PENDAHULUAN
1
1. Apa saja gejala dari penyakit mata kering ?
2. Bagaimana cara menegakkan diagnosis penyakit mata kering?
3. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit mata kering ?
4. Bagaimana tatalaksana penyakit mata kering ?
5. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit mata kering ?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari Tugas Pengenalan Profesi kali ini, adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu mengetahui gejala dari penyakit mata kering.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis penyakit mata kering.
3. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit mata
kering.
4. Mahasiswa mampu mengetahui tatalaksana yang dapat dilakukan pada
penyakit mata kering..
5. Mahasiswa mampu mengetahui pencegahan penyakit mata kering.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis
aksesori, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.
1. Bagian orbita
Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen
temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh
kornu lateralis dari muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai bagian
ini dari kelenjar secara bedah, harus diiris kulit, muskulus orbikuaris
okuli, dan septum orbitale.
2. Bagian Palpebrae
Bagian palpebrae yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen
temporal dari forniks konjungtivae superior. Duktus sekretorius
lakrimalis, yang bermuara kira-kira sepuluh lubang kecil,
menghubungkan bagian orbital dan palpebrae glandula lakrimalis dengan
forniks konjungtivae superior. Pembuangan bagian palpebrae dari
kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian
mencegah kelenjar itu bersekresi.
Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring) terletk
di dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum superior
dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam
fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah dari sakus dan
bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal, lateral terhadap
turbinatum inferior. Air mata diarahkan kedalam punktum oleh isapan
kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan
kapiler dan gaya berat berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler
dalam kanalikuli, gaya berat dan dan kerja memompa dari otot Horner,
yang merupan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang
sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah
melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.
3. Pembuluh Darah dan Limfe
Pasokan darah dari glandula lakrimalis bersal dari arteria lakrimalis. Vena
yang mengalir pergi dari kelenjar bergabung dengan vena oftalmika. Drenase lime
3
menyatu dengan pembuluh limfe konjungtiva untuk mengalir ke dalam limfonodus
pra-aurikula.
1. Persarafan
Fisiologi
1. Apparaus Lakrimalis
4
Sistem apparatus lakrimalis mencakup struktur-sruktur yang terlibat dalam
produksi dan drenase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang
menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Duktulus nasolakrimais
merupakan unsur eksresi sistem ini, yang mecurahkan sekret kedalam hidung. Cairan
air mata disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata.
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang teretak
di fossa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari
ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih
besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing degan sistem saluran
pembuangannya tersendiri ke dalam fornix temporal superior. Lobus palpebra
kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior. Sekresi dari
kelenjar lakrimal utama dipicu okeh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air
mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora). Persarafan kelenjar
utama datang dari nucleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan
menempuh jalur rumit dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Denervasi adalah
konsekuensi yang terjadi dari neuroma akustik dan tumor lain di sudut
cerebellopontin.
5
Sistem sekresi air mata terdiri atas puncta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan
duktus nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip mulai di lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke sistem
eksresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan
dengan kecepatan yang sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah sebabnya
hanya sedikit yang sampai ke sistem eksresi.Bila memenuhi sakus konjungtivae air
mata akan memasuki puncta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutupnya
mata, bagian khusus orbikularis pra-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang
untuk mencegahnya keluar. Bersamaan waktu, palpebra ditarik ke arah krista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam sakus. Kerja
pompa dinamik ini menarik air mata kedalam sakus yang kemudian berjalan melalui
duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam
meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis
sakuscenderung menghambat aliran balik air matadan udara. Yang paling
berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di ujung distal duktus
nasolakrimalis. Strukrur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi
penyebab obstruksi kongenital dan darkosistitis menahun.
3. Air Mata
Lapisan air mata (tear film) yang terdapat pada permukaan mata berfungsi
untuk membasahi serta melumasi mata agar terasa nyaman. Pada setiap berkedip
lapisan airmata ini terbentuk yang terdiri atas 3 lapis/komponen.
1. Lapisan lemak dengan ketebalan 0,1 µm, merupakan lapisan paling luar
yang berfungsi mencegah penguapan berlebihan. Lapisan lemak ini
mengandung esters , gliserol dan asam lemak yang diproduksi oleh
kelenjar Meibom yang terdapat pada kelopak mata atas dan bawah. Infeksi
atau kerusakan berulang pada kelenjar ini (seperti hordeolum, kalazion
serta blefaritis) akan menyebabkan gangguan lapisan lemak sehingga
terjadi “lipid deficiency dry eye” akibat penguapan berlebihan.
2. Lapisan aquous (air mata) dengan ketebalan 7 µm, dihasilkan oleh kelenjar
lakrimal dan merupakan komponen yang paling besar. Lapisan ini
berfungsi sebagai pelarut bagi oksigen, karbondioksida dan mengandung
elektrolit, protein, antibodi, enzim, mineral, glukosa, dan sebagainya.
6
Lysozyme, suatu enzim glikolitik, merupakan komponen protein terbanyak
(20-40%), bersifat alkali dan mampu menghancurkan dinding sel bakteri
yang masuk ke mata. Lactoferrin juga memiliki sifat antibakteri serta
antioksidan sedangkan epidermal growth factor (EGF) berfungsi
mempertahankan integritas permukaan mata normal serta mempercepat
penyembuhan jika terjadi luka kornea. Albumin, transferrin,
immunoglobulin A (IgA), immunoglobulin M (IgM), dan immunoglobulin
G (IgG) juga terdapat dalam lapisan aqueous air mata .
3. Lapisan musin: sangat tipis 0,02-0,05 µm, dihasilkan oleh sel Goblet yang
banyak terdapat pada selaput konjungtiva (konjungtiva bulbi, forniks dan
caruncula). Lapisan musin ini akan melapisi sel-sel epitel kornea dan
konjungtiva yang bersifat hidrofobik sehingga menjadikannya bersifat
hidrofilik agar air mata dapat membasahinya, serta berfungsi
mempertahankan stabilitas lapisan air mata.
7
urea (0.04 mg/dL), dan perubahan dalam konsentrasi darah diikuti perubahan
konsentrasi glukosa dan urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7.35, meski
ad variasi normal yang besar (5.20-8.35). dalam keadaan normal, cairan air
mata adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309
mosm/L. (Vindica , 2010 )
Mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang ditandai
dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Angka kejadian
Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan cenderung meningkat sesuai dengan
peningkatan usia. Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi
lebih dari satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata
yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri
histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran
abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan
keratinasi. (Vaughan, 2010)
Mata Kering merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air mata dan
permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala ketidaknyamanan, gangguan
pengelihatan, air mata yang tidak stabil sehingga berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan pada permukaan okuler. Mata Kering disertai dengan peningkatan
osmolaritas dari air mata dan peradangan dari permukaan okuler. ( Stephen, 2014)
8
2.3 Etiologi Mata Kering
1. Usia lanjut. Dry eye dialami oleh hampir semua penderita usia lanjut, 75% di atas
65 tahun baik laki maupun perempuan.
2. Faktor hormonal yang lebih sering dialami oleh wanita seperti kehamilan,
menyusui, pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause.
3. Beberapa penyakit seringkali dihubungkan dengan dry eye seperti: artritis rematik
dan diabetes, lupus erythematosus, pemphigus, Stevens-johnsonsí syndrome,
Sjogren syndrome, scleroderma, polyarteritis, nodosa, sarcoidosis, Mickulickís
syndrome.
5. Pemakai lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak yang mengandung kadar
air tinggi akan menyerap airmata sehingga mata terasa perih, iritasi, nyeri,
menimbulkan rasa tidak nyaman/intoleransi saat menggunakan lensa kontak, dan
menimbulkan deposit protein.
6. Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi udara, angin,
berada diruang ber-AC terus menerus akan meningkatkan evaporasi air mata.
7. Mata yang menatap secara terus menerus sehingga lupa berkedip seperti saat
membaca, menjahit, menatap monitor TV, komputer, ponsel
9
8. Pasien yang telah menjalani operasi refraktif seperti PRK, LASIK akan mengalami
dry eye untuk sementara waktu. (Asyari. 2007)
2. Kelainan musin
10
Gangguan produksi musin mengakibatkan penyebaran air mata yang
tidak merata pada permukaan mata. Gangguan disebabkan oleh hilangnya
sel goblet konjungtiva. Gen yang berperan dalam produksi musin yaitu
MUC1-MUC 17 akan memperlihatkan fungsi sekresi dari sel goblet, musin
yang soluble dan tampak adanya hidrasi dan stabilitas dari lapisan air mata
yang terganggu pada penderita sindroma dry eyes. Kebanyakan MUC 5AC
berperan dominan dalam lapisan mukus air mata. Adanya defek gen musin
makan akan memicu perkembangan sindroma dry eyes. Sindroma Steven-
Johnson, defisiensi vitamin A akan memicu kekeringan pada mata atau
keratinisasi dari epitel okuler dan bahkan dapat menimbulkan kehilangan sel
goblet. Musin juga menurun pada penyakit tersebut dan terjadi penurunan
ekspresi gen musin, translasi dan terjadi perubahan proses post-translasi.
3. Kelainan lipid
Gejala Subjektif dari penyakit mata kering yang dirasakan pasien adalah :
11
1. Sensasi rasa panas, kering dan gatal di mata
2. Sensasi seperti berpasir di mata
3. Adanya kotoran mata
4. Meningkatnya rasa iritasi mata terhadap angin dan asap
5. Mata lelah setelah membaca dalam waktu terlalu lama
6. Tidak tahan terhadap cahaya
7. Kesulitan mengenakan lensa kontak
8. Mata berair
9. Penglihatan kadang buram terutama setelah menggunakan untuk waktu
yang lama atau diakhir hari kerja
2.6.1 Anamnesis
Perlu dilakukan pemeriksan riwayat penyakit untuk menegakkan
diagnosis mata kering yaitu :
a. Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa
terbakar, gatal, nyeri , rasa adanya benda asing pada mata,
fotofobia, pandangan berkabut. Biasanya gejala tersebut
dicetuskan pada lingkungan berasap atau kering, aktivitas panas
indoor, membaca lama, pemakaian komputer jangka panjang.
b. Gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya dengan
penggunaan mata yang lebih memanjang dan paparan lingkungan.
Pasien dengan disfungsi kelenjar meibomian kadang mengeluh
mata merah pada kelopak mata dan konjuntiva tetapi pasien-
12
pasien tersebut memperlihatkan perburukan gejala terutama pada
pagi hari.
c. Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal
ini disebabkan karena reflek menangis mata yang meningkat
karena permukaan kornea yang mengering
d. Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan
produksi air mata seperti antihistamin, beta bloker .
e. Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis
reumatoid, atau abnormalitas tiroid. Terkadang pasien juga
mengeluh mulut kering
A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul
de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari
palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5 menit setelah
dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi
dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar
lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas
saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal
13
(tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan
(pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata.
Dijumpai hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-
kadang dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata
kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.
14
mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih
pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan selalu lebih
pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.
15
Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan memulas
semua sel epitel non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva.
F. Penguji Kadar Lisozim Air Mata
Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal
perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini.
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling
umum adalah pengujian secara spektrofotometri.
G. Osmolalitas Air Mata
Hiperosmollitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis
sicca dan pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya
sensitivitas kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa
hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca.
Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan Schirmer
normal dan pemulasan bengal rose normal.
H. Lactoferrin
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.
(Vaughan, 2010)
16
(0,25%-0,7% metil selulosa dan 0,3 % hipromelosa) atau polyvinyl alcohol
(1,4%).
Untuk mempertahankan sisa air mata yang ada dengan cara menutup
punktum lakrimal baik secara permanen dengan melakukan kauter pungtum,
atau sementara dengan menggunakan “punctum plug” yang dimasukkan ke
dalam kanalikulus inferior dengan tujuan preservasi air mata (ocular inserts).
3. Vitamin A
4. Autologois serum
5. Mucolytic agents
17
Pada kasus dry eye ringan, cukup dengan tetes mata, lubrikasi pada
malam hari, kompres hangat dan massage kelopal mata jika disertai radang
tepi kelopak mata (blefaritis).
8. Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan dalam per 300.
10. Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak terhingga.
(Elvioza. 2010)
18
2.9 Prognosis
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom
mata kering adalah baik. Sebagian besar pasien dengan derajat keparahan ringan
hingga sedang dapat diobati gejalanya dengan pemberian lubricant, dan
gejalanya bisa teratasi. Pada mata kering yang berat, bisa mengganggu kualitas
hidup karena seringkali pasien mengeluhkan penglihatan kabur, iritasi berat
sehingga mereka kesulitan membuka mata dan mereka aktivitas kerja menjadi
terganggu. (Vindica, 2010)
2.10 Komplikasi
2. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi.
Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat timbulnya
jaringan parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan
penglihatan.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
19
3.2 Lokasi Pelaksanaan
Tugas Pengenalan Profesi Blok XV dilakukan di masyarakat.
20
8. Membuat laporan TPP dan meminta tanda tangan pembimbing untuk
persetujuan pelaksanaan pleno TPP
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil kunjungan kami ke masyarakat , kami mendapatkan seorang pasien
dengan gangguan mata kering yang bertempat tinggal di daerah rumah susun
Kemudian kami melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik mata terhadap pasien.
21
A. Hasil Wawancara Dengan Pasien
Berikut hasil wawancara kami dengan pasien :
Nama : Ny. L
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Rusun Blok 15 Lantai 3 No.71
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
22
Arthritis ?
TD : 140/80 mmHg
Visus : OD : 6/6
23
OS : 6/6
4.2 Pembahasan
Ny. R yang berumur 54 tahun mengeluh mata kering sejak 1 tahun terakhir.
Hal ini sesuai dengan epidemiologi mata kering yang terutama pada orang
berusia lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada wanita. Pada pasien menopause
terjadi penurunan sekresi air mata yang diyakini karena defisiensi estrogen. Pada
pemeriksaan Tes Schimer didapatkan hasil <10mm dalam 5 menit, itu
menandakan produksi air mata yang abnormal. Pemeriksaan visus pada kedua
mata beliau normal. (Vindica,2010)
Ny. R mempunyai riwayat mengonsumsi obat antihipertensi, obat rheumatoid
arthritis, dan obat alergi. Semua jaringan pada permukaan bola mata, kelenjar
sekretorius, palpebra dan saluran ekskretorius dari jalur nasolakrimal terhubung
oleh jaringan neural yang kompleks/unit fungsional lakrimal. Gangguan jalur
eferen dipengaruhi oleh konsumsi obat antidepresan,dekongestan, antihistamin,
anti hipertensi, , diuretic, obat-obat tukak lambung,tranquilizers, beta blockers,
anti-muscarinic, obat anestesi umum. Obat antihipertensi yang terbukti
menurunkan produksi air mata antara lain clonidine, prazosin, propanolol,
reserpine, methyldopa dan guanethidine. Chlorpheniramin maleat atau lebih
dikenal dengan CTM merupakan salah satu antihistaminika yang memiliki efek
sedative (menimbulkan rasa kantuk). Obat ini juga mengganggu jalur eferen dan
menyebabkan penurunan produksi air mata. Penyakit yang sering dihubungkan
dengan penyakit mata kering antara lain rheumatoid arthritis, diabetes, kelainan
tiroid, asma, lupus erythematosus, pemphigus, sindrom Stevens- Johnson,
sindrom Syogren’s, scleroderma, poliarteritis, nodosa, sarcoidosis, sindrom
Mickulick. (Surasmiati, 2014)
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil yang didapat, gejala dari mata kering terdiri dari mata
seperti berpasir , mata terasa panas dan perih .
3. Pemeriksaan penunjang mata kering adalah Tear film break-up time, Sitologi
Impresi, dan Osmolalitas Air Mata.
4. Tatalaksana dari penyakit mata adalah dengan tetes air mata buatan, lubricant
pada malam hari, kompres hangat, dan massage kelopak mata jika disertai
radang tepi kelopak mata. Untuk dry eye berat, dapat dipertimbangkan
25
memakai bandage contact lens, autologus serum, terapi hormonal,
cyclosporin tetes mata, oklusi pungtum, bahkan tindakan operasi bila terjadi
komplikasi kornea.
5.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan koordinasi yang lebih baik lagi antar anggota selama
proses pelaksanaan tugas pengenalan profesi.
2. Deteksi dini penyakit mata kering karena keluhan mata kering ini sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari dan bisa menyebabkan penurunan
penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asyari, Fatma. 2007. Dry Eye Syndrome. Jurnal Dexa Media No.4, Volume 20 ,
Oktober - Desember 2007, 162-166 .
Ilyas, Sidharta . 2014. Ilmu penyakit mata edisi 5. Jakarta: Balai penerbit FK UI.
Jaya, Dhani. 2014. Keratokonjungitvitis sika pdf . Jawa Timur : RSUD Dolopo.
Surasmiati, Ni Made Ayu . 2014. Faktor Risiko Rendahnya Sekresi Air Mata pdf .
Bali: Universitas Udayana.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
26
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.pp 92-96
Vindica, Retro dkk. 2010. Dry Eye Syndrome. Bandung : Universitas Maranatha .
LAMPIRAN
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
27
benda asing atau berpasir ?
28
Gambar 1. Tes Schimer
29
Gambar 3. Pemeriksaan Visus dengan Snellen Chart
30
Gambar 5. Foto Kelompok dan Pasien
31