Anda di halaman 1dari 6

Efek Bencana pada Korban dan Arti Relawan

Prinsip kode etis yang harus diterapkan selama bencana


International Committee of Red Cross (ICRC) merumuskan Principles of Conduct for
the International Red Cross and Red Crescent Movement and NGOs in Disaster Response
Programmes dengan kata lain prinsip kode etis seorang relawan, terdiri dari: (Koenig &
Schultz, 2009)
Mengutamakan tuntutan kemanusiaan. Setiap warga negara memiliki hak untuk
menerima dan menawarkan bantuan kemanusiaan. Setiap relawan harus memiliki
motivasi utama untuk meringankan penderitaan para korban setidaknya mampu
menangani tingkat stres pasca bencana.
Berikan bantuan tanpa memandang ras, keyakinan, atau kebangsaan korban
melainkan prioritas bantuan ditentukan berdasarkan kebutuhan saja.
Bantuan tidak digunakan untuk memajukan kepentingan politik atau agama tertentu.
Bantuan akan diberikan sesuai kebutuhan individu bukan untuk mendukung opini
politik atau agama tertentu.
Bertindak secara independen bukan sebagai instrumen pemerintah. Penentuan
kebijakan dan strategi implementasi berasal dari lembaga tersebut bukan dari
pemerintah. Tidak membiarkan para relawan untuk mengumpulkan informasi yang
bersifat politik, militer, atau ekonomi dengan tujuan selain kemanusiaan. Berusaha
menghindari ketergantungan pada sumber pendanaan tunggal.
Menghormati budaya, adat istiadat, struktur, dan kebiasaan masyarakat serta negara
tempat relawan tersebut bekerja.
Berusaha membangun respon bencana pada kapasitas dan kerentanan lokal. Cara
memperkuat kapasitas tersebut dengan mempekerjakan pekerja lokal, membeli bahan-
bahan lokal, melakukan perdagangan dengan perusahaan lokal, dan bekerjasama
dengan struktur pemerintahan lokal.
Melibatkan penerima manfaat dalam pengelolaan program bantuan. Bantuan tanggap
bencana tidak boleh dipaksakan pada penerima manfaat, melainkan harus
melibatkannya dalam desain, manajemen, dan pelaksanaan program bantuan.
Berusaha mengikutsertakan masyarakat secara penuh dalam pemulihan dan
rehabilitasi pasca bencana.
Bantuan yang diberikan harus berusaha untuk mengurangi kerentanaan bencana di
masa mendatang dan memenuhi kebutuhan dasar. Bantuan darurat dapat
mempengaruhi prospek pembangunan jangka panjang baik secara positif atau negatif,
menciptakan gaya hidup yang berkelanjutan, meminimalkan dampak negatif dari
bantuan, dan menghindari ketergantungan jangka panjang penerima pada bantuan
eksternal.
Mampu menjalin hubungan dengan penerima bantuan dengan sikap keterbukaan dan
transparansi baik dari segi keuangan dan efektivitas.
Menghormati korban bencana sebagai mitra sejajar dalam pemberian bantuan
sehingga saat memberikan informasi kepada publik tidak akan memberikan gambaran
objektif tentang situasi bencana, melainkan ikut menyoroti pula kapasitas dan aspirasi
dari korban bencana. Tidak mendahulukan publisitas dibandingkan prinsip
memaksimalkan bantuan darurat secara keseluruhan. Tidak bersaing dengan lembaga
tanggap darurat lainnya dalam rangka ingin diliput oleh media.

Selain hal-hal diatas, ada beberapa kode etik lain yang harus dimiliki relawan, terdiri
dari: (Rekompak)
Senantiasa melihat masyarakat dengan sifat mulia (berpikir positif dan empati).
Menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, kemasyarakatan, dan nilai luhur lokal.
Berpijak dan berorientasi pada kepentingan masyarakat bukan pribadi dan golongan.
Selalu berpihak kepada kelompok rentan atau warga miskin.
Dalam pendampingan masyarakat tidak meminta imbalan dan layanan masyarakat
Dalam pendampingan masyarakat berorientasi pada keberdayaan dan kemandirian
masyarakat.
Selalu berupaya untuk menjalin hubungan dengan berbagai pihak dalam iklim
kemitraan, kebersamaan, dan kesatuan.
Tidak mengkotak-kotakkan dan menunjukkan sikap diskriminatif dalam
pendampingan masyarakat.
Dalam pendampingan masyarakat menggunakan pendekatan partisipatif
Senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip partisipasi, demokrasi, transparansi,
akuntabel, dan desentralisasi dalam pendampingan masyarakat.

Efek bencana terhadap korban


Efek yang tiba-tiba dari bencana diyakini tidak hanya menyebabkan tingginya angka
kematian, tapi juga gangguan sosial, menyebarnya penyakit epidemik, dan tingginya angka
kelaparan (Pan American Health Organization, 2003). Ada keterkaitan antara risiko,
kerentanan, dan bahaya sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut.
Risiko = Kerentanan x Bahaya
Artinya: bahaya merujuk kepada kejadian alami misalnya bencana, kerentanan bisa
berupa objek yang terkena efek bahaya misalnya kerentanan populasi atau sistem (contoh,
rumah sakit, pasokan air, atau aspek infrastruktur), dan risiko adalah kemungkinan dari efek
bahaya yang dapat mempengaruhi populasi atau sistem tertentu.
Secara umum, efek yang dapat ditimbulkan dari masing-masing jenis bencana memiliki
beberapa kesamaan, yaitu sebagai berikut (Pan American Health Organization, 2003).
1. Bencana sesuai jenis masing-masing dapat menimbulkan efek cedera yang
berpengaruh terhadap kesehatan korban. Misalnya, gempa bumi menimbulkan lebih
banyak kasus cedera dibandingkan banjir dan gelombang pasang.
2. Pengaruh bencana terhadap kesehatan merupakan ancaman yang potensial, bukan
ancaman yang dapat dihindari. Misalnya, perpindahan penduduk dan perubahan
lingkungan dapat menyebabkan peningkatan risiko penularan penyakit, meskipun
tidak terjadi kasus epidemik.
3. Tidak semua risiko kesehatan yang potensial dan aktual pasca bencana akan terjadi di
waktu yang bersamaan, melainkan cenderung muncul di waktu yang berbeda dan
berbeda pula tingkat kepentingannya di wilayah yang terkena bencana. Biasanya
jatuhnya korban terjadi di waktu dan tempat terjadinya dampak dan korban itu
membutuhkan perawatan medis segera, sementara risiko peningkatan penularan
penyakit memuncak di tempat yang berpenduduk padat dan standar sanitasi yang
buruk.
4. Kebutuhan makan, tempat tinggal sementara, dan layanan kesehatan dasar saat
bencana biasanya tidak menyeluruh karena korban yang selamat seringkali dapat
menyelamatkan keperluan dasar untuk hidup. Selain itu, umumnya para korban segera
pulih dari keterkejutan mereka dan ikut terlibat dalam pencarian dan penyelamatan
korban lainnya, pemindahan orang yang cedera, dan kegiatan pemulihan swadaya
lainnya.
5. Adanya perang sipil dan konflik menjadi efek dari terjadinya bencana.
Kesehatan mental dan psikososial berdasarkan aspek bencana
Kesehatan mental pasca bencana dapat berupa kecemasan, neurosis, dan depresi (Pan
American Health Organization, 2003). Meski sebenarnya masalah tersebut bukanlah masalah
utama dalam kesehatan masyarakat karena seringkali kelompok yang berisiko tinggi
mengalami kondisi tersebut adalah tenaga relawan kemanusiaan. Para pekerja mungkin
memiliki beban tersendiri dalam melakukan upaya rehabilitasi korban bencana. Dalam hal
ini, penggunaan obat pereda nyeri dan penenang selama fase penyembuhan sangat tidak
dianjurkan (Pan American Health Organization, 2003). Lain halnya jika di daerah
metropolitan di negara maju, masalah kesehatan mental cukup sering terjadi pada korban
bencana.
Bencana merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan efek pada berbagai aspek seperti
psikososial individu. Psikososial diartikan sebagai segala sesuatu dalam diri individu yang
menyangkut aspek psikologis dan sosial (Triutomo, S., et.al., 2010). Kondisi psikologis akan
sangat mempengaruhi sosial, begitupun sebaliknya, misalnya saat individu mengalami
depresi berat akibat bencana dapat mengakibatkan keengganan untuk berinteraksi dengan
orang disekitarnya. Kondisi lain yang mungkin timbul pasca bencana berkaitan dengan
psikososial individu, yaitu sebagai berikut. (Triutomo, S., et.al., 2010).
1. Kurang terpenuhinya kebutuhan dasar seperti rusaknya bangunan fisik dan
terhambatnya pasokan air bersih dan makanan.
2. Dukurang sosial melemah atau mungkin menghilang karena bencana menjauhkan
bahkan membuat orang-orang kehilangan sanak saudara, tetangga atau teman.
3. Perubahan dinamika dalam keluarga misalnya kehilangan pencari nafkah atau
perubahan peran secara mendadak karena kehilangan orangtua.
4. Struktur sosial menjadi berantakan. Komunitas terpecah, rasa percaya meyusut.
5. Tidak ada tempat untuk berkumpul bersama.
6. Banyaknya tekanan pasca bencana dapat memicu timbulnya kekerasan.

Arti relawan
Relawan adalah individu atau kelompok orang yang secara ikhlas (panggilan nuraninya)
memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta, dan lain sebagainya) kepada
masyarakat sebagai wujud tanggung jawab sosial tanpa mengharapkan imbalan (upah),
kedudukan, kekuasaan, kepentingan, dan karier (Triutomo, S., et.al., 2010). Sementara
pengertian dari relawan penanggulangan bencana adalah individu atau kelompok orang yang
memiliki kemampuan, kepedulian, dan keikhlasan dalam penanggulangan bencana
(Triutomo, S., et.al., 2010). Ada lagi yang biasa kita kenal dengan sebutan relawan khusus
yaitu relawan yang mengkhususkan dirinya pada lembaga tertentu, misalnya BNPB terdapat
Relawan Komunitas Operator Radio Bencana (Triutomo, S., et.al., 2010).

Dilema etis relawan dalam pengelolaan bencana


Seorang relawan seringkali belum memahami jatidirinya sebagai seorang relawan seperti
belum mengetahui persyaratan baku menjadi relawan, hak dan kewajibannya, serta hak dan
kewajiban organisasi induknya (Triutomo, S., et.al., 2010).
Relawan harus memiliki prinsip kerja meliputi mandiri, profesional, solidaritas,
sinergi, dan akuntabilitas.
Kewajiban relawan terdiri dari:
a) Melakukan kegiatan pengelolaan bencana
b) Mentaati peraturan dan prosedur kebencanaan yang berlaku
c) Menjunjung tinggi asas dan prinsip kerja
d) Mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan
e) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan
f) Menyediakan waktu untuk melaksanakan tugas kemanusiaan
Hak relawan terdiri dari:
a) Mendapatkan pengakuan atas peran dan tugasnya sesuai ketrampilan dan
keahliannya
b) Mendapat pengetahuan tentang pengelolaan bencana
c) Mengundurkan diri sebagai relawan
d) Hak sesuai dengan aturan atau ketentuan lembaga yang menaunginya
Persyaratan menjadi relawan terdiri dari:
Persyaratan Umum
a) WNI dengan usia minimal 18 tahun
b) Sehat jasmani dan rohani
c) Berdedikasi tinggi dalam kerelawanan
d) Mandiri dan koordinatif
e) Memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan dalam kebencanaan
f) Tidak dalam masalah pidana dan subversi
g) Punya lembaga induk pembina
h) Telah mengikuti kegiatan pelatihan dasar pengelolaan bencana
Persyaratan Khusus: meliputi persyaratan teknis yang ditentukan dan diatur oleh
setiap pembina teknis.
Hak dan kewajiban organisasi induk
Kewajiban
1) Pembinaan kapasitas dan potensi relawan
2) Pembinaan jiwa korps, karakter dan kepemimpinan
3) Peningkatan kualitas kelembagaan pembina
Hak
1) Mendapatkan fasilitasi peningkatan kompetensi anggotanya dari pemerintah
2) Mendapatkan perlindungan dan hak sama serta perlakuan setara antar sesama
lembaga

DAFTAR PUSTAKA

Koenig, K.L & Schultz, C.H. (2010). Koenig and Schultzs Disaster Medicine
Comprehensive Principles and Practices. Cambridge: Cambridge University Press.
Pan American Health Organization. (2003). Natural Disasters: Protecting the Publics
Health. Diterjemahkan oleh Munaya Fauziyah. Jakarta: EGC.
Rekompak. OPRB dan Relawan Peduli Bencana.
rekompakciptakarya.org/download/files/Leaflet/OPRB.pdf. Diakses pada tanggal 14
Maret 2015 pukul 14.14 WIB.
Triutomo, S., et.al. (2010). Modul Dasar Relawan Penanggulangan Bencana.
http://pusdiklat.bnpb.go.id/home/Downloads/modul/Modul%20Relawan%20Baru.pdf.
Diakses pada tanggal 23 Februari 2015 pukul 19.50 WIB.

Anda mungkin juga menyukai