Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana. Seringkali risiko
tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak dikelola dengan baik.
Hal ini menyebabkan terkadang, dan mungkin juga sering, bencana terjadi secara
tak terduga-duga. Dampak paling awal dari terjadinya bencana adalah kondisi
darurat, alah kondisi darurat, dimana terjadi dimana terjadi penurunan-penurunan
drastis drastis dalam kualitas kualitas hidup komunitas komunitas korban yang
menyebabkan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasarnya dengan kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus bisa direspons
secara cepat, dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban
sehingga kondisi kualitas hidup tidak makin parah atau bahkan bisa membaik.

Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu direspons.
Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai sebuah
akibat pasti punya pasti punya sebab a sebab dan dampakny dan dampaknya, agar
a, agar penanganan b penanganan bencana tidak encana tidak terbatas pada
terbatas pada simpton simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh substansi dan
akar masalahnya. Dengan demikian kondisi darurat perlu dipahami sebagai salah
satu fase dari keseluruhan resiko bencana itu sendiri. Penanganan kondisi darurat
pun perlu diletakkan dalam sebuah perspektif penanganan penanganan terhadap
terhadap keseluruhan keseluruhan siklus bencana. bencana. Setelah Setelah
kondisi kondisi darurat, darurat, biasanya biasanya diikuti dengan kebutuhan
pemulihan (rehabilitasi), rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan
infrastruktur y perbaikan-perbaikan infrastruktur yang penting ang penting bagi
keberlangsungan bagi keberlangsungan hidup komun hidup komunitas), sampai
pada proses kesiapan terhadap bencana, dalam hal ini proses preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan kerja
penguatan kapasitas masyarakat seca penguatan kapasitas masyarakat secara
umum. Dalam ra umum. Dalam kondisi darurat, waktu kerusakan kondisi darurat,
waktu kerusakan terjadi secara sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan
pun biasanya sangat besar. besar. Hal ini menyebabkan menyebabkan perbedaan
perbedaan dalam karakteristik karakteristik respon kondisi kondisi darurat.
darurat. Komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi bencana
(termasuk konflik) dalam rangka memahami latar belakang kebiasaan, kondisi
fisik maupun mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka, sangat
dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi legitimasi
kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa
sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup untuk memenuhi
seluruh kebutuhan komunitas korban bencana. Di sisi lain, sekecil apapun sumber
daya yang kita miliki akan memberikan arti bila didasarkan pada pemahaman
kondisi yang baik dan perencanaan yang tepat dan cepat, mengena pada
kebutuhan yang paling mendesak. Bencana, apapun sebabnya, merupakan hal
yang menganggu tatanan masyarakat dalam segala aspeknya, baik psikologis,
ekonomi, sosial budaya maupun material. Jika kita mengamini faktum bahwa
setiap orang memiliki hak untuk hidup layak maka komunitas manapun yang
mengalami bencana berhak atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas
minimum

B. Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan bencana.
Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang defenisi bencana, klompok
rentan bencana
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang peran perawat dalam
manajemen kejadian bencana
c. Mahasiswa mengetahui dan memahami permasalahan klompok rentan bencana
d. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan di area bencana
e. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada area bencana
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan kerugian
baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat (Urata, 2008).
Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab bencana disebut hazard
( Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah peristiwa
pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan suatu wilayah yang
mengakibatkan kerusakan ekologi, ekologi, kerugian ekologi, kerugian hidup
kerugian ekologi, kerugian hidup bagi manusia manusia serta menurunnya
menurunnya derajat derajat kesehatan kesehatan sehingga sehingga
memerlukan memerlukan bantuan bantuan dari pihak luar (Effendy &
Mahfudli, 2009). Disast pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009). Disaster
menurut WHO adalah setiap kejadian, nurut WHO adalah setiap kejadian,
situasi, kondisi yang terjadi dalam kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).
B. Identifikasi Kelompok Beresiko
Kelompok rentan sering di sebut "kelompok dengan kebutuhan khusus",
"kelompok yang beresiko", "beresiko karena kondisi fisik, psikologis, atau
kesehatan social" setelah bencana. bencana. Banyak upaya yang telah
dilakukan dilakukan dalam persiapan persiapan menghadapi menghadapi
bencana, bencana, namun jarang yang memperhatikan kebutuhan kelompok
rentan, adapun orang yang disebut sebagai kelompok rentan adalah :
1. Orang dengan kebutuhan khusus baik secara fisik ataupun psikologis
2. Wanita
3. Anak-anak
4. Orang tua
5. Orang dipenjara
6. SES (Social Economic Status) Minoritas dan orang yang mengalami
kendala bahasa.
Individu yang mengalami bencana bereaksi terhadap bencana sesuai dengan
caranya masing-masing dan antara satu individu dengan yang lainnya sangat
berbeda.
Setiap bencana bencana memiliki memiliki dampak demografik demografik
tertentu, tertentu, budaya, budaya, dan riwayat riwayat kejadian kejadian
sebelumnya.
Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengartikan
bencana bencana sebagai suatu sebagai suatu peristiwa luar peristiwa luar biasa
yang biasa yang mengganggu mengganggu dan meng dan mengancam kehid
ancam kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam ataupun
manusia, upun manusia, ataupun keduanya. ataupun keduanya. Untuk
menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan berbagai
dukungan termasuk keterlibatan perawat yang merupakan petugas kesehatan yang
jumlahnya jumlahnya terbanyak terbanyak didunia didunia dan salah satu petugas
petugas kesehatan kesehatan yang berada dilini terdepan saat bencana yang
terjadi(Power &daily,2010).
Peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan), tanggap darurat
bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga tahap recovery.
Terdapat individu atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang lebih
rentan terhadap efek lanjut dari kejadian bencana yang memerlukan perhatian dan
penanganan penanganan khusus untuk mencegah mencegah kondisi kondisi yang
lebih buruk pasca bencana. bencana. Kelompok-kelompok ini diantaranya: anak-
anak, perempuan terutama ibu hamil dan meyusui, lansia, individu-individu yang
menderita penyakit kronis dan kecacatan.identifikasi dan pemetaan kelompok
beresiko melalui pengumpulan informasi dan data demografi akan mempermudah
perencanaan tindakan kesiap siagaan dalam menghadapi kejadian bencana
dimasyarakat (Morro.1999, powers &daily, 2010; world
health organization (WHO) & International Council of Nursing(ICN), 2009) :
1. Bayi dan anak-anak
Bayi dan anak-anak sering menjadi korban dalam semua tipe bencana karena
ketidakmampuan mereka melarikan diri dari daerah bahaya. Ketika Pakistan
diguncang gempa oktober 2005, sekitar 16.000 anak meninggal karena gedung
sekolah mereka runtuh. Tanah longsor yang terjadi diLeyte, Filipina, beberapa
tahun lalu me a, beberapa tahun lalu mengubur lebih ngubur lebih dari 200 anak
sekolah yang tengah belajar didalam kelas (Indriyani,2014). Diperkirakan
(Indriyani,2014). Diperkirakan sekitar 70% dari semua kematian akibat bencana
adalah anak-anak baik itu pada bencana anak-anak baik itu pada bencana
alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia alam maupun bencana yang
disebabkan oleh manusia (Power&Daily, 2010). ower&Daily, 2010).
Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah dari orang tua atau wali
mereka saat bencana terjadi. Diperkirakan sekitar 35.000 anak-anak Indonesia
kehilangan satu atau kedua orang tua mereka saat kejadian tsunami 2004.
Terdapat juga laporan adanya perdagangan anak(child-traffcking) yang
perdagangan anak(child-traffcking) yang dialami ol dialami oleh anak-anak yang
kehilangan orang eh anak-anak yang kehilangan orang tua/wali
(powers&daily,2010).
Pasca bencana, anak-anak beresiko mengalami masalah-masalah kesehatan jangka
pendek pendek dan jangka panjang panjang baik fisik dan psikologis psikologis
karena malnutrisi, malnutrisi, penyakit- penyakit- penyakit penyakit infeksi,
infeksi, kurangnya kurangnya skill bertahan bertahan hidup dan komunikasi,
komunikasi, ketidakmampuan ketidakmampuan melindungi diri sendiri,
kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan kemampuan koping. Kondisi tersebut
dapat mengancam nyawa jika tidak diidentifikasi dan ditangani dengan segera
oleh petugas kesehatan (powes&daily 2010; Veenema,2007).
2. Perempuan
Diskriminasi terhadap perempuan dalam kondisi bencana telah menjadi isu viral
yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Oleh karena itu, intervensi-
intervensi kemanusiaan dalam penanganan bencana yang memperhatikan standar
internasional perlindungan perlindungan hak asasi manusia manusia perlu
direncanakan direncanakan dalam semua stase penanganan penanganan bencana.
(Klynman,koupp bencana. (Klynman,kouppari,& mukhier,2007). ari,&
mukhier,2007).
Studi kasus bencana alam yang dilakukan di Bangladesh mendapati bahwa pola
kematian akibat bencana dipengaruhi oleh relasi gender yang ada, meski tidak
selalu konsisten. Pola ini menempatkan perempuan, terlebih bagi yang hamil,
menyusui dan lansia lebih beresiko karena keterbatasan mobilitas secara fisik
dalam situasi darurat(Enarson,2000; Indiriyani,2014; Klynman et al,2007).
Laopran PBB pada tahun 2001 yang berjudul “Women Disaster Reduction and
Sustainable Development” menyebutkan bahwa perempuan menerima dampak
bencana yang lebih besar. Dari 120 ribu orang yang meninggal karena badai
siklon diBangladesh tahun 1991, korban dari kaum perempuan menempati jumlah
terbesar. Hal ini disebabkan karena norma kultural membatasi akses mereka
terhadap peringatan bahaya dan akses ketempat perlindungan ketempat
perlindungan (Fatimah,2009 diku (Fatimah,2009 dikutip dalam In tip dalam
Indriyani,2014). driyani,2014).
3. Lansia
Lansia merupakan salah saat kelompok yang rentan secara fisik, mental dan
ekonomik saat dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan
kemampuan mobilitas fisik dan atau karena mengalami masalah kesehatan kronis
(Klynman et al,2007). Di Amerika serikat, lebih dari 50% korban kematian akibat
dari badai Katrina adalah lansia dan diperkirakan sekitar 1.300 lansia yang hidup
mandiri sebelum kejadian badai tersebut harus dirawat dipanti jompo setelah
bencana alam itu terjadi (Powers & daily,2010). Pasca bencana, kebutuhan lansia
sering terabaikan dan mengalami diskriminasi, contohnya contohnya dalam hal
distribusi kebutuh dalam hal distribusi kebutuhan hidup an hidup dan finansial
pasca b dan finansial pasca bencana. Hak-hak encana. Hak-hak dan kebutuhan
spesifik lansia kadang-kadang terlupakan yang dapat memperparah masalah
kesehatan dan kondisi depresi pada lansia tersebut (Klynmman et al,2007)
4. Indvidu dengan ke Indvidu dengan keterbatan fisik (k terbatan fisik (kecacatan)
d ecacatan) dan penyakit kronis
penyakit kronis Menurut WHO, terdapat lebih dari 600 juta orang Menurut WHO,
terdapat lebih dari 600 juta orang yang menderita kecacatan diseluruh g menderita
kecacatan diseluruh dunia atau mewakili sekitar 7-10% dari populasi global. 80%
diantaranya tinggal dinegara berkembang. Angka ini terus meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk, penduduk, angka harapan hidup harapan
hidup dan kemajuan kemajuan d bidang kesehatan (Klyn kesehatan (Klynman et
al, 200 al, 2007).
Di Amerika serikat, setelah kejadian banjir di grand forks, north Dakota tahun
1997, barulah barulah dibangun dibangun rumah perlindungan perlindungan yang
dapat diakses diakses oleh korban bencana bencana yang menggunakan kursi
roda. Pada saat terjadi bencana kebakaran di California, tahun 2003, banyak
banyak individu-individu individu-individu cacat pendengaran pendengaran tidak
memahami memahami level bahaya bencana bencana tersebut karena kurangnya
informasi yang bisa mereka pahami (powers &daily,2010). Orang cacat, karena
keterbatasan fisik yang mereka alami beresiko sangat rentan saat terjadi
bencana,Namun mereka sering mengalami diskriminasi dimasyarakat dan tidak
dilibatkan pada semua level kesiap-siagaan, mitigasi dan intervensi dan
penanganan bencana bencana (Klynman et.al, 2007). (Klynman et.al, 2007).
5. Narapidana yang Narapidana yang dipenjar dipenjara
Karena status mereka sebagai tahanan, sehingga mereka sangat tergantung dengan
pemerintah pemerintah sebagai sebagai pemegang pemegang otoritas. otoritas.
Narapidana Narapidana tidak dapat melakukan melakukan evakuasi evakuasi
sendiri, mencari p sendiri, mencari pertolongan medis ertolongan medis sendiri,
ataupun sendiri, ataupun mencari makanan ataupun mencari makanan ataupun
tempat penampungan penampungan sendiri. sendiri. Lebih lanjut, lanjut, dalam
situasi situasi bencana bencana yang sangat besar, kalau narapidana melakukan
semuanya sendiri ada narapidana melakukan semuanya sendiri ada kemungkin
kemungkinan penyerangan yang dilakukan an penyerangan yang dilakukan oleh
sesama anggota narapida ataupun penyerangan kepada masyarakat.
6. Social Economic Status (SES) minoritas dan orang yang mengalami kendala
bahasa
Kelompok dengan SES rendah yang tidak memiliki asuransi untuk mengcover
kondisi mereka setelah bencana sehingga membuat beban psikologis menjadi
lebih berat. Kelompok dengan kendala bahasa juga sangat susah dalam
mengkomunikasikan hal-hal apa yang mereka butuhkan sehingga relawan bisa
membantu secara cepat dan tepat. Keluarga Keluarga yang sebelumnya yang
sebelumnya sejahtera sejahtera dan mengalami dan mengalami kebangkrutan
karena kebangkrutan karena kejadian bencana dan menerima bantuan dari orang
lain juga rentan untuk mengalami stress akibat bencana
7. Penduduk asli setempat (indigenous people)
Indigenous people termasuk kelompok rentan karena status mereka sebagai orang
pinggiran yang pinggiran yang termarginalkan, kondisi fisik dan termarginalkan,
kondisi fisik dan rumah yang tidak rumah yang tidak baik, problem terkait baik,
problem terkait dengan kehilangan budaya dan kesedihan yang dapat
menyebabkan stress dan trauma. Mereka juga mungkin akan dipindahkan dari
“tem Mereka juga mungkin akan dipindahkan dari “tempat penting” menurut
budaya enting” menurut budaya mereka.
8. Pengungsi dan migran
Riset sebelumnya menunjukkan bahwa pengungsi yang berasal dari Negara lain
rentan untuk terkena PTSD ketika terjadi bencana. Namun penelitian terbaru
menunjukkan hal yang bertolak belakang bahwa PTSD dikalangan pengungsi
rendah meskipun menghadapi berbagai macam kejadian traumatis. Hal ini karena
adanya dukungan yang tepat membuat mereka bisa settle di Negara baru mereka,
dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan masyarakat di Negara baru
mereka (Silove, 1999; Silove et al, 1993). Jadi hanya pengungsi minoritas saja
yang mengalami hal-hal terkait dengan PTSD dan depresi.
Memahami secara utuh batasan tentang bencana dan fokus konseptual
penanggulangan penanggulangan bencana bencana adalah manusia manusia yang
potensial potensial sebagai sebagai korban, korban, maka 2 hal mendasar yang
perlu menjadi fokus utama adalah mengenali kelompok rentan (vulnerable group)
dan meningkatkan kapasitas masyarakat sebagai subjek penyelenggaraan
penanggu penyelenggaraan penanggulangan bencana. langan bencana.
Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi
bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi
bahaya tertentu.
Dalam undang-undang penanggulangan bencana pasal 55 dan penjelasan pasal 26
ayat 1, disebutkan bahwa masyarakat rentan bencana adalah anggota masyarakat
yang membutuhkan bantuan karena keadaan yang disandangnya, diantaranya
bayi, balita,anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang cacat dan lanjut usia.
Kerentanan ini dapat menimbulkan beragam penyebab, mencakup:
9. Kerentana Kerentanan fisik
Kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya
tertentu, misalnya kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang tinggal
didaerah r ng tinggal didaerah rawan gempa awan gempa dan tanggul pengaman
banjir bagi masyarakat didekat bantaran sungai.
10. Kerentana Kerentanan ekonomi ekonomi
Kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam pengalokasian sumber
daya untuk pencegahan dan mitigasi serta penanggulangan bencana. Pada
umumnya masyarakat miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya
karena ti rhadap bahaya karena tidak punya dak punya kemampuan finansial yang
memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
11. Kerentanan sosial
Kondisi sosial masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman bencana dan resiko bencana serta tingkat kesehatan yang rendah juga
berpotensi meningkatkan kerentanan.
12. Kerentana Kerentanan perilaku n perilaku atau lingkungan atau lingkungan
Keadaan lingkungan sekitar masyarakat tinggal. Misalnya, masyarakat yang
tinggal dilereng bukit atau lereng pegunungan rentan terhadap ancaman bencana,
tanah longsor, sedangkan masyarakat yang tinggal didaerah sulit air akan rentang
terhadap bencana kekeringan.

C. Efek dari Bencana


Karakteristik yang mempengaruhi rasa trauma :
1. Rasa horror yang terjadi ketika melihat event/kejadian tersebut
2. Durasi dari bencana
3. Kejadian yang tidak diharapkan (kejadian yang tidak ada peringatannya
berdampak lebih besar pada kondisi psikologis seseorang).
4. Rasio dampak bencana, ancaman yang dilihat dari: rasio akibat bencana,
kehilangan yang diakibatkan oleh bencana pada level komunitas
5. Perubahan sosial kultur seperti kegiatan dalam Perubahan sosial kultur seperti
kegiatan dalam keseharian, kontrol terhadap kejadian, harian, kontrol terhadap
kejadian, dukungan sosial setelah bencana
6. Simbolism dari kejadian bencana (cara memaknai kejadian antara “kehendak
Tuhan” atau “manusia”)
7. Kemampuan memanage stress
8. Akumulasi dari sebelum dan sesudah bencana, seperti kepribadian ses
kepribadian seseorang ataupun eorang ataupunkondisi emosi individu tersebut.

D. Tindakan Yang Sesuai Untuk Kelompok Berisiko


Untuk mengurangi dampak bencana pada individu dan kelompok-kelompok
rentan diatas, petugas-petugas yang terlibat dalam perencanaan dan penanganan
bencana perlu (Morrow, 199; Powers & perlu (Morrow, 199; Powers & Daily,
2010) : Daily, 2010) :
1. Mempersiapkan peralatan- peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
kelompokkelompok rentan tersebut contohnya : ventilator untuk anak, alat bantu
untuk individu yang cacat, alat-alat bantuan persalinan, dsb.
2. Melakukan pemetaan kelompok-kelompok rentan
3. Merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan informasi dan
komunikasi.
4. Menyediakan transportasi dan rumah penampungan ( shelter ) yang dapat
diakses.
5. Menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.
Adapun tindakan-tindakan spesifik untuk kelompok-kelompok rentan tersebut
akan diuraikan pada pembahasan berikut :
1. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada bayi dan anak yi dan anak
a. Pra- bencana
1) Mensosialisasikan dan melibatkan anak-anak dalam stimulasi bencana
kebakaran atau gempa bumi
2) Mempersiapkan fasilitas kesehatan yang khusus untuk bayi dan anak pada saat
bencana
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan bencana bagi petugas
kesehatan
khusus untuk menangani kelompok-kelompok berisiko, contohnya Pediatric
Disaster Life Support (PDLS).
b. Saat bencana
1) Mengintegrasikan pertimbangan pediatric dalam sistem triase standar yang
digunakan triase standar yang digunakan saat bencana.
2) Lakukan pertolongan kegawatdaruratan kepada bayi dan anak sesuai dengan
mempertimbangkan aspek tumbuh kembangnya, misalnya menggunakan alat dan
bahan khusus untuk bahan khusus untuk anak dan tidak disamakan dengan anak
dan tidak disamakan dengan orang dewasa. orang dewasa.
3) Selama proses evakuasi, transportasi, sheltring dan dalam pemberian
pelayanan fasilitas kesehatan, hindari memisahkan anak dari orang tua, keluarga
atau wali mereka.
c. Pasca bencana
1) Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin
contohnya :waktu makan dan personal hygine teratur, tidur, bermain dan sekolah.
2) Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran antropometri
3) Dukung dan berikan semangat kepada orang tua
4) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan dan
emosional
5) Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin ada dilokasi evakuasi
sebagai
voluntir untuk mencegah, mengidentifikasi, mengurangi risiko kejadian depresi
pada anak pasca bencana
6) Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan sediakan penjaga yang
terpercaya serta lingkungan yang aman untuk mereka
7) Berkonsultasi dengan pemerintah atau NGO yang bekerja dalam pelacakan
korban bencana sebagai usaha untuk mempertemukan anak bencana sebagai
usaha untuk mempertemukan anaka dengan orang tua, keluarganya. ngan orang
tua, keluarganya.
8) Libatkan agensi-agensi perlindungan anak.
2. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada ibu hamil dan menyusui
hamil dan menyusui
a. Pra- bencana
1) Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan penanganan bencana
(disaster plan)
2) Mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menyusui sebagai kelompok rentan
3) Membuat disaster plans dirumah yang disosialisasikan kepada seluruh anggota
keluarga
4) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif dalam mitigasi bencana.
b. Saat bencana
1) Melakukan usaha/ bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan risiko
kerentanan ibu hamil dan ibu menyusui, misalnya : meminimalkan guncangan
pada saat melakukan mobilisasi dan transportasi karena dapat meransang
kontraksi pada ibu hamil, tidak memisahkan bayi dari ibunya saat proses
evakuasi.
2) Petugas bencana harus memiliki kapasitas untuk menolong korban ibu hamil
dan ibu menyusui.
c. Pasca bencana
1) Dukungan ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan dan
emosional
2) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif dirumah penampungan
korban bencana bencana untuk menyediakan menyediakan jasa konseling
konseling dan pemeriksaan pemeriksaan kesehatan kesehatan untuk ibu hamil dan
menyusui.
3) Melibatkan petugas konseling untuk mencegah, mengidentifikasi, mengurangi
risiko kejadian depresi pasca bencana.
3. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada lansia
a. Pra- bencana
1) Libatkan lansia dalam pengambilan keputusan dan sosialisasi disaster plan
dirumah.
2) Mempertimbangkan kebutuhan lansia dalam perencanaan penanganan bencana.
b. Saat bencana
1) Melakukan usaha/ bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan risiko
kerentanan lansia, misalnya meminimalkan guncangan/trauma pada saat
melakukan mobilisasi dan transportasi untuk menghindari trauma sekunder.
2) Identifikasi lansia dengan babtuan/ kebutuhan khusus contohnya : kursi roda,
tongkat,dll.
c. Pasca Bencana
Program inter generasional untuk mendukungsosialisasi komunitas dengan lansia
dan mencegah isolasi social lansia, diantaranya :
1) Libatkan remaja dalam pusat perawatan lansia dan kegiatan-kegiatan social
bersama lansia untuk memfasilitasi empati d lansia untuk memfasilitasi empati
dan interaksi ora an interaksi orang muda dan ng muda dan lansia (community
lansia (community awareness).
2) Libatkan lansia sebagai strory tellers dan animator dalam kegiatan bersama
dalam kegiatan bersama anak-anak anak-anak
yang diorganisir oleh agensy perlindungan anak di posko perlindungan korban
bencana.
3) Menyediakan dukungan social melalui pengembangan jaringan social yang
sehat di lokasi penampungan korban bencana.
4) Sediakan kesempatan belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan skill lansia.
5) Ciptakan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan secara mandiri.
6) Berikan konseling untuk meningkatkan semangat hidup dan kemandirian
lansia.
4. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan kecacatan
dan penyakit kronik
a. Pra-bencana
1) Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang cacat dan
berpenyakit kronis
2) Sedangkan informasi bencana yang bisa diakses oleh orang-orang dengan
keterbatasan fisik seperti : tunarunggu, tuna netra, dll.
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan kegawatdaruratan bencana
bagi petugas kesehatan petugas kesehatan khusus untuk menangani korban
khusus untuk menangani korban dengan kebutuhan khus dengan kebutuhan
khusus (cacat us (cacat & penyakit kronis).
b. Saat bencana
1) Sediakan alat-alat emergensi dan evakuasi yang khusus untuk orang cacat dan
berpenyakit berpenyakit kronis (HIV/AIDS kronis (HIV/AIDS dan peny dan
penyakit infeksi akit infeksi lainya) : lainya) : alat bantu alat bantu berjalan untuk
berjalan untuk korban dengan kecacatan, alat-alah BHD sekali pakai,dll.
2) Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal untuk petugas dalam
melakukan tindakan kegawatdaruratan.
c. Pasca bencana
a) Sedapat mungkin, sedangkan fasilitas yang dapat mengembalikan kemandirian
individu dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi sementara contohnya : kursi
roda, tongkat, dll.
b) Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individu-individu
dengan keterbatasan fisik dan penyakit koronis.
c) Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan Rawat korban dengan
penyakit kronis sesuai dengan kebutuhannya.
E. Sumber Daya Yang Tersedia Di Lingkungan Untuk Kebutuhan Kelompok
Beresiko
Untuk mengurangi dampak yang lebih berat akibat bencana terhadap
kelompokkelompok berisiko saat bencana baik itu dalam jangka pendek maupun
jangka panjang, panjang, maka petugas petugas kesehatan kesehatan yang terlibat
terlibat dalam penanganan penanganan bencana bencana perlu mengidentifikasi
sumber daya apa saja yang tersedia dilingkungan yang dapat digunakan saat
bencana terjadi diantaranya (Enarson,2000, Federal Emergency Management
Agency (FEMA),2010 ; Power & Daily,2010, Veenema , Veenema , 2007) :
2007) :
1. Terbentuknya desa siaga dan organisasi kemasyarakatan yang terus
mensosialisasikan kesiapan-kesiagaan terhadap bencana terutama untuk area yang
rentan terhadap kejadian bencana.
2. Kesiapan rumah sakit atau fasilitas kesehatan menerima korban bencana dari
kelompok berisiko kelompok berisiko baik itu dari baik itu dari segi fasilitas
maupun segi fasilitas maupun ketenagaan, seperti : ketenagaan, seperti : berapa
jumlah i jumlah incubator untuk ncubator untuk bayi baru bayi baru lahir , tempat
tidur untuk `bayi baru `bayi baru lahir, tempat tidur untuk pasien anak,ventilator
anak, fasilitas persainan , pasien anak, ventilator anak, fasilitas persalinan, fasilitas
perawatan pasien dengan penyakit kronis, dsb.
3. Adanya simbol – simbol atau bahasa yang bisa dimengerti oleh individu-
individu dengan kecacatan tentang peringatan bencana, jalur evakuasi, lokasi
pengungsian, dll.
4. Adanya system support berupa konseling dari ahli-ahli voluntir yang khusus
menangani kelompok berisiko untuk mencegah dan mengidentifikasi dini kondisi
depresi pasca bencana pada kelompok tersebut sehingga intervensi yang sesuai
dapat diberikan untuk merawat mereka.
5. Adanya agensi-agensi baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah (NGO)
yang membantu korban bencana terutama kelompok-kelompok berisiko seperti :
agensi perlindungan perlindungan anak dan perempuan, perempuan, agency
pelacakan pelacakan keluarga keluarga korban bencana bencana (tracking center),
dll.
6. Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang berisi
informasi-informasi tentang informasi-informasi tentang bagaimana perencanaan
bagaimana perencanaan kegawat daruratan dan egawat daruratan dan bencana
bencana pada kelompok-kelompok pada kelompok-kelompok dengan kebutuhan
khusus dan b kebutuhan khusus dan berisiko.
F. Lingkungan Yang Sesuai Dengan Lingkungan Yang Sesuai Dengan Kebutuhan
Kelompok Be Kebutuhan Kelompok Berisiko
Setelah kejadian bencana adalah pentingnya sesegera mungkin untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif yang memungkinkan kelompok bersiko untuk
berfungsi secara mandiri sebagaimana sebelum kejadian secara mandiri
sebagaimana sebelum kejadian bencana bencana, diantarannya (Enarson,2000, ,
diantarannya (Enarson,2000, Federal Emergency Management Agency
(FEMA),2010 ; Power & Daily,2010, Veenema , 2007) :
1. Menciptakan kondisi / lingkungan yang memungkinkan ibu menuyusui untuk
terus memberikan ASI kepada anaknya dengan cara memberikan dukungan moril,
menyediakan konsultasi laktasi dan pencegahan depresi.
2. Membantu anak kembali melakukan aktivitas-aktivitas regular sebagaimana
sebelum kejadian bencana seperti : penjaga kebersihan diri, belajar atau sekolah
dan bermain. belajar atau sekolah dan bermain.
3. Melibatkan lansia dalam aktifitas-aktifitas social dan program lintas generasi
misalnya dengan remaja dan anak-anak misalnya dengan remaja dan anak-anak
untuk menguran untuk mengurangkan risiko isolasi social dan gkan risiko isolasi
social dan depresi.
4. Menyediakan informasi dan lingkungan yang kondusif untuk individu dengan
keterbatasan fisik misalnya area evakuasi yang dapat diakses oleh mereka.
5. Adanya fasilitas-fasilitas perawatan untuk korban bencana dengan penyakit
kronis dan infeksi.

G. Kegiatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Untuk Masyarakat ( Bio,Psiko,


Social,Cultural, Dan Social,Cultural, Dan Spritual) Spritual)
1. Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat saat bencana
Pada saat terjadi bencana banyak infrasktur yang rusak dengan demikian
kebutuhan air untuk kebutuhan minum dan lainya dibutuhkan segera. Perawat
tempat bencana harus bisa menilai menilai dari air bersih layak dikonsumsi
dikonsumsi ( bersih, bersih, bening, bening, tidak bau, dan tidak berasa ) dan
memetakan berasa ) dan memetakan dan berkerja sama dengan in dan berkerja
sama dengan instansi terkait untuk pem stansi terkait untuk pemenuhan kebutuhan
tersebut karena jika kebutuhan air tidak terpenuhi segera di khawtrikan resiko-
resiko yang lainya akan muncul seperti resiko penyebaran penyakit dan risiko
dehidarsi pada korban bencana. Sumber air bisa di dehidarsi pada korban bencana.
Sumber air bisa di dapatkan dari hulu atau mata air di apatkan dari hulu atau mata
air di gunung yang tidak tercemar tapi mudah akesnya atau melakukan panggilan
mata air baru,hal itu tergantung dari mana yang baru,hal itu tergantung dari mana
yang telah mudah telah mudah dan cepat pengadaannya. dan cepat pengadaannya.
2. Pemenuhan kebutuhan toilet umum masyarakat saat bencana
Toilet umum dan sanitasinya yang lainya sangat diperlukan dan termasuk
kebutuhan pokok terutama terutama untuk korban bencana bencana yang ada
didaerah didaerah pengusian pengusian dimana satu lokasi pengungsian bisa
dihuni oleh ratusan orang atau ribuan. Kebutuhan toilet ini sangat diperlukan
karena hal Kebutuhan toilet ini sangat diperlukan karena hal ini merupakan hal
yang mendasar bagi ni merupakan hal yang mendasar bagi pengunsi pengunsi
kebersihan kebersihan dan ketersedian ketersedian yang cukup merupakan
merupakan hal yang utama. Pengadaan toilet umum bisa dilakukan oleh perawat
dengan berkerja sama dengan instansi terkait misalkan dengan dinas kebersihan
atau instansi lainya yang dianggap lebih focus pada hal ini. lebih focus pada hal
ini. Dalan menghitung beberapa Dalan menghitung beberapa kebutuhan toilet
untuk pe kebutuhan toilet untuk pengungsi ngungsi yang ada. Perawat juga harus
mampu menilai wc sehat ( model leher angsa, ada septiktank, jarak septikdengan
sumber air minum > 10 meter, air 0 meter, air memadai.
3. Pemenuhan kebutuhan berobat
Perawat komunitas sebagai petugas kesehatan dilapangan harus bisa melakukan
pengobatan sederahana saat bencana. Diawali oleh tindakan tiase yang memakai
kode.
a. Merah : paling penting, prioritas utama, keadaan Merah : paling penting,
prioritas utama, keadaan yang mengacam kehidupan sebagian ng mengacam
kehidupan sebagian besar pasien mengalami mengalami hipoksia, hipoksia, syok,
trauma dada, perdarahan perdarahan internal, internal, trauma
kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II.
b. Kuning : penting, prioritas kedua prioritas kedua meliputi i eliputi injury
dengan efek sistemik njury dengan efek sistemik namun belum jatuh kekeadaan
syok karena dalam keadaan ini sebenrnya pasien mas an ini sebenrnya pasien
masih dapat bertahan selama 30- 60 menit. Injury tersebut antara antara lain
fraktur tulang multipel, lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera
medulla spinalis, laserasi, luka terbuka derajat II.
c. Hijau : prioritas ketiga yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutp, luka
bakar minot, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi.
d. Hitam : meninggal ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.
4. Pemenuhan Kebutuhan Makanan Sehat Saat Bencana
Makanan sehat sangat diperlukan unuk peningkatan gizi supaya para korban zi
supaya para korban segera sebuh segera sebuh dan terbebas dari penyakit. Untuk
itu perlu di buat dapur umum adapun untuk dapur umum tersebut perlu
memerhatikan :
a. Lokasi
Dalam menentukan lokasi dapur umum agar memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1) Letakan dapur umum dekat dengan posko atau penampungan supaya mudah
dicapai atau dikunjungi oleh korban.
2) Hygenis lingkungan cukup memadai
3) Aman dari bencana
4) Dekat dengan transpotasi umum
5) Dekat dengan sumber air
b. Peindrustian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendistribusian makanan kepada korban
bencana an makanan kepada korban bencana antara
lain :
1) Distribusiandilakukan dengan menggunakan kartu distribusi.
2) Lokasi atau tempat pendistribusian yang aman dan mudah dicapai oleh korban.
3) Waktu pendistribusian yang konsisten dan tepat waktu, misalnya dilakukan 2
kali sehari makan pagi/ siang dilaksanakan jam makan pagi/ siang dilaksanakan
jam 10.00-12 wib, ma 10.00-12 wib, makan sore/ malam 16.00-17.00 wib. kan
sore/ malam 16.00-17.00 wib.
4) Pengambilan jatah sebaiknya diambil oleh kepala keluarga atau perwakilan
sesuai dengan kartu distribusi yang salah
5) Pembagian makanan bisa menggunakan daun, piring, kertas atau sesuai dengan
pertimbangan aman, cepat, praktis dan sehat.

Contoh Kartu :
Nomor Dapur :........................................................................................................
Nomor Kode DU
:...............................................................................................................................
Nama Kepala Keluarga
:.............................................................................................................................
Jumlah Jiwa
:............................................................................................................................
Alamat/Lokasi/Pos
:...........................................................................................................................

6. Pemenuhan Kebutuhan shelter saat Bencana


Setiap orang membutuhkan shelter tempat istirahat dan tidur agar
mempertahankan status, kesehatan pada tingkat yang optimal. Tidur dapat
memperbaiki dapat memperbaiki berbagai sel dalam berbagai sel dalam tubuh.
Apabila kebutuhan istirahat dan tidur tersebut cukup maka jumlah energi yang di
cukup maka jumlah energi yang diharapkan dapat memulihkan status kesehatan
dan mempertahankan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari terpenuhi. Selain itu
orang yang mengalami kelelahan juga memerlukan istirahat dan tidur lebih dari
biasanya.shelter berfungsi sebagai tempat yang er berfungsi sebagai tempat yang
aman untuk berkumpul dan istirahat bagi korban bencana. Shelter juga dapat
berfungsi sebagai tempat bermain untuk anak-anak untuk mengurangi stress pada
anak. Perawat harus mampu mengkaji lokasi pendirian shelter yang aman

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PASCA BENCANA
A. Pengkajian
1. Umum
  Nama
  Usia
  Jenis Kelamin
  Alamat
  Status
  Pekerjaan
  Agama
2. Khusus
a. Data Subjektif
 Menceritakan kejadian / periatiwa yang traumatis
 Mengatakan takut atas kejadian bencana yang terjadi
 Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa bencana yang
dialaminya
 Mengatakan merasa tidak berguna
 Menyatakan was-was
 Merasakan fikiran terganngu
 Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengan menceritakannya lagi
 Mengingkari peristiwa trauma
 Merasa malu
 Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa jantung berdebar-
debar
b. Data Objektif
 Mengasingkan diri
 Menangis
 Marah
 Gelisah
 Menghindar
 Mengasingkan diri
 Depresi
 Sulit berkomunikasi
 Keadaan mood terganggu
 Sesak didada
 Lemah

3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai riwayat
depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stress kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
diband yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang ingkan dengan
individu yang sedang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan mental / jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang ditandai dengan
perasaan perasaan tidak berdaya berdaya pesimis pesimis dan dibayangi
dibayangi dengan masa depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi
kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di massa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa kanak-kanak
akan mempengaruhi individu dalam menghadapi kehilangan dimasa dewasa
4. Faktor Presipitasi
Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial antara lain
kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi sseksualitas, kehilangan keluarga
dan harta benda. Individu yang kehilangan sering menunjukkan perilaku seperti
menangis atau tidak mampu menangis , marah, putus asa, kadang ada tanda upaya
bunuh diri atau melukai orang lain yang akhirnya membawa pasien dalam
keadaan depresi.
5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME
b. Kehadiran ditempat Ibadah
c. Pentingna Agama dalam kehidupan pasien
d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian

6. Orang-orang terdekat
a. Status perkawinan
b. Siapa orang terdekat
c. Anak-anak
d. Kebiasaan pasien dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya
e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit atau masalah
f. Proses interaksi apakah yang terdapat dalam keluarga
a. Gaya hidup keluarga, misal: Diet, mengikuti pengajian
7. Sosioekonomi
a. Pekerjaan: keuangan
b. Faktor-faktor lingkungan: rumah,pekeerjaan dan rekreasi
c. Penerimaan sosial terhadap penyakit / kondisi, misal : PMS,HIV,Obesitas,dll
8. Kultural
a. Latar belakang etnis
b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit
c. Faktor-faktor kultural yang dihubngkan dengan penyakit secara umum dan
respon terhadap rasa sakit
d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan
B. Diagnosa Diagnosa Keperawata Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan Aktual atau perasaan
2. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional, stress, perubahan status
lingkungan, ancaman kematian, kurang pengetahuan.
3. Takut berhubungan dengan perubahan status lingkungan ( bencana alam)
4. Harga diri rendah situasional berh Harga diri rendah situasional berhubungan
dengan ubungan dengan kehilangan kehilangan (keluarga dan harta (keluarga dan
harta benda)
5. Resiko distress spiritual dengan faktor resiko perubahan lingkungan bencana
alam.

C. Intervensi Keperawatan
- gangguan tidur Menunjukkan Memberikan keamanan dan
Gemetar berkurangnya mengurangi takut
- anoreksia, mulut kering kecemasan - libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
- Peningkatan TD, denyut NOC :Anxiety control - Instruksikan pada pasien
nadi, Fear control untuk
RR Setelah dilakukan menggunakan tehnik
- Kesulitan bernafas tindakan relaksasi
- Bingung keperawatan selama 3 - Dengarkan dengan penuh
- Bloking dalam kali perhatian
pembicaraan pertemuan takut - Identifikasi tingkat
- Sulit berkonsentrasi pertemuan takut klien kecemasan
teratasi klien teratasi - Bantu pasien mengenal
dengan kriteria hasil : situasi
- Memiliki informasi yang menimbulkan
untuk kecemasan
mengurangi takut - Dorong pasien untuk
- Menggunakan tehnik mengungkapkan perasaan,
relaksasi ketakutan, persepsi
- Mempertahankan - Kelola pemberian obat
hubungan sosial dan anti
fungsi cemas
peran
- Mengontrol respon
takut
Takut berhubungan NOC :Anxiety control NIC:
dengan perubahan status Fear control Coping Enhancement
lingkungan lingkungan Setelah dilakukan - Bina dan jalin hubungan
(bencana alam), ditandai tindakan saling
dengan keperawatan selama 3 percaya.
DS : Peningkatan kali pertemuan takut - Sediakan reinforcement
ketegangan,panik, pertemuan takut klien positif
penurunan kepercayaan teratasi klien teratasi ketika pasien melakukan
diri, cemas dengan kriteria hasil : perilaku untuk mengurangi
DO : - Memiliki informasi takut
- penurunan penurunan untuk mengurangi - Sediakan perawatan yang
produktivitas takut berkesinambungan
produktivitas - Menggunakan tehnik - Kurangi stimulasi
kemampuan belajar relaksasi lingkungan
- penurunan penurunan Mempertahankan yang dapat menyebabkan
kemampuan kemampuan hubungan sosial dan misinterprestasi
menyelesaikan masalah fungsi - Dorong mengungkapkan
- mengidentifikasi obyek peran secara verbal perasaan,
ketakutan, - Mengontrol respon persepsi dan rasa takutnya
- peningkatan takut - Perkenalkan dengan orang
kewaspadaan yang
- Anoreksia mengalami kejadian
- mulut kering bencana
- diare, mual yang sama
- pucat, muntah - Dorong klien untuk
- perubahan tanda-tanda mempraktekan tehnik
vital relaksasi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana.
Dengan banyaknya bencana, banyaknya bencana, kesiagaan dan kesiagaan dan
pelaksanaan tanggap benc pelaksanaan tanggap bencana harus dilakuk ana harus
dilakukan dengan an dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan ditimbulkan
bencana bencana tidaklah tidaklah sederhana, sederhana, maka penanganan
penanganan korban bencana harus dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik
sehingga korban yang mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional
dapat ditangani dengan baik dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan
kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana. Seharusnya
modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar secara aktif turut
melakukan tindakan tanggap bencana.
B. Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk
melakukan pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan di daerah yang sedang
mengalami mengalami bencana, bencana, oleh karena itu diharapkan bagi
mahasiswa keperawatan maupun perawat yang sudah berpengalaman dalam
praktik pelayanan kesehatan mau untk berperan dalam penanggulangan bencana
yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang didapat di bangku perkuliahan sangat
relevan dengan yang terjadi di masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan
yang biasanya muncul di tempat yang sedang terjadi bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Online(https://id.scribd.com/uploaddocument?
archive_doc=374111164&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C
%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C
%22platform%22%3A%22web%22%7D) di akses pada di akses pada tgl
11/30/2019

Online(https://www.academia.edu/28844751/
MAKALAH_KONSEP_AREA_BENCANA?auto=download) di akses pada tgl
11/30/2019 di akses pada tgl 11/30/2019

Online(https://ugm.ac.id/id/berita/17336-penanganan-kelompok-rentan-perlu-
diprioritaskansaat-bencana) di akses pada tgl 11/30/2019 di akses pada tgl
11/30/2019

Online(https://www.starjogja.com/2018/10/31/kelompok-rentan-jadi-pioritas-
bencana/)di akses pada tgl 11/30/2019

Anda mungkin juga menyukai