supaya keberadaan media larangan merokok tidak kalah jumlah
maupun kualitas dengan media-media yang mengiklankan penjualan rokok.
5. Membangun kolaborasi dengan berbagai stakeholder kebijakan, baik dari unsur swasta
maupun masyarakat untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut.

6. Masyarakat diharapkan mendukung setiap upaya yang melindungi remaja dari bahaya
rokok dengan tidak mempromosikan, mempengaruhi dan menyediakan rokok bagi
remaja usia di bawah 18 tahun sesuai dengan peraturan yang tertera dalam PP No. 109
tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan pasal 25 yang melarang setiap orang untuk menjual rokok
kepada anak usia di bawah 18 tahun.

7. Sejalan dengan panduan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan
rumah tangga yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, keluarga sebagai
kelompok terkecil dalam masyarakat agar menjadi role model dan referensi utama
berperilaku tidak merokok bagi remaja dengan tidak merokok, tidak merokok di dalam
rumah dan/atau tidak merokok di depan anak.

Anda mungkin juga menyukai