Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“DIABETES MELLITUS”

DOSEN PENGAMPU : BERNADETA TRI HANDINI, M.ST

DISUSUN OLEH :

AHMAD NAWAWI (113063E116001)

ELSIANI (113063E116005)

TRI JAYA FIRMANSYAH (113063E116013)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN PROGRAM STUDI


DIPLOMA III KEPERAWATAN
BANJARMASIN
2018
Kata Pengantar

Assalamu alaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan puji dan sukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidyahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
KMB yang berjudul” asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus” tepat
waktu

Dalam tugas ini kami mengucapkan terima kasih kapada Allah SWT hingga
terselesainya makalah ini kami juga mengucapkan terma kasih atas tugas yang
diberikan kepada kami ini dengan adanya tugas ini kami jadi mereview kembali
Tentang Diabetes mellitus dan cara membuat makalah, Tak lupa pula Ucapan
Terima Kasih Kepada

1. Ibu Bernadeta Tri Handini, M.ST selaku dosen mata kuliah

2. Perpustakaan Stikes Suaka Insan sebagai sumber dalam penyediaan


makalah ini

3. Teman-teman yang berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.

kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini kurang dari sempurna untuk
itu mohon maaf atas kekhilafan dan kesalahan baik dalam isi makalah atau
kesalahan penulisan kata sebab penulis manusia yang tak luput dari kesalahan.

Wassalam Mualaikum Wr Wb.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memililki fungsi


utama yakni untuk menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa
hormon penting seperti insulin.(www.klik dokter.com).

Diabetes merupakan permasalahan kesehatan serius di seluruh dunia.


Diperkirakan 15,7 juta orang di Amerika Serikat menderita diabetes
mellitus. Perkiraan tersebut, merupakan perhitungan antara diabetes yang
terdiagnosa dan tidak terdiagnosa, sebanyak 5,9 % populasi di Amerika
Serikat menderita diabetes mellitus. Diabetes Mellitus menyebabkan
kematian lebih dari 162.200 jiwa pada tahun 1996. Diabetes termasuk
tujuh penyebab utama kematian pada daftar angka kematian di AS, tapi
diabetes diyakini termasuk kematian yang tidak tidak terlaporkan,
antaranya adalah kondisi dan penyebab kematian. Diabetes adalah
penyebab utama dari kebutaan. Lebih dari 60 sampai 65% penderita
diabetes menderita hipertensi. Hal yang mengejutkan biaya pengeluaran
untuk pengobatan secara langsung dan tidak langsung untuk diabetes pada
tahun 1997 diperkirakan mencapai 98 juta dolar. Banyaknya biaya tidak
memberikan timbal balik yang kehidupan patien diabetes dan keluarganya.
(Sharon n Margaret 2000)

Penderita diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat setiap


tahunnya, hal ini dihubungkan dengan meningkatnya angka kesejahteraan.
Persentase penderita diabetes mellitus lebih besar di kota daripada di desa,
14,7% untuk dikota dan 7,2% di desa. Indonesia menduduki peringkat
keenam di dunia dalam hal jumlah terbanyak penderita diabetes.

Dari penjelasan yang tersebut diatas peranan soerang perawat sangat


penting dalam pemberian asuhan keperawatan untuk menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian yang disebabkan karena diabetes mellitus,
sehingga diharapkan mahasiswa keperawatan dapat memahami dan
menguasai konsep asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini diharapkan


mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
diabetes mellitus

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa diharapkan mampu :

a. Menjelaskan anatomi fisiologi pancreas

b. Menjelaskan mekanisme kerja insulin

c. Menjelaskan pengertian diabetes mellitus

d. Menyebutkan jenis diabetes mellitus

e. Menjelaskan etiologi diabetes mellitus

f. Menjelaskan patofisiologi Diabetes Mellitus

g. Menjelaskan tanda dan gejala diabetes mellitus

h. Menjelaskan pemeriksaan penunjang diabetes mellitus

i. Menjelaskan pengobatan pada diabetes mellitus

j. Menjelaskan komplikasi diabetes mellitus

k. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien diabetes


mellitus
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Pankreas


Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki fungsi
utama yakni untuk menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa
hormon penting seperti insulin.
Kalenjar pankreas terletak pada bagian belakang lambung dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Di dalamnya
terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu
acapkali disebut pulau-pulau Langerhans. Dinamakan Langerhans atas
penemunya, Paul Langerhans pada tahun 1869. Setiap pulau berisikan sel
beta yang berfungsi mengeluarkan hormon insulin. Dimana hormon
insulin memegang peran penting dalam mengatur kadar glukosa darah.

Gambar 1. Sumber : www.google.com


Gambar 2. Sumber : www.google.com

Tiap pankreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau Langerhans dan


tiap pulau berisi 100 sel beta. Disamping sel beta ada juga sel alfa yang
memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu
mengingkatkan kadar glukosa darah. Juga ada sel delta yang
mengeluarkan somatostatin.

Selain itu terdapat sel f menghasilkan polipeptida pankreatik, yang


berperan mengatur fungsi eksokrin pancreas.(dr Jan Tamboyang,:2001:75)
1. Glucagon
Sasaran utama glikagon adalah hati, dengan
a. Merombak glikogen menjadi glukosa(glikogenolisis)
b. Sintesis glukosa dari asam laktat dan dari molekul non-
karbohidrat seperti asam lemak dan asam
amino(glukoneogenesis)
c. Pembebasan glukosa ke darah oleh sel-sel hati, sehingga gula
darah naik

Sekresi glucagon dirangsang turunnya kadar gula darah, juga


naiknya kadar asam amino darah (setelah makan banyak protein).
Sebaliknya dihambat oleh kadar gula darah yang tinggi oleh
somatosmatin.

2. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan molekul 5808 untuk
insulin manusia. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, satu
sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfide.
Sebelum insulin dapat berfungsi dia harus berikatan dengan
protein reseptor yang besar didalam membrane sel.(Guyton,699)
Efek insulin yang paling jelas adalah setelah makan. Efek
utamanya adalah menurunkan kadar gula darah, juga mempengaruhi
metabolism protein dan lemak. Penurunan kadar gula darah terjadi
karena transport membrane terhadap glukosa ke dalam sel
meningkat, khususnya ke dalam sel-sel otot. Insulin menghambat
perombakan glikogen menjadi glukosa dan konversi asam amino
atau asam lemak menjadi glukosa; jadi menghambat aktivitas
metabolic yang dapat meningkatkan glukosa darah. Setelah glukosa
masuk kedalam sel-sel sasaran, insulin mempengaruhi
a. Oksidasi glukosa menghasilkan ATP
b. Menggabungkan glukosa membentuk glikogen
c. Mengkonversi glukosa menjadi lemak.

Kebutuhan energy didahulukan, baru deposit glikogen; bila masih


ada glukosa, terjadi deposit lemak. Sekresi insulin dirangsang
naiknya kadar gula darah, juga kadar asam amino dan asam lemak
darah. (dr Jan Tamboyang,:2001:75)

B. Mekanisme Kerja Insulin


Salah satu efek insulin yang terpenting adalah untuk menyebabkan
absorber bagian terbesar glukosa setelah makan untuk disimpan hamper
segera didalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu
makan, bila insulin tidak tersedia dan konsenttrasi darah mulai menurun,
maka glikogen hati kembali dipecah menjadi glukosa, yang dilepaskan
kembali ke dalam darah untuk menjaga konsentrasi gula darah agar tidak
turun terlalu rendah.
Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa
didalam hati meliputi beberapa langkah yang hamper serentak.
1. Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan
glikogen hati dipecah menjadi glukosa
2. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati
3. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan
sintesis glikogen.
Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar
rendah, sekarang terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati
melepaskan glukosa kembali kedalam darah yang bersirkulasi.
1. Penurunan glukosa menyebabkan pancreas menurunkan sekresi
insulinnya
2. Kemudian kurangnya insulin membalikkan semua efek yang
tercatat diatas untuk penyimpanan glikogen
3. Kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilasi, yang
menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa fosfat
4. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugus fosfat pecah dari
glukosa dan ini memungkinkan glikosa bebas berdifusi kembali
ke darah.

Jadi hati mengambil glukosa dari darah bila berlebihan setelah makan dan
mengembalikannya kedalam darah bila ia diperlukan diantara waktu
makan. Biasanya, sekitar 60 % glukosa dari makanan yang disimpan
dengan cara ini didalam hati dan kemudian kembali lagi.

Insulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak dan
asam lemak ini diangkut lagi kedalam jaringan adipose serta disimpan
sebagai lemak.Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Ini terutama
terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang
diperlukan untuk glukoneogenesis. (Guyton:704)

1. Pengaturan Sekresi Insulin


Sekresi insulin terutama diatur oleh konsentrasi glukosa darah.
Akan tetapi, asam amino darah dan factor-faktor lain juga memiliki
peranan penting.
Kadar glukosa darah normal waktu puasa adalah 80-90mg/100ml.
darah, kecepatan sekresi insulin minimum. Waktu glukosa darah
meningkat diatas 100mg/100ml darah, kecepatan sekresi insulin
meningkat cepat, mencapai puncaknya yaitu 10 sampai 20 kali tingkat
konsentrasi glukosa darah antara 300 sampai dan 400 mg/100ml.
Selain sekresi insulin dirangsang oleh glukosa, kebanyakan asam
amino mempunyai efek yang sama. Akan tetapi, efek ini berbeda dari
perangsangan glukosa terhadap sekresi insulin sebagai berikut:
Asam amino yang diberikan tanpa adanya peningkatan glukosa
darah hanya menyebabkan sedikit peningkatan sekreesi insulin. Akan
tetapi, bila diberikan pada saat yang sama dengan konsentrasi glukosa
darah yang tinggi, sekresi insulin yang dirangsang glukosa mungkin
sebanyak dua kali. Jadi, asam amino saat mempotensiasi rangsangan
glukosa terhadap sekresi insulin.Guyton:705)

C. Pengertian Diabetes Mellitus


Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002 dalam www.ilmukeperawatan.com).

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada


seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003
dalam www.trinoval.web.id). Diabetes mellitus adalah penyakit dimana
penderita tidak bisa mengontrol kadar gula dalam tubuhnya. Tubuh akan
selalu kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga mengganggu sistem
kerja tubuh secara keseluruhan (FKUI, 2001 dalam www.trinoval.web.id).

Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh


peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat
penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin dan
atau penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pancreas.
Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis diabetic.
Hiperglikemia jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi
mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi
neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan kejadian penyakit
makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan penyakit vaskuler
perifer.(brunner and suddarth, 2002: 109).

D. Klasifikasi
1. Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes ini dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen
insulin, namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia.
Insidens tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat
dibagi dalam dua subtype yaitu autoimun akibat disfungsi autoimun
dengan kekurangan sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti adanya
autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Sub tipe ini lebih sering
timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.
Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan
remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati
dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus
menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor
lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1.
Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan
memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test
gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka
sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah
terserang berbagai penyakit.
2. Tipe 2: Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
a. 90% sampai 95% penderita diabetic adalah tipe 2. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan
insulin
b. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olahraga; jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemia(suntikan insulin dibutuhkan jika preparat
oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia)
c. Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30
tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. Diabetes gestasional (GDM )
GDM dikenal pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi
4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat
diabetes gestasional terdahulu. Karena tejadi peningkatan sekresi
berbagai hormone yang mempunyai efek metabolic terhadap toleransi
glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-
pasien yang mempunyai presdisposisi diabetes secara genetic
mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi
klinis diabetes pada kehamilan.
4. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya.
Dalam skala yang lebih kecil, ada beberapa kasus diabetes oleh
syndrome genetic tertentu (perubahan fungsi sel beta dan perubahan
fungsi insulin secara genetis), gangguan pada pancreas yang didapati
pada pecandu alcohol, dan penggunan obat ataupun zat kimia.
Beberapa kasus tersebut dapat memicu gejala yang sama dengan
diabetes. (Pearce, 2007)
E. Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut ini
merupakan beberapa penyebabdari penyakit diabetes mellitus:
1. Diabetes Melitus tipe 1 ( IDDM )
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi selbeta. (Price,2005)
2. Diabetes Melitus tipe 2 ( NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Faktor resiko:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 th)
Sekitar 90% dari kasus diabetes yangdidapati adalah
diabetes tipe 2. Pada awlanya, tipe 2 muncul seiring dengan
bertambahnya usia dimana keadaan fisik mulai menurun.
b. Obesitas
Obesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi
glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Hala ini jelas
dikarenakan persediaan cadangan glukosa dalam tubuh
mencapai level yang tinggi. Selain itu kadar kolesterol
dalam darah serta kerja jantung yang harus ekstra keras
memompa darah keseluruh tubuh menjadi pemicu obesitas.
Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan
perbaikan dalam sensivitas insulin dan pemulihan toleransi
glukosa.
c. Riwayat keluarga
Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot
hamper 100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada
sausara kandubg mendekati 40% dan 33% untuk anak
cucunya. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio
diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar
90% pasti membawa carer diabetes tipe 2.( Martinus,2005)
3. Diabetes gestasional (GDM )
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami
oleh si Ibu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum
hamil
b. Ibu mengalami/menderita DM saat hamil
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
1) Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang
timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah
melahirkan.
2) Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes
mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah
hamil.
3) Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai
dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti
retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah
panggul dan pembuluh darah perifer.
Pada saat seorang wanita hamil, ada beberapa hormon yang
mengalami peningkatan jumlah. Misalnya, hormon kortisol,
estrogen, dan human placental lactogen (HPL). Ternyata, saat
hamil, peningkatan jumlah hormon-hormon tersebut mempunyai
pengaruh terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar gula darah
(glukosa). Kondisi ini menyebabkan kondisi yang kebal terhadap
insulin yang disebut sebagai insulin resistance. Saat fungsi insulin
dalam mengendalikan kadar gula dalam darah terganggu, jumlah
gula dalam darah pasti akan naik. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan seorang wanita hamil menderita diabetes gestasional.
4. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
a. Kelainan genetic dalam sel beta.
Pada tipe ini memiliki prevalensi familiar yang tinggi dan
bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali
obesitas dan resisten terhadap insulin.
b. Kelainan genetic pada kerja insulin
sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans
c. Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
d. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
e. Infeksi

F. Patofisiologi
Menurut Boron & boulpapae (2009), DM tipe 1 disebabkan oleh
kerusakan sel β pangkreas yang bermediasi oleh sistem imun. Konsekuensi
dari tidak adanya insulin, berhubungan dengan glukagon yaitu cepat
terjadi kelaparan. Pada orang yang sehat, puasa untuk beberapa hari
berlanjut pada rendahnya sekresi insulin, hal ini untuk menjaga
keseimbangan aksi glukagon pada modulasi produksi glukosa dan keton
oleh liver. Walau demikian, pada DM tipe 1, defisiensi insulin sangat
parahm dan liver terus-menerus memproduksi glukosa dan keton bahkan
dalam jumlah berlebih dibanding dengan yang mereka gunakan.
Akibatnya, konsentrasi substansi ini di dalam darah sangat tinggi. Bahkan,
ketika konsentrasi glukosa mencapai level 5-10 kali di atas normal, tidak
ada insulin yang dikeluarkan karena tidak ada sel β. Peningkatan glukosa
dan keton memberikan beban yang terlalu besar untuk ginjal karenan
osmosis diuresis.

Berdasarkan Guyton & Hall (2011), DM tipe 2 lebih umum terjadi dari
pada DM tipe 1, berkisar antara 90-95 % dari semua kasus DM. Menurut
Alsahli & Gerich (2010), DM tipe 2 merupakan gangguan heterogen yang
disebabkan oleh kombinasi genetik dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi fungsi sel β dan sensitivitas insulin pada jaringan target.
Pada DM tipe 2, kerusakan yang terjadi pada sel β pankreas dapat
mencapai 50%.

Kerusakan sel β pankreas pada klien DM tipe 2 terjadi melalui 5 tahap,


yaitu :
1. Tahap pertama yaitu homeostasis glukosa normal tetapi individu
memiliki risiko DM tipe 2. Pada tahap ini, toleransi glukosa normal
dan kerusakan sel β belum tampak
2. Tahap kedua yaitu terjadinya penurunan sensitivitas insulin dan
dikompensasi dengan peningkatan sekresi insulin oleh sel β
pankreas, sehingga toleransi glukosa masih normal. Meskipun
terjadi peningkatan sekresi insulin, tetapi terjadi penurunan fungsi
sel β pankreas.
3. Tahap ketiga yaitu disfungsi sel β pankreas sudah mulai tampak,
toleransi glukosa posprandial sudah menunjukan abnormal. Akan
tetapi sel β pankreas masi berusaha untuk menjaga konsentrasi
glukosa puasa normal.
4. Tahap keempat yaitu kerusakan sel β pankreas semakin parah yang
disebabkan oleh toksisitas glukosa akibat hiperglikemi porspradial,
berkurangnya sensitivitas insulin juga terjadi. Konsentrasi glukosa
puasa meningkat karenan peningkatan produksi glukosa endogen
basal.
5. Tahap kelima yaitu kerusakan sel β pankreas semakin parah, baik
glukosa puasa maupun posprandial mencapai level diagnostik
diabetes.

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan


salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 –
1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang
mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan.
Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal
normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml),
akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka
pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain
adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi
cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya
gangren.

G. Manifestasi Klinis
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula
darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 -
180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung
gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita diabetes melitus umumnya menampakkan tanda dan gejala
dibawah ini meskipun tidak semua
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Kehilangan glukosa dalam urine karena ambang ginjal untuk
mereabsobsi glukosa membesar (Glycosuria)
5. Ketonemia dan ketonuria atau penumpukan asam lemak dan
keton dalam darah dan urine yang terjadi akibat katabolisme
abormal lemak sebagai sumber energi.
6. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
7. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
8. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
9. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
10. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
11. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
12. Gejala lain yang mungkin timbul adalah kesemutan, gatal, mata
kabur, impotensi pada pria, serta iritasi atau rasa gatal disekitar
vulva dan lubang vagina (pruritus vulva) pada wanita.

Semakin dibiarkan. Penderita DM dapat menunjukkan gejala kronis


sebagai berikut :

1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan saraf tepi atau kesemutan
3. Gatal-gatal atau bisul
4. Rasa tebal di kulit
5. Gangguan fungsi seksual
6. Keputihan
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan
seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala
diabetes melitus dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam
hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita
penyakit diabetes mellitus tipe 1.

Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka


tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak
mengetahui telah menderita kencing manis.

H. Komplikasi
Komplikasi pada DM disebabkan oleh terpapar glukosa konsentrasi tinggi
dalam jangka panjang. Menurut prince & wilson (2006), komplikasi DM
terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi pada DM yang penting dan
hubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
waktu pendek. Komplikasi disebabkan oleh perubahan yang relatif
akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi akut dibagi
menjadi 3 yaitu :
a. Diabetes ketoasidosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat
dan akut dari suatu pengalaman penyakit DM. DKA
disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup nya
jumlah insulin yang nyata. Klien mengalami hiperlipidemia
dan glukosuria berat. Penurunan lipogenesis, peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi lemak bebas disertai
pembentukan benda keton.
b. Koma hiperosmolar non ketotik (KHN)
KHN merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia disertai perubahan
tingkat kesadaran. Hiperglikemia berat terjadi dengan kadar
glukosa serum lebih dari 600 mg/dl tanpa disetai ketosis.
c. Hipoglikemia
Gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin
yang ditandai dengan berkeringat, gemetar, sakit kepala dan
palpitasi. Selain itu juga akibat kekurangan glukosa dalam
otak ditandai dengan tingkah laku aneh, sensorium yang
tumpul, dan koma. Hipoglikemia sangat berbahaya bila
terjadi dalam waktu yang lama karena dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen
2. Komplikasi kronik
Komplikasi kronis DM pada dasarnya terjadi pada semua
pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik) yang
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Mikrovaskuler
1) Penyakit ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan
fungsi ginjal. Bila kadar glukosa dalam darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami strees yang menyebabkan kebocoran
protein darah dalam urine.
2) Penyakit mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan
sampai kebutaan, keluhan penglihatan kabur tidak
selalu disebabkan neuropati. Katarak disebabkan
karena hiperglikemia yang berkepanjangan,
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan
lensa.
3) Neuropati
DM dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem
saraf otonom medulla spinallis atau sistem saraf
pusat. Akumulasi sorbitol dan perubahan-perubahan
metabolik lain dalam sintesa fungsi nyelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan
perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
1) Penyakit jantung koronenr
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat DM
maka terjadi penurunan kerja jantung untuk
memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga
tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis) dengan risiko penderita
penyakit jantung koroner atau stroke.
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesTesis fungsi saraf-saraf
sensorik. Keadaan ini menyebabkan ganggren
infeksi dimulai dari celah-celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang
menebal dan halus demikian juga pada daerah yang
terkena trauma.
3) Pembuluh darah ke otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi
penyumbatan sehingga suplai darah ke otak
menurun.

I. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah,
tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam
menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Saat ini banyak
dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai.
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat
dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan
sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Untuk memantau kadar
glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Ada perbedaan antara uji
diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic DM dilakukan
untuk mereka yang menunjukan gejala atau tanda DM. Sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidenfikasi mereka yang tidak
bergejala tetapi memilliki resiko DM.

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah


satu faktor risiko untuk DM, yaitu :
1. Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2. Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27
(kg/m2
3. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250
mg/dl
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu)
Pemeriksaan penyaring yang dapat dilakukan:

1. Glukosa darah sewaktu


2. Kadar Glukosa darah puasa
3. Tes Toleransi Glukosa

Macam Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus

1. Kadar Glukosa Darah


Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring.

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)

Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM


sewaktu

Plasma vena >200 100-200

Darah kapiler >200 80-100

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)

Kadar glukosa darah DM Belum Pasti

Plasma Vena >120 110-120

Darah kapiler >110 90-110

2. Kriteria Diagnostik WHO untuk sedikitnya 2 kali pemeriksaan


a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam ost prandial
(pp) >200 mg/dl)
3. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4. Tes saring
Tes saring DM adalah GDP, GDS dan tes glukosa urin : tes
konvensional (metode reduksi/benedict), tes carik celup (metode
glukosa oxidase/hexokinase)
5. Tes Diagnostik
Tes diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa darah
2 jam Post pradial), glukosa jam ke-2 TTGO
6. Tes monitoring terapi
-GDP :Plasma vena, darah kapiler
-GD2PP : Plasma vena
-A1c : Darah vena, Darah kapiler
7. Tes untuk mendeteksi komplikasi
-Mikroalbuminuria : urin
-Ureum, Kreatinin, Asam urat
-Kolesterol total : plasma vena (Puasa)
-Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
-Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
-Trigliserida : plasma vena (puasa)

J. Penatalaksanaan
Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pada keadaan :
1. Penurunnan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau hiperglikemia hiperosmolar
non ketotik (HONK)
4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
7. Kehamilan degnan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Penatalaksanaan DM bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala,


mempertahankan berat badan ideal dengan mengatur pola makan dan
mencegah terjadinya komplikas. Secara garis besar penatalaksanaan
dilakukan dengan :
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM. Konsensus perkumpulan endokrinologi
indonesia (PERKENI) menetapkan bahwa asupan nurtisi yang
dianjurkan pada klien dengan DM yaitu karbohidrat (60-70%),
protein (10-15%), dan lemak (20-25%). Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan
jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Penatalaksanaan nutrisi
pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial seperti vitamin
dan mineral
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi.
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya
dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati
normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan makan pada penderita DM.
2. Olahraga atau latihan
Sangat penting dalam penatalaksanaan DM karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin sirkulasi darah dan tonus otot.
Latihan ini sangat bermanfaat pada penderita DM karena dapat
menurunkan BB, mengurangi rasa stress dan mempertahankan
kesegaran tubuh. Mengubah kadar lemak darah yaitu
meningkatkan kadar High Desity Lipoprotein (HDL) kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.
Latihan yang dianjurkan adalah 3-4 seminggu selama 30 menit.
Meskipun demikian penderita DM dengan kadar glukosa >250
mg/dl (14 mmol/dL) dan menunjukan adanya keton dalam urine
tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urine
memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah telah
mendekati normal. Latihan degnan kadar glukosa darah yang tinggi
akan meningkatkan sekresi glukogen, Growth Hormon (GH) dan
katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih
banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
3. Obat-obatan
a. Golongan sulfonilurea
Cara kerja golongan sulfonilurea adalah merangsang sel β
pankreas untuk mengeluarkan insulin, jadi hanya bekerja
bila sel-sel β utuh. Obat ini juga mampu menghalangi
pengikatan insulin, mempettinggi kepekaan jarignan
terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukogen. Efek
samping yang ditimbulkan adalah mual, muntah, sakit
kepala, vertigo dan demam. Selain itu juga dapat terjadi
dermatitis, pruritus, lekopeni, trombositopeni, dan anemia.
Kontraindikasi pemberian obat golongan ini adalah pada
penyakit hati, ginjal dan thyroid.
b. Golongan biguanid
Golongan biguanid tidak sama dengan sulfonilurea karena
tidak merangsang sekresi insulin. Biguanid menurunkan
kadar glukosa darah menjadi normal dan istimewanya tidak
menyebabkan hipoglikemia. Efek samping penggunaan
obat ini adalah nausea, muntah, dan diare.
c. Insulin
Indikasi pemberian insulin pada klien DM adalah pada :
1) Semua penderita DM dari setiap umur (baik
IDDM/NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis.
2) Diabetes yang masuk dalam klasifikasi IDDM yaitu
juvenile diabetes.
3) Penderita yang kurus
4) Bila dengan obat tidak berhasil
5) Kehamilan
6) Bila terjadi komplikasi mikroangiopati
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Assesment
1. Wawancara
a. Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama
klien, umur, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama,
suku, alamat. Dalam identitas data/ petunjuk yang dapat kita
prediksikan adalah Umur, karena seseorang memiliki resiko
tinggi untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada umur diatas 40
tahun.
b. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus dating kerumah sakit dengan keluhan
utama yang berbeda-beda. Pada umumnya seseorang datang
kerumah sakit dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria,
polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan
informasi apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya
diabetes mellitus misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau
juga atherosclerosis
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas
dari DM, penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes
mellitus, hal ini berhubungan dengan proses genetic dimana
orang tua dengan diabetes mellitus berpeluang untuk
menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
d. Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot-otot pada ekstermitas menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.
f. Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
g. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga ( self esteem ).
i. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami
neuropati / mati rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap
adanya trauma.
j. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
k. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.

2. Pengkajian Fisik
a Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
b Head to Toe
1) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah
gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integumen
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang
mengalami dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna
kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah
sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami
diabetes ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri
dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi,
aritmia, kardiomegalis. Hal ini berhubungan erat dengan
adanya komplikasi kronis pada makrovaskuler
5) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam
bentuk urin.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan,
penyebaran masa otot,berubah. Pasien juga cepat lelah,
lemah.
7) Sistem neurologis
8) Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan adalah :
a Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c Kultur pus jika diperlukan
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
B. Nursing Diagnosis
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges,
1999) adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan
dibatasi, kacau mental.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan
oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan
kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
3. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang
tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolisme/infeksi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi /
tidak mengenal sumber informasi.
C. Intervensi
Intervensi keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus (Doenges,
1999) meliputi :
a Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik, kehilangan gastric, berlebihan (diare, muntah)
masukan dibatasi (mual, kacau mental).

Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit,


normal.
Kriteria Hasil : - pasien menunjukan adanya perbaikan
keseimbangan cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang
adekuat (batas normal), tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi
perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik dan
membran mukosa lembab atau basah.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan
tekanan darah ortestastik.
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi
dan takikardia.
2) Kaji pola napas dan bau napas.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui
pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkosis
respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
3) Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal
umum terjadi pada proses infeksi. Demam dengan kulit
yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari
dehidrasi.
4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau
volume sirkulasi yang adekuat.
5) Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.
6) Ukur berat badan setiap hari.
R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya
dalam memberikan cairan pengganti.
7) Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.
b Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral :
anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan
kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai
laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Kriteria Hasil :
1) pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang
penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake ( diet
pada status nutrisi).
2) mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup
untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan
yang tepat.

Intervensi :

1) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi


R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.
2) Tentukan program diet dan pola makanan pasien
dibandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
pasien.
R: Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri
abdomen/perut kembung, mual, muntah, pertahankan
puasa sesuai indikasi.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan
tingkat kesadaran, dingin/lembab, denyut nadi cepat,
lapar dan pusing.
R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang
harus dikali dan ditangani secara tepat.
5) Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula
darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula
darah.
c Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula
darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan
intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
2) pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti
demam, kemerahan, adanya pus pada luka , sputum
purulen, urin warna keruh dan berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang
biasanya telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat
mengalami infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci
tangan yang baik, setiap kontak pada semua barang
yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya
sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
(seperti pemasangan infus, kateter folley, dsb).
R : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan
baik.
R : Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-
sungguh. Masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit
tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak
berkerut).
R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan
pasien pada penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada
kulit / iritasi dan infeksi.
6) Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk
berkembang, menurunkan terjadinya risiko
hipoventilasi.
7) Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
R : penenganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis.
d Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan : Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah
Kriteria Hasil : - menyatakan mapu untuk beristirahat dan
peningkatan tenaga.
1) mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap
kelelahan.
2) Menunjukan peningkatan kemampuan dan
berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat
jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi
aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan aktivitas meskipun pasien mungkin
sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat
yang cukup / tanpa terganggu.
R : mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi
secara fisiologi.
4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi,
berpindah tempat dan sebagainya.
R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan
lebih banyak kegiatan.
5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan / toleransi
pasien.
R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang
positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
pasien.
e Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi
informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,
efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
1) Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan
alasan dari suatu tindakan.
2) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan
ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya
sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang
dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet
makanan nya.
R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang
materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang
dilakukan.
D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah:
a Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
b Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal
dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
c Infeksi tidak terjadi
d Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
e Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek
prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Widyanto, Candra. (2013). Trend Penyakit Saat ini. Trend Disease Edisi
cetakan pertama. Jakarta :Cv. Trans Info Media.
2. NIC-NOC (2015). Asuhann keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction Jogja.

Anda mungkin juga menyukai