Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KELOMPOK V

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA BENCANA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes HANGTUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2015

PENYUSUN
GUSTIN NUR ISNAINI

12031019

IBNU AGUS SETIAWAN

12031020

INAYATI ULFA

12031021

IYONG JUNIRO

12031022

JULITA HIDAYATUNNUR

12031023

KHARUNNISA

12031024

LIA RACHMITASARI

12031025

LILI SUDARNI

12031026

MARLIWATI

12031027

Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan
Jiwa pada Bencana. Selawat berserta salam kami sanjungkan kepangkuan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan
seperti yang kita rasakan sekarang.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,baik secara langsung
maupun tidak langsung .Kami juga menyadari bahwa tugas makalah ini masih perlu perbaikan,
untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
tugas makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat dan disusun, besar harapan kami mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi kami secara pribadi dan juga kepada pembaca secara umum. Dan
tentunya juga mudah-mudahan terbitnya makalah ini bernilai ibadah kepada Allah SWT.

Pekanbaru, 2 Mei 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana dapat menyebabkan individu dan keluarga mengalami gangguan baik secara fisik
maupun mental. Peristiwa bencana alam dan konflik yang terjadi dibeberapa daerah diindonesia
telah menyebabkan banyak individu, keluarga dan masyarakat mengalami troma baik fisik
maupun psikologis. Trauma yang dialami mengakibatkan individu jatuh pada kondisi krisis.
Masalah kesehatan mental yang lebih berat akan timbul bila krisis yang dialami tidak
terselesaikan (Keliat, 2011).
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang turut serta dalam penanggulangan
bencana harus mempunyai keterampilan khusus untuk membantu individu, keluarga, dan
masyarakat yang dialami (Keliat, 2011).
Menurut Dr. Nova Riyanti, Sp.Kj, sebanyak 70-80 persen orang yang mengalami peristiwa
traumatik akibat bencana alam akan memunculkan gejala-gejala distress mental seperti
ketakutan, gangguan tidur, mimpi buruk, panik, siaga berlebihan, berduka, dan lain-lain.
Menurut hal itu merupakan respon wajar dalam situasi tidak normal seperti bencana alam. Meski
demikian, umumnya keadaan tersebut bersifat sementara, sebagian besar akan pulih secara
alamiah dengan berlalunya waktu, meskipun tanpa intervensi yang spesifik. Dari keseluruhan
korban bencana, walaupun pada awal bencana mungkin hampir semua mengalami distress
mental, hanya sekitar 20-30 persen saja yang akan mengalami gangguan jiwa berat. Gangguan
pada kesehatan jiwa dapat membuat penderita tidak produktif dan bergantung pada orang lain
(Marchira, 2004).
Untuk menanggulangi dampak buruk tersebut, perlu tenaga-tenaga kesehatan yang siap untuk
membantu mereka, khususnya di pelayanan tingkat primer, karena tenaga khusus kesehatan jiwa
masih terbatas.
1.2 Tujuan
1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan jiwa pada bencana
2 Tujuan Khusus
a Memahami pengertian bencana
b Memahami penyebab terjadinya bencana
c Mengidentifikasi proses terjadinya bencana

d
e
f

Mengidentifikasi respon indifidu terhadap bencana


Mengenali tanda dan gejala klien yang mengalami krisis
Mempraktekan langkah-langkah sistematis yang dapat dilakukan saat menghadapi

g
h

klien yang mengalami krisis


Menilai keberhasilan tindakan krisis yang telah dilakukan
Merujuk klien krisis yang memerlukan penanganan lanjutan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bencana
Bencana adalah kejadian yang disebabkan oleh perbuatan manusia ataupun perubahan dalam
yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran sehingga perlu bantuan orang lain untuk
memperbaikinya. Bencana akan selalu menimbulkan kerugian dan penderitaan serta
mempengaruhi aspek-aspek kehidupan seseorang, keluarga, kelompok, maupun masyarakat
secata umum sehngga diperlukan cara-cara khusus untuk mencegah dan mengelolanya (Keliat,
2011).
Bencana yang terjadi dapa dibagi berdasarkan sifatnya sebagai alamiah maupun buatan
manusia dan mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan sehingga korban bencana

membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya secara lebih sederhana pengertian
bencana adalah kejadian yang membutuhkan usaha ekstra keras lebih dari respon terhadap situasi
kedaruratan biasa (Keliat, 2011).
Dalam upaya mengatasi berbagai kendala yang terjadi, maka dilakukan upaya-upaya seperti :
1. Menyebarkan leaflet mengenai gejala gangguan mental sebagai dampak adanya trauma
kepada masyarakat umum di perkemahan penduduk dan di masjidsaat Sholat Jumat.
2. Case finding secara aktif di perkemahan penduduk.
3. Memberi penyuluhan untuk deteksi dini adanya gangguan mental kepada guru dan siswa
sekolah.
4. Dialog interaktif kepada masyarakat di beberapa radio swasta.
5. Memberikan tambahan pengetahuan dan ketrampilan tentang kesehatan mental kepada
petugas kesehatan puskesmas di Dinkes.
6. Mengusahakan tambahan persediaan obat psikotropika.
7. Membuka poliklinik psikiatri di RSUD yang melayani setiap hari untuk menerima
rujukan dari masyarakat secara cuma-Cuma (Marchira, 2004).

2.2 Penyebab Bencana


Bencana dapat terjadi secara alamiah ataupun dibuat oleh manusia. Beberapa kejadian alam
yang menyebabkan bencana antara lain gunung meletus, gempa bumi, banjir bandang, angina
topan, sunami, angina putting beliung, dan wabah. Sedangkan kejadian buatan manusia yang
menimbulkan bencana antara lain terror bom, konflik pertikayan yang berkepanjangan. (Keliat,
2011).
Biasanya bencana alam disertai oleh adanya benda-benda yang secara kimia, biologis, atau
fisik dapat mengancam keselamatan, kesehatan, atau harta benda yang dimiliki manusia. Lahar
dan awan panas dari letusan gunung merapi, air akibat banjir, angina yang menyertai topan, gasgas berbahaya yang muncul dari tanah akibat gempa, asap beracun akibat kebakaran dan lain-lain
adalah benda-benda yang sering menyertai bencana (Keliat, 2011).
2.3 Proses Terjadinya Bencana
Non-Bencana

Bencana

pascabencana

stabil

Trauma

Krisis

Trauma
E

Krisis

1. Non- Bencana
Kita telah ketahui bersama bahwa daerah-daerah tertentu diindonesia cendrung mudah
mengalami bencana gempa karena Indonesia terletak pada jalur gempa. KondisiNonbencana adalah kondisi tidak ada bencana (stabil) pada lokasi rawan bencana seperti
daerah pantai atau penggunaan, daerah jalur gempa, daerah pinggiran sungai, lokasi
pemukiman padat, gedung-gedung tinggi dan lain-lain.
2. Bencana
Tahapan ini meliputi 2 kondisi yaitu prabencana (saat diprediksi akan terjadi bencana
tetapi belum benar-benar terjadi) dan bencana (24 pukul pertama setelah terjadi bencana).
Karakteristik fase ini adlah tanda-tanda awal terjadinya bencana (seperti air yang
meninggi, uap panas dan butiran batu dari kawah gunung berapi), sehingga 24 pukul
setelah bencana.
Untuk itu yang dilakukan adalah mengingatkan masyarakat (peringatan, siaga I-III),
mobilisasi, dan evakuasi jika perlu.Segera setelah terjadinya bencana diindividu atau
masyarakat pada area yang terkena akan mengalami trauma dan berada pada situasi krisis
akibat perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupannya. Perubahan ini dapat
menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan bagi individu maupun masyarakat yang
terkena. Beberapa kondisi yang biasanya menyertai bencana antara lain adalah kematian,
kerusakan, dan kehilangan harta benda, serta perpisahan dengan orang lain yang dicintai.
3. Pasca bencana
Individu yang mengalami bencana dapat dipastikan akan mengalami trauma. Trauma
adalah cedera fisik yang disebabkan oleh tindakan kekerasan, kerusakan, atau masuknya
zat racun kedalam tubuh, atau cedera psikologis akibat syok emosional yang berat.
Trauma psikologis sama pentingnya dengan trauma fisik, bahkan dapat meninggalkan
luka hati yang tak kunjung sembuh.
Kondisi trauma yang dialami korban bencana menyebabkan kondisi krisis. Krisis
adalah reaksi terhadap kejadian, masalah atau trauma yang sangat dari individu akibat

ketidak mampuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami. Perubahan
yang terjadi secara tiba-tiba akibat sesuatu kejadian sehingga menimbulkan kegoncangan
(ketidak seimbangan) emosional merupakan kondisi yang menandakan terjadinya krisis.
Bencana meninggalkan dampak psikologis yang bervariasi pada individu yang
terkena. Dukungan emosional sangat penting untuk membantu individu memulai proses
penyembuhannya dan membantu mereka mengatasi penderitaan yang dialami akibat
bencana.
Untuk mengatasi respons krisis pascatrauma, tindakan yang dilakukan yang
ditunjukkan pada kondisi pascabencana meliputi fase emergency (segera setelah bencana)
dan fase rekonstruksi (mulai diberikan bantuan yang terkonsentrasi pada perbaikan
aspek-aspek kehidupan yaitu kebutuhan dasar manusia) (Keliat, 2011).

2.4 Respon Individu Terhadap Bencana


Menurut (Keliat, 2011) pada bagian ini kita akan mempelajari prilaku yang diperlihatkan
individu yang mengalami bencana. Dampak psikologis yang diakibatkan bencana sangat
bervariasi. Factor keseimbangan yang memengaruhi respons individu terhadap ksrisis adalah
persepsi terhadap kejadian, system pendukung yang dimiliki dan mekanisme koping yang
digunakan. Reaksi emosiyang dapat diobservasi dari individu yang menjadi korban. Ada 3
tahapan reaksi emosi yang dapat terjadi setelah bencana.
1. Reaksi individu segera (24 pukul) setelah bencana adalah :
a. Tegang, cemas, panic
b. Terpaku, linglung, syok, tidak percaya
c. Gembira atau euvoria, tidak terlalu merasa menderita
d. Lelah, bingung
e. Gelisah, menangis, menarik diri
f. Merasa bersalah
Reaksi ini masih reaksi normal terhadap situasi yang abnormal dan memerlukan upaya
pencegahan primer.
2. Minggu pertama sampai ketiga setelah bencana
a. Ketakutan, waspada, sensitive, mudah marah, kesulitan tidur
b. Khawatir, sangat sedih
c. Mengulang-ngulang kembali akan kejadian
d. Bersedih

e. Reaksi positif yang masih dimiliki : berharap atau berfikir tentang masa depan,
terlibat dlaam kegiatan menolong dan menyelamatkan
f. Menerima bencana sebagai takdir
Reaksi ini masih termasuk respon normal yang membutuhkan tindakan psikososial
minimal ; termasuk untuk respon yang maladaptive
3. Lebih dari minggu keetiga setelah bencana. Reaksi yang dapat diperlihatkan dan dapat
menetap dan dimanifestasikan dengan :
a. Kelelahan
b. Merasa panic
c. Kesedihan terus berlanjut, pesimis, dan berfikir tidak realistis
d. Tidak beraktivitas, isolasi dan menarik diri
e. Kecemasan yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusing, letih, mual, sakit
kepala, dll
Pada sebagian korban bencana yang selamat dapat mengalami gangguan mental akut yang
timbul dari beberapa minggu hingga berbulan-bulan sesudah bencana. Beberapa bentuk
gangguan tersebut antara lain reaksi akut terhadap stress, berduka dan berkabung, gangguan
mental yang terdiagnosis, gangguan penyesuaian, gangguan mental yang kambuh kembali, atau
semakin berat, dan psikosomatis. Kondisi ini masih membutuhkan bantuan psikososial dari
tenaga kesehatan professional (Keliat, 2011).
2.5 Cara Mengelola Bencana
Setelah anda mempelajari tahapan bencana dan berbagai respons individu terhadap bencana
maka tindakan keperawatan bencana sesuai dengan proses terjadinya terbagi dalam 3 tahapan :
Program antisipasis untuk kondisi prabencana, Tindakan segera untuk kondisi segera setelah
bencana, Pemulihan untuk kondisi pascabencana.

Non-bencana &
prabencana

Bencana/emergency

Antisipasi

segera setelah bencana

Rekonstruksi

pemulihan

1. Program antisipasis untuk kondisi prabencana


Pada tahap ini lingkup tindakan ditujukan pada kesiapan individu dan masyarakat
untuk mengantisipasi bencana. Pada lokasi-lokasi yang diperkirakan mengalami bencana
rencana perlu dilakukan tindakan antisipasi agar masyarakat dapat melakukan tindakan
yang tepat apabila terjadi bencana.
Secara professional perlu mengetahui secara jelas rencana penanganan (protap) yang
telah disusun berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama palang merah
Indonesia. Masyarakat perlu diajarkan beberapa hal yang merupakan tanda-tanda
bencana, mengingatkan bencana yang pernah terjadi sebelumnya, mengingatkan tindakan
yang perlu dilakukan masyarakat, mobilisasi dan evakuasi jika perlu. Beberapa contoh
tindakan antisipatif.
2. Tindakan segera setelah bencana (emergensi)
Segera setelah bencana perilaku yang terlihat adalah masyarakat saling membantu satu
sama lain (karena bantuan dari luar belum ada) jenis bantuan segera yang akan diberikan
dari luar daerah bencana antara lain berupa bantuan kesehatan, perbaikan komunikasi dan
tranportasi, diteksi terhadap penyakit menular dan gangguan mental serta evaluasi korban
selamat jika diperlukan.
Tindakan yang perlu anda dilakukan

harus sesuai dengan area yang mengalami

bencana dan bantuan yang dibutuhkan.


a. Tingkat I. Bencana pada tingkat ini membutuhkan bantuan emergensi medik,
kepolisian, pemadam kebakaran, SAR dari daerah setempat. Mis,. Kebakaran pada
semua rumah, tengelam dan kecelakaan lalulintas.
b. Tingkat II. Pada tingkat ini dibutuhkan bantuan dengan cakupan yang lebih luas
biasanya biasanya melibatkan tim kesehatan, SAR dan kepolisian satu provinsi
karana bencana yang lebih luas. Mis,. Kecelakaan atau bom disebuah gedung atau
didaerah khusus.
c. Tingkat III. Pada tingkat ini penanganan bencana sudah membutuhkan bantuan dari
unsur dimasyarakat yang dilibatkan satu negara, seperti gempa bumi, angin ribut,
banjir bandang, dan air bah.
Tsunami dan bencana diaceh dan nias termasuk pada bencana tingkat III. Saat terjadi
bencana dimasyarakat mengalami krisis maka keterlibatan tenaga kesehatan sangat
diperlukan. Relawan kesehatan mental dibutuhkan segera setelah terjadi bencana,
terutama ditempat tempat yang bermasalah seperti dirumah sakit dan tempat
pengungsian. Gunakan metode jemput bolas(mendatangi para korban) dalam

membantu pada korban. Jika anda melakukan penanganan pada kondisi tersebut diatas
penanganan dilakukan di tempat pasien berada, dirumah sakit, puskesmas atau
pengungsian.
Bila anda menemukan korban korban dengan kondisi mental yang berat ( gangguan
oreantasi realita [halusinasi, waham, bicara kacau]) segera rujuk kelayanan kesehatan
(puskusmas, RSU, RS) agar memperoleh perawatan atau pengobatan yang lebih tepat
oleh perawat kesehatan jiwa masyarakat, psikolog dan psikiater. Bentuk tindakan
keperawatan lain dapat anda lakuakan adalah melatih para korban untuk melatih para
korban untuk mengatasi para korban untuk mengatasi para berdukanya atau memberikan
penyluhan massal tentang manejemen stres.
3. Tindakan pemulihan
Tindakan pada tahap pemulihan (recovery) adalah keterlibatan seluruh pihak untuk
bergerak bersama memperbaiki kondisi ekonomi dan kehidupan masyarakat. Kondisi
yang menunjukan kondisi perbaikan diantaranya adalah adanya penangan masalah
masalah oleh departemen kesehatan atau dinas kesehatan bersam dengan SLM yang
terkait, pembangunan perumahan dan jalan jalan oleh departemen oleh pekerja umum dan
lembaga terkait, keamanan oelh tentara atau polisi, air bersih oleh PAM, makanan,
minuman, pakaian oleh kementrian kesejahtraan masyarakat, dan lain lain.
Tindakan yang dilakukan pada fase ini adalah perbaikan, penataan kembali dan
mitigasi. Tindakan yang termasuk ke dalam fase perbaikan meliputi pembangunan
kembali sarana fisik yang rusak, kembali sekolah dan bekerja serta melanjutkan
kehidupan sesuai dengan kondisi saat ini.
Pada pelayanan kesehatan preversi primes ditunjukan bagi masyarakat yang tidak
terganggu sedangkan pada masyarakat yang menunjukan masalah psikosisoal dan
gangguan jiwa pemulihan dilaksanakan melalui prevesi skunder. Fase penataan kembali
dilakukan jika kehidupan masyarakat sudah lebih normal. Penataan dilakukan terhadap
infrakstruktur yang rusak dan membangun kembali sistem kehidupan bermayarakat.
Pada fase mitigasi adalah merencanakan aktifitas aktifitas yang berorientasi pada masa
depan untuk mencegah bencana skunder yang dapat terjadi atau menimalkan danpak
bencana seperti menyiapkan program program pelatiahan untuk meningkatkan
keterampilan kerja, melatih tenaga tenaga kesehatan untuk meningkatkan kesehatan dan
lain lain (Keliat, 2011).

Menurut Marchira, 2004 tindakan apa yang sebaiknya diambil:


a. Pendekatan Reality Therapy
b. Mereka dibantu untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dasarnya, secara realistic
(melihat kondisi makro dan mikro yang dihadapi para korban selamat). Kebutuhankebutuhan dasar (menurut Maslow):
1) Physiologic needs
2) Security
3) Love and self esteem
4) Self actualization
c. Syaratnya:
1) Mereka tidak dianggap pasien
2) Kita sebagai penolong hanya sederajad, peduli dan take care each other.
3) Harus ada Emotional Envolvement.
4) Memperjelas masalah sesuai prioritas dan mendiskusikan/ membantu penyelesaian
masalah tersebut.
5) Memperkuat ego dari setiap pasien yang kita bantu supaya segera mampu mandiri:
d. Self identity
e. Reality judgement
f. Positive aggressive
Dengan demikian proses pemulihan kesehatan mental pada korban bencana dapat
berlangsung sealamiah mungkin.
2.6 Tindakan Yang Dapat Dilakukan Saat Terjadi Bencana
Bagian ini akan menguraikan tentang tindakan tindakan yang dapat anda lakuakan untuk
membantu individu, keluarga dan masyarakat mengatasi danpak bencana ( krisis yang dialami).
Faktor penyeimbang yang membuat individu dapat melalui krisis yang dialami adalah persepsi
terhadap kejadian realitas, mempunyai sistem pendukung dari lingkungan dan mempunyai
mekanisme koping adekuat. Prinsip tindakan untuk mengatasi krisis sesuai dengan tiga faktor
penyeimbang tersebut yaitu membina hibungan saling percaya yang erat dengan pasien, mengali
permasalahan yang dialami pasien dan mengembangkan alternatif pemecahan masalahan.
1. Segera setelah bencana (24 jam)
Anda mulai menilai dengan cermat :
a. Kerusakan lingkungan yang terjadi
b. Jenis cedera yang dialami
c. Penderitaan yang dialami
d. Kebutuhan yang dasar yang harus dipenuhi segera
Pada tahap ini yang perlu dilakukan segera adalah :

1) Pertolongan kedaruratan untuk masalah-masalah fisik


2) Memenuhi kebutuhan dasar
3) Untuk melalui individu melalu fase krisisnya maka perawat perlu memfasilitasi
kondisi yang dapat menyeimbangkan krisis seperti menjadi sumber koping
(pendukung system) bagi klien.
2. Minggu pertama sampai ketiga setelah bencana (Keliat, 2011) :
a. Berikan informasi yang sederhana dan mudah diakses tentang lokasi jenazah
b. Mendukung keluarga jika jenazah dimakamkan tanpa upaca tertentu
c. Bantu mencari anggota keluarga yang terpisah pada individu yang beresiko seperti
lansia, ibu hamil, anak, dan remaja.
d. Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan aktivitas kelompok yang
terorganisasi seperti ibadah bersama
e. Motivasi anggota tim lapangan untuk terlibat dalam proses berkabung (mis, tahlila,
takziah)
f. Lakukan aktivitas rekreasi bagi anak-anak
g. Informasikan pada korban tentang reaksi psikologis normal yang terjadi setelah
bencana. Yakinkan mereka bahwa hal tersebut normal dan berlangsung sementara
yang akan hilang dengan sendirinya dan dialami oleh semua orang.
h. Informasikan tentang reaksi stres yang normal pada masyarakat secara masal
(libatkan ulama, guru dan pemimpin sosial lainnya)
i. Motivasi para korban untuk bekerja bersama memenuhi kebutuhan mereka seperti
membersihkan lokasi bersama-sama, memasak bersama.
j. Libatkan korban yang masih sehat dalam pelaksanaan bantuan
k. Moptivasi pemimpin masyarakat dan tokoh kunci lainnya untuk terlibat dalam
diskusi kelompok dan dapat memotivasi klien untuk berbagai perasaan
l. Pastikan informasi yang diterima akurat
m. Pastikan distribusi bantuan merata
n. Berikan pelayanan dengan empati yang sehat dan tidak memihak pada salah satu
bagian dari (mis., golongan minoritas) (Keliat, 2011).
3. Setelah Minggu Ketiga Bencana
Pada fase ini Anda dapat melakukan tindakan dengan menggunakan metode pemberian
informasi, konseling, dan bimbingan antipasi. Setelah melalui fase akut tindakan yang dapat
Anda lakukan adalah:
a. Tindakan psikososial secara umum. Tujuan Anda melakukan tindakan ini adalah agar
sebagian besar klien dan keluarga mampu beradaptasi terhadap kondisi psikososial

dengan menggunakan mekanisme koping yang dimiliki walaupun dukungan dari


keluarga/orang lain di lingkungannya sangat minim atau tidak ada.
Tindakan yang Anda lakukan adalah pertolongan pertama pada masalah psikososial
sebagai berikut:
1) Identifikasi individu dengan koping yang tidak efektif yang ditandai dengan
2)
3)
4)
5)
6)

gejala psikologis yang dilaporkan


Bina hubungan saling percaya
Penuhi kebutuhan fisik yang mendesak
Mobilisasi dukungan sosial (tetapi jangan memaksa)
Cegah timbulnya bahaya yang lain (seperti berjangkitnya penyakit menular)
Mulai berkomunikasi: mendengarkan masalah mereka, sampaikan keprihatinan,

berikan bantuan yang berkelanjutan (tetapi jangan pernah memaksa)


7) Sampaikan bahwa semua korban bencana merasakan perasaan yang sama
8) Tetap mensuprevisi semua perawatan sampai reaksi berlalu
b.

Tindakan psikososial khusus. Tindakan yang dapat Anda lakukan pada fase ini antara
lain konseling trauma, konseling berduka dan bimbingan antipasi.
1) Konseling terhadap trauma:
2) Dengarkan ungkapan perasaan pasien dengan penuh perhatian
3) Tanyakan dan klarifikasi untuk menggali lagi pengalamannya tetapi jangan
memaksa bila pasien menolak
4) Coba untuk memahami penderitaan yang dialami pasien dan keluarganya
5) Sampaikan bahwa Anda akan selalu membantu dan perlihatkan bahwa Anda
memahami apa yang dirasakannya
6) Sampaikan bahwa orang lainpun akan mengalami hal yang sama bila

mengalami kejadian seperti yang dialami pasien


7) Bicarakan cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
c. Konseling terhadap proses berduka. Anda dapat membantu klien dan keluarga dengan
memberikan konseling. Langkah-langkah yang dapat Anda lakukan adalah :
1) Lakukan pendekatan dengan cara yang lemah-lembut
2) Tanyakan tentang kondisi keluarganya dan kemudian bicarakan tentang korban
yang meninggal
3) Motivasi untuk berbagai informasi tentang anggota keluarga yang meninggal
(mis., menunjukkan dan membicarakan foto anggota keluarga)
4) Fokuskan pembicaraan pada hubungan dengan orang-orang terdekat sebelum
bencana dan arti kehilangan secara pribadi
d. Bimbingan antisipasi:
1) Bantu klien untuk menerima bahwa reaksi yang mereka perlihatkan adalah
normal sehingga dapat mengurangi rasa tidak berarti dan putus asa

2) Berikan informasi tentang reaksi stres yang alamiah dan intensitas perasaan
dapat berkurang seiring dengan berjalannya waktu
3) Lakukan pertemuan-pertemuan yang berisi berbagai informasi yang perlu
diketahui korban
4) Jangan fokuskan perhatian hanya pada reaksi akibat stres secara individual
tetapi fokuskan pada kekuatan kelompok untuk menghadapi krisis secara
bersama-sama
e. Konseling krisis :
1) Bersama klien mengidentifikasi masalah yang menyebabkan klien meminta
pertolongan
2) Bantu klien untuk membuat daftar alternatif dan strategi untuk mengatasi
masalahnya
3) Bantu klien untuk menilai dukungan sosial yang tersedia untuknya
4) Bantu klien untuk mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya
5) Bantu klien untuk melaksanakan keputusan yang sudah diambil
6) Diskusikan persepsi klien tentang kemampuannya
f. Konseling untuk menyelesaikan masalah:
1) Mengidentifikasi masalah
2) Mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah melalui curah pendapat
3) Bandingkan keuntungan dan kerugian dari tiap penyelesaian masalah
4) Identifikasi solusi yang paling sesuai untuk klien
5) Implementasikan bentuk penyelesaian yang telah dipilih (Keliat, 2011).
Tomoto (2009) menjelakan intervensi dasar yang dapat dilakukan pada korban bencana
adalah :
1. Menjelaskan bahwa kondisi sudah aman
2. Berbagi pengetahuan dan informasi, dengan melakukan pendidikan psikologis dan
memanfaatkan sumber daya lokal
3. Tidak memaksa terhadap tindakan yang akan dilakukan
4. Tidak menjanjikan bahwa tugas selanjutnya kita tanggung semua
g. Evaluasi dan Rujukan
Bila melalui beberapa konseling di atas ternyata tidak membuat kondisi emosional pasien
semakin baik maka dibutuhkan evaluasi dan penanganan oleh tenaga kesehatan mental
profesional (perawatan jiwa, psikiater, atau psikolog). Penting bagi Anda untuk mempelajari dan
mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan mental sehingga Anda dapat melakukan rujukan
pada perawat kesehatan jiwa masyarakat. Kriteria kasus yang perlu dirujuk :
1) Kasus-kasus gangguan mental yang telah diketaui sebelumnya

2) Korban dengan gejala-gejala psikologis yang tidak memperlihatkan perubahan


3)
4)
5)
6)
7)

setelah 3 minggu dilakukan tindakan oleh perawat


Korban yang mengalami disfungsi
Korban yang berniat bunuh diri
Penyalahgunaan alkohol/obat-obatan
Kekerasan fisik dalam keluarga
Kelompok risiko tinggi (Keliat, 2011).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bencana adalah kejadian yang disebabkan oleh perbuatan manusia ataupun perubahan dalam
yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran sehingga perlu bantuan orang lain untuk
memperbaikinya. Bencana dapat terjadi secara alamiah ataupun dibuat oleh manusia. Dampak
psikologis yang diakibatkan bencana sangat bervariasi. Factor keseimbangan yang memengaruhi
respons individu terhadap ksrisis adalah persepsi terhadap kejadian, system pendukung yang
dimiliki dan mekanisme koping yang digunakan. Reaksi emosiyang dapat diobservasi dari
individu yang menjadi korban.
3.2 Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan juga pembaca khususnya bagi mahasiswa yang telah menyususn makalah ini
agar meningkatkan pemahamannya terhadap Asuhan keperawatan jiwa Bencana di Indonesia
sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta:EGC


Marchira, Carla R.2004.
http://bencanakesehatan.net/images/regional/tt6/bacaan/kesehatanmental.pdf.Diakses pada 1 Mei
2015
Mundakir.2009.http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0CDIQFjAF&url=http
%3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F125180-TESIS0576%2520Mun
%2520N09d-Dampak%2520PsikososialLiteratur.pdf&ei=V5VEVbO0D9iTuASY5YHoDQ&usg=AFQjCNEPQzL6y3cMtmW24fUaquobEQjfA&sig2=J0wFTyK4IINxI9eiY2R5tg&bvm=bv.92291466,d.c2E.
Diakses pada 1 Mei 2015.

Anda mungkin juga menyukai