Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUBUNGAN STRES DENGAN DIABETES


Guna memenuhi tugas yang disampaikan oleh
Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi.,MA.,Psikolog

Dinda Zhafira Putri (17320150)


Jihan Faras Sanya (17320170)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2020
1. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang menyebabkan


tingginya angka mordibitas dan mortalitas. Berdasarkan laporan statistik
International Diabetes Federation (IDF) saat ini sudah ada sekitar 230 juta
penderita diabetes dengan angka kejadian naik 3% atau 7 juta orang setiap tahuh.
American Diabetes Association (ADA) melaporkan bahwa setiap 21 detik ada
satu orang yang terkena diabetes. Diperkirakan jumbalhnya akan mencapai 350
juta pada tahun 2025, lebih dari setengahnya berada di Asia, terutama di India,
Cina, Pakistan dan Indonesia (Tandra dalam Zainuddin et al., 2015) .
Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang membutuhkan
perawatan dalam jangka waktu yang lama dan memicu rasa putus asa. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh (Setyorini, 2017) menjelaskan bahwa terdapat
stres pada beberapa pasien diabetes melitus tipe II. Pada penelitian tersebut
peneliti melakukan wawancara ke beberapa pasien diebates. Data yang diperoleh
stres tersebut menyangkut lima hal, yaitu awal pasien terdiagnosa diabetes,
keluhan yang dirasakan, lama menderita diabetes, kontrol pola makan, dan
penyebab lainnya. Pasien yang mengalami stres adalah pasien yang sudah
menderita diabetes sekitar 1-5 tahun atau lebih. Kemudian pasien yang berubah
dalam kontrol pola makannya, terlebih terdapat perbedaan antara sebelum dan
sesudah terkena diabetes. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh (Pratiwi
et al., 2014) terhadap tujuh pasien diabetes yang sedang menjalani hemodialisa,
lima diantaranya mengalami sulit tidur, selalu memikirkan penyakitnya, merasa
gelisah, memikirkan masalah keuangan hingga ketidakpastian hidup.
Diabetes merupakan penyakit yang membutuhkan penanganan serius,
karena adanya penyakit diabetes kerap membuat penderita mengalami perubahan
dalam kehidupannya. Baik dari gaya hidup serta pola makan yang mulai diatur.
Dampak psikologis dari penyakit diabetes pun mulai dirasakan oleh penderita,
baik sejak didiagnosis atau sejak penyakit tersebut telah berlangsung lama.
Penderita mulai mengalami gangguan psikis, diantaranya stres pada dirinya
sendiri yang berkaitan dengan tritmen yang harus dijalani (Tjokroprawiro dalam
Jamaluddin & Si, 2008). Stres dan diabetes merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis memilih
penyakit diabetes untuk dikaitkan dengan stres, karena penderita penyakit
diabetes sendiri memiliki dampak psikologis yang sangat berpengaruh terhadap
penyakitnya. Mengingat stres tersebut dapat berpengaruh baik terhadap penyakit
diabetes atau malah berpengaruh buruk. Terlebih penderita juga masih harus
berjuang dalam penyembuhannya dan ada beberapa fase tritmen yang harus
dilakukan. Stres merupakan respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap
kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomenal universal yang terjadi. Setiap
orang pasti mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu
terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres juga mengancam
keseimbangan fisiologis (Rasmun, 2004)
Makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres
dengan penyakit diabetes melitus serta untuk menambah wawasan dan
pengetahuan terkait kedua variabel tersebut.

2. Teori
a. Stres (Musradinur , 2016)

Secara umum stres merupakan suatu pola reaksi dan adaptasi umum,
dalam hal ini pola reaksi menghadapi stresor yang dapat berasal dari dalam
maupun luar individu serta dapat berbentuk bermacam-macam tergantung ciri-ciri
individu yang bersangkutan.
Terdapat empat pandangan mengenai stres, yaitu : stres sebagai stimulus,
stres sebagai respon, stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan,
stres sebagai hubungan antara individu dengan stresor.
a. Stres sebagai Stimulus
Merupakan stres yang terdapat dalam lingkungan (environment).
Individu mengalami stres apabila dirinya menjadi bagian dari lingkungan
tersebut. Pada konsep ini stres merupakan variabel bebas sedangkan
individu adalah variabel terikat. Sebagai contoh, stres sebagai stimulus
dapat diamati pada lingkungan dimana terjadi bencana alam atau musibah
lainnya, seperti banjir, gunung meletus, dll.
b. Stres sebagai Respon
Menyatakan bahwa stres merupakan respon atau reaksi individu
terhadap stresor. Pada konteks ini stres merupakan variabel tergantung
sedangkan stresor merupakan variabel bebas. Berdasarkan pandangan dari
Sutherland dan Cooper, Bart Smet menyatakan respon individu terhadap
stresor memiliki dua komponen, yaitu : komponen psikologis, seperti
terkejut, cemas, malu, panik, nervous serta komponen fisiologis, seperti
denyut nadi cepat, perut mual, dan berkeringat.
c. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan
Interaksi antara manusia dan lingkungan yang saling
mempengaruhi merupakan hubungan transaksional. Pada konteks ini, stres
tidak dipandang sebagai stimulus atau respon saja, namun suatu proses
dimana individu juga merupakan pengantara (agent) yang aktif dan dapat
mempengaruhi stresor melalui strategi perilaku kognitif dan emosional.
Sebagai contoh, stresor ditanggapi berbeda-beda oleh beberapa individu.
Satu individu mengalami stres berat, yang lain mengalami stres ringan,
dan mungkin yang lain lagi tidak mengalami stres. Menurut Bart Smet,
reaksi terhadap stres bervariasi antara individu satu dengan lainnya. Hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh : Kondisi individu (umur, tahap
perkembangan, jenis kelamin, tempramen, inteligensi, tingkat pendidikan,
kondisi fisik), karakteristik kepribadian (introvert atau ekstrovert,
stabilitas emosi, locus of control), variabel sosial-kognitif (dukungan
sosial dan jaringan sosial), strategi coping.
d. Stres sebagai hubungan antara individu dengan stresor
Terjadinya stres bukan hanya dapat terjadi karena faktor yang ada di
lingkungan. Stresor dapat berupa faktor yang ada dalam diri individu,
misalnya penyakit yang sedang diderita atau konflik internal. Menurut
Maramis, stres terjadi karena frustasi, konflik, tekanan, dan krisis.
1. Frustasi merupakan ketidakseimbangan psikis karena tujuan gagal
dicapai.
2. Konflik adalah terganggunya keseimbangan karena individu
bingung dalam menghadapi beberapa tujuan yang harus dipilih.
3. Tekanan merupakan suatu hal yang mendesak untuk dilakukan
oleh individu. Tekanan dapat berasal dari diri sendiri, misalnya
keinginan yang kuat untuk meraih suatu hal. Selain itu tekanan
juga dapat berasal dari lingkungan.
4. Krisis merupakan situasi yang terjadi tiba-tiba dan yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan.

b. Diabetes

Menurut Price & Wilson dalam (Zainuddin et al., 2015) diabetes melitus
merupakan penyakit gangguan metabolisme yang mempengaruhi produksi energi
di dalam sel. Diabetes melitus ditandai dengan hilangnya toleransi karbohidrat
yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Secara umum,
diabetes melitus terbagi menjadi 2 jenis yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes
tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin, dimana jumlah penderitanya
sekitar 5% sampai 10%, dan yang terbesar adalah diabetes melitus tipe 2 yaitu
diabetes yang tidak bergantung pada insulin, jumlah penderita tipe ini mencapai
90% hingga 95% dari seluruh kasus diabetes di seluruh dunia (Smeltzer & Bare
dalam (Zainuddin et al., 2015). Menurut Tandra dalam (Zainuddin et al., 2015)
diabetes melitus tipe 2 adalah diabetes resisten insulin, pada penderita diabetes
tipe 2 pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk.
Banyak penderita yang tidak sadar bahwa mereka terkena penyakit diabetes,
karena gejala awalnya perlahan sehingga tidak dirasakan. Penderita biasanya baru
menyadari setelah mereka mengalami berbagai komplikasi dan telah didiagnosis
oleh dokter bahwa penderita mengalami diabetes.
Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan
dan akan memberikan dampak terhadap kualitas hidup manusia dan berdampak
pada peningkatan biaya yang cukup besar, namun pasien tetap memiliki harapan
untuk memiliki tingkat kesehatatan yang lebih baik. Oleh karena itu, dibutuhkan
perhatian lebih dibandingkan dengan pederita penyakit kronis lainnya, khususnya
pada penderita diabetes melitus tipe 2 (Kusumadewi dalam Siregar & Hidajat,
2017).

3. Dinamika psikologis

Menurut Fisher, dkk dalam (Jamaluddin & Si, 2008) diabetes dan stres
merupakan dua hal yang saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kontrol yang kurang pada glukosa darah akan menimbulkan perasaan stres.
Bila seseorang menghadapi situasi yang menimbulkan stres maka respon stres dapat
berupa peningkatan hormon adrenalin yang akhirnya dapat mengubah cadangan glikogen
menjadi glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi secara terus menerus dapat
menyebabkan komplikasi diabetes. Hal serupa juga diungkapkan oleh Discovery Health
(2007) bahwa stres telah lama menjadi salah satu faktor yang telah muncul pada
penderita diabetes. Stres sangat berpengaruh terhadap pengendalian dan tingkat kadar
glukosa darah. Bila seseorang menghadapi situasi yang menimbulkan stres maka respon
stres dapat berupa peningkatan hormon adrenalin, kemudian dapat merubah cadangan
glikogen dalam hati menjadi glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi inilah apabila
terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan komplikasi diabetes.
Pratiwi et al., (2014) menjelaskan bahwa stres dapat meningkatkan kadar glukosa
darah, karena stres menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin yang
memiliki efek sangat kuat dalam menyebabkan proses glikogenesis di dalam hati. Hal
tersebut akan berdampak pada lepasnya sejumlah besar glukosa ke dalam darah selama
beberapa menit. Stres juga cenderung membuat seseorang senang mengkonsumsi
makanan yang manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin otak, yang mempunyai
efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Namun, makanan manis berbahaya
bagi mereka yang beresiko mengidap atau memiliki penyakit diabetes.
Stres pada pasien diabetes dapat berakibat gangguan pada pengontrolan gula
darah. Pada saat keadaan stres akan terjadi peningkatan ekskresi hormon katekolamin,
glukagon, glukokortikoid, dan endorfin. Stres menyebabkan produksi berlebih pada
kortisol, yang berfungsi melawan efek insulin dan menyebabkan kadar glukosa darah
tinggi. Jika seseroang mengalami stres dalam tubuhnya, maka kortisol yang dihasilkan
akan semakin banyak dan dapat mengurangi sensifitas tubuh terhadap insulin. Kortisol
merupakan penghambat dari fungsi insulin sehingga membuat glukosa lebih sulit untuk
memasuki sel dan meningkatkan glukosa darah.
Ketika individu mengalami penyakit diabetes melitus, maka individu tersebut
diharuskan menjalani beberapa pengobatan dan harus menjalani perubahan pola hidup.
Selain itu, mereka tidak boleh mengkonsumsi beberapa makanan yang mereka senangi
terutama makanan yang mengandung kadar gula yang tinggi. Perubahan dalam hidup
yang mendadak membuat penderita diabetes melitus menunjukkan reaksi psikologis yang
negatif diantaranya marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang meningkat, stres dan
depresi (Siregar & Hidajat, 2017).
Dilansir dari Tempo.co (2020) dr. Sonia Wibisono menjelaskan bahwa saat
seseorang stres, kelenjar pituitari di dalam otak akan mengurangi serta menurunkan
produksi hormon serotonin. Hormon serotonin adalah hormon yang sangat kompleks dan
mempengaruhi kelenjar pankreas mengeluarkan insulin. Pada kondisi stres, produksi
serotonin akan berkurang sehingga kemampuan meningkatkan produksi insulin pun
berkurang. Akibatnya, hormon insulin menjadi minim. Selain itu dr.Sonia menyebutkan
bahwa hormon insulin berfungsi untuk mengatur atau menurunkan kadar glukosa dalam
darah. Berdasarkan penjelasan tersebut insulin sangat sangat berpengaruh pada
perkembangan penyakit diabetes.

4. Bagan

a. Pengaruh diabetes terhadap stres


b. Pengaruh stres terhadap diabetes

5. Kesimpulan

Setiap penyakit yang diderita sebagian besar menghasilkan dampak psikologis,


begitupun setiap gangguan psikologis dapat berdampak pula dengan munculnya suatu
penyakit atau gangguan fisik. Salah satunya, penyakit diabetes dan stres adalah dua hal
yang saling mempengaruhi dan saling terkait. Ketika stres tidak bisa dikontrol, maka
kemungkinan besar akan berpengaruh buruk terhadap penyakit diabetes itu sendiri.
Individu diharapkan dapat menghindari stres semaksimal mungkin. Agar penyakit
diabetes bisa diatasi dengan baik. Individu juga diharapkan dapat mengontrol stres
dengan cara menghindari segala sumber stres agar perkembangan penyakit diabetes yang
diderita individu semakin membaik dan dalam batas aman sehingga tidak membahayakan
individu tersebut.
Daftar Pustaka

. M. (2016). Stres Dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Psikologi. JURNAL EDUKASI:
Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 183. https://doi.org/10.22373/je.v2i2.815
Jamaluddin, M., & Si, M. (2008). Strategi Coping Stres Penderita Diabetes Mellitus Dengan Self
Monitoring Sebagai Variabel Mediasi. El-QUDWAH, 0(0), 1–19.
Pratiwi, P., Amatiria, G., & Yamin, M. (2014). Pengaruh Stress Terhadap Kadar Gula Darah
Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Kesehatan,
5(1), 11–16.
Setyorini, A. (2017). Stres dan Koping pada Pasien Dengan DM Tipe 2 dalam Pelaksanaan
Manajemen Diet di Wilayah Puskesmas Banguntapan II Kabupaten Bantul. Health Sciences
and Pharmacy Journal, 1(1), 1. https://doi.org/10.32504/hspj.v1i1.3
Siregar, L. B., & Hidajat, L. L. (2017). Faktor yang Berperan terhadap Depresi, Kecemasan
Kasus Puskesmas Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. Jurnal Ilmiah Psikologi MANASA,
6(1), 15–22.
Zainuddin, M., Utomo, W., & Herlina. (2015). Hubungan Stres dengan Kualitas Hidup Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Online Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau, 2(1), 890–898. https://www.neliti.com/publications/188387/hubungan-
stres-dengan-kualitas-hidup-penderita-diabetes-mellitus-tipe-2

Anda mungkin juga menyukai