Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

INTERVENSI PSIKIATRI TERHADAP


GANGGUAN MENTAL PASCA BENCANA

Pembimbing:
dr. Bagus S Budhi, Sp.KJ (K), M.Kes
Disusun oleh:
Bella Syahnarissa Aziza

110.2010.046

Citra Anggraini

110.2009.066

DEPARTEMEN KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
KEPANITERAAN KLINIK
PERIODE 24 NOVEMBER - 27 DESEMBER 2014
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat
keberhasilan pembangunan.Adapun, kesehatan menurut WHO adalah
suatu keadaan sejahteraan meliputi fisik, mental, dan sosial, tidak hanya
bebas dari penyakit atau kecacatan.Secara analogi kesehatan jiwa pun
mengandung

berbagai

karakteristik

positif

yang

menggambarkan

keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan


dari kepribadian individu. Ini berarti kebutuhan akan adanya quality of life
yang lebih tinggi dari sebelumnya makin terasa untuk masa sekarang dan
akan datang.
Secara umum dampak psikososial akibat bencana dapat dilihat
pada tingkatan yang berbeda yaitu individu, keluarga, dan masyarakat
dengan 3 kelompok respons yang berbeda, yaitu (1) distress psikologis
ringan yang mereda dalam beberapa hari atau minggu; (2) distress
psikologis sedang atau berat yang mungkin mereda dengan berlalunya
waktu; (3) orang-orang dengan gangguan mental (WHO, 2005). Lebih
lanjut WHO (2005) menyarankan untuk menyediakan intervensi
psikososial dasar bagi masyarakat umum melalui berbagai sector di
samping sektor kesehatan.Aspek psikososial didefinisikan sebagai aspek
hubungan yang dinamis antara dimensi psikologis/kejiwaan dan social
(Iskandar, Dharmawan & Tim Putih, 2005). Gangguan stress pasca trauma
atau post traumatic stress disorder (PTSD) dapat timbul sebagai akibat
pengalaman trauma yang luar biasa mengerikan serta merupakan
gangguan mental pada seseorang yang muncul setelah mengalami suatu
pengalaman traumatik dalam kehidupan atau suatu peristiwa yang
mengancam keselamatan jiwanya. Orang yang mengalami sebagai saksi
hidup kemungkinan akan mengalami gangguan stress (Huppert, Bufka,
Barlow, Gorman, Shear, & Woods, 2001). Prevalensi seumur hidup PTSD
adalah 4% dan angka kejadiannya akan lebih tinggi pada daerah-daerah
yang mengalami bencana (DSM IV-TR, 2004). Gejala PTSD biasanya
muncul pada 1 sampai 3 bulan pertama pasca trauma, namun juga dapat
muncul bertahun-tahun kemudian (delayed-onset PTSD).Keadaan ini bila
tidak mendapatkan bantuan yang tepat dan dukungan psikososial yang
1

memadai dapat berkembang menjadi gangguan jiwa. Proses pemulihan


psikososial bagi individu maupun masyarakat yang tepat dilakukan
melalui psikoterapi dan farmakoterapi dengan tujuan meraih kembali
fungsi normalnya sehingga tetap menjadi produktif dan menjalani hidup
yang bermakna setelah peristiwa traumatik (Irmansyah, 2007; Iskandar
dkk, 2005).
Pergeseran

fokus

penanganan

yang

bersifat

darurat

ke

pengembangan komunitas penting dijadikan prioritas perhatian dalam


penanggulangan bencana.Kekuatan masyarakat/komunitas merupakan
basis utama dalam menumbuh-kembangkan perasaan untuk saling tolongmenolong,

kegotong-royongan,

kekeluargaan,

kesetiakawanan

dan

solidaritas. Penanggulangan bencana dilakukan secara berkelanjutan, jadi


perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya "pencegahan melalui program
antisipatif melalui intervensi psikososial yang implementasinya bukan di
rumah sakit tetapi di masyarakat" (Hidayat, 2005; Iskandar dkk, 2005).
Gejala-gejala umum tersebut antara lain kenangan yang muncul
kembali dalam ingatan dan berulang-ulang, sangat mendalam dan
mengganggu akibat peristiwa tersebut, berusaha menghindari keadaankeadaan yang mengingatkan Anda pada peristiwa tersebut, menjadi mati
rasa secara emosional dan suka menyendiri, Sulit tidur dan konsentrasi,
ketakutan atas keselamatan pribadi.
Bila gejala-gejala gangguan stres pasca trauma menjadi parah,
gangguan tersebut menimbulkan ketidakmampuan.Apa sebabnya beberapa
orang dari mereka akan berkembang menjadi gangguan stres pasca trauma
setelah mengalami peristiwa yang sama adalah tidak jelas. Resiko akan
mengalami gangguan stres pasca trauma meningkat oleh karena banyak
faktor, termasuk intensitas beratnya peristiwa yang dialami, sejauh mana
Anda terlibat di dalamnya, dan seberapa hebatnya Anda bereaksi.
Sementara itu penyebab sebenarnya dari gangguan stres pasca trauma
tidak diketahui.Anda beresiko tinggi menderita gangguan stres pasca
trauma jika Anda mempunyai riwayat keluarga yang mengalami depresi.
Kemungkinan lain adalah dilepascannya hormon-hormon tertentu oleh
otak ( misalnya kortisol ) dan zat-zat kimia lainnya sebagai respons
terhadap rasa takut. Hormon-hormon dan zat-zat kimia ini juga akan
2

membangkitkan

kenangan-kenangan

tersebut.

Orang-orang

dengan

ketidakseimbangan zat kimia tertentu dalam otaknya mungkin resiko


terjadinya gangguan stres pasca trauma akan meningkat.
Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bencana dan jenis-jenis bencana?
2. Apa pengaruh bencana terhadap gangguan mental?
3. Apa intervensi psikiatri dalam menangani gangguaan jiwa oleh
karena bencana?
Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan jenis-jenis bencana.
2. Mengetahui pengaruh bencana terhadap gangguan mental.
3. Mengetahui intervensi psikiatri dalam menangani gangguaan
mental oleh karena bencana.
Manfaat
1. Dapat menjadi informasi serta pembelajaran bagi kalangan medis
maupun non medis mengenai bencana serta gangguan memtal yang
terjadi pasca bencana.
2. Dapat melakukan intervensi psikiatri pada gangguan mental pasca
bencana.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. BENCANA
2.1.1. Definisi Bencana
3

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2.1.2. Jenis-jenis bencana
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor
alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam,
bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun
kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih
dari

satu

wilayah,

maka

dihitung

sebagai

satu

kejadian.

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan


bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,
akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah erupsi. Bahaya letusan gunung api dapat berupa
awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun,
tsunami dan banjir lahar.
4

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan
(tsu berarti lautan, nami berarti gelombang ombak). Tsunami adalah
serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya
pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah
atau daratan karena volume air yang meningkat.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air
yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air
untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan
yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai
dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .
Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian.
Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan
dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran
hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat
mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.
Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba,
mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan
kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan
hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).
Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan
karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan
berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah
lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan
pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan
deras.
5

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan
arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai.
Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya
keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa
disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai
penyebab

utama

abrasi.

Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi


di

darat,

laut

dan

udara.

Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor,


yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang
berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi
sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan
kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan
pekerja yang terlibat di dalamnya.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan
massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang
dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya
dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas
kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda,
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital
yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.
Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh
melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran.
Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas
6

individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan
spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting,
seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.
2.1.3. Potensi ancaman bencana
Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun
oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan bencana antara lain:
Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (manmade hazards) yang menurut United Nations International Strategy for
Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya
geologi

(geological

hazards),

bahaya

hidrometeorologi

(hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards),


bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas
lingkungan (environmental degradation)
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana
Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak
pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia,
Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada
bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc)
yang memanjang dari Pulau Sumatera ? Jawa - Nusa Tenggara ? Sulawesi,
yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang
sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi
sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi,
tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang
tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika
Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan
wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini,
Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia
sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang
7

daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama
kurun waktu 1600?2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di
antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung
berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai
di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami
terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara
dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai
utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku
adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun
1600?2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya
diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di
bawah laut.
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu
panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah
angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan
kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara
fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur.
Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi
manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah
longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya
waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup
cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan
intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan)
yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada
tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di
Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya.
Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain
sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses
pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan
ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi
sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya
daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun
ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara
itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan
8

ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko


bencana.
Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses
masyarakat terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya
kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang
berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya
wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi
bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman
demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004
mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama
dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan
penduduk

yang

tinggi

tidak

diimbangi

dengan

kebijakan

dan

pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan


memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul
kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik
dalam masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.
2.2.

POST TRAUMA STRESS DISORDER

2.2.1. Definisi
Gangguan stress pasca trauma adalah reaksi kuat,memanjang
dan tertunda terhadap suatu peristiwa yang luar biasa sehingga
seseorang menderita stress atau kehilangan yang berat .
2.2.2. Epidemiologi
Insidensi Post Trauma Stress Disorder (PTSD) diperkirakan 9
sampai 15 persen. Sedangkan prevalensinya di populasi umum
adalah 8 persen.Pada populasi yang mengalami resiko besar
menghadapi pengalaman traumatis prevalensinya dapat mencapai
75%.Wanita lebih sering mengalami PTSD dibanding pria. PTSD
bisa timbul pada usia kapan saja namun lebih sering pada usia
dewasa muda. Pada umumnya, trauma pada pria berhubungan
dengan peperangan sedangkan pada wanita sering disebabkan oleh
tindakan pemerkosaan.
Gangguan ini lebih sering terjadi pada oreng yang masih
9

lajang, telah bercerai, orang yang menarikdiri secara sosial atau


oramg dengan kelas sosioekonomi yang rendah.Pasien PTSD
umumnya memiliki tingkat komorbiditas yang tinggi.Sekitar 2/3
pasien memiliki paling tidak 2 gangguan lainnya bersamaan.
2.2.3 Etiologi
Stressor
Stressor adalah penyebab utama terjadinya Gangguan Stress
Pasca Trauma.Stressor berupa kejadian yang traumatis
misalnya

akibat

perkosaan,

kecelakaan

yang

parah,

kekerasan pada anak atau pasangan, bencana alam, perang,


dipenjara Namun tidak semua orang yang mengalami
stressor yang berat mengalami PTSD.Trauma sendiri tidak
cukup untuk menyebabkan PTSD.Respon pasien terhadap
trauma haruslah takut yang sangat kuat bahkan horor.Dokter
harus menilai faktor biologis dan psikososial yang ada pada
orang yang telah mengalami trauma (Kaplan,Sadock,&
Grebb,2007).
Faktor resiko

Biologis

Kerentanan genetik.
Kepribadian borderline, paranoid, dependent atau
antisosial.
Perempuan

Psikososial

Kejadian traumatis sebelumnya (terutama saat anak-anak).


Perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi.
Sistem pendukung yang tidak adekuat (Dukungan keluarga
atau kelompok yang kurang).
Konsumsi alkohol yang berlebihan.
2.2.4. Manifestasi Klinis
Gangguan-gangguan ini dapat dianggap sebagai respon
10

maladaptif terhadap stress berat atau stress berkelanjutan dimana


mekanisme

penyesuaian

tidak

berhasil

mengatasi

sehingga

menimbulkan masalah dalamfungsi sosialnya.Gangguan ini terjadi


berminggu-minggu/berbulan-bulan setelah kejadian,awitan biasanya
dalam 6 bulan.
3 kelompok utama gejala (tidak ada sebelum pajanan):
1. Hyperarousal (rangsangan yang berlebihan)
a. Ansietas yang menetap
b. Kewaspadaan yang berlebihan
c. Konsentrasi buruk
d. Insomnia
2. Intrusions( pengacauan)
a. Kilasan balik
b. Mimpi buruk
c. Ingatan yang hidup
3. Avoidance (penghindaran)
a. Menghindari hal-hal yang mengingatkan
b. Ketidakmampuan mengingat beberapa bagian dari kejadian
c. Minat yang rendah terhadap kehidupan sehari-hari
2.2.5. Diagnosis
Gangguan ini tidak boleh secara umum didiagnosis kecuali ada
bukti bahwa timbulnya dalam waktu 6 bulan dari suatu peristiwa
traumatik yang luar biasa berat. Kemungkinan diagnosis masih dapat
ditegakkan pabila tertundanya waktu antara terjadinya peristiwa dan
nonset melebihi waktu lebih dari 6 bulan, asalkan minifestasi klinisnya
khas dan tidak diapatkan alternatif lain yang memungkinkan dari
gangguan ini. Sebagai tambahan, bukti adanya trauma, harus selalu
ada dalam ingatan, bayangan atau mimpi mengenaiperistiwa tersebut
secara berulang-ulang. Seringkali terjadi penarikan diri secara
emosional, penumpulan persaan, dan penghindaran terhadap stimulus
yang mungkin akan mengingatkan kembali akan traumanya, akan
tetapihal ini tidak esensial untuk diagnosis. Gangguan otonomik,
gangguan suasan aperasaan dan kelainan perilaku semuanya
11

,mempengaruhi diagnosis tapi bukan merupakan hal yang terlalu


penting.
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III:
1. Diagnosis baru ditegakkan bilaman gangguan ini timbul dalam
kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatic berat (masa
laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa
bulan, jangan sampai melampaui 6 bulan).
Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila
tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan
melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah
khas dan tidak terdapat alternative kategori gangguan lainnya.
2. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus dibedakan bayingbayng atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatic tersebut secara
berulang-ulang krmbali (flashbacks)
3. Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku
semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.
4. Suatu sequelae manahun yang terjadi lambat setelah stress
yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah
trauma, diklasifikasikan dalam kategori F62.0 (perubahan
kepribadian

yang

berlangsung

lama

setelah

mengalami

katastrofa).
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Stress Pascatraumatik (Tabel
dari DSM-IV,Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder,ed 4):
A. Orang yang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatic di mana
kedua dari berikut ini terdapat:
1. Orang

mengalami,menyaksikan,atau

dihadapkan

dengan

suatu kejadian atau kejadian-kejadian yang berupa ancaman


kematian atau kematian yang sesungguhnya atau cedera yang
serius atau ancaman kepada integritas fisik diri sendiri atau
orang lain.
2. respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat,rasa tidak
berdaya atau horror.
B. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau
12

lebih) cara berikut:


1. rekoleksi yang menderitakan,rekuren,dan mengganggu tentang
kejadian,termasuk bayangan,pikiran,atau persepsi.
2. mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian.
3. berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik
terjadi kembali.
4. penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda
internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai
suatu aspek kejadian traumatik.
5. reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau
eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek
kejadian traumatik.
C. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan
trauma dan kaku karena responsivitas umum (tidak ditemukan
sebelum trauma),seperti yang ditunjukan oleh tiga (atau lebih) berikut
ini:
1. usaha untuk menghindari pikiran,perasaan,atau percakapan
yang berhubungan dengan trauma.
2. usaha untuk menghindari aktivitas,tempat,atau orang yang
menyadarkan rekoleksi dengan trauma.
3. tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma
4. hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas
yang bermakna.
5. perasaan terlepas atau asing dari orang lain.

D.

6.

rentang aspek yang terbatas.

7.

perasaan bahwa masa depan menjadi pendek.


Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran (tidak

ditemukan sebelum trauma),seperti yang ditunjukkan oleh dua (atau


lebih) berikut:
1. kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur.
2. iritabilitas atau ledakan kemarahan.
3. sulit berkonsentrasi.
4. kewaspadaan berlebihan.
5. respon kejut yang berlebihan.
13

E.

Lama gangguan (gejala dalam kriteria B,C,D ) lebih dari


satu bulan.

F.

Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara


klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan,atau fungsi penting
lain.

Untuk itu ada beberapa Jenis gangguan psikiatrik yang berkaitan dengan
bencana:
Sindrome otak organic
Dikenal sindrom otak organic akut dan kronis , perbedaan ini bukan
semata-mata karena lamanya perlangsungan akan tetapi lebih kearah
fungsionalnya. Pada sindrom otak organic akut sifatnya masih reversible,
sedang pada yang kronis merupakan kebalikannya.
Sindrom otak organic akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan otak
yang dipengaruhi oleh luasnya permukaan. Untuk kerusakan yang sedikit ,
manifestasi gangguan jiwanya dipengaruhi oleh letak lesi.
Sindrom otak organic Akut (Delirium)
Salah satu penyebabnya adalah trauma kepala , dengan gambaran utama
suatu keadaan kesadaran yang berkabut atau penurunan kejernihan
kesadaran akan lingkungan.
Kriteria Diagnosis :
A.

Kesadaran yang berkabut, yang disertai berkurangnya kemampuan

untuk memusatkan, memindahkan dan mempertahankan perhatian pada


stimulus lingkungan.
B.

Paling sedikit terdapat dua gejala dari :

1.

Gangguan Persepsi : salah tafsir, ilusi, atau halusinasi

2.

Pembicaraan yang kadang-kadang inkoheren

3.

Gangguan siklus tidur bangun, dengan insomnia malam hari atau

mengantuk pada siang hari


4.

Bertambah atau berkurangnya aktivitas psikomotor

C.

Gangguan orientasi dan daya ingat

14

D.

Gambaran klinik yang timbul dalam waktu pendek (biasanya

beberapa jam atau hari dan sering berfluktuasi sepanjang hari).


E.

Terdapat factor organic spesifik yang secara etiologic dinilai

berhubungan dengan gangguan itu, yang terbukti dari riwayat penyakit,


pemeriksaan fisik atau tes laboratorium.
Sindrom otak organic dengan Demensia
Salah satu penyebabnya dapat oleh karena cedera otak khususnya
hematom subdural, sehingga timbulnya dapat mendadak tetapi kemudian
dapat menetap.
Kreteria Diagnosis
A.Kehilangan kemampuan Intelektual yang sedemikian beratnya sehingga
menghalangi fungsi social atau pekerjaan
B. Rendahnya daya ingat
C. Paling sedikit terdapat satu dari yang berikut :
1. Rendahnya kemampuan daya piker abstrak yang ditandai oleh
penafsiran peribahasa secara konkrit, ketidakmampuan untuk
mencari persamaan dan perbedaan antara kata-kata yang mirip atau
berkaitan, kesukaran dalam mengartikan kata-kata, konsep, dan
tugas-tugas serupa.
2. Rendahnya daya nilai
3. Gangguan lain dari fungsi kortikal yang lebih tinggi misalnya
afasia (gangguan berbahasa karena disfungsi otak), apraksia
(gangguan

untuk

melakukan

aktivitas

motorik

meskipun

pengertian dan fungsi motorik cukup baik), agnosia (kegagalan


untuk mengenal meskipun indra sensorik berfungsi baik),
kesukaran konstruksional (kesukaran untuk meniru bentuk tiga
dimensi, menyusun balok atau batangan dalam pola tertentu).
4. Perubahan kepribadian , misalnya perubahan atau aksentuasi dari
cirri kepribadian premorbid.
D. Tidak ada kesadaran berkabut
E. Salah satu dari (1) atau (2)
1. Terdapat factor organic spesifik yang dinilai mempunyai hubungan
Etiologik dengan gangguan itu, yang terbukti dari riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium.
15

2. Apabila tak terbukti suatu factor penyebab organic dapat diduga


apabila kondisi-kondisi selain gangguan mental Organik dapat
disingkirkan ; dan gangguan perilaku yang terjadi merupakan
manifestasi dari gangguan fungsi kognitif dalam pelbagai aspek.
Sindrom Kepribadian Organik
Salah satu penyebabnya adalah sindrom pasca kontusio.Gambaran
klinisnya tergantung sifat dan lokalisasi patologiknya.
Kreteria diagnosis :
A.Terdapat perubahan jelas dalam perilaku atau kepribadian yang
mencakup paling sedikitdari yang berikut :
1. Labilitas emosional, misalnya ledakan kemarahan atau tangisan
mendadak;
2. Rendahnya dalam pengendalian impuls, misalnya penurunan daya
nilai normal social perilaku seksual ang tidak senonoh, mencuri
barang di took.
3. Sikap apatis atau masa bodoh yang jelas, misalnya hilang minat
pada hobinya.
4. Sikap curiga atau gagasan paranoid.
B. Tidak terdapat tanda-tanda delirium, demensia, sindrom afektif organic,
atau halusinasi organic
C. Tedapat factor organic spesifik yang dinilai mempunyai kaitan etiologic
dengan itu, yang terbukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
laboratorium
D. Diagnosis ini tidak ditegakan pada anak atau remaja, apabila mereka
menunjukan gambaran klinik yang hanya terbatas pada gangguan
pemusatan perhatian.
Pendekatan yang dilakukan dengan suportif terapi seperti pada sindrom
otak organic.Penderita jangan terlalu cepat kembali ke tugas yang
melelahkan, tetapi juga jangan terlalu lama istirahat yang nanti
kemungkinan dapat menimbulkan neurosis.
Gangguan Stres Pasca Trauma
Timbulnya gangguan ini pada seseorang tidak semata mata tergantung
beratnya trauma fisik. Gejala dapat timbul segera atau tidak lama sesudah
16

trauma, dapat pula muncul sesudah periode laten beberapa bulan.Disebut


gangguan stress Pasca Trauma Akut bila muncul dalam masa enam bulan
sesudah trauma psikologik yang pada umumnya berada diluar batas
batas pengalaman manusia yang lazim, terjadi dan berlangsung tidak lebih
dari enam bulan. Keadaan ini mempunyai prognosa yang lebih baik
daripada yang timbulnya baru sesudah enam bulan pasca trauma.
Gambaran klinisnya yang menonjol adalah kecemasan terlepas dari
etiologinya. Gambaran utama timbulnya gejala khas sesudah peristiwa
trauma psikologis yang berada di luar batas-batas pengalaman manusia
yang lazim terjadi, trauma itu dapat dialami sendiri (perkosaan,
penyerangan) atau dialami bersama dengan sekelompok orang lain
misalnya bencana alam, perang, kecelakaan mobil, bencana akibat sengaja
dibuat oleh manusia misalnya pemboman, penyiksaan.
Kreteria Diagnosis :
A.Terdapat stressor berat yang jelas, yang akan menimbulkan gejala
penderitaan yang cukup berarti bagi hampir setiap orang.
B. Penghayatan berulangkali dari trauma itu yang dibuktikan oleh
terdapatnya paling sedikit satu dari hal yang berikut :
1. Ingatan yang berulang dan menonjol tentang peristiwa itu
2. Mimpi berulang dari peristiwa itu
3.Timbulnya secara tiba-tiba perilaku atau perasaan, seolah-olah peristiwa
traumatic itu sedang timbul kembali, karena berkaitan dengan suatu
gagasan atau stimulus lingkungan.
C. Penumpulan respon terhadap, atau berkurangnya hubungan dengan
dunia luar, yang mulai beberapa waktu sesudah trauma dan dinyatakan
oleh paling sedikit satu dari hal yang berikut :
1.Berkurangnya secara jelas minat terhadap satu atau lebih aktivitas yang
cukup berarti
2. Perasaan terlepas atau terasing dari orang lain.
3.Efek yang menyempit.
D.Paling sedikit ada dua dari gejala berikut, yang tidak ada sebelum
trauma terjadi :
1.Kewaspadaan atau reaksi terkejut berlebihan
2.Gangguan tidur
17

3.Perasaan bersalah karena lolos dari bahaya maut, sedangkan orang lain
tidak, atau merasa bersalah tentang perbuatan yang dilakukannya agar
tetap hidup.
4.Rendahnya daya ingat atau kesukaran konsentrasi
5.Penghindaran diri dari aktivitas yang membangkitkan ingatan tentang
peristiwa traumatic itu.
6.Peningkatan gejala-gejala apabila dihadapkan pada peristiwa yang
mensimbolisasikan atau menyerupai peristiwa traumatic itu.
Pendekatan Gangguan Stres Pasca Trauma

Terapi tingkah laku, desentisisasi dan belajar kembali

Rehabilitasi

Psikofarmaka : Transquilizer atau antidepresan

Manipulasi lingkungan

Kecemasan
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tak aman dan kekhawatiran yang
timbul karena dirasa ada sesuatu yang tak menyenangkan dan sumbernya
tidak jelas, pada ketakutan sumber jelas, sehingga pada ketakutan dapat
ditanggulangi dengan menjauhkan diri dari sumber bahaya. Keluhan yang
timbul dapat berupa keluhan fisik seperti gelisah, gemetar, keringat
berlebihan, denyut nadi cepat, tensi meninggi, mulut kering pernafasan
cepat, sukar tidur, diare ataupun meningkatkan frekuensi kencing.Keluhan
psikis dapat berupa mudah tersinggung, gangguan konsentrasi, pelupa.
Depresi
Depresi adalah sejenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen
Psikologik rasa aman, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, sering
disertai komponen somatic seperti anokresia, Konstipasi, kulit dingin,
tekanan darah dan denyut nadi menurun sedikit.Gejala depresi sering
harus dibedakan dengan cemas, tetapi penderita depresi Nampak selian
sedih juga rasa negative terhadap dirinya, ragu-ragu, dan terganggu
penghayatan dirinya. Motivasi terganggu, merasa tidak dapat melakukan
tugas yang biasanya menjadi tanggung jawabnya, merasa kemauannya
18

lemah, cenderung melarikan diri dari tugas, sangat bergantung pada orang
lain dan ingin bunuh diri.Gangguan fungsi somatic yang lain yakni
gangguan tidur dan cepat merasa lelah.
Agresif
Agresif adalah tindakan menyerang yang disertai dengan kekerasan baik
secara fisik verbal atau simbolik terhadap lingkungan atau terhadap diri
sendiri.Agresif bisa bersifat positif bila tindakan ini digunakan untuk
pemecahan masalah misalnya dipakai sebagai pembelaan terhadap suatu
serangan yang nyata.Agresif menjadi negative bila untuk menghancurkan
diri sendiri.
Agresif sebenarnya menggambarkan perasaan tidak aman, kebutuhan akan
perhatian dan ketergantungan terhadap orang lain.Gejala yang ditunjukkan
dapat pasif agresif.Agresif dinyatakan dengan membantah, sikap
menentang, bicara kasar, cenderung menuntut terus menerus, bertingkah
laku kasar disertai tindak kekerasan.Permasalahan penderita agresif adalah
sikap yang tidak kooperatif , suka menghambat, bermalas-malasan,
bermuka masam, menyabot, keras kepala dan pendendam.
Paranoid
Keadaan paranoid adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai
perasaan curiga yang tidak beralasan pada orang lain.Penderita dapat
tenang, gelisah selalu mencurigai segala sesuatu yang ada diruangannya ,
selalu ingin tahu dan berusaha mengetahui hal yang dibicarakan atau
dilakukan orang lain, cenderung menarik diri, menunjukkan sikap
bermusuhan yang sering ditujukan pada orang tertentu yang sangat
dicurigai, kadang-kadang bersifat impulsive dan agresif.
Mani
Penderita Mani menunjukkan gejala hipearktif, gaduh gelisah, gembira
berlebihan terus menerus, tidak ada rasa takut. Pada dasarnya penderita
Mani sama dengan penderita depresi , merasa tidak dapat menerima
perasan ini, ia menyangkal hingga timbul kecemasan, penuh kebencian,
dan

rasa

permusuhan

terutama

terhadap

lingkungannya,

hingga
19

melontarkan perasaannya secara kasar dalam cetusan pendek dan cepat


beralih dari satu topic ke topic lainnya .Penderita bertindak seolah
semuanya menjadi kekuasaannya yang penuh, hiperaktif, gaduh gelisah,
bicara dan suaranya keras, waktu tidur memendek.
2.2.6. Diagnosis banding
Gejala PTSD dapat sulit dibedakan dengan gejala gangguan
panik dan Gangguan Cemas Menyeluruh.Hal ini dikarenakan
ketiganya berhubungan dengan kecemasan dan aktivasi gejala
autonomik. .Kunci untuk membedakan PTSD adalah relasi wktu
antara kejadian traumatik dan gejala, dan terngiang-ngiang akan
trauma yang tidak terjadi pada dua kelainan lainnya. Depresi mayor
juga sering terjadi bersamaan dengan PTSD. Hal ini perlu dicatat
karena akan mempengaruhi terapi PTSD.
2.2.7. Prognosis
Kira-kira 30% pasien pulih dengan sempurna,40% terus
menderita gejala ringan,20% terus menderita gejala sedang,dan 10%
tidak berubah atau memburuk.Umumnya orang yang sangat muda
atau sangat tua lebih mengalami kesulitan.
Prognosis yang baik dapat dicapai bila kondisi PTSD muncul
dalam waktu singkat, durasinya singkat, fungsi premorbid yang
baik, dukungan sosial yang baik dan tidak adanya kondisi komorbid
atau penyalahgunaan zat.
2.2.8.

Penatalaksanaan
a. Skrining gangguan psikiatrik yang timbul bersamaan
danlakukan penilaian resiko (bunuh diri/pengabaian diri).
b. Rujukan
kepada
kelompok-kelompok
pendukung
misalnyayayasan medis untuk korban penyiksaan.
c.

Farmakoterapi

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), seperti sertralin dan


paroxetin merupakan terapi garis pertama untuk PTSD.Karena obat ini
20

cukup efektif, tolerable dan aman.SSRIs mengurangi semua gejala pada


PTSD

tidak

hanya

gejala

yang

menyerupai

kecemasan

atau

depresi.Buspirone juga dapat digunakan, Beberapa penelitian juga telah


menunjukkan bahwa imipramin dan amitriptilin dapat bermanfaat. Dosis
yang digunakan sama seperti pada pasien depresi.
Obat-obatan lain yang berguna untuk PTSD adalah monoamine oxidase
inhibitors (MAOIs), trazodone dan anticonvulsant.Haloperidol dapat
digunakan pada kondisi agitasi atau psikotik akut.
Diantara cara psikoterapi suportif yang sering digunakan adalah :
a.

Ventilasi atau katarsis

Yakni membiarkan penderita mengeluarkan isi hati sesukanya, agar


merasa lega dan cemasnya berkurang, dan dapat melihat masalah dalam
proporsi yang benar.Ditanggapi dengan sikap empati, tidak interupsi.
b.

Persuasi

Yakni penerangan yang masuk akal tentang timbulnya gejala-gejala


dengan kata halus dan tegas mengajak seseorang melakukan sesuatu.
c.

Sugesti

Yakni secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran atau


membangkitkan kepercayaan tertentu , dengan sikap yang menyakinkan
dan menunjukkan otoritas professional secara empati
d.

Reasurance atau penjaminan kembali

Yaitu melakukan komentar halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang
hati-hati, bahwa penderita mampu berfungsi secara adekuat; dapat juga
secara tegas dengan menunjukkan pada apa saja yang telah dicapainya.
e.

Guidance atau bimbingan

Yaitu secara praktis memberi petunjuk-petunjuk kepada penderita


mengenai

kehidupan

sehari-hari,

mengenai

hal-hal

pemeriksaan,

pengobatan dan rehabilitasi serta mengenai prosedur-prosedur yang


berhubungan dengan pelayanan kesehatan, sehingga penderita lebih
sanggup mengatasi.
f.

Konseling atau penyuluhan

Yaitu suatu bentuk wawancara untuk membantu penderita memahami


dirinya sendiri lebih baik sehingga ia dapat mengoreksi suatu kesukaran
21

dengan lingkungannya sekitar, pendidikan, pekerjaan, perkawinan dan


masalah pribadi lainnya
Pendekatan kasus sindrom Otak Organik karena ruda paksa (kecelakaan)
Selain istirahat di tempat tidur dan mengobservasi karena dalam waktu 2448 jam dapat terjadi komplikasi , bila perlu dapat diberi sedative, tetapi
norkotika merupakan kontra indikasi.
Pendekatan Psikologis :

Diterangkan tentang gangguannya

Ditentramkan dengan kata-kata, diusahakan katarsis (Ventilasi)


yakni membiarkan penderita mengeluarkan perasaan atau pikiran
secara

sadar

disertai

emosi

yang

bersangkutan

sehingga

lega.Jangan terlalu banyak memotong pembicaraannya.Biarkan ia


mengeluarkankekhawatiran, impuls-impuls, kecemasan, masalah
keluarga, perasaan bersalah dan sebagainya.

Berikan persuasi ialah penerangan yang masuk akal tentang


timbulnya gejala , kritik diri sendiri oleh penderita penting sekali
untuk secara perlahan penderita menjadi yakin bahwa gejalanya
akan hilang.

Berikan reassurance atau penjaminan kembali yang dilakukan


melalui komentar yang halus atau sambil lalu dan dengan
pertanyaan hati-hati, bahwa penderita mampu berfungsi secara
adekuat.Dapat juga diberi secara tegas berdasarkan kenyataan atau
dengan menekankan pada apa yang telah dicapai oleh penderita.

Jangan pusatkan perhatian di kepala

Jangan ditakut-takuti nantinya akan dapat menimbulkan gangguan


neurosis atau psikosomatis.

Untuk menurunkan derajat kecemasan penderita memerlukan rasa aman.


Penolong hendaknya meyediakan waktu untuk mendengarkan keluhan
penderita.Beri

dorongan

dengan

sikap

ramah

tapi

tegas.Jangan

menunjukkan sikap jengkel atau marah, sebaiknya mengerti perasaan dan


tingkah laku penderita serta menanyakan kebenaran-kebenaran interpretasi
22

kita.Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan secara singkat , jangan


memberi keterangan banyak oleh karena daya ingat dan konsentrasi
penderita terganggu.Dorong agar penderita berani mengungkapkan
perasaan secara terbuka.Bila penolong akan meninggalkan penderita
beritahukan kapan akan kembali dan tepati.Jika perlu ada pengganti.Puji
setiap usaha positif. Bila terjadi perubahan pengobatan atau tindakan,
beritahu secara singkat mengapa hal itu terjadi.Setelah penderita tenang ,
kooperatif dan komunikatif tugas penolong adalah berusaha menggali latar
belakang permasalahannya, membantu penderita mengenali permasalahan
yang sebenarnya dan cara yang dipakai penderita dalam mengatasi
permasalahannya selama ini (denial, rasionalisasi, proyeksi, represif,
reaksi formasi , undoing, regresi, identifikasi, kompensasi, displacement,
acting out, sublimasi, simbolisasi dan sebagainya).
Bila penderita Nampak gelisah alihkan kepada hal yang lain, dekati
dengan cara tak langsung.Usahakan penderita berani menghadapi
kenyataan yang ada dan memakai kenyataan itu tidak menimbulkan
permasalahan yang akan datang, bila dapat mengatasi ujian dengan cara
yang wajar.Keluarga perlu dilibatkan agar mengetahui penyebab penyakit
penderita dan diajak bersama mencari jalan keluar yang memadai.
Penderita depresi membutuhkan kasih sayang , perhatian, dorongan dan
peyakinan kembali secara teratur, bila tidak penderita akan merasa
kehilangan, disingkirkan dan marah.Perasaan marah ini menimbulkan
perasaan bersalah, penderita cenderung menghukum diri sehingga
memperberat depresinya.Penderita perlu didekati, duduk disampingnya
tanpa harus memulai percakapan, bila setelah didekati beberapa kali,
penderita mulai memperlihatkan reaksi misalnya menoleh, penolong dapat
menyapanya,

mengucapkan

sesuatu

tanpa

penderita

harus

menjawab.Dengan demikian penderita merasa ada yang memperhatikan,


mendekati, menerima dirinya dan mengasihi. Setelah penderita terbiasa
barulah diajak berbicara secara perlahan.Setelah kooperatif dapat diajak
bercakap-cakap, beri dorongan agar mau mengungkapkan kesedihannya
secara terbuka.Bila penderita menyangkal bahkan marah beri kesempatan
23

mengekspresikan kemarahannya dalam batas wajar. Bila menangis jangan


sekali-kali mengucapkan tak perlu sedih.Sediakan waktu teratur agar
penderita merasa mendapat perhatian serius , ajak membicarakan
masalahnya tanpa member nasehat.Usahakan agar penderita

dapat

mengatakan secara lisan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai,
mempertahankan pendapatnya serta membantah pernyataan yang dianggap
tidak benar.Penderita dicegah supaya tidak melamun.Dengan terapi
kelompok penderita dapat mendengar masalah orang lain sehingga tidak
merasa bahwa dirinya mempunyai masalah.Usahakan obat tidak disimpan
oleh penderita agar tidak digunakan untuk bunuh diri.Waspadai penderita
yang sudah menunjukkan perbaikan tetapi mengatakan putus asa bahaya
bunuh diri. Dalam mengajak melihat permasalahan harus hati-hati agar
tidak malah menimbulkan kecemasan.
Untuk mengatasi meluasnya tingkah laku agresif, sikap penolong yang
diperlukan tenang, percaya diri, bijaksana dan tegas, ajak penderita di
tempat yang tenang, dorong untuk mengemukakan masalah yang
menyebabkan marah dan kesal kemudian dibantu agar mau melihat
masalahnya dari sudut pandang yang lain dalam proporsi wajar.
Untuk membantu mengatasi tingkah laku agresif, penderita difikasi atau
diberi obat. Untuk mengurangi rasa tak aman hendaknya dijelaskan
tindakan yang akan dilakukan agar mau mengatakan apa yang diharapkan,
bagaimana perasaan tentang dirinya dan perawatannya.Perlu digali latar
belakang penderita dalam hubungannya dengan keluarga.Penderita
dibimbing untuk mengenali dan mengendalikan dorongan agresif yang
timbul, diberi kesempatan untuk mengungkapkan isi hati masing-masing
dan mencoba mempertemukannya.
Langkah pertama pada paranoid adalah memberikan rasa aman,
mendengarkan segala keluhan atau pendapat penderita tanpa menyanggah
atau member komentar. Diusahakan tidak tertawa atau berbicara di
hadapan penderita bila ia tidak mengetahui apa yang dibicarakan atau
ditertawakan.Karena waham dan halusinasinya

penderita sering tidak

mau minum obat, obat disembunyikan di rongga mulut atau ditempat


24

tertentu.keluarga perlu dilibatkan untuk mengenal penderita secara lebih


mendalam sehingga mengetahui apa yang seharusnya dilakukan agar dapat
menolong penderita, menerima keadaannya, dan melanjutkan perawatan
dirumah. Bila penderita tampak tegang

dan menunjukkan sikap

permusuhan pada orang tertentu, ajak ke tempat tenang dan dorong agar
mau menceritakan sumber ketegangannya.
Penderita mani memerlukan perlindungan , penerimaan, penghargaan dari
orang lain, akan tetapi karena cenderung mengganggu lingkungan, maka
perlu kerja sama yang baik antar petugas dan adanya kesatuan sikap
dalam

menghadapi

agar

tidak

membingungkan

penderita

dalam

pengalaman emosionalnya.
Usaha pendekatannya menenangkan penderita dengan mengusahakan
lingkungannya yang tidak merangsang, dirawat dalam lingkungan yang
terpisah.Orang yang berhubungan dibatasi pengendalian dirinya karena
penderita sering bicara apa saja termasuk rahasia dirinya.Usahakan
penderita tidak terlibat pertengkaran dengan orang lain karena tingkah
lakunya. Bila perlu difiksasi dan beritahu kapan melepaskannya , cegah
usaha bunuh diri, sebab bila penderita sudah tenang sering megingat
kembali masalahnya, beri pekerjaan yang membutuhkan kelincahan tetapi
dapat selesai dalam jangka waktu pendek. Beritahu keluarga apa yang
dibutuhkan penderita.

BAB III
KESIMPULAN
25

Gangguan stress pasca trauma adalah suatu gangguan kecemasan


yang timbul setelah mengalami atau menyaksikan suatu ancaman
kehidupan atau peristiwa-peristiwa trauma, seperti perang militer,
serangan dengan kekerasan atau suatu kecelakaan yang serius. Peristiwa
trauma ini menyebabkan Andamemberikan reaksi dalam keadaan
ketakutan, tak berdaya dan mengerikan.
Bila gejala-gejala gangguan stres pasca trauma menjadi parah,
gangguan

tersebut

menimbulkan

ketidakmampuan.Stressor

adalah

penyebab utama terjadinya Gangguan Stress Pasca Trauma.Stressor


berupa kejadian yang traumatis misalnya akibat perkosaan, kecelakaan
yang parah, kekerasan pada anak atau pasangan, bencana alam, perang,
atau dipenjara.
Bencana dapat memicu gangguan yang bisa menyangkut keadaan
fisik maupun psikis, bisa saja kondisi akut ataupun puncak/ terminal dari
kondisi

kronisnya

yang

dapat

mempengaruhi

penderita,

juga

mempengaruhi lingkungannya yakni petugas dan keluarga penderita


sehingga perlu pendekatan terpadu agar sedapat mungkin mengurangi
penderitaan,

meminimalkan

keluhan,

mempertinggi

kemampuan,

mengembalikan kesibukan dan membangkitkan minat.


Penatalaksaan gangguan stress pasca trauma dapat dilakukan
dengan psikoterapi dengan dilakukannya terapi individu maupun terapi
kolompok. Dapat juga ditambah dengan menggunakan farmakoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

26

Hibbert

A,Godwin

&

Dear

F.2009.Rujukan

Cepat

Psikiatri.AlihBahasa:Rini Cendika.EGC:Jakarta
Kaplan H,Sadock B & Grebb J.2007.Sinopsis Psikiatri,Jilid 2.Alih
Bahasa:Widjaja Kusuma.Binarupa Aksara:Tanggerang
Mansjoer, Arif,

dkk.

2008.

Kapita

Selekta

Kedokteran.

Media

Aesculapius : Jakarta
Tomb, David A. 2004.Buku Saku Psikiatri edisi 6.EGC : JakartaPPDGJ III

27

Anda mungkin juga menyukai