PENDAHULUAN
2.2 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2017, klasifikasi DM
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Diabetes Melitus tipe 1
Akibat kerusakan sel beta pankreas, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
insulin.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Akibat adanya gangguan sekresi insulin yang dapat menyebabkan resistensi
insulin. Pada kebanyakan kasus, DM ini terjadi pada usia >30 tahun dan
timbul secara perlahan (Guyton, 2006). Menurut Perkeni (2011) untuk kadar
gula darah puasa normal adalah ≤ 126 mg/dl, sedangkan untuk kadar gula
darah 2 jam setelah makan yang normal adalah ≤ 200 mg/dl.
3. Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Timbul pada saat kehamilan. Didiagnosa pada trimester kedua atau ketiga
kehamilan.
4. Diabetes karena penyebab lain
a. Sindrom diabetes monogenik, seperti neonatal diabetes, dan maturity-
onset diabetes of the young (MODY).
b. Penyakit eksokrin pankreas, seperti fibrosis kistik.
c. Karena pengaruh obat atau zat kimia, seperti dalam penggunaan
glukokortikoid, pengobatan HIV/AIDS atau paska transplantasi organ.
2.6 Diagnosis
Diagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna
penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan
bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO (Sudoyo Aru, 2006).
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Melitus (DM) dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan
untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko
DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang
hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif
(Sudoyo Aru, 2006).
Diagnosis klinis Diabetes Melitus (DM) umumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Apabila ditemukan
gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM,
maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM
juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Atau, gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
(Purnamasari, D. 2009)
Tabel 2.
Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-199 > 200
sewaktu (mg/dl)
Darah < 90 90-199 > 200
kapiler
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-125 > 126
puasa (mg/dl)
Darah < 90 90-199 > 110
kapiler
Sumber : Soegondo S (2005)
Tabel 3.
Kriteria diagnostik diabetes melitus * dan gangguan toleransi glukosa
1. Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena) ³ 200 mg/dl
2. Konsentrasi glukosa darah puasa > 126 mg/dL atau
3. Kadar glukosa plasma ³ 200 mg/dl pada dua jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada TTGO **
*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang
lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat
badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik
kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk DM
gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Menurut Konsensus Perkeni 2011, ada empat pilar penatalaksanaan DM.
2.7.1 Edukasi
Pengelolaan mandiri DM secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien
dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi
pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup.
Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi,
pengembangan keterampilan (skill), dan upaya peningkatan motivasi.
2.7.2 Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori masing masing individu. Perlu ditekankan
pentingnya keteraturan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan
terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah dan
insulin. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tujuan utama terapi DM adalah
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien. Salah satu penalaksanaan DM antara lain dengan diet dan
apabila DM telah terjadi komplikasi Chronic kidney disease (CKD) pada
stadium 3 maka penatalaksaan diet DM tidak tepat untuk digunakan.
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
DM. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diarahkan untuk mencapai tujuan
sebagai berikut:
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang
aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat (Perkeni, 2011).
Syarat diet penyakit DM menurut Perkeni 2011 adalah :
a. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal,
ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan
ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan kriteria Asia
Pasifik dapat dihitung dengan rumus IMT = BB(kg)/ TB(m2).
b. Kebutuhan protein sebesar 10-20 % dari total asupan energy
c. Kebutuhan lemak dianjurkan sekitar 20-25% dari kebutuhan energi
total, dalam bentuk <7% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak
jenuh, 10% dari lemak tak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak
jenuh tunggal. Asupan kolesterol dibatasi, yaitu < 200 mg hari.
d. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
e. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang DM dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain. Buahbuahan tidak
secara berlebihan dari 5% total asupan energy.
f. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
2.8 Komplikasi
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) komplikasi DM
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemia adalah kadar gula darah <50 mg/dl. Kadar gula yang rendah dapat
menyebabkan kerusakan pada sel–sel otak karena tidak mendapat pasokan
energi.
b. Hiperglikemia adalah kadar gula darah tiba–tiba tinggi. Keadaan ini dapat
menyebabkan ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar non ketotik (KHNK)
dan kemolakto asidosis.
2. Komplikasi kronis
a. Komplikasi makrovaskular yang biasanya terjadi adalah trombosit otak
(pembekuan darah pada sebagian otak), dan mengalami penyakit jantung
koroner (PJK).
b. Komplikasi mikrovaskular, seperti nefropati, diabetik retinopati, dan neuropati
(ADA, 2011).
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
Nama : Ny. EP
Usia : 35 tahun
Agama : Kristen
3.1.2 AUTOANAMNESIS
Alergi obat :-
Berat Badan : 75 kg
IMT : 30 kg/m2
Pernapasan : 30 kali/menit
Temperatur : 37’ C
3.2.3 THORAKS
Inspeksi : Simetris
3.2.4 ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Perkusi : Timpani
3.2.6 EKSTREMITAS
3.2.7 GENITALIA
Tanggal 04/01/2020
Darah Rutin
Hemoglobin 13,5 12-16 gr/dl
Hematokrit 39,7 36-46 %
Leukosit 10.700 4.500-11.000/mm3
Eritrosit 4,52 4,20 – 5,40
Trombosit 301.000 150.000-400.000/mm3
MCV 86,7 80-97 fL
MCH 29,8 26,5 – 33,5pg
MCHC 34,4 31,5- 35,5 %
LED 74 0-20 mm/jam
Kimia Darah
3.5. Penatalaksanaan :
- O2 4-5 L/i
- IVFD RL 20 gtt/i
- Konsul dr. Sp.P
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
- Inj. Methylprednisolon 1amp/8jam
- Inj. Vit C 1gr/24jam
- Inj. N-Acetylsistein 1amp/24jam
- Bcomzet 2x1
- Rencena swab PCR
- Konsul ke Sp.PD
- Omeprazole 1amp/12jam
- Inj. Apidra 3x20 IU
- Inj. Mecobalamin 1amp/24jam
- Furosemide 1x1
- Candesartan 1x8mg
-
BAB IV
Tanggal Assessment
06/012021 S/ Lemas (+), sesak nafas(+), demam (+), batuk(+)
O/ TD: 152/107 mmHg, HR: 108x/I, RR: 24x/I, T: 37C, SPO2: 97%,
KGD: 337 mg/ dL, HbA1C: 13,5%
O/ TD: 140/100 mmHg, Hr: 98x/I, RR: 24x/I, SpO2: 96x/I, T: 36,6
KGD: 257 mg/dL
O/ TD: 115/80 mmHg, HR: 94x/I, RR: 22x/I, T: 36,6, SpO2: 98%,
KGD: 191 mg/dL
Foto thorax: Pneumonia lesi moderate ( tidak ada perbaikan dari foto
sebelumnya)
O/ TD: 135/88 mmHg, HR: 83x/I, RR: 22x/I, T: 36,4, SpO2: 98%,
KGD: 194 mg/dL
A/ DM Type 2 + Pneumonia + Covid-19 Terkonfirmasi
O/ TD: 161/96 mmHg, HR: 82x/I, RR: 22x/I, T: 36,6, SpO2: 98%,
KGD: 191 mg/dL
A/ DM Type 2 + Pneumonia + Covid-19 Terkonfirmasi
O/ TD: 135/90 mmHg, HR: 94x/I, RR: 20x/I, T: 36,4, SpO2: 97%,
KGD: 176 mg/dL
A/ DM Type 2 + Pneumonia + Covid-19 Terkonfirmasi
O/ TD: 137/100 mmHg, HR: 113x/I, RR: 20x/I, T: 36,7, SpO2: 97%,
KGD: 156 mg/dL
BAB V
DISKUSI KASUS
Pasien datang ke RSUD Djasamen Saragih dengan keluhan sesak nafas yang
dialami sejak ± 1 minggu ini. Pasien juga memiliki riwayat batuk dan demam.Pasien
juga mengeluhkan lemas dan tidak bisa tidur. Hasil pemeriksaan darah lengkap
dijumpai peningkatan leukosit dan LED. Pemeriksaan HbA1c dijumpai nilai
13,5gr/dl. Pada hasil pemeriksaan thoraks didapatkan kesan Pneumonia bilateral.
Kejadian infeksi paru pada penderita DM tipe II merupakan kegagalan sistem
pertahanan tubuh, dalam hal ini paru mengalami gangguan fungsi pada epitel
pernafasan dan juga motilitas silia. Gangguan fungsi dari endotel kapiler vaskular
paru, kekakuan korpus sel darah merah, perubahan kurva disosiasi oksigen akibat
kondisi hiperglikemia yang lama menjadi faktor kegagalan mekanisme pertahanan
melawan infeksi. Selain itu dapat juga disebabkan oleh adanya gangguan sistem imun
pada penderita DM tipe II, peningkatan daya lekat bakteri Mycobacterium
tuberculosis pada sel penderita DM tipe II, adanya komplikasi mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati, dan banyaknya intervensi medis pada pasien DM tipe
II.
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. (2017). “Standards of Medical Care in Diabetes
2017”. Vol. 40. USA : ADA
Chehade Joe M, Ali Mac Sheikh, Moradin Arshag D, 2009. The Role of
Micronutrients in Managing Diabetes. From Research Practice,Diabetes
spectrum volume 22 number 4.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB. 2013. The pathogenesis
and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. Journal of
Physiology and Pathophysiology ; 4(4):46-57.
Price, SA. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Raymond RT. 2016. Patogenesis diabetes tipe 2: resistensi defisiensi insulin. Dexa
Medica.
Rao Yeluri Seshagiri, V Rao Dharma, 2016. Serum Magnesium Levels in Type 2
Diabetes. Department of General Medicine , Gayatri Vidya Parishad Institute
of Health Care and MeicalTecnology. Vishakapatnam Andira Pradesh. India.
Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
Zhang Xiaoyan, Cui, Xiaoli, Wang Shuo, dkk, 2014. Association Between Diabetes
Mellitus with Metabolic Syndrome and Diabetic Microangiopathy.
Department of Endocrinology< First Affiliated Hospital, Lianing Medical
Collage.China.