0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan8 halaman
Perubahan iklim berdampak pada peningkatan berbagai gangguan jiwa seperti depresi, cemas, dan stres pascatrauma. Risiko gangguan jiwa ditentukan oleh tingkat keterpaparan terhadap bencana akibat perubahan iklim beserta faktor-faktor kerentanan individu. Dampak fisik, sosial, dan ekonomi jangka panjang dari perubahan iklim juga dapat menimbulkan tekanan psikologis.
Perubahan iklim berdampak pada peningkatan berbagai gangguan jiwa seperti depresi, cemas, dan stres pascatrauma. Risiko gangguan jiwa ditentukan oleh tingkat keterpaparan terhadap bencana akibat perubahan iklim beserta faktor-faktor kerentanan individu. Dampak fisik, sosial, dan ekonomi jangka panjang dari perubahan iklim juga dapat menimbulkan tekanan psikologis.
Perubahan iklim berdampak pada peningkatan berbagai gangguan jiwa seperti depresi, cemas, dan stres pascatrauma. Risiko gangguan jiwa ditentukan oleh tingkat keterpaparan terhadap bencana akibat perubahan iklim beserta faktor-faktor kerentanan individu. Dampak fisik, sosial, dan ekonomi jangka panjang dari perubahan iklim juga dapat menimbulkan tekanan psikologis.
David siagian Rina rahmadani sidabutar Dina mariana panjaitan • Sebagian besar orang yang terpapar perubahan iklim termasuk bencana dapat beradaptasi dengan baik, namun sebagian yang lain akan mengalami stres, perubahan perilaku dan dapat timbul gangguan jiwa. • Gangguan jiwa terbanyak yang ditemukan saat bencana adalah gangguan depresi,cemas,gangguan stres akut serta gangguan stres pasca trauma. Terjadi rata-rata peningkatan prevalensi (dalam 1 tahun) gangguan jiwa ringan-sedang ( depresi dan cemas ringan-sedang termasuk gangguan stres pascatrauma)menjadi sekitar 15-20%, sedangkan akibat segera dari bencana meningkatkan gangguan jiwa ringansedang tersebut sebesar 5-10%. • Risiko dan tingkat masalah kesehatan jiwa akibat perubahan iklim termasuk bencana ditentukan oleh besarnya derajat keterpaparan terhadap bencana tersebut ( faktor penentu) faktor-faktor kerentanan dan pelindung di populasi tersebut (faktor penentu), faktor kerentanan dan pelindung tersebut (biologis,sosial,faktor ekonomi dan pengalaman individu ), stresor individu (ancaman kematian,kehilangan,kerusakan tempat tinggal dan lain-lain), dan juga stresor sekunder ( hilangnya pekerjaan, kekwatiran finansial,masalah keluarga • Dampak fisik, sosial, dan ekonomi dari perubahan iklim yang ekstrim dapat berimplikasi pada tekanan psikologis baik dalam jangka panjang ataupun pendek. Dampak psikologis terutama pada kecemasan biasanya disebabkan karena meningkatnya tingkat liputan media tentang perubahan iklim di banyak negara (Schmidt, Ivanova, & Schäfer, 2013). • Bagaimanapun, emosi yang berhubungan dengan kekhawatiran akan perubahan iklim ini dapat berdampak positif karena dapat menjadi penentu penting dari tindakan pro lingkungan dan dukungan untuk kebijakan iklim (Smith & Leiserowitz, 2014; Wang, Leviston, Hurlstone, Lawrence, & Walker, 2018). • Wacana terkini mengenai kecemasan akan perubahan iklim sebagian besar manifestasinya hanya berpusat di negara-negara Barat (BBC, 2020; Clayton & Karazsia, 2020; Nugent, 2019). Akibatnya, signifikansi emosi yang berhubungan dengan iklim bagi kesehatan mental masih belum jelas dalam konteks global • Orang yang benar-benar prihatin dan cemas dengan perubahan iklim umumnya secara emosional akan berbicara tentang perubahan negatif yang dirasakan dalam ruang fisik dan alam yang dihargai (Kielland & Larssen, 2019) serta keputusasaan tentang bagaimana kerugian yang dialami oleh generasi mendatang (BBC, 2019). • Dengan meningkatnya frekuensi cuaca abnormal yang dapat dirasakan oleh orang-orang akibat perubahan iklim global, maka emosi negatif yang dirasakan dapat berdampak signifikan pada kesehatan mental seseorang yang khawatir terhadap isu ini. • Hasil Survei Lintas Negara menunjukkan bahwa emosi negatif terkait iklim berkorelasi positif dengan gejala insomnia di semua negara yang diwakili dalam survei lintas negara. Hubungan ini signifikan di semua negara (termasuk Indonesia) kecuali Cina, Italia, Jepang, Malaysia, Norwegia, Slovakia dan Tanzania. • Terdapat banyak bukti bahwa perubahan iklim mempengaruhi kesehatan mental secara langsung melalui bencana alam dan perubahan lingkungan secara bertahap. Misalnya, komunitas yang terkena dampak bencana ekologis seperti angin topan, banjir, kekeringan dan kebakaran hutan menunjukkan peningkatan tingkat gangguan stres pasca trauma (PTSD), kecemasan, depresi dan penyalahgunaan zat (Morganstein & Ursano, 2020). • Peningkatan suhu juga dikaitkan dengan peningkatan angka bunuh diri dan rawat inap karena masalah kesehatan mental (Burke et al., 2018; Carleton, 2017; Obradovich et al., 2018).