Anda di halaman 1dari 6

STIGMA TERHADAP ODHA

Stigma HIV/AIDS masih banyak berkembang di masyarakat. Hingga saat ini, masih saja ada
anggapan bahwa HIV/AIDS penyakit "kutukan" dan hanya diidap oleh penjaja seks. Sebagian
orang percaya bahwa HIV/AIDS bisa menular hanya dengan bersentuhan langsung dengan
pengidapnya. Anggapan tersebut salah dan perlu segera dibenarkan untuk mencegah terjadinya
diskriminasi pada ODHA. Jika tidak, stigma tersebut bisa membatasi hak asasi ODHA untuk
mendapat pekerjaan, tempat tinggal, dan kehidupan yang layak.

Sebelum membahas HIV/AIDS lebih lanjut, kamu perlu tahu kalau HIV dan AIDS memiliki arti
yang berbeda. HIV adalah sebutan untuk virus penyebab AIDS, yakni Human Immunodeficiency
Virus. Sementara AIDS (Acquired Immunodeficiency Virus) adalah kumpulan gejala fisik yang
terjadi akibat infeksi HIV.

Penyebab Adanya Stigma pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

Masih banyak informasi yang salah tentang HIV/AIDS di masyarakat. Hal ini menimbulkan
stigma yang berdampak pada meningkatnya diskriminasi pada ODHA, seperti mengusir dan
mengasingkan ODHA di masyarakat, memecat ODHA yang bekerja, menceraikan pasangan
yang berstatus HIV positif, dan perilaku diskriminatif lainnya. Cari tahu penyebab munculnya
stigma pada ODHA berikut ini, yuk.

1. Kesalahan Informasi tentang HIV/AIDS

HIV/AIDS bisa terjadi pada siapa saja. Namun, penyakit ini lebih rentan terjadi pada orang yang
melakukan seks tanpa kondom, menggunakan jarum suntik yang tidak steril, dan anak yang
memiliki ibu dengan status HIV positif (penularan selama masa kehamilan, persalinan, dan
menyusui). Jadi, kamu tidak perlu takut saat berdekatan dengan ODHA karena HIV/AIDS tidak
bisa menular udara, termasuk melalui batuk, bersin, alat makan, toilet, jabatan tangan, dan duduk
sebelahan.

2. Kurangnya Informasi tentang Dampak Negatif Stigma pada ODHA


Stigma pada ODHA bukan sekadar pemberian label negatif, tapi berdampak negatif pada
kehidupan ODHA, keluarga, dan upaya pemerintah dalam mengatasi HIV/AIDS. Berikut ini
dampak negatif stigma dan perilaku diskriminatif pada ODHA yang perlu diketahui:

 Melanggar hak asasi manusia. Di antaranya hak untuk bekerja, membangun rumah
tangga, mendapat akses pelayanan kesehatan dan kehidupan yang layak.

 Menutup kesempatan bagi ODHA untuk mengembangkan diri, termasuk untuk mendapat
pendidikan dan pekerjaan yang layak.

 Membuat ODHA mengasingkan diri. Yakni membuat ODHA menyembunyikan status


HIV positifnya dan mengasingkan diri dari keluarga dan masyarakat sekitarnya.

 Menghambat program pemerintah dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di


masyarakat. Stigma membuat ODHA menyembunyikan status HIV positifnya dan malu
untuk memeriksa kesehatannya. Akibatnya, ia tidak akan mendapat pengobatan dan
perawatan yang bisa meningkatkan risiko kematian ODHA dan penularan HIV/AIDS di
masyarakat.

Stigma pada ODHA tentu tidak bisa dibiarkan. Kesalahan informasi tentang HIV/AIDS perlu
dibenarkan untuk mencegah perilaku diskriminatif pada ODHA agar tidak memperburuk kondisi
ODHA. Karena seringkali, penyebab kematian ODHA bukan penyakit yang diidapnya, tetapi
perilaku diskriminatif yang membuatnya kehilangan kesempatan untuk mendapat pengobatan
dan perawatan yang layak.

Mengapa stigma terhadap ODHA bisa begitu melekat?

Stigma terhadap ODHA telah melekat sejak pertama kali virus ini ditemukan dan menyebar luas.
Penyakit ini sering dikaitkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang, perilaku seks bebas,
serta hubungan seksual sesama jenis (homoseksual). Karena kaitan tersebut, ODHA pun
mendapat cap yang negatif dalam masyarakat.

Padahal, HIV/AIDS bisa ditularkan pada siapa saja. Termasuk orang yang tidak pernah
menggunakan narkoba, tidak pernah menggunakan jasa pekerja seks komersial (PSK), dan tidak
pernah berhubungan seks sesama jenis.
Meski demikian, alasan-alasan di bawah ini membuat stigma terhadap ODHA masih sulit
diberantas dan diluruskan.

1. Kurangnya pengetahuan dan kesalahan informasi tentang HIV/AIDS

Di kalangan masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa ODHA identik dengan
seseorang yang sering menggunakan obat terlarang, berhubungan seks dengan pekerja seks
komersial, dan lain sebagainya. Selain itu, masih ada masyarakat yang beranggapan bahwa HIV
bisa ditularkan hanya dengan kontak fisik atau berdekatan dengan ODHA.

Pemberian informasi tentang HIV/AIDS yang benar di kalangan masyarakat bisa membantu
upaya pemerintah dalam mengurangi stigma dan diskriminasi pada ODHA.

2. Takut bersentuhan dengan ODHA

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS dan kesalahan informasi tentang


HIV/AIDS akan berdampak pada munculnya ketakutan masyarakat untuk melakukan kontak
fisik dengan ODHA. Mulai dari berjabat tangan, duduk berdekatan, makan bersama, dan lainnya.
Padahal, HIV hanya bisa ditularkan melalui hubungan seksual yang berisiko, penggunaan jarum
suntik yang terkontaminasi virus HIV, dan melalui ibu yang positif HIV ke bayi yang
dilahirkannya.

Bersentuhan kulit, berjabat tangan, berpelukan, atau makan bersama seorang ODHA tidak akan
menularkan penyakit ini. Berada di dekat ODHA juga tidak akan membuat Anda tertular karena
virus ini tak bisa berpindah lewat udara.

3. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang dampak buruk dari stigma pada ODHA

Hal ini disebutkan dalam buku UNAIDS (2007) yang berjudul “Reducing HIV Stigma and
Discrimination”. Banyak orang dengan mudah melakukan diskriminasi pada ODHA karena
mereka tidak berpikir lebih jauh, seperti apa dampak diskriminasi yang dilakukannya terhadap
kehidupan ODHA.
Sebenarnya mudah saja untuk bisa hidup berdampingan dengan ODHA dalam masyarakat atau
dalam hubungan pribadi setiap orang. Posisikan diri Anda sebagai ODHA. Apakah Anda bisa
terima perlakuan diskriminatif dari orang-orang di sekitar Anda? Pasti tidak bisa, kan?

Jadi kalau ada orang terdekat, rekan kerja, anggota keluarga, atau kenalan Anda yang didiagnosis
dengan penyakit AIDS, jangan malah menjauhinya. Yang perlu dilakukan yaitu menggali
informasi sebanyak-banyaknya soal HIV/AIDS agar Anda tahu langkah apa yang harus
dilakukan agar hubungan Anda dengan ODHA tetap hangat.

Stigma pada ODHA tidak hanya berakibat buruk pada ODHA, tapi juga pada upaya pemerintah
dalam menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia. Ini dia beberapa dampak negatif pemberian
stigma terhadap ODHA.

1. Melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)

Perlakuan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA melanggar hak-hak dasar ODHA. Di
antaranya adalah hak untuk hidup, mendapatkan perawatan, memiliki pekerjaan, dan lain-lain.
Tidak ada seorang pun yang berhak merenggut hak-hak mendasar ini dari hidup ODHA.

2. Menutup kesempatan bagi ODHA untuk mengembangkan diri

Stigma bisa membuat ODHA kehilangan pekerjaan, pasangan, dan keluarga. Banyak juga anak-
anak dengan HIV/AIDS yang terpaksa putus sekolah karena mendapatkan perlakuan yang tidak
adil di sekolah.

Padahal, seperti orang-orang pada umumnya, ODHA bisa memberikan kontribusi bagi
lingkungan di sekitarnya. Baik itu untuk keluarganya, lingkungan kerjanya, bahkan masyarakat
secara umum.

3. Membuat ODHA mengasingkan diri

Diskriminasi terhadap ODHA bisa membuat mereka menutupi identitasnya, menarik diri, atau
mengasingkan diri dari masyarakat. Hal tersebut dapat berakibat buruk terhadap kesehatan
ODHA. Mereka bisa jadi malu untuk periksa ke dokter atau mendapatkan perawatan di rumah
sakit. Akibatnya jelas bisa fatal, yaitu kematian.

Stigma terhadap ODHA juga bisa membuat mereka depresi, menjauhkan diri dari keluarga dan
lingkungan sekitar, atau yang lebih ekstrem adalah bunuh diri.

4. Menghambat program pemerintah dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di


masyarakat

Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA juga akan berdampak pada terbukanya penyebaran
penyakit HIV/AIDS. Stigma dan diskriminasi akan mematahkan semangat seseorang untuk
melakukan Voluntary Counseling and Testing (VCT) atau tes HIV/AIDS. Stigma bahkan bisa
membuat orang-orang merasa enggan untuk mencari informasi dan cara perlindungan terhadap
penyakit HIV/AIDS.

Oleh karena itu, hentikan stigma dan diskriminasi pada ODHA. Bukan stigma dan diskriminasi
yang bisa menghentikan persebaran virus HIV dalam masyarakat, melainkan kepedulian dan
pemahaman setiap orang tentang HIV/AIDS.

Upaya Mengurangi Stigma

Stigma yang terkait dengan penyakitnya merupakan tantangan psikologis tersendiri untuk Odha.
Saat mereka diketahui mengidap HIV, perlahan tapi pasti satu persatu teman-temannya
menjauhi, bahkan tak jarang keluarganya pun  menjauhi. Padahal, disaat seperti ini Odha sangat
membutuhkan dukungan penuh dari lingkungan sosialnya, karena mereka mengalami tekanan
psikologis yang cukup berat akibat dinyatakan terinfeksi HIV.

Nasronuddin 2007, mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan kadar ACTH dan


kadar kortisol dalam tujuh hari pertama yang dipicu oleh stressor psikologis akibat dinyatakan
terinfeksi HIV, selain akibat stressor psikologis peningkatan setelah hari ke tujuh terjadi akibat
stressor biologis HIV, dari sini dapat dilihat bahwa efek dari pernyataan diagnosis mengidap
HIV terhadap seseorang sangat signifikan meningkatkan tingkat stress, belum lagi menghadapi
reaksi keluarga dan teman-teman yang perlahan tapi pasti beranjak menjauh.
Dengan berusaha mencoba memahami pengalaman hidup yang dialami pengidap HIV akan
menyebabkan hasil psikologis yang positif untuk membantu meningkatkan kualitas hidup orang
dengan HIV/ AIDS. Memberikan pengertian dan pengetahuan yang memadai kepada masyarakat
terutama kepada mahasiswa sebagai intelektual muda menjadi suatu hal yang sangat penting,
mahasiswa yang notabene kisaran usianya kurang lebih sama dengan rata-rata usia odha tentunya
akan lebih mudah mengerti dan tersentuh jika belajar dan bergaul langsung dari odha tentang
pengalaman pahitnya menghadapi stigmatisasi, dilain pihak odha akan lebih merasa nyaman
mengungkapkan statusnya kepada mereka yang usianya kurang lebih sama dengan mereka.

Stigma dan diskriminasi biasanya terjadi akibat ketakutan yang berlebihan akan tertular penyakit
ini. Masalah lain yaitu penyakit ini dianggap sangat mematikan dan belum ditemukan obatnya,
serta anggapan bahwa penyakit tersebut hanya ditularkan akibat dari perilaku menyimpang
sehingga dianggap merupakan aib bagi pengidap dan keluarganya. Padahal, jika benar-benar
dipahami dan dimengerti cara penularanya, sebenarnya penyakit ini dapat dicegah tanpa harus
menjauhi apalagi sampai melakukan stigma dan diskriminasi terhadap para pengidapnya. 
Dibutuhkan berbagai penelitian aplikatif, konsisten agar terwujud peran serta berbagai pihak
dalam upaya menurunkan stigma dan diskriminasi yang dialami Odha, sehingga mereka mau
lebih terbuka mengenai penyakitnya yang makin memudahkan upaya pencegahan penularan
terselubung dan memudahkan odha mengakses pelayanan kesehatan yang adekuat tanpa rasa
takut akan menghadapi stigma dan diskriminasi.

Anda mungkin juga menyukai