Anda di halaman 1dari 9

2.

1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu


penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas
atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(Depkes, 2008).
2.1.2 Etiologi Diabetes Melitus

Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit DM dapat disebabkan oleh


beberapa hal, yaitu:
a) Pola Makan

Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori


yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacutimbulnya DM. Hal ini
disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel 𝛽 pankreas mempunyai
kapasitas maksimum untuk disekresikan.
b) Obesitas

Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai


kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan
orang yang tidak gemuk.
c) Faktor genetic

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua.


Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga
yang terkena juga.
d) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pancreas yang


menyebabkan radang pancreas. Peradangan pada pancreas dapat
menyebabkan pancreas tidak berfungsi secara optimal dapat
mensekresikan hormone yang diperlukan untuk metabolism dalam tubuh,
termasuk hormone insulin
e) Penyakit dan infeksi padapancreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pancreas


sehingga menimbulkan radang prankreas. Hal itu menyebabkan sel 𝛽 pada
pancreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.
2.1.3 Epidemiologi Diabetes Melitus

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030


prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang
(Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2
yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu
5,8%.

2.1.4 Klasifikasi Diabetes Melitus

2.1.4.1 Diabetes Melitus Tipe 1

Bentuk diabetes ini, yang menyumbang hanya 5-10% dari


mereka dengan diabetes, yang sebelumnya dicakup oleh istilah diabetes
tergantung insulin atau diabetes onset remaja, hasil dari destruksi
autoimun seluler dari sel-sel β pancreas (ADA, 2017). Diabetes tipe 1
dicirikan oleh perusakan sel β pankreas yang dimediasi oleh kekebalan
kronis, yang menyebabkan sebagian, atau dalam banyak kasus, defisiensi
insulin absolut. Sebagian besar kasus adalah hasil dari perusakan sel β-
pankreas dimediasi autoimun, yang terjadi pada tingkat variabel, dan
menjadi gejala klinis ketika sekitar 90% sel β pankreas dihancurkan.
Etiologinya multifaktorial, namun peran spesifik untuk
kerentanan genetik, faktor lingkungan, sistem kekebalan tubuh, dan sel β
dalam proses patogenik yang mendasari diabetes tipe 1 tetap tidak jelas
(Craig et al., 2014). Pemicu lingkungan (infektif dan / atau kimia) yang
memulai perusakan sel β pankreas masih belum diketahui, tetapi proses
biasanya dimulai berbulan-bulan sampai bertahun-tahun sebelum
manifestasi gejala klinis (Craig et al., 2014).
2.1.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes tipe 2, menyumbang 90-95% dari semua diabetes. Bentuk


ini mencakup individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya
defisiensi insulin relatif (daripada absolut). Diabetes tipe 2 (bervariasi
mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defesiensi
insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin).
Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent) ini tidak ada
kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin,
bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari normal. Akan
tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada
insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini
sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi
lebih umum dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko
utama pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita
diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan
sensitivitas insulin menurun, maka dari itu orang obesitas memerlukan
insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar gula darah
normal (Merck, 2008).
2.1.4.3 Diabetes Melitus Tipe Lain

Meliputi DM defek genetic fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin,
penyakit eksokrim pancreas, endikrinopati dan lain-lain. (Merck, 2008)
2.1.4.4 Gestational Diabetes Melitus

Diabetes ini ditandai dengan intoleransi glukosa yang didiagnosis


selama kehamilan dan mungkin atau mungkin tidak bertahan setelah
kehamilan. Wanita dengan peningkatan berat badan, lebih dari 25 tahun dan
riwayat keluarga diabetes mellitus memiliki risiko sedang atau tinggi untuk
mengembangkan diabetes tipe ini, dan karenanya harus dipantau sepanjang
kehamilan. (Merck, 2008)
2.1.5 Faktor Resiko

Faktor risiko diabetes mellitus bisa dikelompokkan menjadi factor


risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis
kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus, riwayat melahirkan bayi
dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat
badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan factor risiko yang
dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat,
yaitu berat badan lebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik,
hipertensi, dyslipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa terganggu (GDP
terganggu), dan merokok (Depkes, 2014).
2.1.6 Diagnosa

Diabetes didiagnosis berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik


glukosa plasma puasa (FPG) atau glukosa plasma 2 jam (2-h PG) nilai
setelah tes toleransi glukosa oral 75-g (OGTT) 4,6. Baru-baru ini, Komite
Ahli Internasional, yang terdiri dari anggota yang ditunjuk oleh American
Diabetic Association (ADA), Asosiasi Eropa untuk Studi Diabetes, dan
IDF, menambahkan A1C (ambang batas> 6,5%) sebagai pilihan ketiga
untuk mendiagnosis diabetes (IEC, 2009).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), American Diabetic Association
(ADA) dan International Diabetes Federation (IDF) telah
merekomendasikan nilai FPG> 7.0mmol / L (126 mg / dL); konsentrasi
glukosa pasca-makan 2 jam> 11,1 mmol / L (200 mg / dL) selama OGTT;
atau gejala diabetes dan kasual (yaitu, terlepas dari waktu makan
sebelumnya) konsentrasi glukosa plasma> 11,1 mmol / L (200 mg / dL).
Jika salah satu dari kriteria ini terpenuhi, konfirmasi dengan pengujian
ulang pada hari berikutnya diperlukan untuk menegakkan diagnosis
[perhatikan bahwa tes ulang tidak diperlukan untuk pasien yang memiliki
hiperglikemia yang tegas, yaitu> 11,1 mmol / L (200 mg / dL). ) dengan
gejala yang konsisten dengan hiperglikemia] (ADA, 2014)
2.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes dan komplikasi sering dikaitkan dengan kerusakan jangka


panjang dan kegagalan berbagai system organ (Aastha C et al, 2016).
Kerusakan pembuluh darah merupakan komplikasi jangka panjang utama,
karena diabetes menggandakan resiko penyakit kardiovaskular dan 75%
kematian pada penderita diabetes disebabkan oleh penyakit arteri coroner
(Hossam, 2015).
Komplikasi oleh karena diabetes dibagi menjadi mikrovaskuler
(disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil), dan makrovaskular
(disebebkan oleh kerusakan pembuluh darah besar). Contoh komplikasi
mikorvaskular adalah kerusakan pada mata (retinopati), kerusakan pada ginjal
(nefropati), kerusakan pada saraf (neuropati), impotensi, dan kelainan kaki
pada penderita diabetes yang mengarah pada amputasi. Komplikasi
makrovaskular meliputi serangan jantung, stroke, dan ketidakcukupan aliran
darah ke kaki (WHO, 2018).
2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus dalam Rongga Mulut

Pada beberapa kasus, kelainan pada rongga mulut dapat menjadi satu-
satunya petunjuk diagnostic pada fase awal suatu penyakit sistemik.
Sebaliknya, beberapa kasus lainnya tidak memiliki pengaruh langsung pada
kesehatan mulut seorang individu. Salah satu penyakit yang menjadi sorotan
adalah diabetes mellitus (D Jayanthi et al, 2016).
Banyak komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi karena diabetes
mellitus tipe1 maupun tipe 2. Manifestasi oral yang dapat terjadi terkait dengan
DM adalah: mulut kering, kerusakan gigi, penyakit periodontal dan gingivitis,
kandidiasis oral, burning mouth syndrome, gangguan rasa, zygomycosis
rhinocerebral, aspergillosis, lichen planus oral, geographic tongue, difungsi
saliva, erupsi gigi yang terganggu, hipertrofi parotid jinak, dan lain-lain (E.
Mauri-Obradors et al, 2017).
Komplikasi dalam rongga mulut dapat terjadi apabila diabetes mellitus
tidak terkontrol dengan baik, sehingga mempengaruhi beberapa organ vital.
Diyakini ada hubungan yang erat antara penyakit periodontal dengan diabetes,
dimana dua hal ini memberikan efek timbal balik. Hubungan ini didasari oleh
asumsi bahwa satu kondisi tersebut dapat mempengaruhi lingkungan sistemik
dan local sehingga mempengaruhi perkembangan dari salah satu penyakit
tersebut. (D Jayanthi et al, 2016)

2.2 Hubungan Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus

Perubahan oral pada penderita diabetes mellitus dapat berupa cheilosis,


mukosa menjadi kering dan pecah-pecah, burning sensation, aliran saliva
berkurang, dan perubahan flora rongga mulut. Perubahan ini bukan merupakan
suatu hal yang spesifik dan belum tentu terjadi. Pada penderita diabetes mellitus
terkontrol, biasanya masih memiliki respon jaringan normal. (Carranza, 2018)
Beberapa literature menunjukkan bahwa tidak ada pola yang konsisten atau
spesifik antara pasien diabetes mellitus dengan penyakit periodontal. Pada
pasien dengan diabetes nellitus yang tidak terkontrol dan kondisi rongga mulut
yang buruk biasanya dapat terjadi peradangan gingiva berat, kantong periodontal
yang dalam, kehilangan tulang yang cepat, dan juga abses. (Carranza)
Meskipun beberapa studi belum menunjukkan adanya hubungan antara
kondisi diabetes dengan kondisi periodontal, tapi didalam studi lainnya
menunjukkan bahwa adanya prevalensi dan keparahan yang lebih tinggi pada
individu dengan diabetes dibandingkan individu tanpa diabetes dengan factor
local yang serupa. Keparahan ini termasuk kehilangan perlekatan yang lebih
besar, peningkatan perdarahan saat probing, dan peningkatan mobilitas gigi.
Perbedaan pada setiap individu dapat diperngaruhi oleh tingkat keparahan
diabetes yang berbeda, variasi tingkat pengendalian penyakit, dan perbedaan
pengambilan sampel pasien. (Carranza)
Diabetes yang kurang terkontrol atau tidak terkontrol dapat mempengaruhi
keparahan infeksi. Gingivitis dan periodontitis tidak disebebakan oleh diabetes
mellitus, namun diabetes mellitus dapat mengubah respon jaringan periodontal
menjadi respon local, sehingga pengeroposan tulang terjadi lebih cepat dan
penyembuhan pasca operasi tertunda. Gambaran klinis lain yang sering muncul
pada pasien diabetes mellitus yang menderita penyakit periodontal adalah adanya
abses. (Carranza, 2018)

DAFTAR PUSTAKA
Depkes.go.id. (2018). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. [online] Available

Wijayakusuma H., 2004. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara.

Craig Prof., M. E., Jefferies, C., Dabelea, D., Balde, N., Seth, A., & Donaghue, K. C.
(2014). Definition, epidemiology, and classification of diabetes in children and
adolescents. Pediatric Diabetes, 15(SUPPL.20), 4–17.

Mauri-Obradors, E., Estrugo-Devesa, A., Jané-Salas, E., Viñas, M., & López-López,
J. (2017). Oral manifestations of diabetes mellitus. A systematic review.
Medicina Oral, Patologia Oral y Cirugia Bucal, 22(5), e586–e594.

Newman, M. G., Takei, H. H., Klokkevold, P. R., Carranza, F. A. (2018). Newman and
Carranza’s Clinical Periodontology. Elsevier.

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI

American Diabetes Association. (2017). “Standards of Medical Care in


Diabetes 2017”. Vol. 40. USA : ADA

Anda mungkin juga menyukai