Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH SENAM TAI CHI DAN SENAM DIABTES TERHADAP

PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA LANSIA


PENDERITA DIABATES MELLITUS TIPE 21

Silvia Fauziah Nasution2


Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Medan
Email : silvia.nasution98@gmail.com

Abstrak:
Diabetes Mellitus merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah akibat dari kurangnya sekresi insulin. Senam Tai Chi merupakan
suatu bentuk latihan atau seni untuk kesehatan fisik, keseimbangan jiwa mental dan gerakan
fisik dengan ritme tertentu. Senam Diabetes Mellitus merupakan senam aerobic low impact
dan ritmis dengan gerakan yang menyenangkan, tidak membosankan dan dapat diikuti
kelompok lansia sehingga dapat meningkatkan kesegaran jasmani dan nilai aerobic yang
optimal. Tujuan dari penelitian ini yaitu pendapat, gagasan atau pikiran yang bersifat pribadi
terhadap perngaruh senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus terhadap penurunan kadar
gula darah pada lansia penderita Diabetes Mellitus tipe 2. Penelitian ini juga ingin
memodifikasi model senam untuk lansia yang berpengaruh menurunkan kadar gula darah.
Pendekatan penelitian ini adalah Kualitatif dan tipe penelitian ini bersifat deskriptif. Dengan
penelusuran kepustakaan (library research). Secara spesifik penelitian ini ingin
mendesktipsikan pengaruh dari ketiga senam yang sudah dimodifikasikan untuk penurunan
kadar gula darah pada lansia penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh olahraga senam yang signifikan terhadap penurunan kadar
gula darah pada lansia penderita Diabetes Mellitus tipe 2.
Kata Kunci: Kadar gula darah, senam Tai chi, senam Diabetes Mellitus, senam Ergonomik,
Diabtes Mellitus Tipe 2
PENDAHULUAN
Proses menua merupakan proses kehidupan yang akan dialami semua makluk hidup.

Sejalan dengan bertambahnya usia, tubuh akan mengalami kemunduran secara fisik maupun

psikologis. Penuaan pada manusia dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit,

tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf, metabolisme dan jaringan tubuh lainnya.

Salah satu penyakit degeneratif yang perlu diwaspadai saat ini adalah Diabetes Mellitus.

Lansia merupakan kondisi yang retan terhadap setres yang diakibatkan dengan menurunnya

kapasitas tubuh dan timbulnya penyakit seperti Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus

merupakan salah satu masalah yang serius diseluruh dunia karena cenderung terjadi

peningkatan di masa yang akan datang. Sejalan dengan perkembangan jaman, pola penyakit

di Indonesia mengalami pergeseran dari penyakit infeksi dan kekurangan gizi menjadi

penyakit degeneratif yang salah satunya adalah Diabetes Mellitus (Suyono, 2011). Empat

pilar penatalaksanaan diabetes yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan terapi

farmakologi (Perkeni, 2006).

Data WHO yang menyatakan bahwa total penderita Diabetes Mellitus di perkirakan

akan meningkat dari 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta ditahun 2030 (Wild, 2004,

p.1042). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang

Diabetes Mellitus di Indonesia sekitar 21,3 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta

pada tahun 2030 mendatang (Perkeni, 2006). Berdasarkan laporan dari International

Diabetes Federation (IDF) bahwa prevalensi lansia yang mengalami Diabetes Mellitus

negara Indonesia disebut-sebut telah tergeser naik, dari peringkat ke-7 menjadi peringkat ke-5

teratas diantara negara-negara dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus terbanyak dunia.

Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gejala gangguan metabolik yang ditandai

dengan kadar gula darah diatas standar sehingga mempengaruhi metabolisme zat gizi

karbohidrat, lemak dan protein dengan disertai etiologi multi faktor. Diabetes Mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Perkeni, 2011).

Diabetes Mellitus diartikan sebagai gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis

termasuk heterogen dengan manifestasi yaitu berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price &

Wilson, 2014). Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik dimana terjadi gangguan

kapasitas tubuh dalam menggunakan glukosa, lemak dan protein akibat dari kekurangan

insulin atau resistensi insulin (Hasdinah, 2012).

Menurut Sugono (2009) Diabetes Mellitus terjadi jika didalam tubuh tidak

menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahakan kadar gula darah tetap normal.

Diabetes Mellitus merupakan keadaan hiperglikemik kronik disertai berbagai kelainan

metabolik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam

pemeriksaan dengan mikrosko elektron (Bilous, 2002). Diabetes Mellitus adalah sekumpulan

gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar

gula dalam darah akibat kurangnya insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2009).

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit

lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus-

menerus sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.

Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak

dikelola dengan baik (Misnadiarly, 2006).

Diabetes Mellitus secara umum dibagi dua yaitu Diabetes Mellitus yang ditandai

dengan kekurangan absolut insulin endogen akibat destruksi autoimun pada sel beta pankreas

dalam pulau langershans, atau mungkin bersifat idiopatik yang lebih dikenal Diabetes

Mellitus tipe 1 sedangkan Diabetes Mellitus tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer

dan gangguan sekresi insulin. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan bahwa

dari berbagai tipe Diabetes Mellitus, Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe paling tinggi
persentase penderitanya yaitu sebesar 90-95%. Menurut Guyton & Hall (2014) Diabetes

Mellitus tipe 2 lebih sering dijumpai dari Diabetes Mellitus tipe 1, dan diperkirakan

ditemukan sebanyak 90 hingga 95% dari seluruh kasus Diabetes Mellitus.

Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah (Dorland,

2010). Kadar gula darah digunakan untuk menegakkan diagnosus Diabetes Mellitus. Untuk

penentuan diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena. Sedangkan untuk bertujuan pemantauan hasil pengobatan

dapat menggunakan pemeriksaan gula darah kapiler dengan glukometer (Perkeni, 2011).

Soegondo & Sukardji (2008) menyatakan bahwa Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya terjadi

pada orang dewasa (kadang dapat terjadi pada anak dan remaja), dan disebabkan oleh adanya

kekurangan hormone insulin secara relative. Umumnya terjadi secara perlahan-lahan dan

tanpa gejala serta secara bertahap akan bertambah berat. Diabetes Mellitus tipe 2 sering

disebut juga dengan Insulin Requirement (membutuhkan insulin) yang diakibatkan karena

glukosa darah menjadi tinggi yang dimana disebabkan karena tubuh tidak dapat merespond

insulin (Hasdinah, 2012).

Melihat angka kejadian diabetes secara global yang disebebkan karena peningkatan

kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat di mengerti bila suatu saat atau

lebih tepat lagi dalam kurun waktu 10 atau 20 tahun yang akan datang penyakit Diabetes

Mellitus tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastis, yang disebabkan oleh beberapa

faktor: (1) Faktor keturunan (genetik), (2) Faktor kegemukan/obesitas (perubahan gaya hidup

dari tradisional ke gaya barat, makan berlebihan, hidup santai dan kurang geral badan), (3)

Faktor demografi (jumlah penduduk meningkat, urbanisasi, pendudukan berumur diatas 40

tahun meningkat) (Soegondo, 2009). Dampak yang di timbulkan oleh Diabetes Mellitus tidak

hanya pada kematian, tetapi sebagai penyakit yang diderita seumur hidup, sehingga

memerlukan biaya besar untutk perawatan kesehatan penderita Diabetes Mellitus (IDF,
2011). Menurut Smaltzer dan Bare dalam Maghfiroh (2013) mengatakan bahwa tingginya

jumlah penderita tersebut, antara lain disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakat

karena kurangnya pengetahuan dan pendidikan yang rendah, kesadaran untuk menjaga

kesehatan, mengatur pola makan dan minimnya aktivitas fisik juga bisa menjadi faktor

penyebab prevalensi Diabetes Mellitus pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini karena

pada lanjut usia bersifat multifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Latihan fisik teratur bersifat aerobic pada penderita diabetes dapat memperbaiki

sensitivitas insulin dan memperbaiki risiko cardiovascular. Kebiasaan melakukan aktivitas

fisik dan olahraga akan mempengaruhi kadar gula darah. Pada lansia penderita Diabetes

Mellitus aktivitas yang harus dihindari seperti menonton televisi dan menggunakan internet

sambil duduk santai. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang memerlukan energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko

independen untutk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan

kematian secara global (WHO, 2013). Pengaruh aktivitas fisik atau olahraga secara langsung

berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemulihan glukosa otot (seberapa banyak otot

mengambil glukosa dari aliran darah). Saat berolahraga, otot menggunakan glukosa yang

tersimpan dalam otot dan jika glukosa berkurang, otot menggunakan glukosa yang tersimpan

dalam otot dan jika glukosa berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa

dari darah. Ini akan mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga memperbesar

pengendalian glukosa darah (Barnes, 2012).

Hariyanto dalam penelitiannya menyebutkan hanya terdapat 2 pasien Diabetes Mellitus

yang melakukan aktivitas fisik sedang memiliki kadar glukosa darah normal. Penelitian di

Denpasar menujukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik

dengan kadar gula darah. Penyerapan glukosa untuk pembentuan otot lebih baik dibanding

lemak. Pembentukan otot dapar dilakukan dengan aktivitas fisik. Aktivitas fisik dan kadar
glukosa darah memiliki korelasi negatif, yang artinya semakin tinggi aktivitas fisik semakin

rendah kadar glukosa darah. Namun penelitian oleh Haryanto melaporkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah. Senada dengan

penelitian Martha yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara kurang

olahraga dengan kejadian Diabetes Mellitus.

Pada Diabetes Mellitus tipe 2 olahraga berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah.

Masalah utama pada Diabetes Mellitus tipe 2 adalah kurangnya respon terhadap insulin

(resistensi insulin) sehingga glukosa meningkat saat otot berkontraksi karena kontraksi otot

memiliki sifat seperti insulin. Maka dari itu pada saat beraktivitas fisik seperti olahraga,

resistensi insulin berkurang. Aktivitas fisik berupa olahraga berguna sebagai kendali gula

darah dan penurunan berat badan pada Diabetes Mellitus tipe 2 (Ilyas, 2011).

Adapun cara pencegahan komplikasi pada penderita Diabetes Mellitus yaitu dengan

melakukan kontrol kadar gula darah, memeriksa rutin kadar gula darah, mengonsumsi obat

hipoglikemi, patuh dalam diet rendah kalori dan latihan fisik ringan. Olahraga yang teratur

bersama dengan diet yang tepat dan penurunan berat badan merupakan penatalaksanaan

diabetes yang dianjurkan terutama bagi Diabetes Mellitus tipe 2 (Soegondo, 2009). Latihan

jasmani yang dianjurkan untuk menurunkan kadar gula darah berupa latihan yang bersifat

aerobik seperti: senam, jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni, 2011). Oleh

sebab itu sangat diperlukan program pengendalian Diabetes Mellitus tipe 2. Salah satunya

dengan berolahraga yang bisa dilakukan lansia penderita Diabetes Mellitus yaitu dengan

melakukan senam, yang dipercaya dapat menurunkan kadar gula darah diantaranya adalah

senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus. Aktivitas fisik dan olahraga pada lansia

penderita Diabetes Mellitus tipe 2 pada dasarnya harus memperhatikan F.I.T.T (Frequency,

Intensities, Time, Type) (Ilyas, 2003). Senam direkomendasikan dilakukan dengan intensitas
moderat (60-70% maksimum heart rate) durasi 30-60 menit dengan frekuensi 3-5 kali per

minggu dan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut tidak melakukan senam.

Menurut Wang dkk dan Mawi dkk dalam Anisa (2016), senam Tai Chi adalah senam

yang ditunjukan untuk lansia karena senam Tai Chi merupakan senam intensitas ringan

sampai sedang yang mempunyai manfaat untuk meningkatkan fleksibilitas, keseimbangan

tubuh, meningkatkan kualitas hidup, serta dapat meningkatkan fungsi kardiorespirasi,

kapasitas aerobik dan Tai Chi juga bermanfaat untutk meningkatkan kontrol glukosa yang

mengakibatkan perubahan positif pada mikrosirkulasi untuk ekstermitas. Sedangkan senam

Diabetes Mellitus adalah aerobic low impact dengan ritmis dan gerakan yang menyenangkan

dan tidak membosankan yang dapat meningkatkan kesegaran jasmani. Senam Diabetes

Mellitus dapat melancarkan sirkulasi darah, mengontrol kadar gula darah, menurunkan

resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin di otot (Santosa, 2008).

Tujuan penulisan ini untuk menjadi dasar mengajukan pemikiran untuk melihat

perbedaan pengaruh senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus terhadap penurunan kadar

gula darah pada lansia penderita Diabetes Mellitus tipe 2 secara lebih luas kebenaran data

yang ingin diteliti dan dapat memodifikasi kembali model senam pada lansia penderita

Diabete Mellitus Tipe 2.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dan tipe penelitian ini bersifat deskriptif dan

cenderung menggunakan analisis, karena tidak berupaya mencari hubungan sebab akibat

(causality). Tidak ada status ( independen, dependen, dan variabel lainnya) dalam variabel-

variabel yang digunakan. Penelitian ini hanya ingin memberikan deskripsi atau gambaran

tentang perbedaan pengaruh senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus terhadap penurunan

kadar gula darah pada lansia penderita Diabetes Mellitus tipe 2.


Dengan melakukan penulusuran kepustakaan (library research) penelitian ini secara

spesifik juga ingin mendeksripsikan bagaimana perbedaan pengaruh senam Tai Chi dan

senam Diabetes Mellitus terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia penderita Diabetes

Milletus tipe 2 serta bagaimana pengaruh jika senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus di

modifikasi dengan senam Ergonomik terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia

penderita Diabetes Mellitus tipe 2.

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis melakukan penelusuran literatur yang

berbentuk buku, makalah, jurnal, maupun artikel-artikel yang terkait dengan tulisan yang

dibahas pada penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jarangnya melakukan olahraga dapat menyebabkan kadar gula darah tinggi. Lansia

penderita Diabetes Mellitus yang melakukan aktifitas fisik dan olahraga dapat menyebabkan

peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif sehingga aktivitas fisik dan

olahraga secara langsung dapat menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh, mengontrol

kadar glukosa darah, memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan stres (Kemenkes RI,

2014). Lansia yang mengalami Diabetes Mellitus dan kadar gula darah yang tinggi terjadi

karena perubahan fisiologi yang berhubungan dengan pertambahan usia, pola makan dan

jarang melakukan olahraga (Atun, 2010). Perubahan dimulai dari tingkat sel, kemudian

berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi

homeostasis. Setelah seseorang mencapai usia 40 tahun beresiko terkena Diabetes Mellitus

disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya

proses penuaan yang menyebabkan berkurangnya kemampuan sel beta pankreas dalam

memproduksi insulin (Sujaya, 2009).

Menurut ADA (2010), seseorang yang paling sering menderita Diabetes Mellitus antara

berumur 45-65 tahun, pada rentang tersebut dikaitkan dengan berbagai macam penyakit
degeneratif yang salah satunya adalah Diabetes Mellitus. Seiiring bertambahnya usia tubuh

mempunyai daya toleransi yang rendah terhadap glukosa. Kondisi ini disebabkan oleh

perubahan reseptor glikoprotein yang akan membantu insulin mentransfer glukosa kedalam

sel-sel otot, hepar, dan jaringan adipose mengalami penurunan sehingga timbul defisiensi

respon terhadap insulin. Sekresi insulin tidak mengalami penurunan dengan bertambahnya

usia, tetapi kepekaan reseptor yang berhubungan dengan insulin mengalami peurunan

(Hembung, 2008).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochmah (2006) menyatakan usia 50-70

tahun adalah usia yang sangat erat kaitannya dengan hiperglikemia. Peningkatan kadar

glukosa darah pada usia lanjut dikarenakan resistensi insulin akibat terjadinya perubahan

komposisi tubuh, menurunkan aktivitas, perubahan pada pola makan dan penurunan fungsi

neurohormonal. Kirkman, dkk mengatakan bahwa resistensi insulin yang berkaitan dengan

usia secara utama berhubungan dengan penumpukan jaringan lemak, sarkopenia, dan

berkurangnya aktifitas fisik. Sarkopenia adalah hilangnya massa otot yang sering dialami

lansia. Otot rangka, yang merupakan jaringan utama dalam metabolisme glukosa, menurun

ukuran serta kekuatannya sehingga mengakibatkan kelemahan otot dan berkurangnya

aktifitas fisik. Hal-hal tersebut menyebabkan berkurangnya pemakaian energi dan

menumpuknya jaringan lemak hingga menyebabkan resistensi insulin.

Berdasarkan prevalensi lansia wanita dan pria mempunyai peluang yang sama terkena

diabetes. Hanya saja dari faktor resiko, wanita lebih beresiko menderita diabetes karena

secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar. Hal

ini juga berkaitan dengan hormon estrogen dan progesterone yang mempengaruhi sel-sel

tubuh dalam merespon insulin. Pada usia mencapai kategori lansia perlu diketahui

bahwasannya sangat erat hubungannya dengan kenaikan kadar gula darahdan lama menderita

Diabetes Mellitus, semakin bertambah usi maka gangguan toleransi glukosa juga akan
semakin tinggi. Sehingga seseorang dengan Diabetes Milletus hanya dapat mempertahankan

kadar gula dalam darah agar tetap normal, penyakit ini diderita seumur hidup.

Senam Tai Chi adalah suatu bentuk latihan atau seni untuk kesehatan fisik,

keseimbangan jiwa dan mental, karena dengan melakukan senam secara teratur akan

menyebabkan respon insulin menjadi sensitif sehingga kadar gula darah menurun. Tai Chi

merupakan jenis terapi non Farmakologi yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula

darah melalui darah melalui peningkatan aktivitas fisik serta relaksasi. Secara teori relaksasi

dapat menenangkan otak dan memulihkan tubuh, relaksasi yang dilakukan secara teratur

dapat digunakan untuk menurunkan setres. Dengan relaksasi hipothalamus akan mengatur

dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis dan menyebabkan dilatasi arteriolar

(Glickman, 2007). Senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus sama-sama efektif dalam

menurunkan kadar gula darah. Senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus sama-sama

berpengaruh dalam menurunkan kadar gula darah tetapi dilihat dari beberapa hasil penelitian

setiap jurnal yang lebih banyak menurunkan kadar gula darah adalah senam Diabetes

Mellitus dibandingkan senam Tai Chi.

Modifikasi Model Senam Untuk Penurunan Gula darah Pada Lansia Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2
Aktifitas Fisik dan olahraga sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena

efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa

oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin (Smeltzer SC & Brenda GB, 2001, h.1226

dalam Zaenurokhim dan Andi, 2012). Aktifitas fisik dan olahraga akan menyebabkan

terjadinya peningkatan aliran darah, maka akan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka

sehingga banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif yang berpengaruh

terhadap penurunan glukosa darah pada pasien diabetes (Soegondo, 2007 dalam Sunaryo dan

Sudiro, 2014).
Olahraga sangat efektif dalam pengaturan kadar glukosa darah adalah senam.

(Anggriyana, 2010). Senam direkomendasikan dilakukan dengan intensitas moderat (60-70

maksmimum heart rate) durasi 30-60 menit, dengan frekuensi 3-5 kali per minggu dan tidak

lebih dari 2 hari berturut-turut tidak melakukan senam (American Diabetes Association,

2003). Jika Senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus sama-sama efektif dalam

menurunkan kadar gula darah pada lansia penderita Diabetes Mellitus tipe 2. Maka senam

Ergonomik j ga efektif terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia penderita Diabetes

Mellitus.

Senam ergonomik adalah senam fundamental yang gerakannya sesuai dengan susunan

dan fungsi fisiologis tubuh. Senam ergonomik merupakan kombinasi dari gerakan otot dan

pernapasan. Senam ergonomik dapat mencegah dan mengobati berbagai penyakit karena saat

melakukan senam ergonomik terjadi penurunan kadar gula darah. Penurunan kadar gula

darah ini dapat terjadi karena saat melakukan senam ergonomik otot-otot digerakkan secara

optimal sehingga lebih banyak menyerap gula darah untuk proses pembakaran (Wratsongko,

2006). Senam ergonomik merupakan suatu teknik senam untuk mengembalikan atau

membetulkan posisi dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah. Memaksimalkan suplai

oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan, sistem keringat, sistem pemanasan tubuh,

sistem pembakaran asam urat, sistem kesegaran tubuh, dan sistem kekebalan tubuh (Kompas,

2012).

Gerakan-gerakan senam ergonomik akan membantu dalam penurunan kadar gula darah.

Dengan gerakan-gerakan senam ergonomik yang terdiri dari lima gerakan dasar dan satu

penutup. Untuk mendapatkan hasil memuaskan, akan lebih baik jika senam ini dilakukan

secara berkelanjutan, sekurang-kurangnya 2-3 kali seminggu dengan durasi 15-20 menit jika

semua gerakan dilakukan sempurna. Melakukan senam ergonomik secara rutin, minimal

selama dua minggu akan melatih tubuh untuk melakukan gerakan fisik (Syauqi, 2012).
Selama melakukan senam ergonomik terjadi kontraksi otot skeletal (rangka) yang akan

menyebabkan respon mekanik dan kimiawi. Respond mekanik pada saat otot berkontraksi

dan bereklasasi menyebabkan kerja katup vena menjadi optimal sehingga darah yang balik ke

ventrikel kanan menjadi meningkat (Roni, 2009 dalam Rizky, 2018). Menurut Wratsongko

(2015), bahwa senam ergonomik terdiri dari 1 gerakan pembuka yaitu berdiri sempurna dan 5

gerakan inti, yaitu lapang dada, tunduk sykur, duduk perkasa, duduk pembakaran dan

berbaring pasrah. Dan masing-masing dari gerakan memiliki manfaat dalam pencegahan

penyakit dan perawatan kesehatan. Oleh karena itu apabila gerakan ini dilakukan secara rutin

akan berguna untuk membentuk daya tahan yang optimal, khsusnya bagi seseorang lansia

yang mengalami lanjut usia.

Pada penderita Diabetes Mellitus, senam ergonomik memiliki peran dalam pengaturan

kadar gula darah. Senam ergonomik akan menimbulkan perubahan metabolik, yang

dipengaruhi oleh gerakan senam dan tingkat kebugaran, oleh kadar insulin plasma, kadar

glukosa darah, dan keseimbangan cairan tubuh. Pada saat senam, tubuh memerlukan energi

sehingga pada otot yang tidak aktif menjadi aktif karena peningkatan glukosa. Pada saat

melakukan senam ergonomik akan terjadi peningkatan aliran darah menyebabkan tersedia

lebih banyak reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif sehingga terjadi peningkatan

pemakaian glukosa oleh otot yang aktif. Otot-otot digerakkan, berkontraksi dan mengalami

relaksasi, sehingga lebih banyak menyerap gula untuk proses pembakaran. Glukosa akan

dipakai atau dibakar untuk energi. Di samping itu, senam ergonomik akan membuat insulin

bekerja lebih baik serta memperlancar sirkulasi darah (Wratsongko, 2014).

KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan kesimpulan yang didapat adalah

sebagai berikut:
1. Senam Tai Chi dan senam Diabetes Mellitus sama-sama berpengaruh terhadap

penurunan kadar gula darah pada lansia penderita diabtes mellitus tipe.

2. Penambahan senam ergonomik sangat efektif untuk menurunkan kadar gula darah

pada lansia penderita diabetes mellitus tipe 2

3. Modifikasi tiga senam yaitu senam Tai Chi, senam Diabetes Mellitus, dan senam

Ergonomik yang terdiri dari 2 gerakan pemanasan, 12 gerakan inti, dan 2 gerakan

pendinginan

4. Modifikasi senam ini dapat diterima oleh lansia penderita diabetes Mellitus tipe 2

dengan indikator mudah, aman dan menyenangkan.

5. Tiga senam ini teruji kemanfaatannya untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan

latihan 2 kali seminggu selama 6 minggu

6. Dengan melakukan aktivitas fisik dan olahraga rutin dapat meningkatkan aktivitas

reseptor insulin sehingga terjadi sensitifitas insulin terhadap gula daah dan membantu

penurunan kadar gula darah.

Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat mentransfer ilmu mengenai pengaruh aktivitas fisik dan olahraga

terhadap kadar gula darah pada lansia penderita diabetes mellitus tipe 2.

2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan mampu memberikan penyuluhan pentingnya aktivitas fisik dan olahraga

secara komprehensif kepada lansia penderita diabetes milletus tipe 2 sehingga

termotivasi untuk melaksanakannya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan melakukan perbaikan dalam pemaparan materi dan melakukan penelitian

eksperimen terhadap kadar gula darah pada lansia penderita diabetes mellitus tipe 2.

Anda mungkin juga menyukai