Anda di halaman 1dari 73

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS


PARU DI PUSKESMAS PANGARIBUAN, PUSKESMAS SITUMEANG
HABINSARAN DAN PUSKESMAS HUTABAGINDA
DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

TESIS

Oleh:

IDAWATY SIREGAR
117027010

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS
PARU DI PUSKESMAS PANGARIBUAN, PUSKESMAS SITUMEANG
HABINSARAN DAN PUSKESMAS HUTABAGINDA
DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam
Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Oleh:

IDAWATY SIREGAR
117027010

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada : 24 Januari 2018
Tanggal Lulus : 24 Januari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Parluhutan Siagian, M.Ked (Paru), Sp.P (K)

Anggota : 1. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ


2. dr. Zainuddin Amir, M.Ked (Paru), Sp.P (K)
3. dr. M. Surya Husada, M.Ked (KJ), Sp.KJ

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Idawaty Siregar

NIM : 117027010

Tanda Tangan :

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda


tangan di bawah ini :
Nama : Idawaty Siregar
NIM : 117027010
Program Studi : Magister Ilmu Kedoktera Tropis Fakultas Kedokteran
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-
exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya berjudul :

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS
PARU DI PUSKESMAS PANGARIBUAN, PUSKESMAS SITUMEANG
HABINSARAN DAN PUSKESMAS HUTABAGINDA DI KABUPATEN
TAPANULI UTARA

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan
mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan
Pada tanggal : 15 Mei 2019
Yang menyatakan

(Idawaty Siregar)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Idawaty Siregar


Tempat/Tanggal Lahir : Garoga, 28 Januari 1966
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Status : Menikah
Orang Tua : Alm. Jabangun Siregar
Kedina Sitorus
Suami : Ir. Ngolu Samosir
Anak : 1. Grant Samuel Samosir
2. Sonya PMM Samosir
3. Grace Danau Arta
4. Pintauli Golda Samosir
Alamat : Jl. Raharja No. 100 A Tanjung Sari Medan
No. HP : 0813 8469 9488
Email : pintauligld@gmail.com

Riwayat Pendidikan
1. SDN 1735 24 Balige, Kec. Balige, Kab. Taput 1973-1979
2. SMP Katolik Budhi Dharma Balige 1979-1982
3. SMAN 1 Balige 1982-1985
4. Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia 1985-2000

Riwayat Pekerjaan
2000 – 2002 : Dokter PTT di Puskesmas Sirait
2002 – 2008 : Dokter PNS di Puskesmas Lotu Kab. Nias
2008 – 2015 : Puskesmas Muara Kab. Taput
2015 – 2016 : Puskesmas Pangaribuan Kab. Taput
2016 – 2018 : RSU Tarutung Kab. Taput
2018 – sekarang : Puskesmas Sipultak Kab. Taput

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Latar belakang : Besarnya angka ketidak patuhan berobat akan mengakibatkan


tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB paru dan menyebabkan
semakin banyak ditemukan penderita TB paru. Salah satu faktor penyebab ketidak
patuhan minum obat penderita TB paru adalah penderita itu sendiri.Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Pangaribuan,
Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas Hutabaginda di Kabupaten
Tapanuli Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni – September 2017 di
Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas
Hutabaginda di Kabupaten Tapanuli Utara.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif cross sectional pada 60


responden dengan teknik total sampling di Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas
Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas Hutabaginda. Pengumpulan data
dilakukan dengan 2 instrumen, yaitu Kuisioner Kepatuhan Morinsky Medication
Adherence Scale (MMAS) dan Kuisioner Dukungan Keluarga. Analisis data
menggunakan Analisis Univariat dan uji Chi Square pada analisis bivariat.

Hasil: Persentase responden yang memiliki Dukungan Keluarga baik sebesar


96,7%, Dukungan Keluarga tidak baik sebesar 3,3%. Persentase responden yang
patuh sebesar 95,0%, dan tidak patuh sebesar 5,0%. Hasil uji analisa Chi Square
didapatkan nilai p value = 0,002 yakni lebih kecil dari 0,05(bermakna).

Kesimpulan: Hitungan statistik bermakna terdapat hubungan antara variabel


dukungan keluarga terhadap variabel kepatuhan minum obat. Sehingga disarankan
untuk melibatkan keluarga dalam pengobatan.

Kata kunci: Dukungan Keluarga, Kepatuhan Minum Obat, Tuberkulosis.

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Tuberculosis : It is noted highly obedience patient not to take medicines that


may cause highly rate failure in treatment of patient wish pulmonary TB,
unfortunately it also resulted in found more higher patient with TB. One of factors
noted to disobedience by patient to take medicine drink surely his/her self as
patient. The objective of this study is to determine the correlation of family
supportive of patient itself cause obedience to drink the medicines in treatment of
patient with pulmonary TB noted in Puskesmas Pangaribuan, Situmeang
Habinsaran, and Puskesmas Hutabaginda public health centers to serve public of
Kabupaten Tapanuli Utara District. This study was conducted since June –
September 2017 around the region where the Puskesmas Public Clinic serving
people surrounding.

Method : This study is cross sectional quantitative research done to 60


respondents with total sampling method, all well done to Puskesmas
Pangaribuan, Puskesmas Situmeang Habinsaran and Puskesmas Hutabaginda
public service center. In collecting the data, it has been done in 2 instruments, they
are by questionnaire of obedience by patients with Morinsky Medication
Adherence Scale (MMAS) and questionnaire with family support. The data
analysis adopted a Univariant analysis and Chi Square test as be bi-variant
analysis.

Results : Percentage of respondent with family supportive with good sense


noted 96.7%, with not good supportive by family noted 3.3%. Still, percentage of
respondent is obedience noted 95.0%, for dis-obedience by patient is 5.0%, The
result of Chi-Square test noted the scale p value = 0.002 it is smaller than 0.05.

Conclusion : By statistic point it is found significant increased up, so it is found


a correlation of variable in family support to the variable of obedience to take the
medicines in treatment. Advices to those the family of patients should take part
actively in order to have the best healing from the illness.

Keywords : Family support, obedience to take medicines, pulmonary TB.

ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji serta Syukur saya panjatakan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala rahmat dan kuasaNya sehingga tesis dengan judul “Hubungan Antara
Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang
Habinsaran dan Puskesmas Hutabaginda di Kabupaten Tapanuli Utara”.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Magister Kedokteran Tropis (MKT) pada program studi Ilmu Kedokteran Tropis.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
3. dr. Inke Nadia Diniyati Lubis, M.Ked (Ped), Sp.A(K), Ph.D selaku Ketua
Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
4. dr. Nurfida K. Arrasyid, M.Kes selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. dr. Parluhutan Siagian, M.Ked (Paru), Sp.P (K) selaku Komisi Pembimbig
yang telah mengarahkan, membimbing dan membantu dalam penyusunan tesis
ini.
6. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked (KJ), Sp.KJ selaku Komisi Pembimbig yang
telah mengarahkan, membimbing dan membantu dalam penyusunan tesis ini.
7. dr. Zainuddin Amir, M.Ked (Paru), Sp.P(K) selaku Komisi Penguji yang telah
banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.
8. dr. M. Surya Husada, M.Ked (KJ), Sp.KJ selaku Komisi Penguji yang telah
banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.
9. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Ilmu Kedokteran
Tropis Universitas Sumatera Utara.

iii
Universitas Sumatera Utara
10. dr. Eva Susianti, MKT yang telah membantu dan menuntun hingga tesis ini
selesai.
11. Seluruh teman-teman Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis Universitas
Sumatera Utara tahun 2014, atas segala dukungan, bantuan dan saran dalam
penyusunan tesis ini.
12. Kedua orang tua saya, Ayahanda Alm. Jabangun Siregar dan Ibunda Kedina
Sitorus, terima kasih atas doa, semangat dan dukungan moril dan materil
sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
13. Suami tercinta, Ir. Ngolu Samosir serta ananda kami tersayang, Grant Samuel
Samosir, Sonya PMM Samosir, Grace Danau Arta dan Pintauli Golda
Samosir. Terima kasih atas pengertian, semangat, doa, bantuan dan dukungan
tanpa henti, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita semua
terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan, oleh sebab itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih sempurna serta sebagai
masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah dimasa yang
akan datang. Terima kasih
Medan, Juli 2019

Idawaty Siregar

iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 4
1.3. Hipotesis ................................................................................. 4
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................... 5
1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................. 5
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7


2.1. Definisi ................................................................................... 7
2.2. Etiologi ................................................................................... 7
2.3. Epidemiologi ......................................................................... 8
2.4. Transmisi ................................................................................ 9
2.5. Patogenesis TB ....................................................................... 10
2.6. Gejala Klinis ........................................................................... 11
2.7. Diagnosa ................................................................................. 12
2.8. Pengobatan TB ....................................................................... 13
2.9. Keluarga.................................................................................. 14
2.10. Kepatuhan ............................................................................... 15
2.11. Dukungan Keluarga ................................................................ 18

v
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 22
3.1. Jenis Penelitian ....................................................................... 22
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 22
3.2.1. Lokasi ......................................................................... 22
3.2.2. Waktu ......................................................................... 22
3.3. Populasi dan Sampel .............................................................. 22
3.3.1. Populasi ..................................................................... 22
3.3.2. Sampel ........................................................................ 22
3.3.2.1. Kriteria Inklusi .............................................. 23
3.3.2.2. Kriteria Eksklusi ........................................... 23
3.3.3. Besar Sampel .............................................................. 23
3.4. Kerangka Teori....................................................................... 24
3.5. Cara Kerja .............................................................................. 26
3.5.1. Pengumpulan Data ..................................................... 26
3.5.2. Analisis Data .............................................................. 26
3.5.3. Alat Pengumpulan Data ............................................. 27
3.6 Definisi Operasional............................................................... 28
3.7 Etika Penelitian ...................................................................... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 30


4.1 Hasil Penelitian ...................................................................... 30
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................... 30
4.1.2. Gambaran Umum Populasi ........................................ 31
4.1.3. Analisis Univariat ....................................................... 32
4.1.3.1. Karakteristik Subyek Penelitian ................... 32
4.1.3.2. Kepatuhan Minum Obat Dan Dukungan
Keluarga ....................................................... 33
4.1.4. Hasil Analisis Bivariat ............................................... 35
4.2. Pembahasan ............................................................................ 35

vi
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 43
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 43
5.2. Saran....................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 44

LAMPIRAN

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 28

4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita TB Paru ......................... 32

4.2 Distribusi Dukungan Keluarga Penderita TB Paru .............................. 34

4.3 Distribusi Kepatuhan minum Obat ....................................................... 35

4.4 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat........ 35

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 Kerangka Teori ................................................................................ 25

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Nama Pemakaian pertama


kali pada halaman

AIDS : Aquired Immuno Deviciency Syndrome 8

BTA : Bakteri Tahan Asam 1

CD4 : Cluster of Differentiation 4 11

DOTS : Directly Observed Treatment Short Course 13

E : Etambutol 13

H : Isoniasid/INH 13

HIV : Human Immunodeficiency Virus 1

KDT : Kombinasi Dosis Tetap 17

MDR : Multi Drug Resistant 16

MMAS : Morinsky Medication Adherence Scale 27

M. Tuberculosis : Mycobacterium Tuberculosis 1

OAT : Obat Anti Tuberkulosis 4

P2PL : Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 5

PMO : Pengawas Minum Obat 12

R : Rifampisin 13

RSU : Rumah Sakit Umum 13

S : Streptomisin 13

Sel T : Sel Timus 36

TB : Tuberkulosis 1

WHO : World Health Organization 1

Z : Pirasinamid 13

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian............................ 48

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian ........................... 49

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ............................................................ 50

Lampiran 4. Hasil Analisis Data (SPSS) .................................................. 54

xi
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis (M. Tuberculosis). Sebagian besar

kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya

(World Health Organization, 2013, Ditjen PP&PL, 2014). Tuberkulosis

menyebabkan jutaan manusia sakit setiap tahun dan menempati urutan kedua

penyakit infeksi terbanyak yang menimbulkan kematian di seluruh dunia sesudah

Human Immunodeficiency Virus (HIV). Kasus baru TB sedunia pada tahun 2012

dilaporkan sekitar 8,6 juta dan 1,3 juta kematian yang disebabkan oleh TB (World

Health Organization, 2013).

Pengobatan TB dapat diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif 2 bulan

pengobatan dan tahap lanjutan 4-6 bulan berikutnya. Pengobatan yang teratur

pada penderita TB dapat sembuh secara total, apabila penderita patuh terhadap

aturan pengobatan TB. Hal yang penting bagi penderita TB yaitu tidak putus obat

karena jika penderita menghentikan pengobatan, kuman TB akan mulai

berkembang biak lagi sehingga penderita harus mengulangi pengobatan intensif

selama 2 bulan pertama (Irnawati et al, 2016). Penyakit TB bila tidak diobati atau

pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga

kematian (Ditjen PP & PL, 2014).

Besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya

angka kegagalan pengobatan penderita TB paru dan menyebabkan makin banyak

ditemukan penderita TB paru. Salah satu faktor penyebab ketidakpatuhan minum

Universitas Sumatera Utara


2

obat penderita TB Paru, adalah penderita itu sendiri. Motivasi dan dukungan dari

keluarga mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan

yaitu dengan adanya pengawasan dan pemberi dorongan kepada pasien (Palinggi

et al, 2013).

Dukungan dikategorikan dalam beberapa cara, tetapi secara keseluruhan

dukungan merupakan interaksi sosial yang membuat pasien merasa dicintai dan

diperhatikan (Paz-Soldan et al, 2013). Dukungan keluarga merupakan bagian dari

dukungan sosial. Individu yang termasuk dalam memberikan dukungan sosial

meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim

kesehatan, atasan, dan konselor. Beberapa pendapat mengatakan kedekatan dalam

hubungan merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting (Rodin dan

Salovey dalam Nursalam dan Ninuk, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial termasuk dukungan

keluarga merupakan kunci dalam mempengaruhi perilaku kesehatan, dan

kepatuhan pengobatan. Hasil penelitian di negara-negara berkembang

menunjukkan bahwa meningkatnya kualitas pelayanan fasilitas kesehatan dan

dukungan keluarga pada pasien tuberkulosis selama pengobatan menyebabkan

meningkatnya kepatuhan pasien selama pengobatan TB dan meningkatnya

kualitas hidup pasien TB (Paz-Soldan et al, 2013). Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Palinggi et al (2013) di Pare-pare menunjukkan bahwa ada

hubungan antara motivasi keluarga dengan kepatuhan berobat pada pasien TB

Paru rawat jalan di RSU A. Makkasau Parepare (p value 0,029). Penelitian yang

dilakukan oleh Warsito (2009) juga menunjukkan bahwa dukungan keluarga

berpengaruh pada kepatuhan minum obat pada pasien TB dalam fase intensif.

Universitas Sumatera Utara


3

Hasil dari studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah pada

18-20 Juni 2015, diketahui jumlah penderita TB paru tahun 2014 sebanyak 218

orang, dan pada tahun 2015 (Januari s.d. Maret) meningkat menjadi 870 orang.

Berdasarkan deep interview di Puskesmas Tapanuli Utara didapatkan bahwa dari

4 orang yang sedang menjalani pengobatan, 1 diantaranya sadar akan pentingnya

patuh, dan 3 lainnya cenderung untuk tidak patuh. Kemudian 2 dari 3 yang

memiliki kecendrungan tidak patuh, memiliki dukungan keluarga yang kurang

baik, 1 lainnya memiliki dukungan keluarga yang baik. Salah satu alasan

penderita untuk tidak patuh ialah bahwa penderita yang meski tinggal dengan

suami sebagai keluarga terdekatnya, kurang memberikan dukungan dalam hal

pengobatan sehingga kekonsistenan penderita dalam mengkonsumsi obat dalam

sehari tidak terkontrol. Ini menandakan bahwa masih banyak penderita yang tidak

patuh terhadap pengobatan TB, meskipun sudah dicanangkan secara nasional dan

cuma-cuma.

Penelitian Glick et. al (2011), dari 10 penderita yang tidak memiliki

keluarga tidak ada yang berhasil dalam pengobatannya dibandingkan dengan

penderita yang memiliki keluarga, artinya secara tidak langsung keberadaan

keluarga menjadi sangat diperlukan bagi penderita yang dengan pengobatan

jangka lama. Namun yang menjadi konsen peneliti ialah apakah keluarga benar-

benar mendukung proses pengobatan penderita baik yang sedang dalam fase

intensif maupun fase lanjutan, kategori 1 maupun kategori 2 sehingga tidak hanya

keberadaan keluarga yang dilihat, namun dukungan serta kepedulian keluarga

akan menjadi salah satu pertimbangan saat penderita akan memulai rencana

pengobatan.

Universitas Sumatera Utara


4

Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan

Puskesmas Hutabaginda merupakan Puskesmas dengan kasus TB paru BTA

positif cukup banyak. Kasus TB BTA positif tahun 2004 di Puskesmas

Hutabaginda ada 17 orang,kasus gagal 1 orang, Puskesmas Situmeang Habinsaran

ada 24 orang dengan kasus gagal 3 orang , dan Puskesmas Pangaribuan ada 50

orang, kasus gagal 3 orang. Penelitian hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat pada penderita TB belum pernah dilakukan oleh ketiga

puskesmas tersebut. Mengingat bahwa ketidakpatuhan berobat bisa

mengakibatkan makin banyaknya dijumpai penderita TB paru dan meningkatnya

TB resistensi OAT maka perlu dilakukan penelitian pengaruh dukungan keluarga

terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita TB paru di 3 puskesmas di

Tapanuli Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

“Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pada penderita TB paru di Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang

Habinsaran dan Puskesmas Hutabaginda di Kabupaten Tapanuli Utara?”

1.3. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah .

Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori dan

belum menggunakan fakta (sugiyono, 1999).

Universitas Sumatera Utara


5

Dalam penelitian ini, hipotesis yang diangkat adalah sebagai berikut :

I. Ada hubungan bermakna Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan

Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas

Pangaribuan, Puskesmas Situmeang Habinsaran Dan Puskesmas

Hutabaginda di Kabupaten Tapanuli Utara.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas

Situmeang Habinsaran dan Puskesmas Hutabaginda di Kabupaten Tapanuli

Utara.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi penderita tuberkulosis paru berdasarkan

dukungan di Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang Habinsaran dan

Puskesmas Hutabaginda di Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Mengetahui distribusi frekuensi penderita tuberkulosis paru berdasarkan

kepatuhan minum obat di Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang

Habinsaran dan Puskesmas Hutabaginda di Kabupaten Tapanuli Utara.

3. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang

Habinsaran dan Puskesmas Hutabaginda di Kabupaten Tapanuli Utara.

Universitas Sumatera Utara


6

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas

Sebagai masukan dalam penyusunan program khususnya penderita

kambuh terkait dengan pengoptimalan peran keluarga dalam merawat

keluarga yang sakit dalam upaya penanggulangan TB.

2. Bagi Penderita dan Keluarga

Sebagai saran dan gambaran kepada penderita tentang pentingnya

kepatuhan dalam program pengobatan jangka panjang. Serta

memberitahukan keluarga, bahwa dukungan yang positif dapat

meningkatkan kepatuhan penderita sehingga tujuan pengobatan dapat

tercapai.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk kepentingan

pengembangan ilmu berkaitan dengan kepatuhan minum obat penderita

TB.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

dari kelompok Mycobacterium yaitu M. tuberculosis yang dapat menyerang

berbagai organ, terutama paru. (Ditjen PP&PL, 2014) yang masih menjadi

masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia (Irnawati et al, 2016, Wijaya,

2012). Tuberkulosis adalah penyakit menular yang terkait dengan kemiskinan,

kekurangan gizi, dan fungsi kekebalan tubuh yang buruk (World Health

Organization, 2013b).

2.2 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis diklasifikasikan sebagai basil tahan asam dan

mempunyai struktur dinding sel yang unik untuk pertahanan tubuhnya (Knechel,

2009). Dinding sel berisi asam lemak, asam mikolat, dengan arabinogalaktan dan

peptidoglikan di bawahnya, sebagai barrier (Wijaya, 2012). Secara umum sifat

kuman M. tuberculosis adalah berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron

dengan lebar 0,2-0,6 mikron, bersifat tahan asam dengan pewarnaan Ziehl

Neelson, tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka

waktu lama pada suhu antara 40C sampai 700C, kuman sangat peka terhadap

panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet, kuman dapat bersifat dormant (tidur/

tidak berkembang), paparan langsung dengan sinar ultraviolet sebagian besar

kuman akan mati, dalam dahak dengan suhu 300C – 370C kuman akan mati dalam

waktu lebih kurang 1 minggu (Ditjen PP&PL, 2014).

Universitas Sumatera Utara


8

Secara eksperimental, dalam Aditama (2002) disebutkan bahwa populasi

M.tuberculosis di dalam lesi dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu :

1. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan

cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kapitas atau dalam lesi yang

PHnya netral.

2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada

dalam lingkungan PH yang rendah. Lingkungan asam inilah yang melindunginya

terhadap obat anti tuberkulosis tertentu.

3. Populasi C, yang terdiri dari kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan

dorman hampir sepanjang waktu, hanya kadang-kadang saja kuman ini

mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat, kuman seperti

ini banyak terdapat dalam dinding kavitas.

4. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dorman

sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti tuberkulosis.

Jumlah polulasi ini tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan oleh mekanisme

pertahanan tubuh manusia itu sendiri.

2.3 Epidemiologi

World Health Organization memperkirakan bahwa di dunia setiap tahun

ada 9 juta kasus baru TB dan 1,8 juta orang diantaranya meninggal akibat TB,

sesudah HIV/AIDS (Kumar et al, 2010). Menurut WHO Indonesia merupakan

negara kelima dengan penderita TB terbanyak setelah negara India, Cina, Nigeria

dan Pakistan (Irnawati et al, 2016). Kasus TB ditemukan di seluruh propinsi yang

ada di Indonesia dengan Papua, DKI Jakarta, dan Banten adalah 3 propinsi dengan

jumlah kasus TB terbesar di Indonesia. Estimasi prevalensi TB semua kasus di

Universitas Sumatera Utara


9

Indonesia adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus

baru pertahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian

pertahunnya (Ditjen PP & PL, 2011).

Morbiditas dan mortalitas TB tertinggi terjadi di negara-negara

berkembang. Tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta kasus baru TB (13 % koinfeksi

dengan HIV). Tuberkulosis lebih sering diderita pria daripada wanita, dan

diperkirakan sekitar 74.000 kematian TB pada anak-anak kurang dari 15 tahun

pada 2012 (World Health Organization,2013b). Meskipun kasus kematian karena

TB sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka kematian dan kesakitan wanita

akibat TB juga sangat tinggi. Tahun 2012 ada sekitar 2,9 juta kasus TB dengan

jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya

160.000 orang wanita dengan HIV positif (Ditjen PP&PL, 2014).

2.4 Transmisi

Beberpa spesies Mycobacterium yaitu : M. bovis, M. africanum, M.

microti, M. canetti dan M. tuberculosis umumnya bertransmisi ke manusia

melalui airborne (udara) (Department of Health, 2014). Sumber penularan

tuberkulosis adalah pasien TB paru dengan BTA positif yaitu M. tuberculosis

menyebar melalui droplet (percikan ludah) yang infeksius ke udara pada saat

batuk (sekitar 3.000 droplet), bersin (sekitar 1 juta droplet), berbicara atau

bernyanyi (Wijaya, 2012; Ditjen PP&PL, 2014, Departement of Health, 2014),

TB dengan hasil BTA positif 3 lebih infeksius dari BTA positif 1 (Departement of

Health, 2014). Droplet dapat juga diproduksi dari tindakan pemeriksaan seperti

induksi sputum, bronkoskopi, dan lesi jaringan (Departement of Health, 2014).

Universitas Sumatera Utara


10

Droplet merupakan partikel kecil dengan diameter 1-5 μm berisi 1-5 basil

yang sangat infeksius dan di lingkungan tertutup droplet dapat bertahan di udara

sampai 4 jam (Departement of Health, 2014). Pasien TB dengan BTA negatif

juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan

pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur

positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto

toraks negatif adalah 17% (Ditjen PP&PL, 2014).

Transmisi TB biasanya terjadinya di dalam ruangan (indor), tempat gelap,

kurangnya ventilasi (Departement of Health, 2014) dan dipengaruhi oleh jumlah

basil dalam droplet, virulensi basil, paparan basil terhadap sinar ultraviolet,

konsentrasi basil di udara yang ditentukan oleh volume ruangan dan ventilasi dan

lama waktu pajanan menghirup udara (aerosol) yang tercemar (Knechel, 2009).

Sekali terinfeksi, perkembangan menjadi untuk menjadi penyakit tergantung pada

sistem imun, dengan sistem imun normal, 90% tidak akan berlanjut menjadi

penyakit dan 10% dapat berkembang menjadi penyakit (Departement of Health,

2014).

2.5 Patogenesis TB

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6-14 minggu setelah infeksi

akut (Ditjen PP&PL, 2014). Setelah terpapar kuman TB ada empat keadaan yang

bisa terjadi yaitu pertama tidak terjadi infeksi (ditandai dengan tes tuberkulin

negatif), kedua terjadi infeksi kemudian menjadi TB yang aktif (TB primer),

ketiga menjadi TB laten dimana mekanisme imun mencegah progresivitas

penyakit menjadi TB aktif dan keempat menjadi TB laten tetapi kemudian terjadi

Universitas Sumatera Utara


11

reaktivasi dan berkembang menjadi TB aktif dalam beberapa bulan sampai

beberapa tahun kemudian (Marin dan Hasibuan, 2010).

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated

immune response. Sel efektornya adalah makrofag, sedang limfosit (biasanya sel

T) merupakan immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari

tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai ke alveoli, partikel akan melekat di

dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi

partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli (Pando et al, 2007).

Basil tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan

masuknya leukosit polimorponuklear dan makrofag yang berfungsi untuk

memakan dan membunuh basil tersebut. Setelah beberapa hari maka leukosit

berkurang dan makrofag jadi dominan. Alveoli yang terserang akan mengalami

konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut yang disebut dengan focus primer

atau Ghon focus yang merupakan infeksi primer. Infeksi primer ini dapat sembuh

dengan atau tanpa bekas atau dapat berlanjut terus dan bakteri terus di fagosit atau

berkembang biak didalam sel. Basil dapat menyebar melalui kelenjar getah bening

menuju kelenjar getah bening regional. Gabungan terserangnya kelenjar getah

bening dengan fokus primer disebut kompleks ghon. Infeksi primer kadang-

kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan seperti TB post

primer (Bourke, 2003)

2.6 Gejala Klinis

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala

respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). Gejala respirasi diantaranya

Universitas Sumatera Utara


12

adalah batuk > 2 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Gejala

respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang

cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat

medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien

mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,

dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala sistemik

yang ditimbulkan akibat infeksi TB adalah demam, malaise, keringat malam tanpa

aktivitas, anoreksia dan berat badan menurun (Wijaya, 2012).

2.7 Diagnosa

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan

fisis, gambaran radiologis, pemeriksaan laboratorium dan uji tuberkulin (Lyanda,

2012). Diagnosa TB di negara berkembang dengan menggunakan apusan dahak,

kemudian dikonfirmasi dengan kultur bakteri dan uji kepekaan obat. Sesuai

dengan rekomendasi WHO, maka diagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan

sputum secara mikroskopis,oleh karena pemeriksaan ini efisien, mudah, murah,

dan cukup cepat (hanya 2 hari) (Zumla et al, 2013).

Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang pertama yang membantu

untuk menegakkan diagnosis TB paru, memonitor respon pengobatan, dan

membantu dalam menghambat penyebaran penyakit, memberikan gambaran

radiologis TB paru pada TB dengan BTA negatif maupun BTA positif. Foto

toraks dapat sebagai penyokong untuk menegakkan diagnosis TB paru (Soetikno

dan Derry, 2011; Srikanth et al, 2009).

Pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosa TB paru dengan rapid test

yang telah dianjurkan oleh WHO yaitu GeneXpert MTB/RIF yang dapat

Universitas Sumatera Utara


13

digunakan untuk mendiagnosa TB dan resitensi rifampisin (World Health

Organization, 2013a).

2.8 Pengobatan TB

Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal yang

diberikan setiap hari selama 2 bulan untuk menurunkan jumlah kuman dalam

tubuh pasien secara efektif, meminimalisir pengaruh sebagian kecil kuman yang

mungkin resisten sejak sebelum pasien belum mendapat pengobatan dan tahap

lanjutan untuk membunuh sisa kuman yang masih ada dalam tubuh sehingga

pasien dapat sembuh dan mencegah kekambuhan (Ditjen PP&PL, 2014).

Pengobatan menurut World Health Organization dalam Wijaya (2013)

dengan strategis DOTS OAT dibagi dalam 3 kategori:

Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) dengan tahap intensif obat diberikan setiap hari

selama 2 bulan terdiri isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Tahap

lanjutan terdiri dari isoniazid dan rifampisin diberikan 3 kali dalam seminggu

selama 4 bulan.kategori diberikan pada penderita baru BTA positif, penderita paru

BTA negatif dengan rontgen positif yang sakit berat, dan penderita TB ekstra paru

berat.

Kategori 2 (2HRZES/HRSE/5H3R3E3) diberikan pada penderita BTA positif

yang pernah mendapat OAT selama sebulan yaitu penderita kambuh (relaps),

penderita gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai (after

default). Obat anti tuberkulosis kategori 2 pada fase intensif diberikan

HRZE/HRE setiap hari selama 2 bulan ditambah suntikan streptomisin setiap

hari.pada fase lanjutan diberikan obat HRE selama 5 bulan dengan 3 kali dalam

seminggu.

Universitas Sumatera Utara


14

Kategori 3 (2HRZ/4H3R3) diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan

rontgen positif sakit ringan dan penderita TB extra paru ringan yaitu Tb kelenjar

limfe, pleuritis eksdativa, TB kulit, TB tulang (kecuali TB tulang belakang),

sendi, dan kelenjar adrenal.

2.9 Keluarga

Keluarga adalah orang yang terkait dengan orang lain baik dengan

hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan yang tinggal bersama-sama dalam

jangka waktu yang lama (Sukumani et al, 2012). Keluarga menurut sejumlah ahli

adalah sebagai unit sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan

landasan dasar dari semua institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari

dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan

darah, hubungan perkawinan, dan adopsi (Puspitawati, 2012).

Fungsi Keluarga

Menurut Friedman dalam Suprajitno (2004), fungsi keluarga sebagai berikut :

Fungsi afektif : Fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga.

Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling

mendukung dan saling menghargai antar anggota keluarga.

Fungsi sosialisasi : Fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam

keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga

merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

Fungsi reproduksi : Fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan

dan menambah sumber daya manusia.

Fungsi ekonomi : Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh

anggota keluarganya meliputi sandang, pangan, dan papan.

Universitas Sumatera Utara


15

Fungsi perawatan kesehatan : Fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya

masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga

yang mengalami masalah kesehatan.

2.10 Kepatuhan

Teori Santoso dalam Palinggi et al (2013) yang berpendapat bahwa

kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang

disarankan dokter atau oleh orang lain. Perilaku patuh minum OAT dinilai dari

sisa OAT pada penderita sesuai dengan jumlah yang seharusnya, PMO

menyatakan bahwa pasien meminum OAT setiap hari, dan pasien menyatakan

bahwa ia meminum OAT setiap hari (Hutapea, 2009). Tingkat keberhasilan

pengobatan TB paru sangat dipengaruhi oleh kepatuhan penderita terhadap

regimen pengobatan yang diberikan. Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan

kebijakan dengan pemberian pengobatan gratis sehingga diharapkan dapat

merupakan perangsang bagi penderita agar teratur berobat sesuai dengan jadwal

sampai tercapainya kesembuhan. Tetapi dalam pelaksanaannya banyak penderita

yang tidak tekun menyelesaikan pengobatannya (Ratnasari, 2012).

Kepatuhan dalam pengobatan akan meningkat ketika penderita

mendapatkan bantuan dari keluarga (Ramirez dalam Glick et al., 2011).

Kepatuhan pasien sangat dituntut dalam menjalani pengobatan jangka panjang.

Dari kepatuhan itu diharapkan kemampuan bakteri dalam tubuh dapat berkurang

dan mati. Apabila penderita TB tidak patuh dalam minum obat maka dapat

menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi, dan

kekambuhan meningkat serta lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap

Universitas Sumatera Utara


16

beberapa obat anti tuberkulosis, sehingga penyakit TB sangat sulit disembuhkan

(irnawati et al, 2016).

Berbagai teori tentang kepatuhan berobat dalam Hutapea (2009) dan usaha

agar berperilaku patuh berobat dikemukakan beberapa penulis, antara lain:

1. Kepatuhan berobat sangat dipengaruhi oleh perilaku penderita;

2. Cara terbaik mengubah perilaku adalah dengan memberikan informasi serta

diskusi dan partisipasi dari penderita.

3. Agar perilaku penderita lebih patuh dibutuhkan memperkuat driving force

dengan menggalakkan persuasi dan memberi informasi (teori Force Field

Analysis dari Lewis).

Ketidakpatuhan minum obat akan meningkatkan terjadinya drug

resistance dimana bakteri basil tidak akan sensitif terhadap antibiotik tertentu.

Jika hal ini terjadi pada beberapa obat maka terjadi Multi-Drug Resistance yang

bila terjadi pada seorang penderita membuat pengobatan akan lebih sulit dan

kemungkinan besar dalam prognosis penyakit. (Gough, 2011).

Beberapa faktor yang mendukung sikap patuh penderita diantaranya:

pendidikan, akomodasi, modifikasi faktor lingkungan dan sosial, perubahan

model terapi, interaksi profesional, faktor sosial dan ekonomi, faktor sistem

kesehatan, faktor kondisi, faktor terapi, faktor pasien (Ahsan et al, 2013) seperti

motivasi ingin sembuh (Irnawati el al, 2016) motivasi dan dukungan keluarga

(Palinggi et al, 2013, Irnawati et al, 2016), pengawasan dari Pengawas Minum

Obat (PMO), penyuluhan atau pendidikan kesehatan serta tidak ingin terjadi

penularan (Irnawati et al, 2016).

Universitas Sumatera Utara


17

Selain itu, beberapa alasan mengapa seseorang tidak patuh dalam

pengobatan, diantaranya: lupa untuk mengkonsumsi, biaya yang mahal,

kemiskinan, efek samping, durasi yang lama dan stigma (Haynes dalam Gough

dan Kauffman, 2011). Tingkat kepatuhan juga berpengaruh dalam keberhasilan

pengobatan TB apabila orang tersebut patuh minum obat maka orang tersebut

akan sembuh hanya dengan pengobatan OAT-KDT kategori 1, dan apabila

kepatuhan minum obat buruk maka penderita TB tersebut akan melanjutkan

pengobatan TB ke tahap selanjutnya yaitu pengobatan OAT-KDT kategori 2 dan

MDR bagi penderita TB yang telah resisten obat OAT-KDT kategori 2 (Irnawati

et al, 2016).

Besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya

angka kegagalan pengobatan penderita TB paru dan menyebabkan makin banyak

ditemukan penderita TB paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan

standar. Hal ini akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia

serta memperberat beban pemerintah. Berbagai faktor penyebab ketidakpatuhan

minum obat penderita TB Paru, dapat disimpulkan bahwa faktor manusia, dalam

hal ini penderita TB paru sebagai penyebab utama dari ketidak patuhan minum

obat (Hutapea, 2009). Penderita dan keluarga menyadari akan pentingnya

kepatuhan berobat, dan sering kali penderita ingin segera menyelesaikan

pengobatan supaya dilihat oleh masyarakat dirinya sembuh dan diterima kembali

oleh masyarakat. Keluarga diharapkan mampu mengurangi dan menekan kelalaian

minum obat karena keluarga dapat mengawasi penderita secara langsung dan

kontinyu (Palinggi et al, 2013).

Universitas Sumatera Utara


18

2.11 Dukungan Keluarga

Menurut Potter (2009), dukungan keluarga merupakan bentuk pemberian

dukungan terhadap anggota keluarga lain yang mengalami permasalahan.

Dukungan keluarga dalam hal ini adalah mendorong penderita untuk patuh

meminum obatnya, menunjukkan simpati dan kepedulian, serta tidak menghindari

penderita dari penyakitnya.Dalam memberikan dukungan terhadap salah satu

anggota yang menderita TB, dukungan dari seluruh anggota keluarga sangat

penting untuk proses penyembuhan dan pemulihan penderita (Irnawati et al,

2016).

Safarino (2006) menyatakan bahwa ada 4 jenis dukungan keluarga yaitu

dukungan informasional dengan memberikan penjelasan tentang penyakit

tuberkulosis dari cara pengobatan, Kedua ada dukungan penilaian dengan

memberikan support dalam menjalani pengobatan, memperhatikan untuk selalu

mengingatkan dalam minum obat serta mengikut sertakan setiap ada acara

keluarga, yang ketiga ada dukungan instrumental diwujudkan berupa

mengantarkan saat kontrol serta menyediakan alat makan, alat mandi dan

menyediakan sarana prasarana kebutuhan responden. Terakhir ada dukungan

emosional diwujudkan dengan mendengarkan keluh kesah responden yang

dirasakan dalam menjalani pengobatan secara emosional untuk mencapai

kesejahteraan anggota keluarga dan memenuhi kebutuhan psikososial.

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kepatuhan untuk pengobatan TB, dimana keluarga berfungsi sebagai sistem

pendukung bagi anggota keluarganya yang sakit. Selain itu, keluarga juga selalu

siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Irnawati et al, 2016).

Universitas Sumatera Utara


19

Menurut Purnawan (2009), faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

diantaranya menerapkan fungsi keluarga yaitu sejauh mana keluarga

mempengaruhi anggota keluarga lain saat mengalami masalah kesehatan serta

membantu dalam memenuhi kebutuhan. Dukungan dari keluarga membuat

penderita tidak merasa terbebani dengan penyakit yang dideritanya. Hal ini

disebabkan karena adanya perhatian dari keluarganya, sehingga penderita tidak

merasa sendirian (Irnawati et al, 2016).

Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam

meningkatkan kepatuhan pengobatan, dengan pengawasan dan pemberian

semangat terhadap penderita. (Ratnasari, 2012). Dukungan keluarga terhadap

pasien dapat berupa dukungan dalam bentuk emosional, informasi, moril,

keuangan sehingga pasien memiliki motivasi untuk kesembuhannya dan dapat

memperbaiki perilaku kesehatan (Biswas et al, 2010)

Menurut Sobur dalam Palinggi et al (2013) yang menyatakan bahwa

motivasi itu dapat membangkitkan motif (daya gerak) atau menggerakkan

seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu

kepuasan atau tujuan. Menurut Taufik dalam Palinggi et al (2013) secara umum

dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau

menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan

sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan atau mencapai tujuan tertentu

(Palinggi et al, 2013).

Dukungan sosial penting untuk penderita penyakit kronis seperti

tuberkulosis sebab dengan dukungan tersebut akan mempengaruhi perilaku

individu, seperti penurunan rasa cemas, rasa tidak berdaya dan putus asa sehingga

Universitas Sumatera Utara


20

pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan penderita (Ratnasari, 2012).

Seorang pasien menerima perawatan di rumah, ia mengharapkan dukungan praktis

dari setiap anggota keluarga yang cukup bertanggung jawab untuk mengurus

orang sakit. Pasien mengharapkan dukungan emosional dan bimbingan dari

anggota keluarga ini dan menganggap rumah menjadi surga bagi istirahat dan

penyembuhan (Sukumani et al, 2012).

Anggota keluarga dapat membantu memperbaiki kesehatan pasien dengan

mendorong pasien untuk merawat diri sendiri atau memberikan dukungan

psikologis terhadapa pasien yang tidak bisa merawat diri sendiri. Dukungan sosial

yang utama berasal dari dukungan keluarga, karena dukungan keluarga

memegang peranan penting dalam kehidupan penderita tuberkulosis berjuang

untuk sembuh, berpikir ke depan, dan menjadikan hidupnya lebih bermakna

(Melisa, 2012, Paz- Soldan, 2013). Dukungan teman dan penyedia layanan

kesehatan juga penting sebagai pendukung pasien dengan cara yang berbeda (Paz-

Soldan, 2013).

Faktor yang mempengaruhi rendahnya dukungan keluarga adalah

kemiskinan dan rendahnya pendidikan anggota keluarga sehingga kurangnya

pengetahuan atau kemauan untuk mencari informasi untuk mendukung pasien

(Biswas et al, 2010). Dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan sekitar yang

rendah menimbulkan gangguan psikologis pada penderita tuberkulosis meliputi :

depresi, gangguan penyesuaian, ansietas, hilangnya tujuan hidup, melemahnya

produktifitas, fobia dan lainnya (Ginting, 2008).

Penderita tuberkulosis sangat membutuhkan peran keluarga dalam

kesembuhan (Nuha, 2013) dan motivasi kepada penderita TB paru dalam bentuk

Universitas Sumatera Utara


21

bantuan dana, menciptakan lingkungan yang nyaman pada anggota keluarga yang

menderita TB paru, memberikan semangat dan memotivasi dalam menjalani

pengobatan sehingga menimbulkan kepatuhan berobat (Palinggi et al, 2013), .

memberikan sarana prasanan, menyediakan dana pengobatan, meluangkan waktu

untuk mendampingi berobat dan saat dirumah maupun bergaul di lingkungan

sekitarnya (Nuha, 2013).

Penderita tuberkulosis perlu mendapatkan dukungan sosial lebih, karena

dukungan dari orang-orang secara langsung dapat menurunkan beban psikologis

sehubungan dengan penyakit yang dideritanya, selain itu dukungan sosial dapat

mempengaruhi tingkah laku individu, seperti penurunan rasa cemas, mudah putus

asa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan (Ratnasari, 2012).

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik observasional

dengan pendekatan Cross sectional, dimana pada penelitian ini tidak dilakukan

suatu perlakuan pada subjek penelitian dan dilakukan hanya pada satu waktu

tertentu selama waktu penelitian.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi

Lokasi yang dipilih pada penelitian kali ini ialah di Puskesmas

Pangaribuan, Puskesmas Situmeang Habinsaran dan Puskesmas Hutabaginda di

Kabupaten Tapanuli Utara.

3.2.2. Waktu

Waktu penelitian rencananya akan dilakukan pada bulan Juni sampai dengan

September 2017.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini ialah seluruh penderita TB dengan kategori 1

atau 2 yang berada di Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang Habinsaran

dan Puskesmas Hutabaginda di Tapanuli Utara.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.

22

Universitas Sumatera Utara


23

3.3.2.1 Kriteria Inklusi

a Penderita TB paru kategori 1 atau 2 yang telah mendapat pengobatan minimal

1 bulan.

b Tinggal bersama keluarga.

c Bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan menandatangani formulir

persetujuan penderita.

d Mengisi kuisioner dengan lengkap.

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus berikut:

n =

Zα = 1,96

P = 79,4% (proporsi keluarga berperan dalam kepatuhan minum obat

dari penelitian yang dilakukan oleh Maria Ulfah Tahun 2011)

Q = 1 – P  1 -303 = 3.0

d = < 0,1

n =

= 46,452

maka 60 orang sampel yaitu jumlah total pasien TB yang ada di 3

Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Utara dan yang sesuai dengan kriteria inklusi

dan eksklusi akan dijadikan sampel penelitian.

Universitas Sumatera Utara


24

3.4. Kerangka Teori

Berdasarkan paparan teori di penelitian ini, bahwa infeksi bakteri

Mycobacterium tuberculosis akan menimbulkan manifestasi klinis yang dikenal

sebagai gejala TB kemudian tata laksana yang harus diberikan secara farmakologi

membutuhkan waktu yang lama sehingga harus ada faktor dari luar penderita yang

dapat membantu penderita dalam melakukan rencana pengobatan ini. Secara

ringkas, kerangka teori pada penelitian ini digambarkan pada Bagan 3.1.

Universitas Sumatera Utara


25

Infeksi Bakteri
Microbacterium tuberculosis

Pemeriksaan Manifestasi klinis

Positif Tata laksana


Farmakoterapi

Gagal Kategori 1

Resistensi Kategori 2

Tim Kesehatan

Faktor terapi

5 dimensi yang
mempengaruhi Faktor pasien Kepatuhan Tuntas
kepatuhan
(WHO, 2003)
Faktor kondisi

Sosial ekonomi:
 Ekonomi Sosial
 Dukungan Sosial

Dukungan Keluarga

Ketarangan:

Variabel yang diteliti

Sumber : Chambers, et al., 2010; Price, 2005; WHO, 2003

Bagan 3.1. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara


26

3.5 Cara Kerja

3.5.1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dengan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari

tempat penelitian, yaitu bagian rekam medik 3 Puskesmas di Tapanuli Utara

diperoleh dari lembar kuisoner. Pengolahan data dilakukan dengan :

1. Editing

Untuk memeriksa ulang jumlah dan kelengkapan pengisian kuesioner

seperti kelengkapan identitas subjek penelitian, kelengkapan data-data, dan

apakah setiap pertanyaan sudah dijawab dengan tepat.

2. Koding

Untuk memudahkan pengolahan data, semua jawaban perlu

disederhanakan dengan cara memberikan simbol-simbol/kode tertentu

pada setiap jawaban.

3. Tabulasi

Setelah data terkumpul, tersusun selanjutnya data dikelompokkan dalam

suatu tabel menurut sifat–sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan

penelitian.

3.5.2. Analisis data

Setelah data terkumpul kemudian di tabulasi dalam tabel dengan variabel

yang hendak diukur. Analisa data dilakukan melalui tahap editing, koding,

tabulasi dan uji statistik. Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan

analisis distribusi frekuensi. Melalui tahapan-tahapan, kemudian data dianalisis

dengan menggunakan metode uji statistik univariat dilakukan untuk variabel

tunggal yang dianggap terkait dengan penelitian dan analisis bivariat untuk

Universitas Sumatera Utara


27

melihat distribusi atau hubungan beberapa variabel yang dianggap terkait dengan

menggunakan uji chisquare. Analisis data dilakukan dengan pengujian hipotesis

nol (Ho) atau hipotesis yang akan di tolak. Dengan menggunakan uji chi-square.

Batas kemaknaan = 0,05, Ho ditolak jika p < 0,05 dan Ho diterima jika p > 0,05.

Jika p < α (0,05) maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima yang

berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat pada

pasien TB paru Sedangkan jika p > α (0,05) maka hipotesis nol diterima dan

hipotesis alternatif ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara motivasi

keluarga dengan kepatuhan berobat pada pasien TB paru.

3.5.3. Alat Pengumpulan Data

1. Instrumen pertama berupa pertanyaan mengenai data demografi penderita

yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir.

2. Instrumen kedua adalah dukungan sosial keluarga, yang terdiri dari 25

pernyataan. Penentuan jawaban kuesioner menggunakan skala Likert yang

dimodifikasi menjadi skala 1-3, yaitu sering/selalu, kadang-kadang, dan tidak.

3. Instrumen ketiga adalah kepatuhan, dengan memberikan pernyataan dari

kuesioner baku Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) yang terdiri

dari 8 pernyataan yang sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.

Penentuan jawaban kuesioner menggunakan skala Guttman, yaitu jawaban

responden hanya terbatas pada dua jawaban, Ya atau Tidak. Nilai tertinggi 8

dan terendah 0.

Universitas Sumatera Utara


28

3.6. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah pengertian yang dijadikan pedoman untuk

melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, misalnya penelitian. Pada penelitian ini

terdapat beberapa variabel yang memiliki definisi operasional terkait penelitian

sebagaimana yang tercantum pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1 Jenis Perbedaan Mengajukan Kuesioner 1.Laki-laki Nominal
Kelamin individu pertanyaan 2.Perempuan
yang melalui
didasarkan kuesioner
pada seks
atau gender.
Usia Rentang usia Mengajukan Kuesioner 1. Remaja Ordinal
mulia dari pertanyaan 2.Dewasa
lahir hingga melalui 3.Lansia
ulang tahun kuesioner (Depkes,
terakhir. 2009)

Pekerjaan Kegiatan Mengajukan Kuesioner 1.Bekerja Nominal


tetap yang pertanyaan 2.Tidak
dilakukan melalui Bekerja
sehari-hari. kuesioner
Pendidikan Pendidikan Mengajukan Kuesioner 1. Rendah Nominal
Terakhir formal yang pertanyaan 2.Tinggi
ditempuh dan melalui (Sisdiknas,
dinyatakan kuesioner 2003)
lulus
2. Dukungan Persepsi Mengajukan Kuesioner Menggunakan Nominal
keluarga pasien pertanyaan dengan 25 media sebagai
terhadap melalui pertanyaan, cut of point,
dukungan kuesioner menggunaka yaitu 70:
keluarga n skala likert < 70 = tidak
yang diukur dengan baik
berdasarkan rentang skala ≥ 70 = baik
aspek 1-3. Nilai
emosional tertinggi =
dan 75 Nilai
fungsional terendah =
25

Universitas Sumatera Utara


29

3. Kepatuhan Tidak Mengajukan Kuesionar Hasil dari Nominal


perhatian pertanyaan dengan 8 variabel
pasien dalam melalui pertanyaan Nominal ini
melaksanaka kuesioner baku dari dibagi
n instruksi Morinsky, menjadi 2
pengobatan menggunaka kategori, yaitu
berdasarkan n skala :
Morinsky guttman. > 2 = Tidak
Medication Nilai ≤ 2 = Baik
Adherence tertinggi = 8
Scale Nilai
(MMAS) terendah = 0

3.7 Etika Penelitian

Penelitian yang melibatkan manusia sebagai subjek penelitian telah

dilakukan sesuai dengan aturan etika penelitian yang diatur dalam “ethical

clearance” dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Hutabaginda, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan

Puskesmas Pangaribuan merupakan Puskesmas yang berada di Tapanuli Utara.

Batas-batas wilayah kerja sebagai berikut :

Puskesmas Hutabaginda:

Timur : Kecamatan Sipahutar

Barat : Kecamatan Adiankoting

Utara : Kecamatan Sipoholon

Selatan : Kecamatan Siatas Barita

Luas Wilayah : 107,68 Km

Wilayah Kerja

Jumalah penduduk : 41.503 orang

Laki-laki : 20.246 orang

Perempuan : 21.257 orang

Puskesmas Pangaribuan:

Timur : Kecamatan Garoga

Barat : Siatas Barita

Utara : Sipahutar

Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan

Luas Wilayah

Wilayah Kerja : 459,25 Km

Jumlah penduduk : 14.324 orang

30
Universitas Sumatera Utara
31

Laki-laki : 7.077 orang

Perempuan : 7.247 orang

Puskesmas Situmeang Habinsaran:

Timur : Kecamatan Tarutung

Barat : Kecamatan Parmonangan

Utara : Kecamatan Siborong-siborong

Selatan : Kecamaan Adiankoting

Luas wilayah

Wilayah kerja : 189.20 orang

Jumlah penduduk : 14.036 orang

Laki-Laki : 6.901 orang

Perempuan : 7.135 orang

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengawas Minum Obat (PMO) yang berada

di Puskesmas Hutabaginda, Puskesmas Pangaribuan, Puskesmas Situmeang

habinsaran mengatakan bahwa ada pasien yang datang berobat di Puskesmas

tersebut dengan rentang waktu pengobatan selama 6 bulan.

4.1.2 Gambaran Umum Populasi

Populasi diambil di wilayah Tapanuli Utara, tepatnya di Puskesmas

Hutabaginda, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas Pangaribuan.

Ketiga puskesmas ini berada di bawah naungan dinas kesehatan yang sama

sehingga penelitian yang dilakukan oleh peneliti berada di program yang sama

yaitu pengembangan wajib puskesmas program Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (P2PL). Pengambilan data responden dan pengisian

Universitas Sumatera Utara


32

kuesioner dilakukan di ruang yang dibuka pada hari selasa dan kamis. Total

penderita TB yang terdaftar hingga minggu pertama menurut jumlah kartu berobat

penderita yang peneliti dapat ialah sebanyak 60 orang penderita, 18 orang

penderita di puskesmas Hutabaginda, 13 orang penderita di puskesmas

Situmeang Habinsaran dan 29 orang..Puskesmas Pangaribuan. Peneliti Seluruh

penderita memenuhi kriteria inklusi peneliti, sehingga responden diambil dari

seluruh penderita. Hal ini sesuai dengan keinginan peneliti yang menggunakan

teknik total sampling.

4.1.3 Analisa Univariat

4.1.3.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik responden di bawah ini adalah karakteristik sampel

penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pendidikan terakhir.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita TB Paru di


Puskesmas Hutabaginda, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan
Puskesmas Pangaribuan di Kabupaten Tapanuli Utara

Demografi n %
1. Jenis Kelamin
- Laki-laki 32 53,33
- Perempuan 28 46,67
2. Usia
- Usia ≤ 25 thn 15 25
- Usia 26-45 16 26,67
- Usia ≥ 46 thn 29 48,33
3. Pekerjaan
- PNS 3 5
- Buruh 1 1,67
- Petani 37 61,67
- Wiraswasta 1 1,67
- Dagang 5 8,33
- Supir 1 1,66
- Tidak Bekerja 12 20

Universitas Sumatera Utara


33

Tabel 4.1 (Lanjutan)

Demografi n %
4. Pendidikan Terakhir
- SD 10 16,67
- SMP 21 35
- SMA 25 25
- Diploma 4 6,67
-S1/S2 0 0

Tabel 4.1 menunjukkan distribusi frekuensi penderita TB paru di

Puskesmas Hutabaginda, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas

Pangaribuan di Kabupaten Tapanuli Utara dengan jumlah responden 60 orang.

Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin pada penderita TB Paru di

Puskesmas Tapanuli Utara (n=60) didapatkan 32orang (53,33%) berjenis kelamin

laki-laki, 28 orang (46,67%) berjenis kelamin perempuan. berdasarkan usia

responden didapatkan 15 orang (25%) responden berusia ≤ 25 tahun, 16 orang

(26,67%) responden berusia 26-45 tahun dan berusia ≥46 tahun 29 orang

(48,33%). Distribusi frekuensi penderita TB paru di Tapanuli Utara berdasarkan

pekerjaan didapatkan PNS 3orang (5%), buruh 1orang (1,67%), petani 37 orang

(61,67%), wiraswasta 1orang (1,67%), dagang 5orang (8,33%), supir 1orang

(1,66%), tidak bekerja 12 orang (20%). Berdasarkan tingkat pendidikan didapatan

responden dengan tingkat pendidikan SD 10 (16,67%) orang, SMP 21 (35%)

orang, SMA 25 (25%) orang, D1 4 (6,67%) orang, dan tidak ada responden

dengan pendidikan S1/S2.

4.1.3.2. Kepatuhan minum obat dan dukungan keluarga

Distribusi dukungan keluarga penderita TB Paru di Puskesmas

Hutabaginda, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas Pangaribuan di

Kabupaten Tapanuli Utara.

Universitas Sumatera Utara


34

Tabel 4.2 Distribusi Dukungan Keluarga Penderita TB Paru di Puskesmas


Hutabaginda, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas
Pangaribuan di Kabupaten Tapanuli Utara

Dukungan Keluarga n %
Baik 58 96,7
Tidak Baik 2 3,3
Total 60 100

Tabel 4.2 menunjukkan 58 (96,7%) orang penderita TB paru mendapat

dukungan keluarga baik, dan 2 (3,3%) orang mendapat dukungan keluarga tidak

baik.

Distrbusi Kepatuhan Minum Obat penderita TB Paru di Puskesmas

Hutabaginda, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas Pangaribuan di

Kabupaten Tapanuli Utara.

Tabel 4.3 Distribusi Kepatuhan minum Obat

Kepatuhan Minum Obat N %


Baik 57 95
Tidak Baik 3 5
Total 60 100

Tabel 4.3 menunjukkan 57 (95%) penderita TB paru di Puskesmas

Hutabaginda, Puskesmas Situmeang Habinsaran, dan Puskesmas Pangaribuan di

Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai kepatuhan yang baik dalam meminum obat

dan 3 (5%) tidak baik.

Universitas Sumatera Utara


35

4.1.4. Hasil analisis bivariat

Analisa biavariat bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu

dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat. Uji bivariat dilakukan dengan

menggunakan uji Fisher Exact dengan tingkat kepercayaan 95% ( 0,05).

Tabel 4.4 Hubungan Dukungan Keluarga dengan kepatuhan Minum Obat

Dukungan Kepatuhan
Keluarga Baik Tidak Baik Total Nilai P
n % n % n %
Baik 57 98,3% 1 1,7% 58 100 0.002
Tidak Baik 0 0 2 100 2 100

Tabel 4.4 menunjukkan dari 58 penderita dengan dukungan keluarga baik,

57 (98.3%) dengan kepatuhan minum obat yang baik dan hanya 1 (1.7%) dengan

kepatuhan minum obat yang tidak baik. Sedangkan dari 2 penderita dengan

dukungan keluarga tidak baik seluruhnya mempunyai kepatuhan minum obat yang

tidak baik (100%). Hasil uji Fisher exat menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

penederita TB di puskesmas Tapanuli Utara, dengan nilai p = 0,002 (< 0,05).

4.2. Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi frekuensi penderita TB paru di

3 Puskesmas Tapanuli Utara dari 60 responden lebih banyak yang berjenis

kelamin laki-laki (53,33%). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena

kebiasaan merokok lebih banyak pada laki-laki dan laki-laki memiliki mobilitas

tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hasil penelitian ini sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Siswanto et al (2015) di Padang yang

menunjukkan bahwa dari sampel 26 orang persentase tertinggi pada jenis kelamin

Universitas Sumatera Utara


36

laki-laki (69,2%). Hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki mobilitas yang

lebih tinggi dibandingkan perempuan serta kebiasaan laki-laki yang cenderung

mengkonsumsi alkohol, keluar malam hari yang dapat menurunkan sistem

kekebalan tubuh serta merokok. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko untuk

terkena TB paru sebanyak 2,2 kali (Siswanto et al, 2015).

Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi frekuensi penderita TB paru di

Tapanuli Utara terbanyak pada berusia >46 tahun (48,33%). Hal ini kemungkinan

disebabkan karena pada usia lanjut kekebalan tubuh yang menurun. Menurut

Groth-Peterson dalam Donald et al (2010) pada usia lanjut perkembangan

kekebalan tubuh berhubungan dengan menurunnya fungsi kekebalan tubuh

humoral dan selular misalnya pada percobaan yang dilakukan pada tikus

menunjukkan bahwa sel T CD4 menjadi kurang respon terhadap stimulus antigen.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea di

Surabaya (2009) yang menunjukkan bahwa dari 134 responden penderita TB

sebagian besar pada usia produktif antara 21-30 tahun (32,1%). Tingginya

penderita TB pada usia produktif disebabkan karena tingginya aktivitas, mobilitas,

gaya hidup dan kebiasaan merokok (Siswanto et al, 2015).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden terbanyak bekerja

sebagai petani 37 (61,67%) orang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena

umumnya mata pencarian penduduk di lokasi penelitian adalah bertani. Hasil

penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea di Surabaya

(2009) yang menunjukkan bahwa dari 134 responden, responden terbanyak adalah

responden tidak bekerja (46,2%).

Universitas Sumatera Utara


37

Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa pendidikan responden terbanyak

adalah SMA (41,66%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Siswanto et al (2015) yang dilakukan di Padang menunjukkan

bahwa dari sampel 26 orang persentase tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA

38,5%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Suswati di Jember (2006) yang menunjukkan bahwa penderita TB paru terbanyak

berpendidikan terkhir SD. Penyakit TB paru mudah menyerang kelompok

asyarakat dengan status sosial ekonomi rendah kemungkinan berhubungan dengan

status gizi, imum dan higiene snitasi dan kemampuan menjalani pengobatan

dengan benar.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden (96,7%)

mendapat dukungan keluarga baik. Hal ini disebabkan karena sebagian besar

responden sudah berkeluarga sehingga mendapat dukungan dari istri dan anak-

anaknya. Banyaknya responden yang mendapat dukungan keluarga kemungkinan

disebabkan karena ada usaha dari keluarga untuk membantu responden dalam

keuangan, kasih sayang, perhatian, semangat dan motivasi. Hasil penelitian sama

dengan penelitian yang dilakukan Irnawati et al di Kotamobagu (2016) yang

menunjukkan bahwa sebagian besar penderita TB mendapat dukungan dari

keluarga dalam menjalani pengobatan (83%). Dukungan keluarga dapat berupa

dukungan sosial, dukungan instrumen, dukungan informasi (Muna dan Soleha,

2014; Siswanto, 2015) dan dukungan penilaian berupa bimbingan pada penderita

(Siswanto, 2015). Dukungan sosial seperti mengingatkan untuk kontrol berobat,

minum obat teratur dan tepat waktu, dan memperhatikan keluhan pasien.

Dukungan instrumen yaitu dukungan dalam bentuk dana, pengawasan ketat,

Universitas Sumatera Utara


38

pemberian pertolongan, dan lain-lain. Dukungan informasi yaitu keluarga

memberikan informasi kepada penderita yang dapat meningkatkan sugesti pada

penderita TB paru sehingga penderita mengerti tentang penyakit TB paru dan

pengobatannya (Muna dan Soleha, 2014; Siswanto, 2015). Dukungan penilaian

berupa bimbingan pada penderita (Siswanto et al, 2015). Keluarga dapat menjadi

faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan

individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat

mereka terima. Dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga merupakan faktor

penting dalam kepatuhan pasien terhadap pengobatan medis yang dijalani

penderita (Irnawati et al, 2016). Hasil peneltian ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Paz-Soldan et al di Peru (2013) menunjukkan bahwa hampir

semua responden mendapat dukungan keluarga dan petugas kesehatan sehingga

secara psikis lebih siap dan termotivasi untuk patuh dalam pengobatan. Menurut

Latipun dalam Kristianingrunm dan Budiyani (2011) individu yang mendapat

perhatian dan penghiburan maupun pertolongan dari keluarganya cenderung lebih

mudah mengikuti nasehat medis. Dukungan keluarga dan pengetahuan pasien

terhadap penyakit tuberkulosis, obat anti tuberkulosis, dan keyakinan terhadap

efikasi obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan

terapinya atau tidak (Siswanto et al, 2015).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki tingkat kepatuhan baik (95%) dalam menjalani pengobatan TB paru. Hal

ini disebabkan karena kemungkinan pasien memiliki dorongan kuat untuk sembuh

dan sebagian besar responden mendapat dukungan keluarga baik sehingga tingkat

kepatuhan juga tinggi. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara


39

oleh Siswanto et al di Kota Padang (2015) yang menunjukkan bahwa dari 26

sampel sebagian responden memiliki kepatuhan baik (69,2%) dalam pengobatan

TB paru. Hasil peneltian ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Paz-Soldan et al di Peru (2013) menunjukkan bahwa hampir semua responden

mendapat dukungan keluarga dan petugas kesehatan sehingga secara psikis lebih

siap dan termotivasi untuk patuh dalam pengobatan. Kepatuhan pasien dalam

minum obat merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu pengobatan

(Siswanto et al, 2015). Penelitian DiMatteo dalam Miller dan DiMatteo (2013)

menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat pasien menikah1,27 kali lebih patuh

dibandingkan yang belum menikah. Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan

WHO tahun 2003 dalam Kristianingrum dan Budiyani (2011) yaitu rata-rata

kepatuhan pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara

maju hanya sebesar 50%, sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut

bahkan lebih rendah. Menurut Permatasari dalam Muna dan Soleha (2014) faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam menjalani program

pengobatan TB Paru antara lain budaya, yaitu anggapan masyarakat tentang TB

Paru yang salah. Kepatuhan penderita yang diukur mencakup kepatuhan

meminum obat dengan cara yang benar, jumlah obat yang diminum sesuai

petunjuk petugas kesehatan, pernah terlambat minum obat, dan pernah lupa

minum obat (Siswanto et al, 2015). Sedangkan Niven dalam Muna dan Soleha

(2014) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan antara lain

pemahaman tentang instruksi dan kualitas interaksi. Salah satu faktor yang

mendukung kepatuhan adalah modifikasi faktor lingkungan dan sosial yaitu

membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman. Tingkat kepatuhan juga

Universitas Sumatera Utara


40

berpengaruh dalam keberhasilan pengobatan TB. Data dari Puskesmas Motoboi

Kecil tahun 2014 didapatkan dari 70 penderita TB 68 diantaranya sembuh total, 1

orang melanjutkan pengobatan OAT-KDT kategori 2 dan 1 orang melanjutkan

pengobatan dengan kategori Multi Drug Resistant (MDR). Dari data ini dapat

disimpulkan bahwa apabila orang tersebut patuh minum obat maka orang tersebut

akan sembuh hanya dengan pengobatan OAT-KDT kategori 1, dan apabila

kepatuhan minum obat buruk maka penderita TB tersebut akan melanjutkan

pengobatan TB ke tahap selanjutnya yaitu pengobatan OAT-KDT kategori 2 dan

MDR bagi penderita TB yang telah resisten obat OAT-KDT kategori 2 (Irnawati

et al, 2016).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

mendapat dukungan keluarga baik memiliki kepatuhan baik (94,8%). Semua

responden yang mendapat dukungan keluarga tidak baik memiliki kepatuhan

minum obat OAT baik (100%). Hanya sebagian kecil (5,2%) penderita memiliki

dukungan keluarga baik tetapi kepatuhan tidak baik dan tidak ada penderita yang

memiliki dukungan keluarga tidak baik dengan kepatuhan tidak baik. Hal ini

menunjukkan bahwa dukungan keluarga sangat membantu pasien untuk patuh

minum OAT tetapi walaupun dukungan kelurga tidak baik apabila pasien

memiliki motivasi dan keinginan kuat untuk sembuh pasien akan patuh minum

obat. Penelitian yang dilakukan Siswanto et al (2015) menunjukkan bahwa ada

dukungan keluarga dan pasien patuh 85%, dukungan keluarga ada tapi tidak patuh

15%, dukungan keluarga tidak ada tetapi patuh 15%, dukungan keluarga tidak ada

dan tidak patuh 83,3%.

Universitas Sumatera Utara


41

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan statistik ada

hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat pada penederita TB di puskesmas Tapanuli Utara, dengan nilai p = 0,002.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswanto et al

(2015) di Kota Padang yang menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan

yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat di

Puskesmas Andalas Kota Padang (p value 0,04). Hasil penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Muna dan Soleha di Pamekasan (2014)

menunjukkan ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan berobat

(OR= 20,0; p-value 0,027). Responden yang mendapat dukungan sosial keluarga

tinggi memiliki kemungkinan patuh 20 kali lebih patuh daripada responden yang

mendapatkan dukungan sosial keluarga rendah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh

responden yang sebagian besar berusia 31-54 tahun, yang kebanyakan sudah

berumah tangga dan memiliki keluarga besar yang tinggal satu rumah Salah satu

faktor penunjang kelangsungan pengobatan dankepatuhan minum obat adalah

dukungan keluarga baik motivasi, saran, maupun perilaku keluarga terhadap

pasien sehingga kegagalan pengobatan TB atau TB MDR dapat diminimalisir

(Muna dan Soleha, 2014). Akan tetapi, walaupun dukungan sosial keluarga

membuat keluarga mampu meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga

(Setiadi, 2008), tetaplah harus disertai keinginan atau dorongan yang kuat dari

dalam diri pasien sendiri untuk sembuh (Muna dan Soleha, 2014). Dari hasil studi

ini menunjukkan ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

dan dukungan keluarga tetap sangat penting karena mampu meningkatkan

motivasi dan keinginan pasien untuk sembuh. Hal ini sejalan dengan laporan

Universitas Sumatera Utara


42

Setiadi dalam Muna dan Soleha (2014) yaitu dukungan sosial keluarga membuat

keluarga mampu meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga, tetaplah harus

disertai keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri pasien sendiri untuk

sembuh (Muna dan Soleha, 2014).

Dukungan yang diberikan untuk anggota keluarga yang sakit yaitu

memenuhi kebutuhan makan dan minum, dan juga menanggung biaya untuk

berobat.Jika ada masalah yang dihadapi penderita, keluarga harus memberikan

nasehat untuk pemecahan masalah. Dukungan dari keluarga membuat penderita

tidak merasa terbebani dengan penyakit yang dideritanya. Hal ini disebabkan

karena adanya perhatian dari keluarganya, sehingga penderita tidak merasa

sendirian (Irnawati et al, 2016). Kepatuhan pasien sangat dituntut dalam menjalani

pengobatan jangka panjang.Dari kepatuhan itu diharapkan kemampuan bakteri

dalam tubuh dapat berkurang dan mati. Apabila penderita TB tidak patuh dalam

minum obat maka dapat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah,

angka kematian tinggi, dan kekambuhan meningkat serta lebih fatal adalah

terjadinya resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberkulosis, sehingga

penyakit TB sangat sulit disembuhkan (Irnawati et al, 2016).

Semakin baik dukungan keluarga yang diberikan kepada penderita TB,

maka semakin tinggi kepatuhan minum obat pada penderita tersebut.Ini berarti

dukungan keluarga mempunyai peran penting dalam kepatuhan pasien dalam

menjalani pengobatan, yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siswanto

yang menyatakan bahwa penderita TB paru patuh dalam minum obat jauh lebih

tinggi pada adanya dukungan keluarga dibandingkan dengan yang tidak

mendapatkan dukungan dari keluarga (Irnawati et al, 2016).

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Distribusi frekuensi dari 60 responden penderita TB paru di Tapanuli

Utara paling banyak laki-laki (53,33%), berusia >46 tahun (48,33%).

pekerjaan petani (61,67%), tingkat pendidikan SMA (41,66%)

2. Hampir semua penderita TB paru mendapat dukungan keluarga baik

(96,7%) dan kepatuhan baik (95%).

3. Terdapat 58 penderita dengan dukungan keluarga baik, 57 (98.3%) dengan

kepatuhan minum obat yang baik dan hanya 1 (1.7%) dengan kepatuhan

minum obat yang tidak baik. Sedangkan dari 2 penderita dengan dukungan

keluarga tidak baik seluruhnya mempunyai kepatuhan minum obat yang

baik (100%).

4. Terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat penderita TB Paru di Tapanuli Utara (p value 0,002).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan kepada

keluarga pasien untuk mempertahankan dan meningkatkan dukungannya terhadap

penderita untuk selalu patuh minum OAT. Disarankan juga Puskesmas lebih

memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada pasien TB Paru serta

keluarga pasien tentang pengobatan TB Paru dan melakukan evaluasi pada setiap

penderita yang memiliki kepatuhan minum OAT rendah.

43

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Aditama T.Y. 2002. Tuberkulosis diagnosis therapi dan permasalahannya. Bagian


Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK, UI-RS Persahabatan.
Jakarta: 45- 60.

Ahsan A dan Hany P.A.S.P. 2012. Hubungan dukungan keluarga dengan


kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi di Poli Jantung RSSA
Malang. Tesis.

Azwar S. 2011. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Biswas BR, Thaniwattananon P, Nilmanat K. 2010. The relationship between


family support and health behaviors among patients with pulmonary TB.
The 2nd International Conference on Humanities and Social Sciences
nApril 10th, 2010 Faculty of Liberal Arts, Prince of Songkla University
Identity – Culture – Communities_007:1-12.

Bourke SJ. 2003. Tuberculosis, In : Lecture Notes on Respiratory Medicine.


Massachusetts: Blackwell Publishing Inc : 55-64

Clinical Practice Guidline in the SNHS. Clinical practice guidline on the


diagnosis, treatment, and prevention of tuberculosis. 2010. Ministry of
Science and Innovation Spain:31-40.

Departement Health Republic South Africa. 2014. National tuberculosis


management guideline 2014. South Africa.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman


Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2014. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia:1-7.

Donald PR, Marais BJ, Barry CE. 2010. Age and the epidemiology and
pathogenesis of tuberculosis. Lancet. 375(9729):1852-1854.

Ginting T. 2008. Faktor - Faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya


gangguan jiwa pada penderita Tuberkulosis Paru Dewasa di Rumah Sakit
Persahabatan. jurnal ResPir Indo;28(1) .

Glick, I.D., Anya H.S, Hays S. 2011. The role of family and improvement in
treatment maintenance, adherence, and outcome for scizophrenia. Journal
of Clinical Psychopharmacology;31(1).

Gough, A dan Garri Kaufman. 2011. Pulmonary tuberculosis. clinical features and
patient management. Nursing Standard; 25(47):48-56.

44

Universitas Sumatera Utara


45

Hutapea T.P. 2009. Pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
antituberkulosis:1-10.Available
at:http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Dukungan Keluarga.pdf.
Diakses 19 November 2015.

Irnawati NM, Siagian I.E.T, Ottay R.I. 2016. Pengaruh dukungan keluarga
terhadap kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis di
Puskesmas Motoboi Kecil Kota Kotamobagu. Jurnal Kedokteran
Komunitas dan Tropik; 4(1):59-63.

Knechel NA. 2009. Tuberculosis: pathophysiologi, clinical features, and


diagnosis. Critical Care Nurse;29(2).

Kristianingrum,Y dan Kondang Budiyani, K. 2011. Dukungan keluarga dan


kepatuhan minum obat pada orang diabetes melitus. Psycho Idea;9(2):47-
57.

Kumar R, Prakasah S, Kuswash AS, Vijayan VK. 2010. Breath carbon monocide
concentration in cigarette and Bidi smokers in India. Indian J Dis Allied
Sci;52:19-24.

Lippincont, Wilkins. 2011. Nursing:Memahami Berbagai Macam Penyakit.


Jakarta: Indeks.

Marin U dan Hasibuan P. 2010. Prevalens TB laten pada petugas kesehatan di


RSUP H. Adam Malik Medan. J. Respir Indo;30(2):112-117.

Tricia A Miller, T.A., dan DiMatteo M.R. 2013. Importance of family/social


support and impact on adherence to diabetic therapy. Diabetes, Metabolic
Syndrome and Obesity: Targets and Therapy.6: 421–426.

Lyanda A. 2012. Rapid TB test. Jurnal Tuberkulosis Indonesia;(8):12-15.

Melisa. 2011. Hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada pasien
tuberkulosis paru di Poli Paru BLU RSUP PROF.DR.R.D Kandou
Manado. Ejournal Keperawatan (E-KP);1(1 ).

Muna, L., Soleha, U. 2014. Motivasi dan dukungan sosial keluarga mempengaruhi
kepatuhan berobat pada pasien TB paru di poli paru BP4 Pamekasan.
Jurnal Ilmiah Kesehatan. 7(2),172-179.

Nursalam dan Ninuk. 2007. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi


HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Mefika.

Nagarkar1 A.K, Dhake D, JhaP2 2012. Perspective of tuberculosis patients


on family support and carre in rural Maharashtra. [Indian J Tuberc ;
59: 224-230.

Universitas Sumatera Utara


46

Palinggi Y, Kadir A, Semana A.2013. Hubungan motivasi eluarga dengan


kepatuhan berobat pada pasien TB paru rawat jalan di RSU A. Makkasau
Pare-Pare;2(3)

Pando PH, Salinas RC, López JS, et all. 2007. Immunology, pathogenesis,
virulence. Dalam: Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care,
1st edition. Antwerp - Sao Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt:
157-189

Paz-Soldán V.A, Alban R.E, Jones C.D, Oberhelman R.A. 2013. The provision
of and need for social support among adult and pediatric patients with
tuberculosis in Lima, Peru: a qualitative study BMC Health Services
Research; 13:290

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan


penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.

Purwanto. 2009. Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Puspitawati H. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB


Press. Bogor. http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/teori.pdf
Potter, Perry. 2009. Fundamental keperawatan 1 edisi 7. Jakarta: Salemba
Medika.

Ratnasari. 2012. Hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada penderita
tuberkulosis paru (TB Paru) di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4)
Yogyakarta Unit Minggiran. Jurnal Tuberkulosis Indonesia;8.

Resti. 2010. Dukungan sosial, konsep diri, dan prestasi belajar siswa SMP Kristen
YSKI Semarang. Jurnal Psikologi ;3(2).

Safarino. 2006. Health psychology. Fifth Ed.New Jersey:John Wiley & Sons, Inc.

Sugiyono. 2009. Metode penelitian kuantitatif kualitatif. R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sukumani JT, Lebese RT, Khoza LB., Risenga PR. 2012. Experiences of family
members caring for Tuberculosis patients at home at Vhembe district of
the Limpopo Province. Journal of democratic nursing organisation of
south africa; 35(1)

Suprajitno. 2004. Asuhan keperawatan keluarga: Aplikasi dalam Praktek. Jakarta.


EGC

Suswati,E. 2006. Hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan minum obat


pada penderita tuberkulosis paru. Pengembangan Pendidikan. 3(1); 67-73.

Universitas Sumatera Utara


47

Soetikno RD dan Derry. 2011. Kesesuaian antara foto thoraks dan mikroskopis
sputum pada evaluasi respon pengobatan tuberkulosis paru setelah enam
bulan pengobatan. MKB. ;43(3):140-145.

Warsito. 2009. Hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan minum


obat pada fase intensif pada penderita TB di Puskesmas Pracimantoro
Wonogiri Jawa Tengah. Tesis.

Wijaya AA. 2012. Merokok dan Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia;8.

Wijaya IK. 2013. Infeksi HIV (Human Immunodeficiency virus) pada penderita
tuberkulosis. Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III. Available at:
ejournal.undiksha.ac.id. Accesed: 15 April 2015.

World Health Organization. 2013. Global tuberculosis report 2013.


Geneva,2013a. (WHO/HTM/TB/2013.11):6-67.

World Health Organization. 2013b. Guideline: Nutritional care and support for
patients with tuberculosis. Geneva.

Zumla A, Raviglione M, Hafner R, Fordham von Reyn C. 2013. Current concepts


tuberculosis. N Engl J Med; 368:745-55.

Universitas Sumatera Utara


48

Lampiran 1

Universitas Sumatera Utara


49

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ………………………………………………

Umur : ………………………………………………

Alamat : ………………………………………………

Dengan ini menyatakan :

Setelah mendapat keterangan secukupnya tentang prosedur pemeriksaan

dan mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan tata cara penelitian yang

berjudul: HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS

PARU DI PUSKESMAS PANGARIBUAN, PUSKESMAS SITUMEANG

HABINSARAN, DAN PUSKESMAS HUTABAGINDA DI KABUPATEN

TAPANULI UTARA

Saya menyatakan bersedia/tidak keberatan untuk dilibatkan dan

berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan sewaktu-waktu dapat mengundurkan

diri karena berbagai alasan. Biaya penelitian tidak dibebankan kepada saya.

Demikian surat persetujuan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan

penuh tanggaung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2018
Yang membuat pernyataan

( )

Universitas Sumatera Utara


50

Lampiran 3

KUISIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS
PARU DI PUSKESMAS PANGARIBUAN, PUSKESMA SITUMEANG
HABINSARAN, DAN PUSKESMAS HUTABAGINDA DI KABUPATEN
TAPANULI UTARA

Dengan rendah hati peneliti mohon bantuan dan keikhlasan Bapak/Ibu/Saudara

untuk meluangkan waktu guna menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini

sesuai yang saudara rasakan sekarang. Semua keterangan dan jawaban yang

peneliti peroleh semata-mata untuk kepentingan penelitian dan dijamin

kerahasiaannya.

No. Responden :

IDENTITAS RESPONDEN

Umur :

Jenis Kelamin :

Lama Kerja :

Pendidikan :

Universitas Sumatera Utara


51

1 Dukungan Keluarga
Berilah tanda ceklis pada kolom di bawah ini, sesuai dengan apa saja yang
ada rasakan
Tidak
No. Pertanyaan Jarang Selalu
Pernah
Keluarga Saya Mengembalikan Obat
1
bila saya tidak bisa ambil sendiri
Keluarga Saya Mendorong saya untuk
2
sembuh dan patuh dalam pengobatan
3 Ada di saat merasa kesepian
Keluarga saya mengantar berobat jika
4
saya tidak bisa datang sendiri
Keluarga saya menginformasikan
5 tentang manfaat dan resiko tidak patuh
minum obat
Keluarga saya mengingantkan minum
6
obat bila saya lupa
Keluarga saya memberikan kasih
7
sayang
Keluarga saya mengantarkan saya untuk
8
periksa
Keluarga saya mau mendengarkan
9
keluh kesan saya
Keluarga saya menemani saya saat
10
minum obat
11 Keluarga saya memberikan perhatian
12 Keluarga saya ada saat dibutuhkan
Keluarga saya ada saat saya merasa
13
sendiri
Keluarga saya Mencontohkan minum
14
obat bila saya tidak mampu

Universitas Sumatera Utara


52

Keluarga saya memenuhi kebutuhan


15
makan - minum saya dirumah
Keluarga saya mengantar saya jika
16
tidak mampu, walau jauh dekat
Keluarga saya memberikan
17
penghargaan bila saya sedang putus Asa
Keluarga saya mengingatkan saya untuk
18
pasrah dan bersyukur kepada Tuhan
Keluarga saya menanggung biaya bila
19
saya tidak mampu
20 Keluarga saya mencintai saya
Keluarga saya membantu membaca
21
dosis bila saya tidak mampu
Keluarga saya membantu memfasilitasi
22
pengobatan bila saya tidak mampu
Keluarga saya memberi nasehat saat
23
saya menghadapi masalah
Keluarga saya bertemu dan berbicara,
24
saat saya membutuhkan mereka
Keluarga saya menyediakan obat dalam
25
sebuah wadah bila saya tidak mampu

Universitas Sumatera Utara


53

Kuisioner Morisky

2. Kepatuhan Minum Obat

No. Pertanyaan Jawaban


Ya Tidak
1 Apakah Anda kadang-kadang lupa menggunakan obat atau
minum obat untuk penyakit anda?
2 Orang kadang-kadang tidak sempat minum obat bukan
karena lupa. Selama dua pekan terakhir ini, pernahkah
Anda dengan sengaja tidak menggunakan obat atau
meminum obat Anda?
3 Pernahkan Anda mengurangi atau berhenti menggunakan
obat atau minum obat tanpa memberitahu dokter Anda
karena Anda merasa kondisi Anda tambah parah ketika
menggunakan obat atau minum obat tersebut?
4 Ketika Anda berpergian atau meninggalkan rumah, apakah
Anda kadang-kadang lupa membawa obat Anda?
5 Apakah Anda menggunakan obat atau minum obat
kemarin?
6 Ketika Anda merasa agak sehat, apakah Anda juga kadang
berhenti menggunakan obat atau minum obat?
7 Minum obat setiap hari merupakan hal yang tidak
menyenangkan bagi sebagian orang. Apakah Anda pernah
terganggu dengan kewajiban Anda terhadap pengobatan
Hipoglikemik yang harus Anda jalani?
8 Petunjuk : Lingkari salah satu pilihan dibawah ini
Seberapa sering Anda mengalami kesulitan menggunakan obat atau minum
semua obat Anda?
a. Tidak
b. Sekali-kali
c. Kadang-kadang
d. Biasanya
e. Selalu

Universitas Sumatera Utara


54

Lampiran 4
Lampiran Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dan Kepatuhan

Dukungan Keluarga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 58 96.7 96.7 96.7

Tidak Baik 2 3.3 3.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Kepatuhan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 57 95.0 95.0 95.0

Tidak Patuh 3 5.0 5.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


55

Lampiran Uji Hubungan antara Dukugan Keluarga dengan Kepatuhan

Dukungan Keluarga * Kepatuhan Crosstabulation

Kepatuhan

Baik Tidak Patuh Total

Dukungan Keluarga Baik Count 57 1 58

% within Dukungan Keluarga 98.3% 1.7% 100.0%

Tidak Baik Count 0 2 2

% within Dukungan Keluarga .0% 100.0% 100.0%

Total Count 57 3 60

% within Dukungan Keluarga 95.0% 5.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Point Probability
a
Pearson Chi-Square 39.310 1 .000 .002 .002

b
Continuity Correction 21.343 1 .000

Likelihood Ratio 13.718 1 .000 .002 .002

Fisher's Exact Test .002 .002

c
Linear-by-Linear Association 38.655 1 .000 .002 .002 .002

N of Valid Cases 60

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai