PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana. Seringkali risiko
tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak dikelola dengan baik.
Hal ini menyebabkan terkadang, dan mungkin juga sering, bencana terjadi secara
tak terduga-duga. Dampak paling awal dari terjadinya bencana adalah kondisi
darurat, alah kondisi darurat, dimana terjadi dimana terjadi penurunan-penurunan
drastis drastis dalam kualitas kualitas hidup komunitas komunitas korban yang
menyebabkan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasarnya dengan kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus bisa direspons
secara cepat, dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban
sehingga kondisi kualitas hidup tidak makin parah atau bahkan bisa membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu direspons.
Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai sebuah
akibat pasti punya pasti punya sebab a sebab dan dampakny dan dampaknya, agar
a, agar penanganan b penanganan bencana tidak encana tidak terbatas pada
terbatas pada simpton simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh substansi dan
akar masalahnya. Dengan demikian kondisi darurat perlu dipahami sebagai salah
satu fase dari keseluruhan resiko bencana itu sendiri. Penanganan kondisi darurat
pun perlu diletakkan dalam sebuah perspektif penanganan penanganan terhadap
terhadap keseluruhan keseluruhan siklus bencana. bencana. Setelah Setelah
kondisi kondisi darurat, darurat, biasanya biasanya diikuti dengan kebutuhan
pemulihan (rehabilitasi), rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan
infrastruktur y perbaikan-perbaikan infrastruktur yang penting ang penting bagi
keberlangsungan bagi keberlangsungan hidup komun hidup komunitas), sampai
pada proses kesiapan terhadap bencana, dalam hal ini proses preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan kerja
penguatan kapasitas masyarakat seca penguatan kapasitas masyarakat secara
umum. Dalam ra umum. Dalam kondisi darurat, waktu kerusakan kondisi darurat,
waktu kerusakan terjadi secara sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan
pun biasanya sangat besar. besar. Hal ini menyebabkan menyebabkan perbedaan
perbedaan dalam karakteristik karakteristik respon kondisi kondisi darurat.
darurat. Komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi bencana
(termasuk konflik) dalam rangka memahami latar belakang kebiasaan, kondisi
fisik maupun mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka, sangat
dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi legitimasi
kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa
sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup untuk memenuhi
seluruh kebutuhan komunitas korban bencana. Di sisi lain, sekecil apapun sumber
daya yang kita miliki akan memberikan arti bila didasarkan pada pemahaman
kondisi yang baik dan perencanaan yang tepat dan cepat, mengena pada
kebutuhan yang paling mendesak. Bencana, apapun sebabnya, merupakan hal
yang menganggu tatanan masyarakat dalam segala aspeknya, baik psikologis,
ekonomi, sosial budaya maupun material. Jika kita mengamini faktum bahwa
setiap orang memiliki hak untuk hidup layak maka komunitas manapun yang
mengalami bencana berhak atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas
minimum
B. Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan bencana.
Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang defenisi bencana, klompok
rentan bencana
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang peran perawat dalam
manajemen kejadian bencana
c. Mahasiswa mengetahui dan memahami permasalahan klompok rentan bencana
d. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan di area bencana
e. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada area bencana
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan kerugian
baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat (Urata, 2008).
Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab bencana disebut hazard
( Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah peristiwa
pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan suatu wilayah yang
mengakibatkan kerusakan ekologi, ekologi, kerugian ekologi, kerugian hidup
kerugian ekologi, kerugian hidup bagi manusia manusia serta menurunnya
menurunnya derajat derajat kesehatan kesehatan sehingga sehingga
memerlukan memerlukan bantuan bantuan dari pihak luar (Effendy &
Mahfudli, 2009). Disast pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009). Disaster
menurut WHO adalah setiap kejadian, nurut WHO adalah setiap kejadian,
situasi, kondisi yang terjadi dalam kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).
B. Identifikasi Kelompok Beresiko
Kelompok rentan sering di sebut "kelompok dengan kebutuhan khusus",
"kelompok yang beresiko", "beresiko karena kondisi fisik, psikologis, atau
kesehatan social" setelah bencana. bencana. Banyak upaya yang telah
dilakukan dilakukan dalam persiapan persiapan menghadapi menghadapi
bencana, bencana, namun jarang yang memperhatikan kebutuhan kelompok
rentan, adapun orang yang disebut sebagai kelompok rentan adalah :
1. Orang dengan kebutuhan khusus baik secara fisik ataupun psikologis
2. Wanita
3. Anak-anak
4. Orang tua
5. Orang dipenjara
6. SES (Social Economic Status) Minoritas dan orang yang mengalami
kendala bahasa.
Individu yang mengalami bencana bereaksi terhadap bencana sesuai dengan
caranya masing-masing dan antara satu individu dengan yang lainnya sangat
berbeda.
Setiap bencana bencana memiliki memiliki dampak demografik demografik
tertentu, tertentu, budaya, budaya, dan riwayat riwayat kejadian kejadian
sebelumnya.
Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengartikan
bencana bencana sebagai suatu sebagai suatu peristiwa luar peristiwa luar biasa
yang biasa yang mengganggu mengganggu dan meng dan mengancam kehid
ancam kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam ataupun
manusia, upun manusia, ataupun keduanya. ataupun keduanya. Untuk
menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan berbagai
dukungan termasuk keterlibatan perawat yang merupakan petugas kesehatan yang
jumlahnya jumlahnya terbanyak terbanyak didunia didunia dan salah satu petugas
petugas kesehatan kesehatan yang berada dilini terdepan saat bencana yang
terjadi(Power &daily,2010).
Peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan), tanggap darurat
bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga tahap recovery.
Terdapat individu atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang lebih
rentan terhadap efek lanjut dari kejadian bencana yang memerlukan perhatian dan
penanganan penanganan khusus untuk mencegah mencegah kondisi kondisi yang
lebih buruk pasca bencana. bencana. Kelompok-kelompok ini diantaranya: anak-
anak, perempuan terutama ibu hamil dan meyusui, lansia, individu-individu yang
menderita penyakit kronis dan kecacatan.identifikasi dan pemetaan kelompok
beresiko melalui pengumpulan informasi dan data demografi akan mempermudah
perencanaan tindakan kesiap siagaan dalam menghadapi kejadian bencana
dimasyarakat (Morro.1999, powers &daily, 2010; world
health organization (WHO) & International Council of Nursing(ICN), 2009) :
1. Bayi dan anak-anak
Bayi dan anak-anak sering menjadi korban dalam semua tipe bencana karena
ketidakmampuan mereka melarikan diri dari daerah bahaya. Ketika Pakistan
diguncang gempa oktober 2005, sekitar 16.000 anak meninggal karena gedung
sekolah mereka runtuh. Tanah longsor yang terjadi diLeyte, Filipina, beberapa
tahun lalu me a, beberapa tahun lalu mengubur lebih ngubur lebih dari 200 anak
sekolah yang tengah belajar didalam kelas (Indriyani,2014). Diperkirakan
(Indriyani,2014). Diperkirakan sekitar 70% dari semua kematian akibat bencana
adalah anak-anak baik itu pada bencana anak-anak baik itu pada bencana
alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia alam maupun bencana yang
disebabkan oleh manusia (Power&Daily, 2010). ower&Daily, 2010).
Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah dari orang tua atau wali
mereka saat bencana terjadi. Diperkirakan sekitar 35.000 anak-anak Indonesia
kehilangan satu atau kedua orang tua mereka saat kejadian tsunami 2004.
Terdapat juga laporan adanya perdagangan anak(child-traffcking) yang
perdagangan anak(child-traffcking) yang dialami ol dialami oleh anak-anak yang
kehilangan orang eh anak-anak yang kehilangan orang tua/wali
(powers&daily,2010).
Pasca bencana, anak-anak beresiko mengalami masalah-masalah kesehatan jangka
pendek pendek dan jangka panjang panjang baik fisik dan psikologis psikologis
karena malnutrisi, malnutrisi, penyakit- penyakit- penyakit penyakit infeksi,
infeksi, kurangnya kurangnya skill bertahan bertahan hidup dan komunikasi,
komunikasi, ketidakmampuan ketidakmampuan melindungi diri sendiri,
kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan kemampuan koping. Kondisi tersebut
dapat mengancam nyawa jika tidak diidentifikasi dan ditangani dengan segera
oleh petugas kesehatan (powes&daily 2010; Veenema,2007).
2. Perempuan
Diskriminasi terhadap perempuan dalam kondisi bencana telah menjadi isu viral
yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Oleh karena itu, intervensi-
intervensi kemanusiaan dalam penanganan bencana yang memperhatikan standar
internasional perlindungan perlindungan hak asasi manusia manusia perlu
direncanakan direncanakan dalam semua stase penanganan penanganan bencana.
(Klynman,koupp bencana. (Klynman,kouppari,& mukhier,2007). ari,&
mukhier,2007).
Studi kasus bencana alam yang dilakukan di Bangladesh mendapati bahwa pola
kematian akibat bencana dipengaruhi oleh relasi gender yang ada, meski tidak
selalu konsisten. Pola ini menempatkan perempuan, terlebih bagi yang hamil,
menyusui dan lansia lebih beresiko karena keterbatasan mobilitas secara fisik
dalam situasi darurat(Enarson,2000; Indiriyani,2014; Klynman et al,2007).
Laopran PBB pada tahun 2001 yang berjudul “Women Disaster Reduction and
Sustainable Development” menyebutkan bahwa perempuan menerima dampak
bencana yang lebih besar. Dari 120 ribu orang yang meninggal karena badai
siklon diBangladesh tahun 1991, korban dari kaum perempuan menempati jumlah
terbesar. Hal ini disebabkan karena norma kultural membatasi akses mereka
terhadap peringatan bahaya dan akses ketempat perlindungan ketempat
perlindungan (Fatimah,2009 diku (Fatimah,2009 dikutip dalam In tip dalam
Indriyani,2014). driyani,2014).
3. Lansia
Lansia merupakan salah saat kelompok yang rentan secara fisik, mental dan
ekonomik saat dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan
kemampuan mobilitas fisik dan atau karena mengalami masalah kesehatan kronis
(Klynman et al,2007). Di Amerika serikat, lebih dari 50% korban kematian akibat
dari badai Katrina adalah lansia dan diperkirakan sekitar 1.300 lansia yang hidup
mandiri sebelum kejadian badai tersebut harus dirawat dipanti jompo setelah
bencana alam itu terjadi (Powers & daily,2010). Pasca bencana, kebutuhan lansia
sering terabaikan dan mengalami diskriminasi, contohnya contohnya dalam hal
distribusi kebutuh dalam hal distribusi kebutuhan hidup an hidup dan finansial
pasca b dan finansial pasca bencana. Hak-hak encana. Hak-hak dan kebutuhan
spesifik lansia kadang-kadang terlupakan yang dapat memperparah masalah
kesehatan dan kondisi depresi pada lansia tersebut (Klynmman et al,2007)
4. Indvidu dengan ke Indvidu dengan keterbatan fisik (k terbatan fisik (kecacatan)
d ecacatan) dan penyakit kronis
penyakit kronis Menurut WHO, terdapat lebih dari 600 juta orang Menurut WHO,
terdapat lebih dari 600 juta orang yang menderita kecacatan diseluruh g menderita
kecacatan diseluruh dunia atau mewakili sekitar 7-10% dari populasi global. 80%
diantaranya tinggal dinegara berkembang. Angka ini terus meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk, penduduk, angka harapan hidup harapan
hidup dan kemajuan kemajuan d bidang kesehatan (Klyn kesehatan (Klynman et
al, 200 al, 2007).
Di Amerika serikat, setelah kejadian banjir di grand forks, north Dakota tahun
1997, barulah barulah dibangun dibangun rumah perlindungan perlindungan yang
dapat diakses diakses oleh korban bencana bencana yang menggunakan kursi
roda. Pada saat terjadi bencana kebakaran di California, tahun 2003, banyak
banyak individu-individu individu-individu cacat pendengaran pendengaran tidak
memahami memahami level bahaya bencana bencana tersebut karena kurangnya
informasi yang bisa mereka pahami (powers &daily,2010). Orang cacat, karena
keterbatasan fisik yang mereka alami beresiko sangat rentan saat terjadi
bencana,Namun mereka sering mengalami diskriminasi dimasyarakat dan tidak
dilibatkan pada semua level kesiap-siagaan, mitigasi dan intervensi dan
penanganan bencana bencana (Klynman et.al, 2007). (Klynman et.al, 2007).
5. Narapidana yang Narapidana yang dipenjar dipenjara
Karena status mereka sebagai tahanan, sehingga mereka sangat tergantung dengan
pemerintah pemerintah sebagai sebagai pemegang pemegang otoritas. otoritas.
Narapidana Narapidana tidak dapat melakukan melakukan evakuasi evakuasi
sendiri, mencari p sendiri, mencari pertolongan medis ertolongan medis sendiri,
ataupun sendiri, ataupun mencari makanan ataupun mencari makanan ataupun
tempat penampungan penampungan sendiri. sendiri. Lebih lanjut, lanjut, dalam
situasi situasi bencana bencana yang sangat besar, kalau narapidana melakukan
semuanya sendiri ada narapidana melakukan semuanya sendiri ada kemungkin
kemungkinan penyerangan yang dilakukan an penyerangan yang dilakukan oleh
sesama anggota narapida ataupun penyerangan kepada masyarakat.
6. Social Economic Status (SES) minoritas dan orang yang mengalami kendala
bahasa
Kelompok dengan SES rendah yang tidak memiliki asuransi untuk mengcover
kondisi mereka setelah bencana sehingga membuat beban psikologis menjadi
lebih berat. Kelompok dengan kendala bahasa juga sangat susah dalam
mengkomunikasikan hal-hal apa yang mereka butuhkan sehingga relawan bisa
membantu secara cepat dan tepat. Keluarga Keluarga yang sebelumnya yang
sebelumnya sejahtera sejahtera dan mengalami dan mengalami kebangkrutan
karena kebangkrutan karena kejadian bencana dan menerima bantuan dari orang
lain juga rentan untuk mengalami stress akibat bencana
7. Penduduk asli setempat (indigenous people)
Indigenous people termasuk kelompok rentan karena status mereka sebagai orang
pinggiran yang pinggiran yang termarginalkan, kondisi fisik dan termarginalkan,
kondisi fisik dan rumah yang tidak rumah yang tidak baik, problem terkait baik,
problem terkait dengan kehilangan budaya dan kesedihan yang dapat
menyebabkan stress dan trauma. Mereka juga mungkin akan dipindahkan dari
“tem Mereka juga mungkin akan dipindahkan dari “tempat penting” menurut
budaya enting” menurut budaya mereka.
8. Pengungsi dan migran
Riset sebelumnya menunjukkan bahwa pengungsi yang berasal dari Negara lain
rentan untuk terkena PTSD ketika terjadi bencana. Namun penelitian terbaru
menunjukkan hal yang bertolak belakang bahwa PTSD dikalangan pengungsi
rendah meskipun menghadapi berbagai macam kejadian traumatis. Hal ini karena
adanya dukungan yang tepat membuat mereka bisa settle di Negara baru mereka,
dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan masyarakat di Negara baru
mereka (Silove, 1999; Silove et al, 1993). Jadi hanya pengungsi minoritas saja
yang mengalami hal-hal terkait dengan PTSD dan depresi.
Memahami secara utuh batasan tentang bencana dan fokus konseptual
penanggulangan penanggulangan bencana bencana adalah manusia manusia yang
potensial potensial sebagai sebagai korban, korban, maka 2 hal mendasar yang
perlu menjadi fokus utama adalah mengenali kelompok rentan (vulnerable group)
dan meningkatkan kapasitas masyarakat sebagai subjek penyelenggaraan
penanggu penyelenggaraan penanggulangan bencana. langan bencana.
Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi
bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi
bahaya tertentu.
Dalam undang-undang penanggulangan bencana pasal 55 dan penjelasan pasal 26
ayat 1, disebutkan bahwa masyarakat rentan bencana adalah anggota masyarakat
yang membutuhkan bantuan karena keadaan yang disandangnya, diantaranya
bayi, balita,anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang cacat dan lanjut usia.
Kerentanan ini dapat menimbulkan beragam penyebab, mencakup:
9. Kerentana Kerentanan fisik
Kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya
tertentu, misalnya kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang tinggal
didaerah r ng tinggal didaerah rawan gempa awan gempa dan tanggul pengaman
banjir bagi masyarakat didekat bantaran sungai.
10. Kerentana Kerentanan ekonomi ekonomi
Kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam pengalokasian sumber
daya untuk pencegahan dan mitigasi serta penanggulangan bencana. Pada
umumnya masyarakat miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya
karena ti rhadap bahaya karena tidak punya dak punya kemampuan finansial yang
memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
11. Kerentanan sosial
Kondisi sosial masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman bencana dan resiko bencana serta tingkat kesehatan yang rendah juga
berpotensi meningkatkan kerentanan.
12. Kerentana Kerentanan perilaku n perilaku atau lingkungan atau lingkungan
Keadaan lingkungan sekitar masyarakat tinggal. Misalnya, masyarakat yang
tinggal dilereng bukit atau lereng pegunungan rentan terhadap ancaman bencana,
tanah longsor, sedangkan masyarakat yang tinggal didaerah sulit air akan rentang
terhadap bencana kekeringan.
Contoh Kartu :
Nomor Dapur :........................................................................................................
Nomor Kode DU
:...............................................................................................................................
Nama Kepala Keluarga
:.............................................................................................................................
Jumlah Jiwa
:............................................................................................................................
Alamat/Lokasi/Pos
:...........................................................................................................................
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PASCA BENCANA
A. Pengkajian
1. Umum
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Agama
2. Khusus
a. Data Subjektif
Menceritakan kejadian / periatiwa yang traumatis
Mengatakan takut atas kejadian bencana yang terjadi
Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa bencana yang
dialaminya
Mengatakan merasa tidak berguna
Menyatakan was-was
Merasakan fikiran terganngu
Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengan menceritakannya lagi
Mengingkari peristiwa trauma
Merasa malu
Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa jantung berdebar-
debar
b. Data Objektif
Mengasingkan diri
Menangis
Marah
Gelisah
Menghindar
Mengasingkan diri
Depresi
Sulit berkomunikasi
Keadaan mood terganggu
Sesak didada
Lemah
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai riwayat
depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stress kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
diband yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang ingkan dengan
individu yang sedang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan mental / jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang ditandai dengan
perasaan perasaan tidak berdaya berdaya pesimis pesimis dan dibayangi
dibayangi dengan masa depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi
kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di massa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa kanak-kanak
akan mempengaruhi individu dalam menghadapi kehilangan dimasa dewasa
4. Faktor Presipitasi
Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial antara lain
kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi sseksualitas, kehilangan keluarga
dan harta benda. Individu yang kehilangan sering menunjukkan perilaku seperti
menangis atau tidak mampu menangis , marah, putus asa, kadang ada tanda upaya
bunuh diri atau melukai orang lain yang akhirnya membawa pasien dalam
keadaan depresi.
5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME
b. Kehadiran ditempat Ibadah
c. Pentingna Agama dalam kehidupan pasien
d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian
6. Orang-orang terdekat
a. Status perkawinan
b. Siapa orang terdekat
c. Anak-anak
d. Kebiasaan pasien dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya
e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit atau masalah
f. Proses interaksi apakah yang terdapat dalam keluarga
a. Gaya hidup keluarga, misal: Diet, mengikuti pengajian
7. Sosioekonomi
a. Pekerjaan: keuangan
b. Faktor-faktor lingkungan: rumah,pekeerjaan dan rekreasi
c. Penerimaan sosial terhadap penyakit / kondisi, misal : PMS,HIV,Obesitas,dll
8. Kultural
a. Latar belakang etnis
b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit
c. Faktor-faktor kultural yang dihubngkan dengan penyakit secara umum dan
respon terhadap rasa sakit
d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan
B. Diagnosa Diagnosa Keperawata Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan Aktual atau perasaan
2. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional, stress, perubahan status
lingkungan, ancaman kematian, kurang pengetahuan.
3. Takut berhubungan dengan perubahan status lingkungan ( bencana alam)
4. Harga diri rendah situasional berh Harga diri rendah situasional berhubungan
dengan ubungan dengan kehilangan kehilangan (keluarga dan harta (keluarga dan
harta benda)
5. Resiko distress spiritual dengan faktor resiko perubahan lingkungan bencana
alam.
C. Intervensi Keperawatan
- gangguan tidur Menunjukkan Memberikan keamanan dan
Gemetar berkurangnya mengurangi takut
- anoreksia, mulut kering kecemasan - libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
- Peningkatan TD, denyut NOC :Anxiety control - Instruksikan pada pasien
nadi, Fear control untuk
RR Setelah dilakukan menggunakan tehnik
- Kesulitan bernafas tindakan relaksasi
- Bingung keperawatan selama 3 - Dengarkan dengan penuh
- Bloking dalam kali perhatian
pembicaraan pertemuan takut - Identifikasi tingkat
- Sulit berkonsentrasi pertemuan takut klien kecemasan
teratasi klien teratasi - Bantu pasien mengenal
dengan kriteria hasil : situasi
- Memiliki informasi yang menimbulkan
untuk kecemasan
mengurangi takut - Dorong pasien untuk
- Menggunakan tehnik mengungkapkan perasaan,
relaksasi ketakutan, persepsi
- Mempertahankan - Kelola pemberian obat
hubungan sosial dan anti
fungsi cemas
peran
- Mengontrol respon
takut
Takut berhubungan NOC :Anxiety control NIC:
dengan perubahan status Fear control Coping Enhancement
lingkungan lingkungan Setelah dilakukan - Bina dan jalin hubungan
(bencana alam), ditandai tindakan saling
dengan keperawatan selama 3 percaya.
DS : Peningkatan kali pertemuan takut - Sediakan reinforcement
ketegangan,panik, pertemuan takut klien positif
penurunan kepercayaan teratasi klien teratasi ketika pasien melakukan
diri, cemas dengan kriteria hasil : perilaku untuk mengurangi
DO : - Memiliki informasi takut
- penurunan penurunan untuk mengurangi - Sediakan perawatan yang
produktivitas takut berkesinambungan
produktivitas - Menggunakan tehnik - Kurangi stimulasi
kemampuan belajar relaksasi lingkungan
- penurunan penurunan Mempertahankan yang dapat menyebabkan
kemampuan kemampuan hubungan sosial dan misinterprestasi
menyelesaikan masalah fungsi - Dorong mengungkapkan
- mengidentifikasi obyek peran secara verbal perasaan,
ketakutan, - Mengontrol respon persepsi dan rasa takutnya
- peningkatan takut - Perkenalkan dengan orang
kewaspadaan yang
- Anoreksia mengalami kejadian
- mulut kering bencana
- diare, mual yang sama
- pucat, muntah - Dorong klien untuk
- perubahan tanda-tanda mempraktekan tehnik
vital relaksasi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana.
Dengan banyaknya bencana, banyaknya bencana, kesiagaan dan kesiagaan dan
pelaksanaan tanggap benc pelaksanaan tanggap bencana harus dilakuk ana harus
dilakukan dengan an dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan ditimbulkan
bencana bencana tidaklah tidaklah sederhana, sederhana, maka penanganan
penanganan korban bencana harus dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik
sehingga korban yang mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional
dapat ditangani dengan baik dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan
kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana. Seharusnya
modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar secara aktif turut
melakukan tindakan tanggap bencana.
B. Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk
melakukan pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan di daerah yang sedang
mengalami mengalami bencana, bencana, oleh karena itu diharapkan bagi
mahasiswa keperawatan maupun perawat yang sudah berpengalaman dalam
praktik pelayanan kesehatan mau untk berperan dalam penanggulangan bencana
yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang didapat di bangku perkuliahan sangat
relevan dengan yang terjadi di masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan
yang biasanya muncul di tempat yang sedang terjadi bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Online(https://id.scribd.com/uploaddocument?
archive_doc=374111164&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C
%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C
%22platform%22%3A%22web%22%7D) di akses pada di akses pada tgl
11/30/2019
Online(https://www.academia.edu/28844751/
MAKALAH_KONSEP_AREA_BENCANA?auto=download) di akses pada tgl
11/30/2019 di akses pada tgl 11/30/2019
Online(https://ugm.ac.id/id/berita/17336-penanganan-kelompok-rentan-perlu-
diprioritaskansaat-bencana) di akses pada tgl 11/30/2019 di akses pada tgl
11/30/2019
Online(https://www.starjogja.com/2018/10/31/kelompok-rentan-jadi-pioritas-
bencana/)di akses pada tgl 11/30/2019