Anda di halaman 1dari 18

RANGKUMAN KELOMPOK 8

EMPOWERMENT

Naidoo
Bab 8 :Empowerment
Tugas Rangkuman 5
STRATEGIES FOR PUBLIC HEALTH AND HEALTH PROMOTION PRACTICE

Dirangkum oleh:
Nama Fajar Firdawati
NPM 2006559741

Data Buku:
Judul Buku Developing practice for Public Health and Health Promotion 3rd
Edition
Bab - Sub bab Part 2 Chapter 8: Empowerment (Pemberdayaan)
Penulis Naidoo J and Wills J
Penerbit Bailliere Tindal – Elsevier
Tahun Terbit 2010

Rangkuman: PEMBERDAYAAN

Gambaran
Bagian yang tidak dapat dipisahkan dari definisi promosi kesehatan menurut WHO adalah
pemberdayaan – yaitu kemampuan seseorang untuk meningkatkan kendali atas kesehatan
mereka. The Ottawa Charter (WHO 1986) menggunakan istilah 'Enablement’, dan
mengidentifikasi pemberdayaan, mediasi dan advokasi sebagai proses utama promosi
kesehatan. Konsep 'pemberdayaan' dalam The Ottawa Charter adalah 'premis pada gagasan
bahwa untuk mewujudkan kebebasan mereka dan tanggung jawab yang lebih besar untuk
kesehatan mereka, individu mungkin membutuhkan bantuan dalam bentuk pengetahuan,
sumber daya dan kekuatan untuk melakukan kendali yang lebih besar '(Yeo 1993, hal.
233). Pemberdayaan termasuk memiliki akses informasi, memiliki keterampilan
menggunakan informasi tersebut dalam praktik, serta memiliki kesempatan dan kekuatan
menggunakan informasi untuk mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam kehidupan
seseorang. Pemberdayaan erat kaitannya dengan keterlibatan dan partisipasi. Saat orang
merasakan mereka mampu mengendalikan hidup mereka, mereka akan mencari
kesempatan untuk berpartisipasi pada berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan
mereka.

Pemberdayaan adalah proses seseorang memperoleh lebih banyak kekuatan atau kendali
atas hidup mereka. Kekuatan adalah 'salah satu determinan yang paling penting dari

1
kesehatan seseorang. Pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai sebuah pendekatan untuk
meningkatkan kesehatan atau pencegahan penyakit melalui pemberian informasi,
pengembangan keyakinan diri (self – efficacy) dan keterampilan untuk menempatkan
pengetahuan dalam praktik, dan kesempatan untuk melakukan kendali atas hidup
seseorang. Bab ini membahas beberapa tantangan bagi praktisi dalam menanamkan
pemberdayaan di dalam pekerjaan mereka dan memastikan bahwa perencanaan dan
pengembangan strategi pemberdayaan yang adil, sesuai etika, berpusat pada klien,
partisipatif dan berkelanjutan.

Pengantar
The Ottawa Charter (WHO 1986) mengidentifikasi pemberdayaan sebagai strategi promosi
kesehatan yang utama, definisi pemberdayaan meliputi: fondasi yang aman dalam
lingkungan yang mendukung, akses informasi, keterampilan hidup dan peluang dalam
membuat pilihan untuk sehat '. Konsep ini lebih sering disebut dengan pemberdayaan, atau
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dengan cara yang
diinginkan. The Health Promotion Glossary (Nutbeam 1998, p. 354) mendefinisikan
pemberdayaan sebagai proses di mana seseorang dapat 'mengekspresikan kebutuhan
mereka, mempresentasikan kekhawatiran mereka, menyusun strategi untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan, dan mencapai tindakan politik, sosial dan budaya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut'.

Bagi orang yang diberdayakan, mereka tidak hanya butuh perasaan yang cukup kuat
tentang situasi mereka untuk melakukan perubahan tetapi juga harus merasa mampu untuk
mengubahnya dengan memiliki informasi, dukungan dan keterampilan untuk melakukan
perubahan tersebut. Sementara komunikasi kesehatan merupakan elemen penting untuk
memberdayakan individu dan komunitas, itu juga dapat dinilai sebagai cara untuk
mencapai dukungan kepatuhan dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Nutbeam
1998, hlm. 355). Pendidikan untuk pemberdayaan berarti pembelajaran yang ditentukan
oleh klien, di mana seseorang mendefinisikan kebutuhan dan tujuan mereka sendiri, dan
metode yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun dalam prakteknya banyak
pendidikan di bidang kesehatan 'ditentukan oleh ahli', dengan agenda dan metode yang
sedang ditentukan sebelumnya oleh para ahli atau praktisi.

2
Tiga elemen yang telah diidentifikasi dan memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan
individu adalah: Informasi, sikap dan keterampilan. Agar dapat diberdayakan dan untuk
membuat keputusan berdasarkan pengetahuan, seseorang tidak hanya harus mendapatkan
pengetahuan yang benar, tetapi juga sikap yang mendukung kepercayaan diri dan
keyakinan, serta keterampilan untuk menggunakan pengetahuan mereka dalam praktik
dengan berbagai keadaan.

Banyak strategi yang berkontribusi terhadap pemberdayaan individu dan komunitas.


Pendidikan kesehatan, atau menurut Tones (2002), reinkarnasi baru-baru ini seperti literasi
kesehatan, merupakan strategi utama, mencakup kepemilikan informasi yang benar dan
relevan untuk memberikan informasi terhadap keputusan dan tindakan yang akan
dilakukan. Wawancara motivasi adalah strategi pemberdayaaan potensial bagi mereka
yang ingin mengubah perilaku mereka menggunakan sikapyang mendukung. Marketing
sosial adalah sebuah strategi yang meminjam teknik periklanan dan pemasaran untuk
mendorong perubahan perilaku. Marketing sosial mungkin tampak seperti iklan, tetapi
penganutnya berpendapat bahwa dengan pengemasan tujuan dan perilaku yang diinginkan
sebagai perilaku yang dapat diterima dan diinginkan secara sosial, menjadi lebih mudah
bagi orang untuk membuat perubahan sesuai dengan yang mereka inginkan.

Pemberdayaan adalah proses meningkatkan kapasitas seseorang untuk membuat pilihan


yang independen dan pilihan tersebut dapat diimplementasikan dalam praktik.
Pemberdayaan tidak hanya bergantung pada orang atau orang-orang yang membuat
pilihan, tetapi juga terkait dengan lingkungan yang menawarkan pilihan yang sesuai.
Pemberdayaan merupakan proses yang kompleks, dan dapat dibagi menjadi empat tahap
yaitu:
a. Memperoleh informasi yang benar dan relevan;
b. Memiliki sikap percaya diri dan keyakinan diri;
c. Memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mempraktikkan pilihannya; dan
d. Memungkinkan peluang untuk melakukan perubahan.

Strategi utama yang mendasari setiap tahap tersebut diatas yaitu:


a. Komunikasi efektif sebagai alat untuk memperoleh informasi;
b. Wawancara motivasi sebagai cara untuk memperoleh keyakinan diri;

3
c. Marketing sosial sebagai cara untuk menempatkan pilihan dalam praktik; dan
d. Literasi kesehatan sebagai peluang yang memungkinkan dapat menyebabkan
perubahan.

4
TUGAS RINGKASAN
MEMBERI DAN MENYEDIAKAN INFORMASI

NAMA : Shanti Lestari


NIM : 2006506193
Memberikan informasi yang berhubungan dengan kesehatan kepada pasien adalah tugas
utama bagi kebanyakan dokter. Ini biasanya melibatkan penyampaian pesan tentang
pengurangan risiko, kepatuhan atau penggunaan layanan yang efektif. Agar ini menjadi efektif,
praktisi perlu memahami audiens, cara terbaik untuk menjangkau mereka, dan bagaimana
caranya informasi ini akan diterima. Ada banyak model proses komunikasi, yang semuanya
mengadopsi orientasi mekanistik dan linier. Amerika Model komunikasi Yale-Hovland dirancang
untuk mengembangkan cara mempengaruhi sikap publik dan kemudian diuraikan oleh McGuire
(1978) ditunjukkan pada Gambar 8.1. Ini menunjukkan proses komunikasi massa itu memerlukan
lima variabel: sumber, pesan, saluran, penerima dan tujuan. Efektivitas komunikasi itu tergantung
pada:

 sejauh mana sumber memiliki kredibilitas dan kepercayaan


 cara pesan dibangun dan didistribusikan
 penerimaan dan kesiapan penerima terima pesannya
Teori tentang perubahan perilaku menunjukkan bahwa adopsi perilaku sehat merupakan proses
yang dilakukan individu melalui berbagai tahap sampai perilaku baru tersebut menjadi hal yang
rutinitas. Model perilaku, seperti model Keyakinan Kesehatan (Becker 1974) atau Teori Tindakan
Beralasan (Ajzen dan Fishbein 1980) atau Ajzen's Theory of Planned Behavior (Ajzen 1988), yang
dibahas dalam Foundations for promosi kesehatan, edisi 3 (Naidoo and Wills 2009), didasarkan
pada sekumpulan asumsi tentang perubahan proses. Model-model ini menunjukkan hal yang
sederhana yaitu, informasi tanpa perubahan sikap dan keyakinan, maka akan memiliki pengaruh
yang kecil terhadap perilaku hidup sehat. Bagaimanapun, memberi informasi seringkali
merupakan permulaan untuk mengubah perilaku.

Informasi tidak hanya perlu diberikan tetapi juga diterima dan diterjemahkan dengan benar.
Dalam banyak kasus ini berarti memahami bahasa lisan dan / atau bisa membaca bahasa tertulis.
Fungsional melek huruf (bisa membaca dan menulis) adalah kunci untuk hidup dan belajar, dan
ada hubungan yang kuat antara melek huruf dan kesehatan (Parker 2000). Literasi terbatas telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko kesehatan yang buruk, dan meningkatnya literasi kesehatan
dikaitkan dengan peningkatan kesehatan juga (Volandes dan Paasche-Orlow 2007; von Wagner
dkk 2007). Persentase populasi yang signifikan, bahkan di negara maju, utk kejadian buta huruf
perkiraan berkisar dari 7% hingga 47%; Pembangunan PBB Program 2007).

Metode lain apa yang dapat digunakan untuk menyediakan informasi kesehatan di tempat-
tempat tingkat yang melek huruf nya masih rendah?

Migran dan pengungsi mungkin bisa melek huruf bahasa negaranya, tetapi kurangnya
keterampilan literasi di negara mereka tinggal. Layanan penerjemahan dan interpretasi
merupakan yang diperlukan dalam menyampaikan dan menyediakan informasi kesehatan kepada
Imigran tsb. Tetapi seringkali layanan tersebut sulit diakses, khususnya di daerah yang tidak

5
dianggap memiliki populasi imigran yang signifikan. Menggunakan saluran komunikasi tradisional
seperti pemimpin agama atau melalui media massa seperti radio atau televisi, juga bisa mencapai
populasi imigran tersebut.

Dalam setiap komunikasi yang efektif ada bermacam-macam tahapan untuk dikerjakan:

• Identifikasi dan pahami audiens target Anda - menggunakan pengetahuan tentang demografis,
sosial dan psikografis variabel untuk mengidentifikasi prioritas, nilai, keyakinan dan gaya hidup. Ini
akan memungkinkan Anda untuk 'Mengemas' informasi Anda dengan cara yang sesuai dan
menarik bagi mereka.

• Rancang pesan - ini perlu 'dikemas' sedemikian rupa sehingga menarik bagi target hadirin.

• Buatlah relevan - informasinya perlu dianggap relevan untuk 'seseorang seperti saya'.

• Buatlah agar kredibel - kredibilitas dapat ditingkatkan dengan menggunakan orang-orang yang
dianggap menjadi ahli, misalnya dokter medis; atau sebaliknya, dengan menggunakan 'orang
seperti saya'.

• Jadikan itu motivasi - perlu ada menarik nilai atau atribut yang diinginkan secara berurutan
untuk meyakinkan orang untuk bertindak berdasarkan informasi. Nilai-nilai motivasi yang umum
digunakan adalah pemuda, energi dan daya tarik.

• Buat itu tampak mungkin - ini mungkin berarti mengakui bahwa menerapkan perubahan pada
perilaku tidak langsung, dan termasuk informasi tentang negosiasi hambatan untuk berubah.

• Membangkitkan keterlibatan emosional – kesehatan promosi memiliki sejarah panjang dalam


menggunakan rasa takut untuk meningkatkan dampak pesan. Sementara ketakutan mungkin
menjadi motivator yang kuat dalam jangka pendek (Montazeri 1998), penggunaan berulang dari
rasa takut mengarah untuk penolakan dan pemisahan dari pesan. Menarik emosi positif, misalnya
kepercayaan diri, mungkin lebih efektif.

Mengkomunikasikan risiko tentang flu babi, Pada tahun 2009, pemerintah Inggris membagikan
selebaran kepada setiap rumah tangga yang memberikan informasi tentang flu babi, termasuk:

• Apa itu flu babi dan bagaimana penyebarannya

• Apa yang telah dilakukan untuk mempersiapkan yang lebih luas wabah

• Apa yang bisa dilakukan orang untuk melindungi diri mereka sendiri

• Apa yang harus dilakukan jika Anda mengalami gejala

Sampai sejauh mana kampanye informasi ini memenuhi persyaratan untuk berperilaku efektif
mengubah komunikasi?

6
Tugas Rangkuman 5
KONSEP PROMOSI KESEHATAN

Disusun Oleh:
Nama Arda Yunita Subardi
NPM 1906335590
Data Buku
Judul Developing Practise for Public Health and Health Promotion , 3rd Edition
Bab - Sub bab Part 2 Chapter 8, Empowerment
Penulis Naidoo, J and Wills, J
Penerbit Bailliere Tindall Elsevier
Tahun Terbit 2010

Meningkatkan Efikasi diri

Self-Efficacy atau Efikasi diri adalah keyakinan pada kemampuan dan keterampilan
seseorang. Dalam membuat perubahan perilaku untuk meningkatkan kesehatan, seseorang tidak
hanya membutuhkan informasi yang benar, tetapi juga pola pikir yang percaya bahwa perubahan
tersebut mungkin terjadi. Keyakinan pada kemampuan seseorang untuk membuat perubahan adalah
merupakan hal mendasar untuk sebagian besar program promosi kesehatan, terutama di negara-
negara demokrasi berkembang dimana kebebasan individu sangat dihargai. Daripada melakukan
pemaksaan atau memaksa orang untuk mengadopsi perilaku yang lebih sehat, taktik utama di
negara-negara tersebut adalah melalui edukasi dan persuasi. Oleh karena itu, promosi kesehatan
bersaing dengan promosi dan iklan komersial, yang seluruhnya berusaha membujuk orang untuk
mengadopsi perilaku tertentu. Strategi yang dipimpin oleh rekan memberikan hak istimewa atas
pengetahuan dan pengalaman individu itu sendiri dan menggunakan pemodelan untuk mendorong
perubahan. Strategi yang dipimpin praktisi berusaha untuk memotivasi perubahan melalui diskusi
empatik.

Contoh

The Expert Patient Program (EPP)

EPP adalah inisiatif yang dipimpin oleh orang lain yang hidup dengan kondisi jangka Panjang.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri masyarakat dan
meningkatkan kualitas hidup serta kemampuan mereka dalam mengelola kondisi dirinya sendiri.
EPP adalah kursus 6 minggu yang disampaikan secara lokal oleh jaringan pelatih dan pengajar

7
sukarela, dan juga tersedia secara online. Kursus ini memungkinkan orang dengan kondisi kronis
untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi mereka, mengelola emosi mereka, terlibat dengan
sistem perawatan kesehatan dan menemukan sumber daya yang sesuai, merencanakan masa depan
dan memahami gaya hidup sehat. EPP telah mengembangkan kursus untuk sejumlah kelompok dan
komunitas yang terpinggirkan, termasuk kaum muda dan kelompok etnis minoritas. Evaluasi
program sangat positif, menunjukkan bahwa orang yang telah mengikuti kursus merasa cenderung
tidak membiarkan gejala mengganggu kehidupan mereka, melaporkan penurunan keparahan gejala
mereka, merasa lebih siap untuk konsultasi medis dan membuat lebih sedikit penggunaan layanan
kesehatan.

Sumber : Departemen Kesehatan (2007)

Wawancara motivasi adalah suatu tehnik yang dirancang untuk membantu orang membuat
perubahan perilaku. Ini berakar pada psikologi klinis dan konseling (Miller dan Rollnik, 2002).
Wawancara motivasi telah digunakan untuk membantu orang mengubah berbagai jenis perilaku,
termasuk penyalahgunaan zat dan alkohol, dan untuk mencapai kepatuhan dengan rejimen obat.
Wawancara motivasi mengklaim berpusat pada klien dan berhasil dalam mencapai perubahan. Ini
berusaha untuk membantu orang memahami konsekwensi dan risiko mengadopsi perilaku tertentu,
dan menjadi termotivasi untuk mengubah perilaku tersebut. Interview motivasi sesuai untuk orang-
orang dimanapun mereka berada dalam siklus perilaku – apakah mereka menyangkal bahwa ada
masalah, atau mengakui bahwa ada masalah tetapi tidak tahu harus mulai darimana untuk
mengubah sesuatu.

Strategi wawancara motivasi lebih persuasif daripada koersif, lebih mendukung daripada
argumentatif, dan tujuan keseluruhan adalah untuk meningkatkan motivasi intrinsik klien sehingga
perubahan muncul dari dalam dirinya daripada dipaksakan dari luar (Rubak et al 2005, hal.305).
Ciri-ciri wawancara motivasi ini, terutama yang mengutamakan prinsip otonomi, memastikan
bahwa itu adalah pendekatan etis.

Ada lima prinsip umum yang mendasari wawancara motivasi :


1. Ekspresikan empati – bagikan perspektif klien.
2. Kembangkan perbedaan – bantu klien melihat perbedaan antara kehidupan aktual mereka
dan bagaimana kehidupan yang mereka inginkan.
3. Tahan terjadinya penolakan – pahami dan terima bahwa keengganan klien untuk berubah
adalah suatu hal yang wajar
4. Dukung efikasi diri – prioritaskan otonomi klien (meskipun ini berarti tidak menerima
kebutuhan akan perubahan).
5. Hindari konfrontasi dan argument langsung – argumentasi menciptakan perlawanan.

8
Seberapa mudah atau sulit dalam praktiknya untuk menggunakan tehnik ini ketika
melibatkan sasaran untuk merubah perilakunya?

Bagi banyak praktisi, mengakui penolakan klien terhadap perubahan dapat menjadi tantangan. Jika
suatu masalah tidak diterima oleh klien sebagai sesuatu hal yang penting meskipun ada risiko
kesehatannya (misalnya merokok saat hamil) seorang praktisi mungkin terdorong, dan bahkan
melihat hal ini sebagai tugas etis mereka dan untuk menunjukkan hal ini, sering menggunakan rasa
takut untuk menekankan risikonya. Pendekatan seperti itu cenderung mengarah pada penolakandan
resistensi klien.

Efektifitas pada wawancara motivasi

Ada basis bukti yang berkembang untuk mendukung penggunaan wawancara motivasi untuk
mencapai perubahan perilaku yang diinginkan (Dunn et al 2001; Martins dan McNeil 2009; Ribak
et al 2005). Wawancara motivasi telah terbukti menjadi intervensi yang efektif untuk
penyalahgunaan zat meskipun efektifitasnya untuk masalah lain seperti merokok dan risiko HIV
belum dibuktikan (Dunn et al, 2001).

Tinjauan sistematis yang lebih baru dan meta-analisis dari 72 uji coba terkontrol secara acak yang
menggunakan wawancara motivasi dalam kaitannya dengan berbagai masalah (termasuk obesitas,
penggunaan alkohol dan kepatuhan terhadap pengobatan) menunjukkan bahwa penggunaan
wawancara motivasi memiliki efek signifikan pada sekitar tiga seperempat studi (Rubak et al,
2005).

Faktor-faktor yang meningkatkan efektifitas wawancara motivasi termasuk penggunaannya oleh


psikolog dan dokter (bukan oleh penyedia layanan kesehatan lain) dan penggunaannya pada lebih
dari satu kesempatan. Sebuah tinjauan dari 37 artikel tentang penggunaan wawancara motivasi
untuk mempromosikan perilaku kesehatan dibidang diet dan olahraga, diabetes dan kesehatan
mulut menyimpulkan bahwa pendekatan ini efektif (Martins dan McNeil, 2009).

Mengembangkan keterampilan
Memiliki informasi dan efikasi diri itu penting, tetapi mungkin tidak cukup untuk benar-benar
membuat perubahan dalam kehidupan seseorang. Untuk melakukan suatu perubahan, seseorang
juga membutuhkan ketrampilan yang sesuai dalam pengambilan keputusan seperti mengevaluasi
informasi, menegosiasikan perubahan dan bersikap tegas. Literasi kesehatan adalah salah satu dari
banyak aktifitas berbeda yang berkontribusi pada ketrampilan pengambilan keputusan.

9
Literasi kesehatan adalah istilah yang mencakup banyak keterampilan yang diperlukan untuk
mengakses, menilai dan menggunakan informasi dalam membuat pilihan hidup.

Literasi kesehatan telah di definisikan dengan berbagai cara, tetapi definisi luas telah diberikan oleh
Zarcadoolas et al (2005) : ‘berbagai keterampilan dan kompetensi yang luas, yang dikembangkan
orang untuk mencari, memahami, mengevaluasi dan menggunakan informasi dan konsep kesehatan
untuk membuat pilihan berdasarkan informasi, mengurangi risiko kesehatan dan meningkatkan
kualitas hidup’.

Dengan cara apa kelompok literasi rendah berkontribusi pada ketidakmerataan kesehatan?
Tingkat literasi yang rendah dapat berarti orang akan :
 Berjuang untuk memahami informasi kesehatan seperti selebaran atau formulir persetujuan
 Gagal memahami secara penuh prosedur perawatan kesehatan seperti pemeriksaan atau tes
 Menganggap bahwa papan nama membingungkan
 Tidak merasa cukup percaya diri untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan.
Literasi telah diidentifikasi memiliki peran kunci dalam ketidaksetaraan kesehatan (CSDH 2008).
Pleasant dan Kuruvilla (2008) mengidentifikasi dua untaian terpisah untuk literasi kesehatan.
Pendekatan klinis mengidentifikasi literasi kesehatan secara sempit sebagai kemampuan untuk
memahami, menganalisis dan menggunakan informasi untuk memungkinkan penggunaan layanan
kesehatan yang terinformasi dan efektif. Aspek literasi kesehatan ini lebih berkaitan dengan
komunikasi daripada pengembangan ketrampilan. Dalam praktiknya, ini cenderung berarti
mematuhi nasehat medis. Meskipun ini mungkin berarti pengguna layanan lebih berpengetahuan
tentang diagnosis dan pengobatan mereka, apakah ini merupakan pemberdayaan atau hanya
kesesuaian dan persetujuan, hal ini masih bisa diperdebatkan.

Nutbeam (2000) berpendapat bahwa literasi kesehatan merupakan fenomena yang kompleks,
mencakup berbagai elemen termasuk literasi kesehatan fungsional, interaktif dan kritis.

Literasi kesehatan fungsional adalah mampu membaca dan memahami informasi tentang risiko
kesehatan dan pelayanan kesehatan, yang memfasilitasi penggunaan layanan yang tepat dan efektif.
Ini sangat mirip dengan definisi awam tentang literasi sebagai kemampuan membaca dan menulis.

Literasi kesehatan interaktif mencakup kemampuan untuk mengembangkan keterampilan dalam


lingkungan yang mendukung, yang mengarah pada peningkatan kepercayaan diri dan tindakan
mandiri untuk meningkatkan kesehatan.

Literasi kesehatan kritis mencakup kemampuan untuk menilai informasi tentang faktor penentu
sosial ekonomi yang lebih luas dari kesehatan, dan menggunakan informasi ini untuk
meningkatkan kesehatan dan mengatasi ketidaksetaraan kesehatan.

10
Pendekatan kesehatan masyarakat lebih luas dan mencakup tujuan pemberdayaan. Pandangan yang
lebih luas tentang literasi kesehatan ini sangat mirip dengan konsep Pendidikan Freire (1970) untuk
kesadaran kritis, yang mengusulkan bahwa Pendidikan akan menerangi faktor-faktor (termasuk
faktor sosial dan politik yang kontradiktif) yang menentukan peluang hidup seseorang, dan juga
memungkinkan seseorang untuk menantang faktor-faktor tersebut. Pengetahuan didefinisikan
secara lebih luas dalam pendekatan ini, untuk memasukkan kontradiksi dan kesadaran tentang
berbagai tingkat pengetahuan, dan bagaimana pengetahuan digunakan dalam praktik untuk
mempertahankan dan menantang status quo.

Pemberdayaan meningkat ketika seseorang bergerak melalui tingkatan, dari fungsional melalui
interaktif ke literasi kesehatan kritis. Oleh karena itu, literasi dapat dilihat sebagai dasar dari literasi
kesehatan, tetapi dalam manifetasi yang lebih kompleks, literasi kesehatan mencakup banyak
keterampilan dan kemampuan lainnya.

11
Tugas Rangkuman 5
Memungkinkan Terjadinya Perubahan

Disusun Oleh:
Nama Margaretha Porman Arianny
NPM 2006559975

Data Buku
Judul Buku Developing practice for Public Health and Health Promotion 3rd Edition
Bab - Sub bab Part 2 Chapter 8: Empowerment (Pemberdayaan)
Penulis Naidoo J and Wills J
Penerbit Bailliere Tindal – Elsevier
Tahun Terbit 2010

Rangkuman:
Pemasaran Sosial (Social Marketing) telah menjadi cara yang berhasil untuk
memasarkan informasi dan ide sebagai cara mendorong orang untuk melakukan
perubahan. Social Marketing pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh Kotler dan
Zaltman yang berarti: 'desain, pelaksanan, dan pengendalian program yang telah
diperhitungkan untuk mempengaruhi penerimaan ide-ide sosial dan mempertimbangan
tentang produk, perencanaan, penentuan harga, komunikasi, distribusi dan riset
pemasaran'. Berbagai ide dan teknik sosial yang bertujuan untuk mempengaruhi,
memotivasi orang untuk mengubah perilaku mereka atau menggunakan layanan dapat
dipasarkan dengan menggunakan metode yang hamper mirip dengan pasar komersial.
Proses pemasaran tersebut menerapkan konsep pertukaran yang saling menguntungkan.
Dalam pemasaran komersial, konsumen mendapatkan produk yang mereka inginkan
dengan harga yang terjangkau dan produsen mendapat keuntungan. Sedangkan pemasaran
di bidang kesehatan, konsumen mendapat janji atau mamfaat dalam bentuk peningkatan
kesehatan dan kualitas hidup dengan biaya yang terjangkau, misalnya menghentikan
kebiasaaan makan coklat atau merokok, atau berolahraga, melakukan upaya psikologis
seperti berolahraga di gym.
Menurut Hastings dan Haywood (1991) pemasaran komersial adalah 'pada
dasarnya tentang mendapatkan produk yang tepat, dengan harga yang tepat, di tempat yang
12
tepat pada waktu yang tepat, disajikan sedemikian rupa sehingga berhasil memenuhi
kebutuhan konsumen'.
Dengan demikian Marketing mix terdiri dari:
1. Produk dan karakteristik utamanya
2. Harga dan betapa pentingnya bagi calon pengguna/ konsumen
3. Tempat (tempat dimana pesan akan dipromosikan)
4. Promosi (bagaimana pesan disajikan).
Orang yang mempromosikan kesehatan percaya bahwa “social marketing” dapat
membantu mereka menggunakan teknik untuk mengemas 'kesehatan' dan mempromosikan
kesehatan ke berbagai kelompok sasaran. Nilai-nilai yang dipandang menarik oleh
kelompok sasaran tertentu, misalnya, pemuda, daya tarik, pengedalian dan disiplin diri, dan
rasa memiliki akan digunakan untuk memotivasi orang atau untuk 'menjual' kesehatan.
Social Marketing diakui sebagai suatu pendekatan yang sitematis untuk memahami
perilaku dan faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku (DH 2008).
Branding memainkan peran utama dalam menjual produk komersial. Orang
membeli barang-barang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fungsional tetapi juga
untuk memperlihatkan identifikasi suatu kelompok. Contoh Pita Merah sebagai simbol
untuk menyatukan berbagai kelompok yang bekerja untuk meningkatkan kesadaran
terhadap epidemi AIDS. Pita Merah pertama kali digunakan oleh sebuah badan amal kecil
di New York pada tahun 1991. Keberhasilan gerakan ini dalam meningkatkan kesadaran
masyarakat, menyebabkan pemakaian pita berwarna diadopsi oleh kelompok lain,
misalnya pita merah muda untuk meningkatkan kesadaran kanker payudara dan symbol
berbagai kelompok yang bergerak di bidang tersebut. Promosi kesehatan yang mengadopsi
teknik social marketing kemungkinan besar akan efektif jika menggunakan citra dan nilai-
nilai yang sudah dikenal/ diterima orang. Citra yang dijual adalah hasil budaya yang
tumbuh di kelompok konsumen dan mengaitkannya dengan berbagai atribut yang
diidamkan – misalnya seksualitas, kekuasaan, kekayaan, kesuksesan, pelarian, fantasi,
glamor, energi, kebugaran, dan masa muda.
Dilema terjadi saat pihak pemasaran berpendapat bahwa citra tersebut digunakan
berdasarkan 'orientasi konsumen' untuk memahami apa yang mempengaruhi perilaku.
Sebaliknya para kritikus berpendapat bahwa dengan mengadopsi prinsip pemasaran di atas,
berarti mendukung terjadinya stereotip yang diakui oleh banyak pelaku promosi kesehatan
sebagai sesuatu yang tidak sehat. Misalnya, pesan tentang pentingnya berolahraga

13
dipromosikan dengan gambar pria dan perempuan muda langsing. Stereotip semacam itu
mendorong terjadinya diskriminasi terhadap perempuan atas seks dan umur serta merusak
harga diri pada banyak orang. Cara lain yang dilakukan oleh para pelaku promosi
kesehatan adalah dengan menekankan nilai-nilai moral seperti tanggung jawab,
keselamatan, kesesuaian dan penerimaan sosial. Perbedaan antara dunia perdagangan dan
kesehatan inilah yang membuat pemasaran di bidang kesehatan menjadi sulit, bahkan
kadang dinilai tidak tepat.
Dasar pemasaran adalah bahwa setiap individu memiliki 'kebebasan' untuk memilih
dan membeli apa yang mereka inginkan dan bahwa akan ada hadiah atau keuntungan dari
pertukaran tersebut. Hal ini disebut 'pertukaran sukarela dan saling menguntungkan',
dimana konsumen mendapatkan barang yang mereka inginkan dengan harga terjangkau
dan produsen mendapat keuntungan. Namun proses tersebut tidak langsung terjadi dalam
promosi kesehatan. Produk berupa kesehatan masyarakat dan kualitas hidup yang lebih
baik, memerlukan waktu yang panjang untuk mendapatkan hasil tersebut dan tidak
mungkin diulang kembali. Dengan demikian, konsumen melihat pemasaran kesehatan
bukan sebagai pertukaran yang saling menguntungkanm namun sebagai persuasi terbuka.
Menurut Lupton (1995) hal di atas adalah perbedaan yang mendasar terkait produk yang
dijual oleh promosi kesehatan dan perusahaan komersial. Situasi in mendatangkan
keberhasilan bagi pemasaran komersial, namun membuat pemasaran kesehatan tidak
berhasil.
Sebagai contoh antara promosi kesehatan, yang memliki konsep jauh lebih
kompleks untuk dipromosikan, dibandingkan dengan bubuk detergen. Kesehatan adalah
sebuah konsep yang tidak hanya tentang hal fisik, tetapi memiliki arti dan nilai yang
berbeda bagi setiap orang. Mengembangkan sebuah pesan untuk mempromosikan
kesehatan adalah hal sulit, dan mungkin memerlukan pesan yang berbeda untuk kelompok
orang yang berbeda. Bubuk pencuci, sebaliknya, memiliki satu kegunaan dan nilai yang
sama untuk semua orang. Kelompok sasaran yang menjadi target pesan kesehatan
seringkali adalah kelompok yang paling tidak tertarik, jadi mungkin sulit untuk terlibat
dengan mereka. Untuk bubuk detergen, pesan akan menarik mereka yang paling tertarik
dan kemungkinan besar akan menggunakan produk tersebut. Manfaat mengadopsi pesan
kesehatan seringkali bersifat jangka panjang, dan berbeda dengan kepuasan instan yang
diperoleh dari penggunaan produk seperti bubuk detergen. Pesan kesehatan sering kali
melibatkan orang-orang yang menyerahkan sesuatu yang mereka hargai (misalnya hobi

14
favorit, atau cara yang biasa digunakan untuk mengatasi stres), sedangkan produk hanya
perlu merelakan uang untuk membelinya. Perbedaan ini berarti bahwa keputusan untuk
mengadopsi pesan kesehatan jauh lebih kompleks daripada keputusan yang relatif
sederhana untuk membeli produk seperti bubuk detergen. Hal ini menunjukkan bahwa
pemasaran untuk isu kesehatan lebih kompleks daripada memasarkan sebuah produk.
Para pelaku social marketing diarahkan untuk membangun kesehatan dengan cara
yang digunakan dari pemasaran komersial. Kesehatan harus dilihat sebagai sesuatu yang
diinginkan dan juga suatu produk, sesuatu yang nyata yang memungkinkan untuk
diperoleh. Para pelaku pemasaran berpendapat bahwa mereka memenuhi kebutuhan
konsumen dengan mengidentifikasi apa yang diinginkan orang dari suatu produk atau
layanan. Namun, kritikus berpendapat bahwa pemasaran yang dilakukan itu hanyalah
penciptaan dan stimulasi keinginan dan kebutuhan yang dibuat-buat (artificial), sehingga
akhirnya dapat dipenuhi oleh komoditas. Dalam hal promosi kesehatan, jika perilaku
kesehatan tertentu diinginkan, maka orang perlu disadarkan tentang hal tersebut, mengapa
hal tesebut berharga dan mengapa hal tersebut baik untuk mereka. Penggunaan media
komunikasi yang menarik bagi anak muda, seperti menggunakan iklan secara online dan
elektronik, juga cenderung meningkatkan dampak dari pesan tersebut. Para pendukung
social marketing dalam promosi kesehatan berpendapat bahwa konsumen adalah peserta
aktif. Pandangan orang dipelajari untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kemudian pesan
dikembangkan untuk mereka.
-0-

15
Tugas Rangkuman 5
Praktik Pemberdayaan: Dilema Praktisioner

Disusun Oleh:
Nama Faradina Raiya A
NPM 2006559754

Data Buku
Judul Developing Practice For Public Health and Health
Promotion 3rd edn
Bab - Sub bab Part 2 Chapter 8 Empowerment
Penulis Naidoo, J & Wills, J
Penerbit Bailliere Tindal – Elsevier
Tahun Terbit 2010

Rangkuman:
Dalam praktiknya, terdapat perbedaan pendapat pada metode pemberdayaan.
a. Sebagian praktisi menganggap masyarakat perlu dibujuk untuk dapat melakukan
perubahan perilaku, dan bila dibutuhkan dapat dilakukan tindakan koersif untuk
mendapatkan manfaat jangka panjang dari perubahan perilaku tersebut.
b. Sebagian praktisi juga berpendapat bahwa tindakan pemaksaan dapat melemahkan
masyarakat, sehingga lebih baik masyarakat cukup diberikan informasi penuh
kemudian dibebaskan untuk memilih (otonomi).

Wawancara motivasi kemudian menjadi metode yang dikembangkan untuk mengatasi


masalah tersebut, Mengkomunikasikan tentang kemungkinan risiko, sifat risiko dan
mengetahui bagaimana orang membuat pilihan adalah bagian penting dari keterampilan
praktisi kesehatan.

Kesulitan dalam mengkomunikasikan informasi utuk meningkatkan kesadaran perilaku


kesehatan:
 Sebagian besar media menyulitkan penyampaian informasi yang sifatnya
kompleks.
 Untuk menyampaikan banyaknya perdebatan dalam informasi kesehatan,
dibutuhkan waktu, biaya dan komitmen yang tinggi, sesulit merubah perilaku itu
sendiri. .
 Pemberdayaan sulit diukur dan target biasanya berupa perilaku.

16
Wallerstein (2006) meneliti dan mensintesis keefektifan strategi pemberdayaan dan
menyimpulkan bahwa 'inisiatif pemberdayaan dapat memberi hasil dan pemberdayaan
adalah strategi kesehatan masyarakat yang layak'. Strategi pemberdayaan memiliki dua
jalur utama:
1. berfokus pada proses itu sendiri dan efek kesehatan positifnya
2. berfokus pada populasi yang kurang beruntung dan tersisih secara sosial (misalnya
perempuan, remaja, orang yang berisiko terhadap HIV / AIDS, orang miskin) untuk
mengurangi ketidaksetaraan kesehatan.

Karakteristik pemberdayaan yang efektif Wallerstein (2006):


• Pemberdayaan intervensi perlu dipelihara dan ditumbuhkan secara lokal;
pendekatan standar 'satu ukuran cocok untuk semua' tidak efektif.
• Masyarakat membutuhkan akses ke informasi, ketrampilan untuk menggunakan
informasi dan kendali atas sumber daya.
• Kelompok kecil membangun lingkungan yang mendukung dan mempromosikan
rasa kebersamaan.

Sehingga pemberdayaan tdak hanya berupa pemberian informasi, namun juga


menghubungkan masyarakat/komnitas rerhadap sumber daya agar tercipta kesempatan
untuk membangun keterampilan dan kepercayaan diri.

Pemberdayaan mencakup mampu jujur tentang apa yang dipandang sebagai hambatan
serta mengidentifikasi bagaimana mengatasi hambatan tersebut melalui refleksi diri yang
jujur, terutama jika menyangkut apa yang dipandang sebagai perilaku menyimpang, agar
dapat belajar bagaimana mengelola masalah dan konsekuensinya.

Labonte dan Laverack (2008), konsep glokalisasi  berpikir secara global, bertindak
secara lokal - inisiatif untuk mengembangkan dan melindungi lingkungan lokal sekaligus
mengurangi kebutuhan akan perdagangan global dan dengan demikian juga melindungi
lingkungan global, misalnya dengan pemberdayaan di berbagai tingkatan, menggabungkan
sumber daya individu, akses yang terjangkau, serta jaringan komunitas lokal.

-o0o-

17

Anda mungkin juga menyukai