Anda di halaman 1dari 24

PAPER

PRINSIP KEADILAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI


INDONESIA BAGI MASYARAKAT MISKIN DAN
BERPENGHASILAN RENDAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Administrasi Kebijakan Rumah Sakit

Dosen Pengampu : Safari Hasan, S.IP., MMRS

Disusun Oleh:
Fiona Olivia Margareta (10821009)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kesehatan merupakan suatu aspek penting yang ada dalam kehidupan,
sehingga pemerintah berusaha untuk membangun kesehatan yang memadai
dengan cara memperbaiki pelayanan kesehatan yang dipandang masih buruk.
Pada saat ini, jasa pelayanan kesehatan semakin mahal. Tingginya biaya
kesehatan tersebut sangat berpengaruh terhadap masyarakat miskin dan
berpenghasilan rendah, sehingga tidak semua anggota masyarakat mampu untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Kecenderungan biaya kesehatan
yang semakin mahal, akan menyulitkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan terutama bila pembiayaan yang ditanggung diri
sendiri.
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 28H
menjelaskan bahwa kesehatan merupakan hak dasar bagi suatu individu dan
semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk
masyarakat miskin. Dengan adanya aturan tersebut, menjadikan kesehatan
menjadi salah satu kebutuhan dasar serta hak yang harus dipenuhi untuk setiap
individu agar dapat menikmati hidup dengan layak Selain dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 28H juga dijelaskan dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga menyebutkan bahwa
kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,
setiap hal yang menyebabkan gangguan pada masyarakat di Indonesia akan akan
menimbulkan kerugian pada sektor ekonomi yang besar bagi negara. Sehingga
pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan
merupakan tanggung jawab dari semua pihak baik dari pemerintah maupun
masyarakat.
Berdasarkan kedua peraturan tersebut, setiap individu berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatan. Pemerintah untuk mewujudkan perlindungan
terhadap hak kesehatan setiap individu tersebut, harus menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang merata, adil, dan terjangkau bagi seluruh lapisan
masyarakat tanpa terkecuali.
Dengan adanya upaya tersebut bagi masyarakat miskin diharapkan dapat
terealisasi dan menjadi harapan dari negara kesejahteraan dan sepatutnya
dilaksanakan dengan menyesuaikan aturan dan norma yang ada di Indonesia.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan?
2. Bagaimana pelayanan kesehatan di Indonesia?
3. Bagaimana prinsip keadilan berpengaruh dalam pelayanan kesehatan
masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah?

Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari pelayanan kesehatan.
2. Dapat mengetahui tentang pelayanan yang ada di Indonesia.
3. Dapat mengetahui prinsip keadilan berpengaruh dalam pelayanan kesehatan
masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.

Manfaat
1. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan
di Indonesia dan bagaimana prinsip keadilan yang terjadi.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat memahami bagaimana pelayanan kesehatan di
Indonesiadalam perspektif masyarakat miskin.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi salah satu acuan dalam menyampaikan materi mengenai
prinsip keadilan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia bagi masyarakat
miskin dan berpenghasilan rendah.
4. Bagi Pemerintah
Dapat membantu upaya pemerintah dalam memajukan pelayanan
kesehatan, sehingga dapat dipercaya oleh masyarakat bahwa jaminan
pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah
dapat setara dengan masyarakat yang berkecukupan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan


Pelayanan merupakan cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus,
dan menyelesaikan keperluan, serta kebutuhan seseorang atau sekelompok
orang.
Pelayanan kesehatan menurut Azwar (2010:21) merupakan tingkat
kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk dan tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar serta kode
etik profesi yang telah ditetapkan.
Karakteristik pelayanan kesehatan menurut Vincent Gospersz,
diantaranya:
1) Kepastian Waktu Pelayanan
Kepastian waktu pelayanan berkaitan dengan ketepatan waktu yang
berkaitan dengan waktu proses atau penyelesaian, pengiriman,
penyerahan, jaminan atau garansi, serta menanggapi keluhan.
2) Akurasi Pelayanan
Hal ini berkaitan dengan realibilitas pelayanandan bebas dari
kesalahan.
3) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.
4) Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab dalam hal ini ialah pada saat penerimaan pesan
atau permintaan dan penanganan terhadap keluhan pasien.
5) Kelengkapan
Kelengkapan pelayanan terdiri dari lingkup pelayanan, ketersediaan
sarana pendukung, dan pelayanan komplementer.
6) Kemudahan Mendapatkan Pelayanan
Hal ini berkaitan dengan banyaknya outlet, petugas yang melayani,
serta fasilitas pendukung.
7) Variasi Model Pelayanan
Variasi model pelayanan terkait dengan inovasi untuk memberikan
pola-pola baru pada saat pelayanan dan features pelayanan.
8) Pelayanan Pribadi
Pelayanan ini berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan dan
menanggapi kebutuhan khas.
9) Kenyamanan dalam Memperoleh Pelayanan
Kenyamanan berkaitan dengan ruang tunggu pelayanan, ketersediaan
data informasi, serta petunjuk-petunjuk.
10) Atribut Pendukung
Atribut pendukung dapat berupa ruang tunggu pasien yang memadai,
AC, bahan bacaan, dan kebersihan lingkungan sekitar.
Secara teoritis pelayanan kesehatan dibedakan menjadi:
a. Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care)
Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan yang
pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mengalami gangguan
kesehatan ataupun kecelakaan.
b. Pelayanan Kesehatan Sekunder dan Tersier (Secondary and Tertiary
Health Care)
Pelayanan kesehatan sekunder dalam hal ini adalah rumah sakit
yang merupakan tempat masyarakat memerlukan perawatan yang lebih
lanjut.
Tujuan pelayanan kesehatan antara lain:
1) Promotif
Promotif merupakan suatu perawatan dan pengembangan kesehatan
dan keadaan tersebut sangat dibutuhkan.
2) Preventif
Preventif merupakan suatu tindakan menghindarkan orang yang
berbahaya atau berisiko terhadap suatu penyakit. Preventif terbagi
menjadi 3, diantaranya:
a. Preventif Primer yang terdiri dari metode pendidikan.
b. Preventif sekunder yang merupakan penyembuhan penyakit sejak dini.
c. Preventif tersier yang merupakan pemeriksaan penyakit, pembuatan
pemeriksaan, serta pengobatan.
3) Kuratif
Kuratif merupakan pengobatan terhadap penyakit.
4) Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan penyembuhan dengan teknik pengobatan.
2. Pelayanan Kesehatan Di Indonesia
Pelayanan kesehatan di Indonesia hingga saat ini masih belum
memasuki tahap keadilan. Hal ini dapat dilihat ketika masyarakat yang kaya
dapat memilih pelayanan kesehatan sesuai kehendaknya yang dimulai dari
perawatan, fasilitas pelayanan, serta jenis obat. Tetapi masyarakat miskin dan
memiliki pendapatan rendah akan kesulitan pada saat mengakses pelayanan
kesehatan secara maksimal.
Dampak dari krisis ekonomi yang ada di Indonesia hingga saat ini
meluas ke seluruh bidang kehidupan, termasuk pelayanan kesehatan. Dilema
ini dihadapi oleh pelayanan kesehatan. Pada satu pihak, pelayanan kesehatan
harus menjalankan misi sosial seperti merawat dan menolong seseorang tanpa
memandang status sosial, ekonomi, agama, dan sebagainya. Namun pada
pihak lain, pelayanan kesehatan harus bertahan secara ekonomi dalam
menghadapi tantangan tersebut. Sehingga menurut Juanita (2002), pelayanan
kesehatan harus melakukan reformasi, reorientasi, dan revitalisasi.
Proses pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan
pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan dalam hal ini dapat dibedakan
menjadi dua berdasarkan:
a. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider)
Health provider merupakan besarnya dana yang harus disediakan
agar dapat terselenggaranya upaya kesehatan. Dalam hal ini dapat
dilihat bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia layanan kesehatan
merupakan persoalan utama pemerintah maupun pihak swasta. Besarnya
dana bagi penyelenggara layanan kesehatan lebih menunjuk kepada
seluruh biaya investasi serta seluruh biaya operasional.
b. Pemakai Jasa Pelayanan (Health Consumer)
Health consumer merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk
dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini, biaya kesehatan
menjadi tanggungan seseorang secara pribadi. Tetapi dalam batas
tertentu pemerintah juga ikut serta seperti terjaminnya kebutuhan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Indonesia sebagai negara berkembang yang jumlah pendudukan
miskinnya termasuk tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Hal ini
dapat dilihat terkait dengan pencatatan yang dilakukan oleh BPS (Badan Pusat
Statistik). BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2013, mencatat jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada tahun tersebut mencapai 28,07 juta jiwa.
Oleh karena itu, keterjangkauan masyarakat miskin dalam mengakses
pelayanan kesehatan sangat rendah akibat biaya pelayanan kesehatan. Selain
itu, walaupun sudah ditetapkan kebijakan penyelenggaraan layanan kesehatan
bagi masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia
Sehat (JKN-KIS) oleh pemerintah, tercatat sekitar 40 juta penduduk yang
belum terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional dan
Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Hal tersebut berarti penduduk yang belum
terdaftar belum terlindungi kesehatannya.
Selain itu, akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan
masih sering terkendala oleh dua faktor, diantaranya:
a. Faktor Internal Masyarakat
Faktor internal ini meliputi:
1. Kurangnya kesadaran warga miskin dan berpenghasilan rendah untuk
hidup sehat.
2. Kurangnya minat warga miskin dan berpenghasilan rendah untuk
berobat ke puskesmas.
3. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat dari kartu askes.
4. Kurangnya partisipasi warga miskin dan berpenghasilan rendah dalam
kegiatan pelayanan kesehatan.
b. Faktor Eksternal Masyarakat
Faktor eksternal ini berasal dari penyedia layanan kesehatan,
meliputi:
1. Kurangnya jumlah tenaga kesehatan.
2. Kurangnya kualitas tenaga kesehatan.
3. Kurangnya mutu pelayanan kesehatan.
4. Penempatan tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan situasi di
lapangan.
5. Kurangnya sistem informasi kesehatan.
6. Terbatasnya alokasi anggaran kesehatan.
7. Terbatasnya fasilitas penunjang layanan kesehatan.
Menurut Dwiyanto (2008), diskriminasi pelayanan kesehatan dapat
muncul dikarenakan adanya perbedaan sikap dalam pemberian pelayanan
yang dipengaruhi oleh status pengguna pelayanan. Salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh
masyarakat yaitu penghasilan pengguna jasa. Status ekonomi memegang
peranan penting dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, semakin miskin
seseorang maka fasilitas kesehatan yang didapat akan semakan terbatas
dan pilihan terbaik yang dilakukan masyarakat miskin ialah memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah.
Perbedaan status ekonomi pada saat menggunakan pelayanan
kesehatan antara masyarakat miskin dengan yang berkecukupan, yaitu:
1. Perbedaan akses keuangan yang dapat dilihat dari penggunaan layanan
kesehatan oleh masyarakat miskin lebih sedikit. Hal ini dikarenakan
masyarakat miskin memiliki lebih sedikit dalam hal keuangan.
2. Perbedaan pengetahuan, sikap, dan budaya dalam mencari pelayanan
kesehatan yang dapat dilihat dari masyarakat miskin yang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang lebih sedikit. Hal ini
dikarenakan masyarakat tersebut menghargai serta memahami manfaat
pelayanan kesehatan yang kurang dari orang lain.
3. Faktor sistem pelayanan kesehatan yang dapat dilihat dari masyarakat
miskin lebih sedikit memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini
dikarenakan prosedur pelayanan dalam sistem pelayanan kesehatan
physician services and clinical preventive services.
Biaya kesehatan yang tidak ditanggung oleh jaminan kesehatan
menjadi hambatan keuangan bagi masyarakat miskin dalam menggunakan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam hali ini menjadi faktor yang
membatasi masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan. Oleh sebab
itu, jaminan kesehatan yang bersubsidi harus dilakukan oleh pemerintah
kepada masyarakat miskin. Di perkotaan perluasaan jaminan kesehatan
menjadi strategi yang tepat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan,
tetapi di desa juga harus ada perbaikan infrastruktur.
Pelayanan kesehatan pemerintah di Indonesia menjadi pilihan bagi
masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk mendapatkan
pengobatan. Penduduk miskin ini akan lebih kecil berkemungkinan
terjaminnya asuransi kesehatan swasta/perusahaan, tetapi memiliki besar
kemungkinan terjaminnya asuransi kesehatan sosial. Penduduk miskin
yang memiliki jaminan kesehatan disubsidi akan lebih besar menggunakan
pelayanan kesehatan pemerintah daripada pemilik jaminan kesehatan
swasta/perusahaan.
Sistem pelayanan kesehatan sejauh ini didominasi oleh peran
pemerintah sebagai pengendali untuk menyediakan pelayanan sosial bagi
seluruh kebutuhan di masyarakat. Akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan tergantung pada kebijakan serta program pembangunan
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai penanggung jawab.
Sehingga masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan
aspirasinya tentang bentuk pelayanan kesehatan yang baik bagi
masyarakat. Oleh karena tidak melibatkan masyarakat dalam pembangun
kesehatan, menyebabkan terdapat program-program pemerintah yang
mengalami kegagalan atau hambatan seperti yang terletak dalam
Yudhatama (2007: 56-57) yang berisi:
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dapat digunakan untuk
membebaskan dan meringankan biaya pelayanan kesehatan, pada
praktek pelaksanaannya terjadi penyalahgunaan SKTM dan terdapat
diskriminasi bagi pengguna SKTM di unit pelayanan kesehatan.
b. Kartu Sehat (KS) yang diberikan kepada masyarakat miskin dan dapat
digunakan dalam pelayanan kesehatan di sarana kesehatan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, pada prakteknya terdapat kendala di
lapangan dalam hal penetapan masyarakat miskin dan distribusi KS.
c. ASKESKIN yang dapat digunakan pada seluruh layanan kesehatan,
pada prakteknya terdapat kuota yang seringkali tidak sesuai dengan
jumlah penerima.
Selain itu, pengobatan gratis yang menjadi andalan pemerataan
program pembangunan kesehatan juga masih terbilang kurang maksimal.
Masalah teknis seringkali menghambat distribusi pelayanan kesehatan
gratis serta kualitas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan standar
nasional yang berlaku.
Banyak masyarakat di Indonesia kecewa dengan sistem pelayanan
kesehatan nasional. Hal ini dapat dilihat dari mahalnya biaya yang seolah-
olah pelayanan kesehatan hanya berhak dinikmati oleh masyarakat yang
tergolong mampu dan memiliki banyak uang. Selain dengan adanya biaya
kesehatan yang mahal, juga terdapat banyak kegiatan malpraktek dan
pasien yang terkena malpraktek bersikap pasrah.
Menurut Widhyharto dalam bukunya yaitu “Kebijakan Pelayanan
dan Perlindungan Kesehatan”, terdapat enam persoalan mendasar sebagai
penyebab kurang berhasilnya pembangunan pelayanan kesehatan di
Indonesia yaitu:
1. Pendekatan blue print yang cenderung mengabaikan keterlibatan
petugas kesehatan.
2. Usaha yang diasumsikan sebagai proyek yang bersifat sementara.
Sehingga mengakibatkan tidak adanya prioritas kebutuhan usaha
kesehatan, seperti pelayanan, perlindungan, serta obat-obatan.
3. Masyarakat hanya dipandang sebagai obyek dalam usaha kesehatan.
Dalam hal ini, masyarakat tidak diberi kesempatan untuk berkontribusi
dalam usaha kesehatan.
4. Usaha pelayanan kesehatan cenderung didominasi oleh usaha kuratif
daripada preventif dan promotif.
5. Indikator keberhasilan pembangunan lebih bersifat kuantitatif daripada
kualitatif.
6. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia akibat sistem
birokrasi yang lebih mengedepankan reward and punishment dalam
pelayanan kesehatan.
Dilihat dari persoalan-persoalan tersebut, persoalan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin merupakan permasalahan sistemik yang
beroperasi di wilayah makro (kebijakan) dimana individu sebagai entitas
mikro yang menduduki posisi minor. Dalam hal pelayanan kesehatan,
kendala-kendala yang menghambat akses masyarakat miskin
merepresentasikan hubungan timpang akibat dominasi kebijakan
pemerintah. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan suatu wadah yang dapat
menjembatani kepentingan pemerintah dengan rakyat juga kepentingan
rakyat dengan pemerintah.

3. Peran Pemerintah dalam Mengoptimalkan Prinsip Keadilan


Pelayanan Kesehatan
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi masyarakat,
sehingga negara diharuskan memberikan jaminan bagi masyarakat secara
merata tanpa terkecuali. Tetapi sampai saat ini jaminan dan layanan bagi
masyarakat miskin menjadi masalah. Hal tersebut dapat terjadi karena
biaya pelayanan kesehatan yang semakin hari semakin mahal. Oleh karena
itu, negara harus mampu untuk memberikan jaminan kesehatan secara adil
bagi masyarakat.
Pemerintah hingga saat ini mengupayakan solusi melalui program-
program kesehatan dengan berbagai jenis yang disediakan pemerintah
pusat maupun daerah. Dengan disediakannya berbagai jenis program
tersebut diharapkan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah dapat
terbantu, sehingga masyarakat tersebut dapat menerima pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi ketidakadilan
dalam pelayanan yaitu:
a. Mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang berisi
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
UU tentang SJSN bertujuan untuk memenuhi hak setiap warga
negara agar dapat hidup dengan layak dan bermartabat, sehingga
tingkat kesejahteraan setiap warga negara akan terwujud.
b. Membuat program kebijakan tentang Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
Program JKN diselenggarakan langsung oleh pemerintah pusat
untuk menjamin kebutuhan dasar hidup yang layak dan sehat.
Sehingga agar program ini dapat berjalan, pemerintah membentuk
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). BJS merupakan suatu
badan hukum yang berfungsi untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial bagi seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak. BPJS diselenggarakan berasaskan
kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Adanya BPJS kesehatan merupakan upaya pemerintah untuk
memberikan perhatian serta berupaya meningkatkan derajat kesehatan
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Misi BPJS Kesehatan diantaranya:
a. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan
mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
b. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan
kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu kepada masyarakat
melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan.
c. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan
dana BPJS kesehatan secara efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel untuk mendukung kesinambungan program.
d. Membangun BPJS kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-
prinsip tata kelola organisasi yang baik serta meningkatkan
kompetensi pegawai agar mencapai kinerja yang unggul.
e. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan
dan evaluasi, kajian, manajemen mutu serta manajemen risiko atas
seluruh operasionalisasi BPJS kesehatan.
f. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS kesehatan.
Dalam hal ini, pemerintah menyadari bahwa BPJS kesehatan
membutuhkan pembiayaan berupa iuran untuk mendapatkan jaminan
kesehatan. Sehingga pemerintah memberikan perhatian khusus
terhadap masyarakat miskin agar tetap dapat menikmati jaminan
kesehatan yang berupa pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, BPJS
dibagi menjadi dua jenis, yakni Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) dan
non-PBI. Untuk masyarakat miskin dapat menggunakan BPJS
Kesehatan jenis PBI, tetapi harus sesuai dengan kriteria yang harus
ditetapkan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82
Tahun 2018 yang berisi tentang Jaminan Kesehatan yang menjelaskan
bahwa, jaminan kesehatan ialah jaminan yang berupa perlindungan
kesehatan agar peserta BPJS memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran maupun iurannya telah dibayarkan oleh pemerintah.
Fungsi BPJS yang telah diatur dalam Undang-Undang BPJS ialah
untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan
kesehatan menurut Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(UU SJSN) diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Hal ini bertujuan agar peserta
penerima BPJS memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. BPJS
kesehatan bekerja sama dengan hampir dari seluruh pelayanan
kesehatan dimana BPJS sudah menentukan ketersediaan jumlah
peserta penerima BPJS untuk setiap pelayanan kesehatan. Dalam hal
ini harus diterapkan prinsip keadilan dalam pembagian jumlah peserta
yang berhubungan dengan optimalisasi kinerja di pelayanan kesehatan.
c. Adanya UUD NRI Tahun 1945 yang berisi tentang hak warga negara
Hak atas kesehatan telah diatur dalam dunia internasional serta
diakui sebagai bagian dari HAM (Hak Asasi Manusia). Oleh karena
itu, pemerintah menerbitkan UUD ini yang memuat tentang hak warga
negara, yaitu:
 Pasal 28H ayat (1) berisi tentang hak setiap orang yang terdiri dari
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan
lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
 Pasal 28H ayat (2) berisi tentang hak setiap orang untuk
mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus agar memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan
dan keadilan.
 Pasal 34 ayat (2) berisi tentang sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat yang dikembangkan oleh serta negara juga
memberdayakan masyarakat yang tidak mampu dan lemah sesuai
dengan martabat kemanusiaan.
 Pasal 34 ayat (3) menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
Dengan adanya UUD NRI tersebut dapat dilihat bahwa urusan
kesehatan bagi masyarakat. Negara memiliki kewajiban untuk
memberikan kesehatan yang layak tanpa membedakan status sosial
demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat.
d. Adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN) Tahun 2005-20025
menjelaskan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, serta kemampuan hidup sehat
untuk setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan ini
diselenggarakan dengan berdasarkan perikemanusiaan, pemberdayaan
dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat bagi
ibu, bayi, anak, orang usia lanjut, serta keluarga miskin.
Pembiayaan kesehatan oleh pemerintah untuk menurunkan angka
deskriminasi pelayanan kesehatan di Indonesia harus memegang peranan
yang stabil, kuat, serta berkesinambungan agar penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dapat terjadi pemerataan pelayanan kesehatan dan
akses serta terciptanya pelayanan yang berkualitas. Perencanan dan
pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai akan memudahkan
pemerintah pada suatu negara agar dapat memobilisasi sumber-sumber
pembiayaan kesehatan, mengalokasikan secara rasional, serta dapat
digunakan secara efisien dan efektif. Ciri-ciri pelayanan kesehatan
mrmiliki yang tidak memungkinkan bagi setiap individu untuk
menanggung pembiayaan kesehatan, diantaranya:
1. Kebutuhan pelayanan kesehatan terjadi secara tidak terprediksi,
sehingga sulit untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki uang
yang cukup ketika memerlukan pelayanan kesehatan.
2. Biaya pelayanan kesehatan pada saat kondisi tertentu dapat menjadi
sangat mahal.
3. Orang miskin dan berpenghasilan rendah kesulitan menjangkau
pelayanan kesehatan, selain itu mereka juga lebih membutuhkan
pelayanan kesehatan karena rentan terjangkit berbagai masalah
kesehatan yang disebabkan oleh buruknya kondisi gizi.
4. Menurut Departemen Kesehatan (2004), apabila individu menderita
sakit maka akan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bekerja.
Sehingga hal tersebut dapat mengurangi kemampuan membiayai.
Sistem pembiayaan pelayanan kesehatan di Indonesia berdasarkan
ciri-ciri tersebut haruslah memiliki tujuan, diantaranya:
a. Risk Spreading (Penyebaran Risiko)
Pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran risiko biaya
sehingga dapat terjangkau oelh setiap individu.
b. Risk Pooling (Pengumpulan Risiko)
Beberapa jenis pelayanan kesehatan memiliki biaya yang terbilang
mahal. Sehingga, sistem pembiayaan harus mampu menghitung
dengan cara mengakumulasikan risiko dengan biaya yang mahal antar
individu. Hal ini bertujuan agar masyarakat yang tidak sakit dapat
memsubsidi kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan.
c. Connection Between Ill-Health and Preventy (Hubungan antara
Kesehatan yang Buruk dan Pencegahannya)
Suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan harus mampu
memastikan bahwa masyarakat miskin dan berpengahsilan rendah
mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan standar
kebutuhan.
d. Fundamental Importance of Health (Pentingnya Kesehatan)
Kesehatan ialah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, karena tanpa
adanya kesehatan seseorang tidak akan dapat menikmati hidup tanpa
status kesehatan yang baik.
Untuk terwujudnya keadilan pelayanan masyarakat tanpa terkecuali,
terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi oleh negara menurut Kontras
(2015). Unsur tersebut yaitu:
a. Ketersediaan
Ketersediaan dalam hal ini memiliki arti bahwa suatu negara harus
mampu memenuhi ketersediaan berupa fasilitas kesehatan, baik dalam
hal sarana maupun prasarana dengan mapan.
b. Aksebilitas
Aksebilitas dalam hal ini bertujuan memudahkan masyarakat dalam
mengakses pelayanan kesehatan serta dapat terjangkau secara
ekonomi.
c. Kualitas
Kualitas dalam hal ini mengacu pada kemampuan negara dalam
memberikan kualitas kesehatan terbaik bagi masyarakat tanpa
terkecuali.
d. Kesetaraan
Kesetaraan sangat penting dikarenakan akses terhadap pelayanan
kesehatan harus setara oleh setiap orang, khususnya bagi masyarakat
miskin.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi masyarakat, sehingga
negara diharuskan memberikan jaminan bagi masyarakat secara merata tanpa
terkecuali. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang tidak terkendali akan
menyulitkan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah pada saat
membutuhkan pelayananan kesehatan yang memadai. Banyak masyarakat di
Indonesia kecewa dengan sistem pelayanan kesehatan nasional. Hal ini dapat
dilihat dari mahalnya biaya yang seolah-olah pelayanan kesehatan hanya berhak
dinikmati oleh masyarakat yang tergolong mampu dan memiliki banyak uang.
Selain dengan adanya biaya kesehatan yang mahal, juga terdapat banyak kegiatan
malpraktek dan pasien yang terkena malpraktek bersikap pasrah.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan
yang didapatkan oleh masyarakat yaitu penghasilan pengguna jasa. Status
ekonomi memegang peranan penting dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan,
semakin miskin seseorang maka fasilitas kesehatan yang didapat akan semakan
terbatas dan pilihan terbaik yang dilakukan masyarakat miskin ialah
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh
pemerintah.

Saran
Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah telah membuat dan
mengeluarkan asuransi kesehatan untuk membantu masyarakat miskin tersebut.
Oleh karena itu, peran pemerintah dalam menangani masalah ini sangat besar.
Pembiayaan kesehatan oleh pemerintah untuk menurunkan angka deskriminasi
pelayanan kesehatan di Indonesia harus memegang peranan yang stabil, kuat,
serta berkesinambungan agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat terjadi
pemerataan pelayanan kesehatan dan akses serta terciptanya pelayanan yang
berkualitas. Dengan disediakannya berbagai jenis program tersebut diharapkan
masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah dapat terbantu, sehingga
masyarakat tersebut dapat menerima pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Absori, A., Harun, H., & Ikbal, M. (2021). Kebijakan Pemerintah Dalam
Pelayanan Kesehatan Bagi Penerima Bantuan Iuran Berbasis Keadilan
Sosial Di Kota Yogyakarta. Jurnal Jurisprudence, 10(2), 200-215.
Adiyanta, F. S. (2020). Urgensi kebijakan jaminan kesehatan semesta (Universal
Health Coverage) bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat
di masa pandemi Covid-19. Administrative Law and Governance
Journal, 3(2), 272-299.
Amanda, B. T., Prasetya, A. Y., Kaharudin, K., & Anis, B. J. (2021). Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Sebagai Strategi
Manajemen Berbasis Keadilan Sosial dalam Pelayanan
Kesehatan. Prosiding EMAS: Ekonomi Manajemen Akuntansi
Kewirausahaan, 1(1), 183-190.
Anzward, B., & Muslaini, M. (2018). Prinsip Keadilan Dalam Pemenuhan Hak
Pasien Penerima bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan. Journal de Facto, 5(2), 232-254.
Basuki, U. (2020). Merunut Konstitusionalisme Hak Atas Pelayanan Kesehatan
Sebagai Hak Asasi Manusia. Jurnal Hukum Caraka Justitia, 1(1), 21-41.
Calundu, R. (2018). Manajemen Kesehatan (Vol. 1). Sah Media.
Djunawan, A. (2019). Benarkah Subsidi Jaminan Kesehatan Meningkatkan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Primer oleh Penduduk Miskin
Perkotaan. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 8(1), 18-24.
Hartini, S., Sudrajat, T., & Bintoro, R. (2012). Model Perlindungan Hukum
terhadap Kebijakan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di
Kabupaten Banyumas. Jurnal Dinamika Hukum, 12(3), 523-534.
Nurhayati, M. (2016). Peran Tenaga Medis dalam Pelayanan Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas Pembantu Linggang Amer Kecamatan Linggang
Bigung Kabupaten Kutai Barat. eJournal Ilmu Administrasi Negara, 4(1),
2127-2140.
Rifqi Ihsan, F. MODEL PELAYANAN KESEHATAN MELALUI PUSKEMAS
PADA MASYARAKAT MISKIN DI WILAYAH PERI URBAN.
Setyawan, F. E. B. (2015). Sistem pembiayaan kesehatan. Saintika Medika, 11(2),
119-126.
Sitohang, E. (2014). Prinsip hukum dalam tata kelola rumah
sakit. Yuridika, 29(1).
Wibowo, N. M., & Widiastuti, Y. (2017). Pelayanan Kesehatan Berkeadilan Bagi
Masyarakat Miskin Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional Di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan.
Sulaiman, E. S. (2021). Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan: Teori
dan Implementasi. UGM PRESS.
Ticoalu, S. S. (2013). Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Memberikan
Pelayanan Kesehatan Terhadap Masyarakat. Lex et Societatis, 1(5).
Widianto, A. A. (2013). Menjembatani Aksesibilitas Masyarakat Miskin pada
Pelayanan Kesehatan Melalui Institusi Lokal. Jurnal Sosiologi
Reflektif, 8(1), 49-74.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai