TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pankreas
2.1.1 Anatomi Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau
langerhans jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari populasi
sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ
ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan
endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase,
peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon
seperti insulin, glukagon dan somatostatin (Dolensek,Rupnik & Stozer, 2015).
5
6
Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya (Chaidir, 2017). Diabetes
Mellitus Tipe 2 adalah gangguan heterogen yang disebabkan oleh kombinasi faktor
genetik yang berkaitan dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan
faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurangi olahraga, danistress
sertai penuaan (Kaku, 2010). Menurut Pharmaceutical care untuk penyakit
diabetes mellitus tahun 2005, resistensi insulin pada Diabetes Mellitus Tipe 2
terjadi karena adanya gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah
(hiperglikemi) akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau
gangguan fungsi insulin.
Tabel II. 1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa pada diagnosis DM (mg/L)
(PERKENI, 2011)
Belum Pasti
Bukan DM DM
DM
Plasma vena <100 100-199 ≥200
Kadar glukosa
sewaktu (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-199 ≥200
2.2.2 Epidemiologi
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus didunia dalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab
kematian urutan ke-7 didunia sedangkan pada tahun 2013 angka kejadian diabetes
diidunia adalah sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi kejadian DM tipe 2 adalah
95% dari populasi dunia. Gula darah yang lebih tinggi dari batas maksimum
mengakibatkan bertambahnya 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko
8
penyakit kardiovaskular dan lainnya. 43% dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum
usia 70 tahun. Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi
sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah dari pada di negara negara berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report,
2016). Diabetes Melitus yang paling banyak diderita adalah Diabetes Melitus Tipe
2, dimana sekitar 90-95% orang mengidap penyakit ini (Chaidir, 2017).
Menurut hasil Riskesdas 2018, jika dibandingkan dengan tahun 2013,
prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥15 tahun
meningkat menjadi 2%. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan usia ≥ 15
tahun yang terendah terdapat di Provinsi NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan
prevalensi DM tertinggi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%. Prevalensi DM
semua umur di Indonesia pada Riskesdas 2018 sedikit lebih rendah dibandingkan
prevalensi DM pada usia ≥15 tahun, yaitu sebesar 1,5%. Sedangkan provinsi dengan
prevalensi DM tertinggi semua umur berdasarkan diagnosis dokter juga masihdi
DKI Jakarta dan terendah di NTT.
resisten insulin. Umumnya penyebab diabetes mellitu tipe 2 ini dibagi menjadi
faktor genetik yang berkaitan dengan defisiensi dan resistensi insulin dan faktor
lingkungan seperti obesitas gaya hidup dan stress yang sangat berpengaruh pada
perkembangan diabetes mellitus tipe 2 (Colberg et al.,2010; Harrison,2012;
Kaku,2010).
2.2.4 Patofisiologi
A. Diabetes Melitus tipe I
Pada DM tipe 1 sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduk insuli β pankreas (ADA, 2014). Pada kondisi ini disebut sebagai
kondisi autoimun dengan tanda ditemukanya anti insulin atau antibodi sel antiislet
didalam darah (WHO, 2014). Diabetesnand Digestive and Kidney Diseases
(NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfosit
dan keracunan islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya
penyakit ini sangat cepat dan dapat terjadi dalam hitungan hari sampai minggu.
Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya
kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu,
diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin,dan tidak akan merespon insulin yang
menggunakan obat oral.
pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang
dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).
2) Timbul rasa haus (Polidipsia)
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar nglukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan
cairan (Subekti, 2009).
3) Timbul rasa lapar (Polifagia) Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas,
hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis
sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).
a. Hipoglikemia
B. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al., (2013) biasanya terjadi pada
pasien yang menderita diabetes melitus lebih dari 10 – 15 tahun. Komplikasi
mencakup:
A. Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan
dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat
suntikan, yaitu:
Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia posprandial.
Berdasarkan jenis dan lama kerja insulin, maka insulin tersebut dibagi ke
dalam beberapa jenis, yaitu : (Dipiro et al., 2015 dan Perkeni, 2011)
a) Insulin aksi cepat (rapid acting insulin) adalah insulin yang memiliki
durasi aksi yang pendek dan diserap dengan cepat. Insulin tipe ini
diberikan saat 10 menit pasien sedang makan karena insulin memiliki
efikasi yang baik dalam menurunkan kadar glukosa posprandial serta
meminimalkan efek hipoglikemia. Insulin lisipro, insulin gluisine, dan
insuulin aspart merupakan contoh rapid acting insulin.
b) Insulin aksi pendek (short acting insulin) adalah insulin yang onsetnya
pendek, diberikan secara subcutan dan digunakan 30 menit sebelum
makan untuk mencapai target glukos darah posprandial yang optimal dan
18
1. Edukasi
2.3.2 Epidemiologi
Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Ronald W. Kartika pada tahun 2017
menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari satu juta kasus amputasi setiap
tahunnya akibat diabetes mellitus. Proporsi penderita gangren diabetik di Indonesia
berkisar 15% dengan angka amputasi sebesar 30%. Sekitar 68% penderita gangren
diabetik berjenis kelamin laki-laki dan 10% penderita gangren mengalami rekuren.
Gangren yang terus berlanjut dapat berakibat dilakukannya tindakan amputasi.
Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian ulkus gangren
pada penderita DM berkisar 17%-32%, sedangkan angka pasien yang dilakukan
amputasi berkisar 15%-30%i(Sundari, 2009). Kasus ulkus dan gangren diabetik di
indonesia merupakan kasus yang paling banyak dirawat dirumah sakit. Angka
kematian akibat ulkus dan gangren berkisar 17%-23%, sedangkan angka amputasi
berkisar 15%-30%. Sementara angka kematian 1 tahun pasca amputasi sebesar
14,8%. Jumlah itu meningkat pada tahun ketiga menjadi 37%. Rata-rata umur
pasien hanya 23,8 bulan pasca amputasi (PDPERSI, 2011).
a. Neuropati
Sebanyak 60% penyebab terjadinya ulkus pada kaki penderita diabetes adalah
neuropati. Produk gula yang terakumulasi (sorbitol dan fruktosa)
mengakibatkan sintesis myoinositol pada sel saraf menurun sehingga
mempengaruhi konduksi saraf. Hal ini menyebabkan penurunan sensasi perifer
dan kerusakan inervasi saraf pada otot kaki. Penurunan sensasi ini
mengakibatkan pasien memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan
cedera ringan tanpa disadari sampai berubah menjadi suatu ulkus. Resiko
terjadinya ulkus pada kaki pada pasien dengan penurunan sensoris meningkat
tujuh kali lipat lebih tinggi dibandingkan pasien diabetes tanpa gangguan
neuropati (Singh et al., 2013)
23
b. Vaskulopati
Keadaan hiperglikemi mengakibatkan disfungsi dari sel-sel endotel dan
abnormalitas pada arteri perifer. Penurunan nitric oxide akan mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah dan meningkatkan resiko aterosklerosis, yang
akhirnya menimbulkan iskemia. Manifestasirklinis pasien dengan insufisiensi
vaskular menunjukkan gejala berupa klaudikasio,rnyeri pada saat istirahat,
hilangnya pulsasi perifer, penipisan kulit, serta hilangnya rambut pada kaki dan
tangan (Singh et al, 2013).
c. Immunopati
Sistem kekebalan atau imunitas pada pasien DM mengalami gangguan
(compromise) sehingga memudahkan terjadinya infeksi pada luka. Selain
menurunkan fungsi dari sel-sel polimorfonuklear, gula darah yang tinggi
adalah medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Pada telapak kaki
banyak terdapat jaringan lunak yang rentan terhadap infeksi dan penyebaran
yang mudah dan cepat kedalam tulang, dan mengakibatkan osteitis. Ulkus
ringan pada kaki dapat dengan mudah berubah menjadi osteitis/osteomyelitis
dan gangrene apabila tidak ditangani dengan benar (Singh et al., 2013).
Bakteri yang paling banyak ditemukan pada infeksi akibat luka gangren
diabetik adalah Staphylococcus aureus dan Pseudomonas spp. (Kurniawan et al.,
2011). Pada penelitian Priya et al., (2014) melaporkan bahwa bakteri yang paling
26
umum terisolasi adalah Staphylococcus aureus sebanyak 46% dan 38% dari
Klebsiella. Bakteri yang paling sedikit ditemukan adalah Pseudomonas sebanyak
12% dan 4% dari Staphylococcus albus.
lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan sendiri atau slough yang
menempel pada luka (peristiwa autolysis) (Syamsuhidayat, 2010).
3. Dressing
Dressing adalah material penutup luka untuk mendukung
penyembuhan luka. Balut primer adalah balut yang berkontak dengan
luka, sedangkan balut sekunder adalah pembalut diatas balutan primer.
Tujuan utama dalam pembalutan adalah memberikan lingkungan yang
ideal yakni lembab, bagi proses penyembuhan luka, menyerap eksudat,
melindungi luka dari bakteri, debridement, megurangi edema,
mengeliminasi ruang mati, melindungi luka dari trauma dan robekan
lebih lanjut, menjaga kehangatan luka, dan memberi tekanan yag dapat
membantu hemostasis serta mencegah pertumbuhan jaringan parut
yang buruk (Sjamsuhidajat, 2011).
4. Pembedahan
Untuk mengatasi kondisinyang dapat menyebabkan perkembangan
gangren semakin luas akibat semakin meluasnya kematian jaringan
yang ada maka dapat dilakukan bedah vaskularisasi untuk memperbaiki
pembuluh darah sehingga sirkulasi darah ke daerah luka dapat
diperbaiki (NHS, 2012).
B. Terapi Farmakologi
Pemberian terapi awal dimaksudkan untuk menghindari tindakan amputasi.
Terapi awal yang diberikan salah satunya adalah memperbaiki kelainan vaskular
serta memperbaiki sirkulasi darah dengan bantuan obat antiplatelet serta
pengendalian hiperglikemi dengan antidiabetik serta pengobatan infeksi dengan
menggunakan antibiotika.
Obat Antiplatelet
Cilostazol
Merupakan suatu penyekat fosfodiesterase yang kuat baik pada pada
tombosit maupun pada smooth muscle cell. Obat ini merupakan anti
agregasi trombosit yang kuat dan dapat bekerja sebaga vasodilator serta
dapat menekan poliferasi Smooth muscle cell. absorbs obat ini
28
Antibiotika
Terapi awal yang diberikan lainnya untuk mengatasi hiperglikemia adalah
dengan pemberian antidiabetik dan untuk mengatasi infeksi yang terjadi
adalah dengan diberikan antibiotika.
29
Antibiotik memiliki cara kerja yang berbeda satu dengan yang lainnya, maka dari
itu antibiotik dibagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan mekanisme kerja
dari antibiotik itu sendiri dan dapat di lihat pada tabel 8 dibawah:
30
Penisilin
Sefalosporin
Karbapenem
Antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri
Bacitrasin
Monobaktam
Vancomisin
Aminoglikosida
Antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis Tetrasiklin
protein Kloramfenikol
Makrolida
Kuinolon
Antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis
Nitrofuran
asam nukleat
Metronidazole
Sulfonamid
Antibiotik yang bersifat sebagai antimetabolit
trimetropim
Tepat Indikasi
Kesesuaian pemberian antibiotik dengan indikasi yang dilami pasien terkait
penyakit dapat dilihat dari diagnosis yang tercantum dalam kartu rekam
medis serta kesesuaian penyakit yang diderita pasien. Antibiotik diberikan
pada pasien yang memiliki penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
sehingga dapat dipertimbangkan dalam pemberian antibiotik apakah
diperlukan atauntidak.
Tepat Dosis
Pemberian antibiotik harus selalu dipantau baik dari segi pemberian dosis,
rute, frekuensi maupun lama pemberian yang harusnsesuai dengan umur
pasien serta fungsi organ tubuh pasien sehingga dapat menghindari pasien
dari efek obat yang merugikan yang disebabkan akibat pemberian dosis
antibiotik yang tidak sesuai.
Tepat Pasien
Pemberian antibiotik harus tepat pada pasien yang berkepentingan, dan
dapat dilakukan degan cara mengidentifikasi kebenaran atas nama obat
terkait, nomer register, alamat pasien dan program pengobatan pasien, terapi
pada pasien DM dapat dilihat dari tabel 10 dibawah ini:
Tabel II. 10 Pengunaan Antibiotik Pada Gangren (Leese et al., 2009; Frykberg et
al., 2002; Yuliawati,2006)
Tingkattan gangren Bakteri penginfeksi Pilihan obat (Rute)
Monoterapi antibiotik rute
secara oral atau IV:
Bakteri aerob (+) Cephalexin
Grade I
(Staphylococcus, Streptococcus) (750-1000mg/6jam);
Mild to Moderate
Bakteri aerob (-) Amoxicillin/clavulanate
(infeksirlokal)
(Pseudomonas, Eschericha) (500mg+125mg/8jam PO)
Klindamisin
(450mg/6-8jam PO)
Monoterapi antibiotik rute
secara oral atau IV:
Grade II Bakteri aerob (+) Ampicillin/sulbactam
Moderate to severe (Staphylococcus, Streptococcus) (3gram/6jam IV)
(infeksi lokal pada Bakteri aerob Klindamisin
luka lebih dalam) (Pseudomonas,Eschericha) (450mg/6-8 jam PO)
Vankomisin
(1gram/12jam IV)
33
β-laktamase
plasma dengan waktu paruh mulai 6-7 jam (Mourya et al., 2010). Pada beberapa
kasus terjadi kegagalan karena disebabkan oleh absorbsi yang buruk atau
metabolisme yang terlalu cepat. Obat ini diekskresi dalam urin dalam bentuk asal
dan bentuk metabolis hasil oksidasi dan glukoronidasi. Metronidazole juga
diekskresi melalui air liur, air susu,cairan vagina da lain-lain (Sukandar dkk., 2008).