Disusun untuk memenuhi salah satu tugas praklinik mata kuliah KMB 4
Dosen Pembimbing
Oleh :
Kelompok 6A
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolik terutama
metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau
ketiadaan hormon insulin dari sel beta pankreas, atau akibat gangguan
fungsi insulin, atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh
adanya peningkatan kadar gula glukosa darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Syahbudin, 2009). Terdapat dua jenis
penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I (insulin-
dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-
dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan
dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas
pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes
mellitus tipe II, terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon
dengan wajar terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas
(resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal
dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih banyak ditemukan dan
meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia (Maulana, 2009).
Menurut WHO tahun 2011, diabetes mellitus termasuk penyakit yang
paling banyak diderita oleh penduduk di seluruh dunia dan merupakan
urutan 2 ke empat dari prioritas penelitian nasional untuk penyakit
degeneratif. Prevalensi Diabetes Mellitus pada populasi dewasa di seluruh
dunia diperkirakan akan meningkat sebesar 35% dalam dua dasawarsa dan
menjangkit 300 juta orang dewasa pada tahun 2025. Bagian terbesar
peningkatan angka pravalensi ini akan terjadi di negara-negara
berkembang (Gibney, 2009). Berdasarkan trend statistik selama 10 tahun
terakhir IDF memprediksi bahwa Indonesia akan berada pada peringkat ke
enam dengan jumlah penderita mencapai 12 juta jiwa pada tahun 2030
(IDF, 2011). Peningkatan jumlah penderita diabetes ini 90% hingga 95%
adalah diabetes mellitus tipe II. Diabetes mellitus tipe II ini terjadi akibat
penurunan sensitivitas terhadap insulin atau karena gangguan sekresi
insulin (Smeltzer & Bare, 2013). Di Indonesia, diabetes mellitus berada
diurutan 4 penyakit kronis berdasarkan pravalensinya. Data Riskesdas
tahun 2013, menyatakan prevalensi nasional penyakit diabetes mellitus
adalah 1,5%. Merujuk kepada prevalensi nasional, Sumatera Barat
memiliki prevalensi total DM sebanyak 1,3%. Dimana Sumatera Barat
berada diurutan 14 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Berdasarakan
umur, penderita banyak dalam rentang usia 56-64 tahun dengan prevalensi
sebesar 4,8% (Kemenkes, 2013). di Kota Padang, tahun 2013 angka
tertinggi kasus baru diabetes mellitus berdasarkan jumlah kunjungan di
Puskesmas berada di wilayah Puskesmas Nanggalo Padang dengan jumlah
kunjungan sebanyak 258 dengan kasus terbanyak yaitu diabetes mellitus
tipe 2. Kemudin diikuti oleh 3 Puskesmas Ambacang dengan jumlah
kunjungan 229, dan diurutan ketiga berada di Puskesmas Lubuk Kilangan
dengan jumlah kunjungan 195 orang (Dinkes Kota Padang, 2013).
Diabetes mellitus dapat menjadi serius dan menyebabkan kondisi kronik
yang membahayakan apabila tidak diobati. Akibat dari hiperglikemia
dapat terjadi komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetik
(KAD) dan keadaan hiperglikemi dalam jangka waktu yang lama
berkontribusi terhadap komplikasi neuropatik. Diabetes mellitus juga
berhubungan dengan penigkatan kejadian penyakit makrovaskular seperti
MCI dan stroke (Smeltzer & Bare, 2013). Menurut WHO, penderita
diabetes beresiko mengalami kerusakan mikrovaskuler seperti retinopati,
nefropati dan neuropati. Hal ini akan memberikan efek terhadap kondisi
psikologis pasien. Untuk mencegah terjadinya komplikasi dari diabetes
mellitus, diperlukan pengontrolan yang terapeutik dan teratur melalui
perubahan gaya hidup pasien DM yang tepat, tegas dan permanen.
Pengontrolan diabetes mellitus diantaranya adalah pembatasan diet,
peningkatan aktivitas fisik, regimen pengobatan yang tepat, kontrol medis
teratur dan pengontrolan metabolik secara teratur melalui pemeriksaan
labor (Golien C.E et al dalam Ronquillo et al, 2003). Kepatuhan pasien
DM terhadap terhadap terapi yang telah diindikasikan dan diresepkan oleh
dokter akan memberikan efek terapeutik yang positif (therapeutic
compliance). Pasien DM yang mengikuti regimen terapeutik yang telah
diindikasikan dapat menimbulkan kegagalan 4 pelaksanaan terapi
(noncomplience) seperti keterlambatan terapi, menghentikan terapi dan
tidak mengikuti terapi dengan tepat. Penelitian yang dilakukan Robinson
(2006), terhadap 19 pasien diabetes mellitus, menyimpulkan bahwa
dukungan keluarga merupakan faktor yang paling utama untuk
mempertahankan metabolik kontrol yang akan mempengaruhi
perkembangan kesehatan dan pengobatan pasien. Sementara Reinhardt
(2001) melaporkan bahwa dukungan keluarga yang negatif merupakan
prediktor untuk terjadinya depresi. Pada sebuah studi longitudinal
melakukan investigasi peran keluarga terhadap status kesehatan pasien
dengan penyakit kronik., mereka menemukan hubungan yang kuat antara
peran keluarga dengan status kesehatan pasien. Kesimpulan pada
penelitian ini menyatakan bahwa dukungan keluarga paling signifikan
terhadap kontrol gula darah dan manajemen diabetes mellitus. Dukungan
keluarga diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga
yang lain sehingga akan memberikan kenyamanan fisik dan psikologis
pada orang yang dihadapkan pada situasi stress (Taylor,2006). Dukungan
keluarga terkait dengan kesejahteraan dan kesehatan dimana lingkungan
keluarga menjadi tempat individu belajar seumur hidup. Dukungan
keluarga telah didefinisikan sebagai faktor penting dalam kepatuhan
manajemen penyakit untuk remaja dan dewasa dengan penyakit kronik.
Dukungan keluarga merupakan indikator yang paling kuat memberikan
dampak positif terhadap perawatan diri pada pasien diabetes (Neff dalam
Hensarling, 2009). 5 Hensarling (2009) membagi dukungan keluarga
menjadi empat dimensi dukungan yaitu dimensi empathethic (emosional),
dimensi encourgement (penghargaan), dimensi facilitative (instrumental),
dan dimensi participative (partisipasi). Masing-masing dimensi ini penting
dipahami bagi individu yang ingin memberikan dukungan keluarga karena
menyangkut persepsi tentang keberadaan dan ketepatan dukungan bagi
seseorang. Dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi
yang penting adalah bagaimana persepsi pemerima terhadap makna
bantuan tersebut. Persepsi ini erat hubungannya dengan ketepatan
dukungan yang diberikan, dalam arti seseorang yang menerima sangat
merasakan manfaat bantuan bagi dirinya. Karena sesuatu hal yang aktual
dan memberikan kepuasan (Koentjoro, 2002). Ditekankan lagi bahwa
keluarga mempunyai pengaruh kepada sikap dan kebutuhan belajar bagi
penderita DM dengan memberikan dukungan baik secara fisik, psikologis,
emosional, dan sosial. Pasien DM akan memiliki sikap lebih positif untuk
mempelajari diabetes mellitus, apabila keluarga memberikan dukungan
dan berpartisipasi dalam pendidikan kesehatan mengenai diabetes mellitus.
Sebaliknya pasien DM akan bersikap negatif apabila terjadi penolakan
terhadap pasien dan tanpa adanya dukungan dari keluarga selama
menjalani pengobatan (Soegondo, 2006). Hampir sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Goz et al (2007), bahwa pada pasien DM diperlukan
pengontrolan terhadap metabolik yang dapat mempengaruhi gaya hidup
pasien (dalam menggunakan terapi insulin 6 dan obat antidiabetik oral),
makanan, pengukuran gula darah dan latihan. Hal ini dapat dicapai dengan
partisipasi atau keterlibatan keluarga. Mengingat terapi dan perawatan DM
memerlukan waktu yang panjang tentunya bisa menimbulkan kebosanan
dan kejenuhan pada pasien DM. Oleh karena itu selain memperhatikan
masalah fisik maka perlu juga diperhatian faktor psikologis pasien dalam
penyelesaian masalah diabetes mellitus. Keikutsertaan anggota keluarga
dalam memandu pengobatan, diet, latihan merupakan bentuk peran serta
aktif bagi keberhasilan penatalaksanaan diabetes mellitus. Pembinaan
terhadap anggota keluarga lainnya untuk bekerja sama menyelesaikan
masalah diabetes mellitus dalam keluarganya, hanya dapat dilakukan bila
sudah terjalin hubungan yang erat antara tenaga kesehatan dengan pihak
pasien dan keluarganya (Rifki, 2009). Perawat sebagai salah satu dari
tenaga kesehatan mempunyai peranan dalam pengelolaan pasien DM.
Diantara tindakan dan intervensi dalam pengontrolan penyakit DM adalah
pengontrolan diet, peningkatan aktivitas fisik, kontrol medik secara teratur
dan regimen terapeutik yang tepat serta melibatkan keluarga dalam asuhan
keperawatan. Terdapatnya pelaksanaan asuhan keperawatan yang
komprehensif terhadap pasein DM diharapkan dapat mengatasi dan
menghindari terjadinya komplikasi serta kualitas hidup yang baik dapat
dicapai. Hasil survey dengan lima orang pasien DM tipe 2 didapatkan tiga
orang pasien mengatakan datang berobat ke Puskesmas Nanggalo
kadangkadang diantar oleh keluarga, dua orang sering datang sendiri.
Selanjutnya 7 dari lima orang pasien, tiga orang pasien mengalami luka
pada telapak kaki dan dua orang lainnya mengalami penurunan
penglihatannya. Kemudian dari lima orang pasien, dua orang pasien
diantaranya mengatakan sudah bosan dengan penyakitnya dan merasa
membebani keluarga, sedangkan 3 orang pasien lainnya mengatakan sulit
untuk beribadah karena sakit yang dideritanya serta merasa kurang
diperhatikan oleh keluarganya. Dengan demikian kondisi penyakit DM
tipe II yang dialami pasien menimbulkan berbagai jenis masalah fisik dan
psikologis yang bermuara pada pentingnya dukungan orang-orang sekitar
terutama keluarga. Rendahnya dukungan keluarga akan berdampak
terhadap keterlaksanaan pengelolaan DM tipe 2 yang beresiko terhadap
kondisi psikologis dan proses pengobatan. Penelitian tentang dukungan
keluarga ditinjau dari empat dimensi dukungan keluarga belum pernah
dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran
dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi dukungan keluarga pada
pasien diabetes mellitus tipe II.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami Diabetes Mellitus (DM)
b. Tujuan Khusus
Mengetahui pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dari
diabetes mellitus (DM)
Mengetahui penyebab dari diabetes mellitus (DM)
Mampu melakukan pengkajian pada pasien yang
mengalami diabetes mellitus (DM)
Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien
yang mengalami diabetes mellitus (DM)
Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada pasien
yang mengalami diabetes mellitus (DM)
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien
yang mengalami diabetes mellitus (DM)
Mampu melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada
pasien yang mengalami diabetes mellitus (DM)
C. Manfaat
Bagi Puskesmas Dapat digunakan sebagai sumber informasi
mengenai pentingnya dukungan keluarga dalam pengobatan pasien
Diabetes Mellitus Tipe II.
1. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari
bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan
absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap
insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun
2005, diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik
dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari
insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
B. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan
bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
C. Manifestasi klinis
1. Diabetes Tipe I
hiperglikemia berpuasa
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia,
polifagia
keletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat
kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah
tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati,
penyakit vaskular perifer)
DM tipe I DM tipe II
Difisiensi Insulin
Miocard Penyumbat
Gangguan penglihatan
infark an pada Stroke
otak
Resiko cidera
Nyeri akut
Nekrosis luka
Gangren
Kerusakan
integritas jaringan
E. Penatalaksanaan
1) Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius
pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
2) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetic
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
Jumlah sesuai kebutuhan
Jadwal diet ketat
Jenis : boleh dimakan / tidak
1. Kurus (underweight) BBR < 90 %
2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila BBR > 120%
5. Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
6. Obesitas sedang BBR 130% - 140%
7. Obesitas berat BBR 140% - 200%
8. Morbid BBR >200 %
3) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah :
Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap
1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya.
Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka
latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam
darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
4) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
5) Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral
(OHO)
Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi
pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi
insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat
golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai
pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik,
tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
Biguanida pada tingkat prereseptor →
ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di
hati
- Meningkatkan afinitas pada
reseptor insulin
Biguanida pada tingkat reseptor :
meningkatkan jumlah reseptor insulin
Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai
efek intraselluler
Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak
dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis,
gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1
– 4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan
absorpsi di tempat suntikan tergantung pada
beberapa faktor antara lain :
6) Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor
hidup saudara kembar identik
F. Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi
glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330
mOsm/I
Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun,
K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan
menurun, fosfor sering menurun.
Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan
HCO3
Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis
dan hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress
atau infeksi.
Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau
normal sampai tinggi (Tipe II)
Urine: gula dan aseton positif
Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi
pernafasan dan infeksi luka.
2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan
dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian
secara rinci adalah sebagai berikut
1. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway + cervical control
a) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma
hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga
mulut
b) Cervical Control : -
Breathing + Oxygenation
- Breathing : Ekspos dada, Evaluasi
pernafasan
- KAD : Pernafasan kussmaul
- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat
dan dalam)
- Oxygenation : Kanula, tube, mask
Circulation + Hemorrhage control
1) Circulation :
Tanda dan gejala schock
Resusitasi: kristaloid, koloid, akses
vena.
2) Hemorrhage control : -
Disability : pemeriksaan neurologis GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun,
berespon terhadap suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk
berespon thd suara, berespon terhadap
rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk
berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan
pertolongan atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last
meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar
dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk
pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat
dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat
meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol
glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.
B. Anamnese
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri
abdomen, nafas pasien mungkin berbau aseton pernapasan
kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya
penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya
penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang
pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga
tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik,
riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC
2. Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,
edisi 6. Jakarta: EGC
3. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
4. Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
5. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
6. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
7. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
8. Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni
9. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika