Anda di halaman 1dari 22

TUGAS FARMASETIKA TERAPAN

“GARIATRI DAN DIABETES MELITUS”

OLEH:

1. MUHAMMAD MUFLIH KASIM (O1A117107)


2. PRAHEDI SETYA IBRAHIM (O1A117117)
3. SELVI HASTIANINGSIH (O1A117122)
4. WA ODE HASZRAM DANI (O1A117130)
5. AISAH NUR HAWA (O1A117134)
6. GREYSHELLA (O1A117145)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
FARMASETIKA TERAPAN
“GARIATRI DAN DIABETES MELITUS”

1. Resep

2. Assesment Pasien

No. Kriteria Keterangan

1 Data Pasien Pasien atas nama Bp. Wawan berumur 58 tahun


dengan berat 67 kg

2 Riwayat Penyakit Diabetes mellitus


3 Riwayat -

Pengobatan

4 Keadaan Khusus -

3. Teori umum
a. Gariatri
Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang
mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk,
2009). Geriatri merupakan cabang ilmu dari gerontologi yang mempelajari
tingkat kesehatan pada lanjut usia dari berbagai aspek, diantaranya:
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang mencakup kesehatan
jasmani, jiwa, dan sosial. Pada prinsipnya geriatri mengusahakan masa tua
yang bahagia dan berguna (Tamher, 2009).
Proses penuaan merupakan suatu hal yang wajar, dan ini adalah
dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya cepat dan
lambatnya proses tersebut tergantung pada usia individu. Secara teori
perkembangan manusia yang dimulai dari masa bayi, anak, remaja,
dewasa, tua, dan akhirnya masuk fase usia lanjut dengan umur diatas 60
tahun. Dibutuhkan persiapan untuk menyambut hal tersebut supaya tidak
menimbulkan masalah fisik, mental sosial bahkan psikologis. Menua
( menjadi tua) adalah proses menghilangnya secara perlahanlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan atau penyakit yang di derita (Sunaryo, 2016).
Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran fisik seperti
kulit mengendur, penglihatan dan pandangan berkurang, mudah lelah serta
terserang berbagai penyakit seperti hipertensi, asam urat, rematik dan
penyakit lainnya.selain fisik, perubahan psikis juga sangat mempengaruhi
kualitas hidup lansia, seperti tidak mampu mengingat dengan jelas,
keepian, takut menghadapi kematian, 3 serta depresi yang akan
berpengaruh pada kualitas hidup seseorang lansia (Ebersole, 2005).World
Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan kualitas
hidup adalah persepsi individu terhadap kehidupannya di masyarakat
dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada yang terkait dengan
tujuan, harapan, standar, dan perhatian.Kualitashidup merupakan suatu
konsep yang sangat luas yang dipengarui kondisi fisik individu, psikologis,
tingkat kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan (Yuliati,
Baroya, & Ririanty, 2014).
Perubahan fisik yang terjadi pada lansia erat kaitannya dengan
perubahan psikososialnya. Pengaruh yang muncul akibat berbagai
perubahan pada lansia tersebut jika tidak teratasi dengan baik, cenderung
akan mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh. Permasalahan
psikologis yang dialami lansia di panti dan merupakan bagian dari
komponen yang menentukan kualitas hidup seseorang dan berhubungan
dengan dukungan keluarga.Interaksi sosial atau dukungan sosial dalam
keluarga dapat berjalan dengan baik apabila keluarga menjalankan fungsi
keluarga dengan baik, terutama dalam fungsi pokok kemitraan
(partnership), kasih sayang (affection), dan kebersamaan
(resolve).Pemenuhan kebutuhan sosial lansia di komunitas cenderung lebih
baik dari pada di panti, karena interaksi lansia di komunitas pada dasarnya
lebih luas dari pada lansia di panti. Hal ini disebabkan karena, ada
penurunan efisiensi keseluruhan, sosialisasi karena interaksi lansia di
komunitas pada dasarnya lebih luas dari pada lansia di panti .Hal ini
disebabkan karena, ada penurunan efisiensi keseluruhan, sosialisasi,
tingkat keterlibatan dalam pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, serta
penurunan dukungan dari keluarga (Yuliati, dkk 2014). Akibat banyaknya
penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat yang
beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa.Selain itu, perlu
diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang
berperan dalam mengolah obat-ohat yang masuk ke dalam tubuh telah
herkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut
akanmenumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala
komplikasinya jika diberikan dengan dosis yang sama dengan orang
dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek
samping ohat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak
tepat, ketidakpatuhan meminum ohat, serta penggunaan ohat yang
berlehihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama (Maryam dkk.,
2008)
b. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit ganguan pada
endokrin yang merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas sehingga
insulin mengalami kekurangan. Menurut America Diabetes Associantion,
2011, Diabetes melitus (DM) adalah penyakit multi sistem kronik yang
berhubungan dengan ketidak normalan produksi insulin, ketidakmampuan
penggunaan insulin atau keduanya. Diabetes melitus merupakan salah satu
masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat
menurunkan sumber daya manusia.Penyakit ini tidak hanya berpengaruh
secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara (Suyono, 2007).
Tujuan terapi diabetes melitus adalah untuk mencapai kadar glukosa
normal tanpa terjadi hipoglikemia serta memelihara kualitas hidup yang
baik. Lima komponen yang harus diperhatikan dan diikuti pasien dalam
penatalaksanaan umum diabetes yaitu diet, latihan, pemantauan kadar
glukosa darah, terapi serta pendidikan (Imelda.,2019).
Salah satu komplikasi dari diabetes mellitus adalah masalah pada
kaki diabetes. Kaki diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan mudah
mengalami luka, dan akan cepat berkembang menjadi ulkus kaki
(Monalisa dan Gultom, 2009). Pengontrolan gula darah merupakan cara
yang dapat dilakukan karena menurut ilmu kedokteran bahwa penderita
DM tidak akan pernah sembuh dari penyakitnya dan penyakit DM
merupakan penyakit yang dibawa seumur hidup (Pratita, 2012).
Terkontrolnya kadar gula darah tergantung pada penderita itu sendiri
(Pratita, 2012). Hal ini dapat dilakukan penderita dengan cara mematuhi
peraturan pengobatan. Sedangkan pengobatan yang bersifat non
farmakologis berupa menjalankan gaya hidup sehat seperti: mengkonsumsi
makanan bergizi dan mengurangi mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak serta istirahat yang cukup yang dilanjutkan dengan
olahraga teratur.
Orang yang mengidap penyakit diabetes melitus lebih tinggi
resikonya mengalami masalah kaki karena berkurangnya sensasi rasa nyeri
setempat (Neuropati) sehingga membuat penderita tidak menyadari dan
sering mengabaikan luka yang terjadi. Sirkulasi darah pada tungkai yang
menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah berperan terhadap
timbulnya kaki diabetik dengan menurunnya jumlah oksigen dan nutrisi
yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain sehingga menyebabkan luka
sulit sembuh. Berkurangnya daya tahan tubuh yang terjadi pada penderita
diabetes mellitus juga lebih rentan terhadap infeksi.Upaya pencegahan
primer pada pengelola kaki diabetik yang bertujuan untuk mencegah luka
kaki secara dini penting sekali untuk menghindari kerusakan lebih lanjut
dan timbul ulkus yang dapat mengakibatkan tindakan amputasi.Infeksi
atau luka kecil harus ditangani dengan serius (Monalisa dan Gultom,
2009).
Salah satu faktor penyebab tingginya prevalensi diabetes melitus
tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan
paparan terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat
meningkatkan faktor resiko diabetes mellitus tipe 2 adalah perubahan gaya
hidup seseorang, diantaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang
akan menyebabkan obesitas. Selain pola makan tidak seimbang, aktifitas
fisik juga merupakan faktor risiko diabetes mellitus.latihan fisik yang
teratur dapat meningkatkan mutu pembuluh darah dan memperbaiki semua
aspek metabolik termasuk meningkatkan kepekaan insulin serta
memperbaiki toleransi glukosa. Peningkatan diabetes risiko diabetes
seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 45- 60 tahun,
disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi
glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan
sel pankreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang
berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot
sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot
sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi terhadap insulin.
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi kejadian DM Tipe 2 pada wanita
lebih tinggi daripada laki-laki.Resiko menderita DM bila salah satu orang
tuanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki
DM maka resiko untuk menderita DM adalah 75% (Diabetes UK,
2010).Faktor genetik turut menyumbang berkembangnya diabetes dalam
tubuh seseorang, seperti pada kelainan pancreas yang tidak dapat
menghasilkan insulin (DM tipe 1). Namun, bukan berarti DM tipe 2 tidak
dipengaruhi oleh riwayat keluarga. Riwayat keluarga lebih sering dikaitkan
dengan DM tipe 2 dibandingkan dengan tipe 1 (Imelda.,2019)
4. Skrining Resep
a. Administratif (Kelengkapan Resep)
NO URAIAN PADA RESEP
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter:
1 Nama dokter 
2 SIP dokter 
3 Alamat dokter 
4 Nomor telepon 
5 Tempat dan tanggal penulisan resep 
Invocatio
6 Tanda R/ di awal penulisan resep 
Prescriptio
7 Nama Obat 
8 Kekuatan obat 
9 Jumlah obat 
Signatura
10 Nama pasien 
11 Jenis kelamin 
12 Umur pasien 
13 Barat badan 
14 Alamat pasien 
15 Aturan pakai obat 
16 Iter/tanda lain 
Subscriptio
17 Tanda tangan/paraf dokter 
Kesimpulan:
Resep tersebut lengkap / tidak lengkap (coret yang tidak perlu)
Cara Pengatasan Jika Resep Tidak Lengkap
1. Menghubungi dokter terkait yang memberikan resep untuk memastikan legalitas
dari resep yang diberikan.
2. Informasi yang belum lengkap bisa ditanyakan langsung kepada pasien untuk
memverifikasi hasil skrining resep
5. Perhitungan Bahan dan Dosis dalam Resep
a. Amlodipin

Perhitungan Elderly Oral: awal: 5 mg sekali sehari atau setiap harii

Dosis (maksimum: 20 mg/hari) (Aberg, 2009).

Berdasarkan literatur sudah sesuai dengan yang tertera


diresep (5 mg/sekali, 1 kali sehari)

Perhitungan Dosis resep 5 mg; Sediaan beredar: 5 mg

Bahan Keterangan diresep yaitu amoldipin @5 mg no. XX yang


berarti diambil 20 tablet dari sediaan amlodipin 5 mg. Serta
terdapat keterangan det V artinya sudah pernah diberikan 5
tablet sebelumnya, sehingga yang perlu diberikan adalah 15
tablet.

b. Metformin

Perhitungan Dosis Harian: 500-3000 mg/hari, diare ( Diberikan


Dosis dalam 2-3 dosis terbagi). Dosis Maksimal; 3000
mg/hari,Obat diberikan bersama sesudah
makanan,khusus sediaan XR dosis maksimal 2000
mg/hari

Perhitungan - Berdasarkan literatur sudah sesuai dengan yang tertera


Bahan diresep (500 mg/sekali, tiga kali sehari)

Perhitungan Bahan
Dosis resep 500 mg; Sediaan beredar: 500 mg Keterangan
adalah ‘no XXX, maka tablet @500 mg metformin diambil
sebanyak 30 tablet. Pada resep tertera tanda did ( da in
dimidio) yang arinya diberikan separuhnya, berarti jumlah
obat yang diberikan adalah 15 tablet.
c. HCT

Peritungan dosis HCT diresepkan dengan dosis 12,5-25 mg sekali sehari


(Pikir, 2015). Dewasa sehari 1 tablet, dengan atau
tanpa makanan (ISO, 2017).
Berdasrkan Literatur sudah sesuai dengan yang tertera
diresep (25 mg/sekali, 1 kali sehari)
Perhitungan Dosis resep 25 mg; Sediaan beredar 25 mg
Bahan Keterangan diresep yaitu HCT @25 mg no. X, maka
tablet @25 mg HCT diambil sebanyak 10 tablet. Tapi
terdapat keterangan det III artinya obat yang sudah
diserahkan sebanyak 3 tablet, jadi obat yang perlu
diserahkan sebanyak 7 tablet

d. Glibenklamid

PerhitunganDosi Dosis Harian : 2,5 - 5 mg/hari (Sweetman, 2009),


s 2,5–5 mg PO/hari (Weiner, 2018),
11/2 tablet (5 mg 1/2 / hari) setelah
makan pagi (ISO, 2018).
*Dosis awal
Catatan :
a. Dosis pemeliharaan yang disesuaikan tiap 7
hari yakni dosis dinaikan hingga 1 tablet (5
mg) hingga maksimal 20 mg/hari (bila
sampai 1 minggu) (ISO, 2018 ; Sweetman,
2009 ; Weiner, 2018)
b. Dosis > 10 mg setiap hari dapat diberikan
dalam 2 dosis terbagi. (Sweetman, 2009),
c. Karena durasi kerja glibenclamide relatif
lamasebaiknya dihindari pada orang tua
(Sweetman, 2009)
Berdasarkan literatur yang ada, dosis yang tertera
diresep sesuai/masih masuk dalam range dosis
pemakaian sehari yaitu 5 mg 1/2 / hari = 2,5 mg /
sekali, 1 kali sehari (range : 2,5 – 5 mg)
Perhitungan Dosis resep 2,5 mg;
Bahan Sediaan beredar: 5 mg (10 tablet/strip)
Keterangan diresep yaitu glibenklamid @5 mg no.
X yang berarti diambil 10 tablet (1 strip) dari
sediaan glibenklamid 5 mg. Tapi terdapat
keterangan det III artinya obat yang sudah
diserahkan sebanyak 3 tablet, jadi obat yang perlu
diserahkan sebanyak 7 tablet

e. Simvastatin

Peritungan dosis Dosis awal 5-10 mg/hari dosis tunggal pada malam
hari. Dosis dapat disesuaikan dengan interval 4
minggu. Maksimal 40 mg/hari sebagai dosis tunggal
(malam hari) (Tim medicinal Mini Notes, 2019)
Berdasrkan Literatur sudah sesuai dengan yang tertera
diresep (10 mg/sekali, 1 kali sehari)
Perhitungan Dosis resep 10 mg; Sediaan beredar 10 mg
Bahan Keterangan diresep yaitu Simvastatin25 mg no. XX,
maka tablet @25 mg Simvastatin diambil sebanyak 25
tablet. Serta terdapat keterangan det V artinya obat
yang sudah diserahkan sebanyak 5 tablet, jadi obat
yang perlu diserahkan sebanyak 15 tablet

Kesimpulan:

No Nama Obat Dosis Resep Dosis Literatur Kesimpulan Rekomendasi


5 mg sekali
5 mg/sekali,
1 Amlodipin sehari atau Sudah sesuai
1 kali sehari
setiap hari.
500-3000
mg/hari,d
( Diberikan
2 Metformin 500 mg Sudah sesuai -
dalam 2-3
dosis
terbagi)
Berdasarkan
literatur pemberian
Hidroklorotiazid
(HCT) harus
diawali dengan
dosis paling rendah
12,5-25 mg yaitu12,5 mg 1 kali
3 HCT 25 mg Sudah sesuai
sekali sehari sehari pada pagi
hari, untuk
menghindari efek
samping metabolik,
dan efek diuresis
pada malam hari
(Ramadhan., 2015)

4 Gibenklamid 5 1/2mg 2,5–5 mg/hari Sudah sesuai -

10 mg, 1 kali
5 Simvastatin 5-10 mg/hari Sudah sesuai -
sehari
6. Informasi Obat dalam Resep
a. Amoldipin

Hipertensi, profilaksis angina


Indikasi

Kontra Hipersensitivitas,syokkardiogenik,anginapectoristidakstabil,
stenosis aorta yang signifikan
Indikasi

Peringatan Gangguan fungsi hati, hamil, laktasi


Hiponatremia, ginekomastia gastrointestinal: mual, diare, muntah,
sakit perut, sakit gas, perubahan nafsu makan, sembelit
Genitourinary: impotensi neuromuskular & skeletal: kram otot,
Efek
kelemahan pernapasan: batuk, dyspnea .Hipotensi ortostatik,
Samping aritmia, palpitasi, nyeri dada, alopecia, pendarahan GI, poliuria,
kejang kandung kemih, dysuria, penyakit kuning, tekanan
intraokular meningkat, dyspnea(Aberg,2009).
Elderly Oral: awal: 5 mg sekali sehari atau setiap hari. Dosis:
Dosis lainDosing: Pediatric Hypertension (penggunaan tanpa
label):anak-anak 1-17 tahun: lisan: 0.4-0.625 mg/kg/hari
Pemakaian
(maksimum:20 mg/hari) (Aberg, 2009).
 Analog prostacyclin: dapat meningkatkanefek hipotensif dari
antihipertensi. Risiko C: Monitor terapi
 Mitotane:kalium-sparingdiuretik dapat mengurangiefek
terapeutik Mitotane. Diuretik dosis tinggi (misalnya,
sindrom Cushings) mungkin hadir risiko secara signifikan
lebih tinggi daripada dosis rendah (misalnya, CHF). Risiko
D: mempertimbangkan modifikasi terapi
 Kaliumgaram:dapatmeningkatkanefekhiperkalemikdari
Interaksi diuretik-sparing kalium. RisikoD:mempertimbangkan
modifikasi terapi
 Herbal(sifathipertensi):dapatmengurangi efek antihipertensi
Obat
dari antihipertensi. Risiko C: Monitor terapi
 Glikosida jantung: diuretik-sparing kalium dapat
mengurangi efekterapeutik glikosida jantung. Khususnya,
efek inotropik. Risiko C: Monitor terapi
 Diazoksida: dapat meningkatkan efek hipotensif dari
antihipertensi. Risiko C: Monitor terapi
 Methylphenidate:dapatmengurangiefekantihipertensidari
antihipertensi. Risiko C: Monitor terapi

b. Metformin

Diabetes mellitus tipe2(pilihanpertama pada pasien DM dengan


Indikasi
berat badan berlebih)

Kontra Gangguan fungsi ginjal (GFR < 30 ml/menit/1,73 m2),


ketoasidosis, baru mengalami infark miokard, adanya gangguan
Indikasi
hati berat,serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
● Diturunkan dosisnya pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal

● Hentikan sebelum pembedahan dan ganti dnegan insulin


Peringatan
● Periksa fungsi ginjal sebelum atau sekali setahun selama

pengobatan metformin
Anoreksia,mual,muntah,diare (umunnya sementara), nyeri perut,
rasa logam, asidosis laktat ( jika terjadi hentikan terapi )
Efek
penurunan penyerapan vitamin B12, eritema, pruritus urtikaria
Samping an hepatitis.

Dosis Harian: 500-3000 mg/hari,diare ( Diberikan dalam 2-3 dosis


Dosis terbagi). Dosis Maksimal; 3000 mg/hari,Obat diberikan bersama
sesudah makanan,khusus sediaan XR dosis maksimal 2000
Pemakaian
mg/hari

 Amlodipin: Resiko atau tingkat keparahan hipoglikemia


dapat meningkat ketika Amlodipine dikombinasikan dengan
Metformin
Interaksi
 Glimepirid: Resiko atau tingkat keparahan Hipoglikimia
ketika Glimipiride dikombinasikan dengan Metformin.
Obat  Simvastatin: Metformin dapat meningkatkan aktifitas
hipolipidimik Sinvastatin. ●
 Aturan pakai 500 mg/ sekali, 3 kali sehari setelah makan
c. HCT

Indikasi Terapi hipertensi yang tidak terkontrol (ISO, 2017)


Kontra Indikasi Hipersensitif, Hamil dan menyusui, gangguan ginjal berat,
gangguan hati berat atau kolestatis, hipokalemia, refraktori,
hiperkalsemia, gout (ISO, 2017).
Kurangi resiko stroke dan serangan jantung (Pikir., 2015).
Peringatan Menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiponatremia dan hipokloremik alkalosis). Tiazid dapat
menurunkan eksresi kalsium urin dan dapat menyebabkan
peningkatan serum kalsium sedikit demi sedikit dengan tidak
adanya gangguan yang diketahui dari metabolisme kalsium.
Hiperkalsemia ditandai dengan adanya hiperparatiroidisme
yang tersembunyi.
Efek Samping Banyak kencing, tubuh kekurangan kalium, gangguan seks
pada pria (Pikir., 2015)
Hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia, hiperurisemia,
hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi seksual
(Permaiswari., 2018).
Dosis Edema, dosis awal 12,5-25 mg sehari, untuk penunjang jika
Pemakaian
mungkin dikurangi; edema kuat pada pasien yang tidak
mampu untuk mentoleransi diuretika berat, awalnya 75 mg
sehari.
Hipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari, jika perlu tingkatkan
sampai 25 mg sehari. Usia Lanjut. Pada pasien tertentu
(terutama usia lanjut) dosis awal 12,5 mg sehari mungkin
cukup.
HCT sering diresepkan dengan dosis 12,5-25 mg sekali sehari
(Pikir, 2015).
Dewasa sehari 1 tablet, dengan atau tanpa makanan (ISO,
2017).
Interaksi Obat Alkohol, barbiturat atau narkotik; obat-obat antidiabetik (oral
dan insulin); kolestiramin dan resin kolestipol; kortikosteroid,
ACTH; glikosida digitalis; AINS; pressor amine (seperti
noradrenalin); relaksan otot skelet nondepolarizing; garam
kalsium; atropin, beperiden, siklofosfamid, metotreksat.
Aturan Pakai
12,5-25 mg/hari (Permaiswari., 2018).

d. Glibenklamid

Indikasi antidiabetes dalam pengobatan diabetes mellitus tipe 2


(Sweetman, 2009)
KontraIndikasi hipersensitif terhadap obat atau golongan, DKA, IDDM, CrCl
<50 (Weiner, 2018)

Perhatian Disfungsi hati atau ginjal, hipersensitif terhadap sulfonamid,


penyakit tiroid, insufisiensi adrenal(Weiner, 2018)
Efek 1. Anemia hemolitik imun yang disebabkan oleh defisiensi
IgA selektif
Samping 2. Trombositopenia dan kecenderungan perdarahan
3. Hemolisis akut akut yang diinduksi Meloni T.
Glyburidepada pasien yang kekurangan G6PD dengan
NIDDM.
4. Hemolisis yang diinduksi oleh glyburide pada
myelodysplastic sindroma.
5. Hipoglikemia berat akibat durasi tindakan yang relatif
lama. Kasus ini rata-rata pada pasien 70tahun; hanya
satu yang berusia kurang dari 60 tahun.
6. Koma atau kesadaran yang terganggu
7. Porfiria
8. Penurunan fibrilasi ventrikel mengembangkan infark
miokard hingga iskemia
(Sweetman, 2009)
Dosis dan Cara Dosis Harian : 2,5 - 5 mg/hari (Sweetman, 2009),
pemakaian 2,5–5 mg PO/hari (Weiner, 2018),

11/2 tablet (5 mg 1/2 / hari) setelah makan pagi


(ISO, 2018).

*Dosis awal

Catatan :

a. Dosis pemeliharaan yang disesuaikan tiap 7 hari yakni


dosis dinaikan hingga 1 tablet (5 mg) hingga maksimal
20 mg/hari (bila sampai 1 minggu) (ISO, 2018 ;
Sweetman, 2009 ; Weiner, 2018)
b. Dosis > 10 mg setiap hari dapat diberikan dalam 2 dosis
terbagi. (Sweetman, 2009),
c. Karena durasi kerja glibenclamide relatif
lamasebaiknya dihindari pada orang tua (Sweetman,
2009)
Interaksi a. NSAID :Tindakan hipoglikemik sulfonilurea dapat
diperkuat oleh obat-obatan tertentu, termasuk NSAID
dan obat lain yang sangat terikat protein (mis., Salisilat,
Obat
sulfonamid, kloramfenikol, probenecid, coumarins,
MAOI, dan agen penghambat β-adrenergik).
b. Tiazid dan diuretik lainnya: Obat-obatan tertentu
cenderung menghasilkan hiperglikemia dan dapat
menyebabkan hilangnya kontrol. Obat-obatan ini
termasuk tiazid dan diuretik lainnya, kortikosteroid,
fenotiazin, produk tiroid, estrogen, kontrasepsi oral,
fenitoin, asam nikotinat, simpatomimetik, obat
penghambat saluran kalsium, dan isoniazid.
Ketika obat-obatan tersebut diberikan kepada pasien
yang menerima glyburide, pasien harus diamati secara
cermat untuk kehilangan kontrol. Ketika obat-obatan
tersebut ditarik dari pasien yang menerima glyburide,
pasien harus diamati secara cermat untuk hipoglikemia.
c. Siprofloksasin dan antibiotik fluoroquinolon:
menghasilkan potensiasi aksi hipoglikemik glikburida.
d. Mikonazol oral : menyebabkan hipoglikemia berat
(Weiner, 2018)

e. Simvastatin

hiperkolesterolemiaprimerataudislipidemiacampuran,koroner
Indikasi
klinis, astereosklerosis koroner pada pasie jantung koroner
Dosis awal 5-10 mg/hari dosis tunggal pada malam hari. Dosis
dapat disesuaikan dengan interval 4 minggu. Maksimal 40 mg/hari
Dosis sebagai dosis tunggal (malam hari) (Tim medicinal Mini Notes,
2019)

Kontra gangguan hati, hamil, menyusui dan hipersensitif


Indikasi
Digunakan secara hati-hati pada pasiem degan riwayatpenyakit
hati atau peminum alcohol. Obat harus dihentikan bila kadar
Peringatan transaminase serum meningkat hingga dan bertahan pada 3 kali
batas atas normal.Digunakan secara hati-hati pada pasien dengan
resiko miopati
Gastrointestinal:Sembelit(2%),perutkembung(1%hingga
2%), pencernaan yang terganggu (1%). Nyeri perut, diare, pusing,
kelelahan, sakit kepala, insomnia, mual, pruritus,
Efek
trombositopenia, vertigo, lemas Laporandan/ atau kasus: Depresi,
Samping
dermatomiositis, hipotensi,
lichenplanus,nyeriotot,nyeriotot,kelemahanotot,miopati,
fotosensitifitas. (Aberg, 2009).
 Penggunaan metformin dan simvastatin secara bersamaan
menyebabkan terjadinya efek sinergis sehingga dapat
menurunkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida secara
cepat (Hidayati dkk., 2018).
 Amlodipine dengan simvastatin dapat meningkatkan kadar
simvastatin dalam darah dengan penghambatan amlodipine
oleh metabolisme simvastatin melalui usus dan hati
CYP450 3A4 (Baxter, 2008). Tetapi pada penelitian hanya
mengukur potensi namun tidak bisa mengukur langsung
efek dari interaksi obat amlodipine dengan simvastatin.
Interaksi Manajemen dari interaksi tersebut dapat menggunakan obat
obat alternatif lain, sebisa mungkin hindari kombinasi
amlodipine dengan simvastatin. Jika benar–benar harus
menggunakan terapi tersebut maka dosis simvastatin tidak
boleh melebihi 20 mg per hari dan pemantauan lebih sering
untuk keamanan menggunakan kedua obat(Hidayah
dkk.,2017).
 Tidak ada interaksi merugikan yang relevan secara klinis
tampaknya telah dilaporkan antara statin dan sulfonylurea
(Baxter, 2008).
 Hct dan simvastatin tdkmenimbulkan interaksi merugikan
yg signifikan(Baxter, 2008).
Dosis 10 mg, 1 kali sehari
pemakaia
n
DAFTAR PUSTAKA

Aminingsing, S., Yulianti, T.S.,&Rahmawan, T.B. (2014). Hubungan Tingkat


Depresi Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia Di Dusun Semenharjo
Suruhkalang Jaten.Jurnal Keperawatan,Vol. 2 (4).

BaxterK,2008,DrugInteractionASourceBookofAdserveInteraction,TheirMechanism,C
linicalImportanceandManagement(8rded.).,UniversityofNottinghamMedic
alSchool :England.

Hidayah, K., WisnuKundarto, danYeniFarida., 2017,


IdentifikasiPotensiInteraksiObatpadaPeresepan
ObatPasienHipertensidenganDiabetesMellitus, jurnal
UniversitasSebelasMaret Surakarta.
Hidayati, Putri Oktaviani, Indah Setyaningsih.,2018, Gambaran Interaksi Obat
Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Obat Penyakit Penyerta Pada Pasien
Rawat Inap Di Rsud Gunung Jati Kota Cirebon Tahun 2016, Jurnal
Medical Sains,Vol. 2 (2).
Ikatan Apoteker Indonesia.,2017, ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia Vol. 15,
IS FI Penebitan: Jakarta.
Imelda, S.,2019. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya diabetes Melitus di
Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Scientia Journal. Vol. 8.
KEMENKES RI.2010.Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta.
Maryam, R. S., Mia, Rosidawati, Ahmad dan Irwan. 2008. Menengenal Usia Lanjut
dan Perawatannya. Penerbit Salemba : Jakarta.

Monalisa, T. & Gultom, Y. (2009).Perawatan kaki diabetes, Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Permaiswari, P. P., 2018, Kajian Interaksi Obat Terhadap Pasien Geriatri Dengan
Penyakit Hipertensi Dirumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara, Skripsi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pikir B.S., Muhammad A., Agus S., I Gde R.S., Johanes N. E. P., 2015, Hipertensi
Manajemen Komprehensif, Airlangga University Press: Surabaya.

Pratita, N.D. 2012. Hubungan dukungan pasangan dan health locus of control dengan
kepatuhan dalam menjalani proses pengobatab pada penderita diabetes
mellitus tipe 2, jurnal ilmiah mahasiswa universitas surabaya. Vol. 1
No.
Rahmadhan A. M., Arsyik, I., Ayi, I. U., 2015, Evaluasi Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di Puskesmas
Sempaja Samarinda, Jurnal Sains dan Kesehatan, Vol. 1(2).

Saryono, 2010.Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Mulia Medika. Bantul.

Setiati, siti., Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus.Simadibrata


K,Marcellus 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed
IV.Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Suarti, Ni Made. 2009. Panduan Praktik Keperawatan Lansia. Yogyakarta: Penerbit


PT Citra Aji Pratama.

Suyono, Slamet. 2007. Patofisiologi diabetes mellitus dalam: Waspadi, S, Sukardji,


K. Octariana, M. Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

Sweetman, S.C. 2009, Martindale The Complete Drug Reference 36 ed,


Pharmaceutical Press : London.

Tamher, S. & Noorkasiani.2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Team Medical Mini Notes, 2019, Basic Pharmacology & Drug Notes, MMN
Publishing : Makassar.

Weiner, C. P. 2018. Drugs for Pregnant and Lactating Women E-Book. Elsevier
Health Sciences.

World Health Organization. 2015. Diabetes Programme about World Diabetes


Day2015.Diakses15November2015darihttp://www.who.int/diabetes/wdd20
15/en/.

Anda mungkin juga menyukai