Perawatan Psikososial
dan spiritual pada
korban
2. Dapat menjelaskan tentang Perawatan Psikososial the disaster that is different from Acute Phase.
Mariko Ohara, Akiko Sakai. (Editorial
dan spiritual pada korban bencana
Supervision): Disaster Nursing,Nanzandou
1.
Psikososial
Aktor kemanusiaan termasuk semua pekerja untuk badan-badan kemanusiaan, baik direkrut
secara internasional maupun nasional, atau secara formal maupun informal dipekerjakan di dalam
komunitas untuk melaksanakan kegiatankegiatan dari badan tersebut.
Korban Bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia
akibat bencana
Anak adalah orang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk janin yang masih di dalam
kandungan. menurut Konvensi PBB mengenai Hak-hak Anak. Orang di bawah umur dianggap tidak
Psikososial adalah relasi yang dinamis antara aspek psikologis dan sosial seseorang.
Bencana membawa efek negatif luar biasa pada seluruh sendi kehidupan manusia. Temuan berbagai
penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang sangat signifikan pada
berbagai problem kesehatan fisik dan psikologis penyintas bencana jangka panjang. Itu bisa berupa
penurunan kemampuan individu dalam melakukan penyesuaian diri karena berkaitan dengan
perubahan kehidupan personal, interpersonal, sosial, dan ekonomi pasca bencana.
Penelitian lain juga menemukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara hilangnya
kekayaan pribadi, dukungan sosial, dan kesehatan fisik dengan meningkatnya stress psikologis
pasca bencana. Dampak bencana menurut Gregor (2005) sangat terasa pada sebagian orang akibat
kehilangan keluarga dan sahabat, kehilangan tempat tinggal, dan harta benda, kehilangan akan
makna kehidupan yang dimiliki, perpindahan tempat hidup serta perasaan ketidakpastian karena
kehilangan orientasi masa depan, serta keamanan personal.
Gejala- gejala gangguan emosi yang terjadi merupakan sumber distress dan dapat
mempengaruhi kemampuan penyintas bencana untuk menata kehidupannya kembali. Apabila tidak
segera direspons akan menyebabkan penyintas, keluarga, dan masyarakat tidak dapat berfungsi
dalam kehidupan dengan baik (Retnowati, 2012).
Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial adalah segala bentuk dukungan dari lokal
maupun pihak luar yang bertujuan untuk menjaga atau mempromosikan kesejahteraan psikososial
dan/atau mencegah atau mengatasi gangguan jiwa.
Merupakan tindakan pertama yang dilakukan dalam durasi singkat kepada seseorang yang
baru saja mengalami bencana ataupun krisis untuk membantu keadaan pada saat itu serta
mencegah timbulnya dampak psikologis yang lebih mendalam.
PFA sebenarnya bukan sesuatu yang asing dan pada dasarnya kita semua sudah pernah
melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan PFA (Psychological First Aid): Untuk memenuhi kebutuhan mendesak dasar,
mengurangi tingkat stres yang dialami, dan memperkuat daya adaptasi alami.
Definisi Psikososial adalah “Hubungan dinamis antara aspek psikologi dan sosial, dimana
masing-masing saling berinteraksi dan mempengaruhi secara berkelanjutan.”
Dampak psikologis
Dampak sosial
Tidak semua individu mengalami gangguan psikologis, banyak pula individu yang mampu
resilien.
Psikososial merupakan suatu istilah yang merujuk pada perkembangan psikologis manusia
dan interaksinya terhadap lingkungan sosial. Psikososial adalah Suatu kondidi yang terjadi pada
individu yang mencakup aspek psikis sosialatau sebaliknya secara intergritas. Aspek kejiwaan
berasal dari dalam diri kita, sedangkan aspek sosial berasal dari luar, dan kedua aspek ini sangat
saling berpengaruh kala mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan. Aspek Psikososial
merupakan aspek hubungan dinamis antara dimensi Psikologis/kejiwaan sosial.
Pemulihan Psikososial bagi individu maupun kelompok masyarakat ditujukan untuk meraih
kembali fungsi normalnya sehingga tetap menjadi produktif dan menjalani hidup yang bermakna
Respon individu paska trauma tergantung dari persepsi dan kesetabilan emosi yang dimiliki
Menurut Keliat dkk (2005) ada 3 yahapan reaksi emosi setelah terjadi bencana:
1. Reaksi individu segera setelah 24 jam bencana dengan reaksi yang di perlihatkan: tegang,
ceman dan panik, terpaku, linglung, syok tidak percaya, gembira/euphoria, tidak terlalu merasa
menderita, lelah, bingung, gelisah, menangis, menarik diri merasa bersalah. Reaksi ini
termasuk kategori normal terhadap situasi abnormal dan perlu upaya pencegahan primer.
2. Minggu pertama sampai minggu ketiga setelah bencana. Reaksi yang di perlihatkan adalah
ketakutan, Waspada, sensitif, mudah marah, kesulitan tidur, kuatir, sangat sedih, mengulang
ulang (flash back) Kejadian. Reaksi positif yang masih dimiliki adalah Berharap dan berpikit
tentang masa depan, Terlibat dalam kegiatan menolong, dan menyelamatkan , menerima
bencana sebagai takdir. Kondisi ini masuk masuk dalam tahap normal yang membutuhkan
tindakan psikososial minimal, terutama respon maladaftif.
3. Lebih dari minggu ketiga setelah bencana dengan reaksi yang diperlihatkan dapat menetap.
Manisfesstasi diri yang diperlihatkan adalah: kelelahan, merasa sedih terus menerus, Merasa
panik, Psimis dan berpikir tidak realistis, Tidak beraktivitas, Isolasi dan menarik diri,
Kecemasan yang dimanisfestasikan dengan palpitasi, Pusing, letih, mual, sakit kepala, dan
lain-lain. Kondisi ini merupakan akumulasi respon yang menimbulkan masalah psikososial
Aspek Psikososial
Konsep psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada jiwa,
pikiran, emosi atau perasaan, perilaku, hal-hal yang diyakini, sikap, persepsi dan pemahaman
akan diri. Kata sosial merujuk pada orang lain, tatanan sosial, norma, nilai aturan, sistem
ekonomi, sistem kekerabatan, agama atau religi serta keyakinan yang berlaku dalam suatu
masyarakat.
Psikososial diartikan sebagai hubungan yang dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana
tingkah laku, pikiran dan emosi individu akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain atau
pengalaman sosial.
Menurut Stuart (2013) kemampuan atau strategi yang diperlukan untuk membantu dan
menentukan apa yang harus dilakukan saat berada dalam situasi bahaya, dapat menggunakan
keterampilan menyelesaikan masalah dengan mencari informasi, mengidentifikasi masalah,
mempertimbangkan alternatif, mengimplementasikan rencana tindakan.
Menurut Zailani dkk (2009), respon psikologis masyarakat yang biasa terjadi saat berada pada
situasi potensi terjadinya bencana adalah stres atau ansietas, disebabkan oleh lingkungan atau
sekitar tempat tinggal yang berada di wilayah berpotensi bencana yang dapat mempengaruhi cara
berfikir individu serta mengubah cara pandangnya dalam menghadapi masalah.
Untuk membantu orang yang selamat kita harus menyadaribahwa kebanyakan reaksi stres
terhadap bencana adalah normal. Reaksi stres yang ringan sampai sedang dalam situasi darurat
dan fase awal dari bencana prevalensinya tinggi karena orang-orang yang selamat (keluarganya,
komunitasnya, dan anggota penyelamat) betul-betul memahami bahaya yang dahsyat yang
berhubungan dengan peristiwa bencana.
Hasil studi kasus yang dikumpulkan oleh dokter kesehatan mental yang telah bergulat dalam
banyak kegiatan bencana melaporkan bahwa reaksi biopsikososial setelah bencana yang terjadi
pada individu dan komunitas berbentuk pola yang dapat diramalkan secara relatifantara 18
sampai dengan 36 bulan sejak terjadinya bencana. Dalam keadaan biasa, reaksi stres pada
bencana dapat dikatakan diklasifikasikan ke dalam empat dimensi yaitu dimensi mental/perasaan,
fisik, pemikiran, dan perilaku.
1. Reaksi Stres Emosional Reaksi stress pada bencana yang dapat dilihat dari aspek emosional
meliputi: lumpuh mental, gangguan tidur, ingat kembali rasa ketakutan, ketakutan merasa sendiri,
merasa asing, gelisah depresi, marah, rasa berdosa karena bertahan hidup.
2. Reaksi StresFisik Reaksi stress fisik pada bencana ditunjukan dengan keluhan seperti: sakit kepala,
lemas di kaki – tangan, merasa lelah, tenggorokan serak, nyeri otot, nyeri dada, mual, diare, kurang
nafsu makan, gangguan pernafasan, menggigil, kepala terasa panas, kedinginan, gemetar, pusing
Begitu banyaknya reaksi stress pada bencana, maka kita sebagai perawat harus dapat membantu
mengatasi masalah para korban bencana. Berikut adalah uraian tentang penanganan terhadap reaksi
stress.
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengatasi masalah stress pada bencana yaitu:
1. Menceritakan pengalaman bencana diri sendiri dan mendengarkan pengalaman orang lain
2. Mencurahkan perasaan jangan memendamnya
3. Bernafas dalam rileks, kontak fisik
4. Lakukan olahraga dan mengendorkan ketegangan
5. Mencari kesenangan/hobi
6. Jangan menghibur hati dengan minuman keras
7. Gizi seimbang
8. Membuat perencanaan dan tidak memaksakan diri
9. Tidak menyalahkan diri sendiri
10. Tidak menanggung kesedihan sendirian
11. Meminta pertolongan.
Setiap orang pada siklus bencana memberikan respon psikologis yang beragam. Adapun fase-
fase respon psikologis individu dan masyarakat terkait bencana akan kita pelajari sekarang. Mari kita
simak bersama-sama gambar di bawah ini.
Gambar di atas memperlihatkan berbagai respon psikologis terkait bencana dari fase sebelum
bencana sampai dengan setelah bencana. Respon psikologis individu dan masyarakat terkait bencana
melewati fase predisaster, impact/inventory, Heroik, Honeymoon, disillusionment dan reconstruction.
Mari kita ikuti penjelasan di bawah ini.
Respon psikologis individu dan masyarakat terkait bencana melewati fase-fase sebagai Berikut:
1. Predisaster; saat ini situasi normal, belum terjadi bencana. Dengan atau tanpa peringatan dini, bisa ada
persiapan menghadapi bencana yang akan terjadai.
2. Impact/inventory; saat ini dimulai ketika bencana terjadi. Ada bantuan dari orang lain untuk menolong
dirinya sehingga individu merasa diperhatikan dan ada semangat menata kembali kehidupannya.
Sementara itu, di sisi lain, mereka merasa tertekan atau bingung atas kejadian bencana ini. Tapi
kemudian dengan cepat akan pulih dan berfokus pada perlindungan untuk dirinya dan orang-orang
terdekatnya. Emosi yang muncul berupa ketakutan, tidak berdaya, kehilangan, dislokasi dan kemudian
merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang lebih (fase inventory). Kemudian setelah
bencana terjadi, muncul gambaran awal kondisi individu dan masyarakat.
3. Heroik; pada fase pertama dan berikutnya, orang merasa terpanggil untuk melakukan aksi heroik
Uraian diatas memberikan kita gambaran bahwa respon psikologis pasca bencana bisa terjadi
pada siapa saja, dari intensitas ringan sampai berat. Kita sebagai perawat, merupakan kelompok
terbesar dari tenaga kesehatan berkomitmen,sering bekerja dalam situasi sulitdengan sumber daya
terbatas, memainkan peran penting ketika bencana terjadi, menjabat sebagai responden pertama,
petugas triase dan penyedia layanan, koordinator perawatan dan jasa, penyedia informasi atau
pendidikan, dan konselor. Namun, sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan pada situasi bencana
hanya berhasil bila perawat memiliki kompetensi atau kemampuan untuk secara cepat dan efektif
merespon bencana.
Dibawah ini adalah uraian tentang prinsip dasar penanganan menghadapi respon psikologis
pasca bencana. Menurut WHO, ada beberapa hal yang harus kita pahami dan kita persiapkan terlebih
dahulu sebelum menangani masalah psikologis pasca bencana, yaitu:
1. Lakukan persiapan sebelum emergency, meliputi: penetapan sistem koordinasi, penyusunan rencana
darurat dan pelatihan-pelatihan.
2. Lakukan Assessment: penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap kebutuhan psikososial dan
kesehatan mental
Setelah kita pahami dan lakukan prinsip-prinsip penanganannya, sekarang kita siapkan upaya
penanganannya. Dalam menangani dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental diperlukan dua
intervensi utama, yaitu :
1. Intervensi Sosial
Tersedianya akses terhadap informasi yang bisa dipercaya dan terus menerus mengenai bencana dan
upaya-upaya yang berkaitan, memelihara budaya dan acara-acara keagamaan seperti upacara
pemakaman, tersedianya akses sekolah dan aktivitas rekreasi normal untuk anak-anak dan remaja,
partisipasi dalam komunitas untuk orang dewasa dan remaja, keterlibatan jaringan sosial untuk orang
yg terisolasi seperti anak yatim piatu, bersatunya kembali keluarga yang terpisah, shelter dan
organisasi komunitas untuk yang tidak punya tempat tinggal, keterlibatan komunitas dalam kegiatan
keagamaan dan fasilitas masyarakat lainnya.
2. Intervensi Psikologis dan Psikiatrik
Terpenuhinya akses untuk pertolongan pertama psikologis pada pelayanan kesehatan dan di
komunitas untuk orang-orang yang mengalami distress mental akut, tersedianya pelayanan untuk
keluhan psikiatrik di sistem pelayanan kesehatan primer, penanganan yang berkelanjutan untuk
individu dengan gangguan psikiatrik yang sudah ada sebelumnya, pemberhentian medikasi tiba-tiba
harus dihindari, perlu dibuat perencanaan untuk intervensi psikologis berbasis komunitas pasca
bencana.
Asuhan keperawatan spiritual adalah suatu manifestasi dari ibadah yang berbentuk
pelayanan profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasari
pada keimanan, keilmuan, dan amal.Dalam memberikan pelayanan keperawatan secara
holistic, seorang perawat harus mempertimbangkan berbagai aspek, tidak hanya aspek fisik,
namun juga aspek sosial, emosional, kultural dan spiritual dalam memenuhi kebutuhan klien.
Kebutuhan spiritual dan psikososial kurang menjadi hal yang prioritas daripada kebutuhan fisik
karena kebutuhan tersebut seringkali bersifat abstrak, kompleks dan lebih sulit diukur.
Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu diperhatikan oleh
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Bahkan, keimanan diketahui
sebagai salah satu faktor yang sangat kuat dalam penyembuhan dan pemulihan fisik individu.
Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan, maka
penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat
memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua pasien.
Aspek penting dari perawatan spiritual adalah mengenali bahwa pasien memiliki
kekuatan dan keyakinan spiritual tertentu dimana perawat dapat gunakan sebagai sumber
untuk membantu pasien menjalani gaya hidup yang lebih sehat, sembuh dari penyakit atau
menghadapi kematian dengan tenang. Asuhan keperawatan yang diberikan perawat tidak bisa
lepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral perawat dengan pasien. Kebutuhan
spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia.
Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran dan fungsi
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode
ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan secara sitematis melalui pendekatan
proses keperawatan yang diawali dari pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
• Mendengarkan secara aktif dan menunjukan empati yang berarti menghayati masalah
klien.
• Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal klien
Menunjukkan Kehadiran
Perhatian yang cermat terhadap setiap permintaan pasien, tidak peduli betapa pun
remehnya, penting bagi pasien.
Menyerah dalam arti yang positif (tawakal), bukan putus asa merupakan titik tolak
pertumbuhan baru. Dalam tahap tertentu mereka sudah siap membangun kembali
Hal tersebut biasa ditemukan dan responnya bervariasi pada setiap individu,
dikarenakan adanya perbedaan pada kemampuan individu dalam mengurangi ketegangan
yang menimbulkan ketidakseimbangan emosional dan pegalaman yang bersifat traumatik.
Individu yang mengalami bencana dapat dipastikan akan mengalami trauma yang dikenal
dengan sebutan Gangguan Stres Pasca Trauma atau Acute Stress Reaction.
Crabtree (2012) telah melakukan telaah terhadap 34 literatur yang berfokus dampak
banjir pada kesehatan mental menunjukkan hasil bahwa PTSD ditemukan 62% di Venezuela,
di Nicaragua 81% mengalami depresi, 8.5% beresiko bunuh diri di China, di India 84%
menunjukkan gejala ansietas dan dampak lain seperti ketergantungan alkohol 5.8% di
Honduras dan yang mengalami Acut Stress Disorder 2.2% di Myanmar.
Johannesdottir dan Gisladottir (2010) pada 28 orang partisipan yang tinggal dan bekerja
disepanjang jalur vulkanik di Iceland Selatan dengan wawancara mendalam mengungkapkan
bahwa mereka memiliki kekhawatiran dan ketakutan bila terjadi bencana berulang karena
tidak mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan. Kemampuan individu atau komunitas
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka
serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan
hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang
dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.
Definisi Psikososial adalah “Hubungan dinamis antara aspek psikologi dan sosial, dimana
masing-masing saling berinteraksi dan mempengaruhi secara berkelanjutan.” Dampak psikologis.
Dampak yang mempengaruhi pikiran, keyakinan, perasaan, dan perilaku. Dampak sosial. Dampak
yang mempengaruhi hubungan sosial (dengan keluarga, teman, masyarakat), kegiatan masyarakat
(misalnya sekolah), dan lingkungan.
Aspek Psikososial
1. Respon terhadap bencana meliputi: Respon emosi dan kognitif, Respon fisiologis dan Respon tingkah
laku.
2. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengatasi masalah stress pada bencana yaitu:
menceritakan pengalaman bencana diri sendiri dan mendengarkan pengalaman orang lain,
mencurahkan perasaan jangan memendamnya, bernafas dalam rileks, kontak fisik, lakukan olahraga
dan mengendorkan ketegangan, mencari kesenangan/hobi, jangan menghibur hati dengan minuman
keras, gizi seimbang, membuat perencanaan dan tidak memaksakan diri, tidak menyalahkan diri
sendiri, tidak menanggung kesedihan sendirian, meminta pertolongan.
3. Respon psikologis individu dan masyarakat terkait bencana melewati fase predisaster,
impact/inventory, heroik, honeymoon, disillusionment dan reconstruction
4. Dampak psikologis akibat bencana dapat kita kategorikan menjadi tiga, yaitu distress psikologi ringan,
distress psikologi sedang dan distress psikologi berat.
5. Prinsip menangani masalah psikologis pasca bencana, yaitu: Lakukan persiapan, Assessment,
kolaboratif, Integrasikan dalam primary health care, akses pelayanan untuk semua, siapkan pelatihan
SPIRITUAL
Kebutuhan spiritual dan psikososial kurang menjadi hal yang prioritas daripada kebutuhan fisik
karena kebutuhan tersebut seringkali bersifat abstrak, kompleks dan lebih sulit diukur.
• Mendengarkan secara aktif dan menunjukan empati yang berarti menghayati masalah
klien.
Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal klien