ASFIKSIA NEONATORUM
OLEH
ESTER ELIZABETH KARTINI
113063J120079
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN
Preseptor Akademik
Preseptor Lahan
Sam’ah, S.Kep,Ners
I. Anatomi/Fisiologi Saluran Pernapasan
Saluran pernapasan bagian atas terbagi atas :
a. Lubang hidung (cavum nasi)
Hidung terbentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan
(kartilago). Bagian dalam hidung merupakan lubang yang
dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat. Rongga
hidung mengandung rambut yang berfungsi sebagai penyaring kasar
terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan hidung terdapat
epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut
mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang
masuk kedalam saluran pernapasan.
Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari
otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender
yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis),
yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis
media, dan konka nasalis superior.
Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu:
meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus
ini yang dilewati oleh udara pernafasan sebelah dalam terdapat
lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana.
b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang
kepala. Sinus berfungsi untuk : membantu menghangatkan dan
humidifikasi, meringankan berat tulang tengkorak, mengatur
bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
c. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13cm)
yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulan rawan
krikoid. Berdasarkan letaknya,faring dibagi menjadi tiga yaitu
dibelakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring),
dan belakang laring (laringo-faring).
d. Laring
Laring sering disebut dengan ”voice box” dibentuk oleh struktur
epiteliumlined yang berhubungna dengan faring dan trakhea. Laring
terletak dianterior tulang belakang ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari
esofagus berada di posterior laring. Saluran udara dan bertindak
sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan
menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher,
sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan
didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.Cartilago/tulang
rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut: cartilago
thyroidea 1 buah di depan jakun (Adam’s apple) dan sangat jelas
terlihat pada pria, cartilago epiglottis 1 buah, cartilago cricoidea 1
buah, cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker.
e. Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan
lebar 2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah
pada bagian depan leher dan di belakang manubrium sterni, berakhir
setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di
tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea
tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga
membuat beberapa jaringan otot.
f. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa
dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-
bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis,
sebelurn dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus
atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang
lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara).
g. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
atas kecil gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat
pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan
sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau
kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0
cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai
Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn. Paru-paru dibagi menjadi dua bagian,
yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus (lobus pulmo dekstra
superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior)
dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus (lobus sinistra superior
dan lobus sinistra inferior).
II. Konsep Medik
A. Pengertian Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar
oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara
bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan
pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan
karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan
oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut
hiperkapnia.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia
berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas
serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di
uterus hipoksia. Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka
kematian yang tinggi.
Asfiksia neonatum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak
dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal
ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir.
B. APGAR Score
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana
untuk memutuskan apakah seorang bayi yang baru lahir
membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan
mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan
setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya
rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan. Observasi dan
periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan
stetoskop atau palpasi denyut jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke
dua tumit kaki bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada
mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada
mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut
dan tenggorokannya dihisap.
A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan
kaki dan tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya.
Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak
sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.
Perhatikan pernapasannya.
TANDA 0 1 2 JUMLAH
NILAI
Frekwensi Tidak ada Kurang dari 100Lebih dari 100
jantung x/menit x/menit
Usaha Tidak ada Lambat, tidakMenangis kuat
bernafas teratur
Tonus otot Lumpuh /Ekstremitas Gerakan aktif
lemas fleksi sedikit
Refleks Tidak adaGerakan sedikit Menangis
respon batuk
Warna Biru / pucat Tubuh: Tubuh dan
kemerahan, ekstremitas
ekstremitas: kemerahan
biru
Keterangan :
1) Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa
2) Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan
fisik akan terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus
otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
3) Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot
buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak
ada.
C. Etiologi
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
1. Faktor ibu
a) Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi
akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung
sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida,
tekanan darah ibu yang rendah.
b) Penyakit pembuluh darah yang menganggu aliran darah
uterus, kompresi vena kava dan aorta saat hamil, gangguan
kontraksi uterus, hipotensi mendadak akibat perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklampsia.
c) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahunGravida empat atau lebih
2. Faktor plasenta
a) Plasenta tipis
b) Plasenta kecil
c) Plasenta tak menempel
d) Solusio plasenta
e) Perdarahan plasenta
3. Faktor janin / neonatus
a) Kompresi umbilicus
b) Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
c) Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d) Prematur
e) Gemeli
f) Kelainan congenital
g) Pemakaian obat anestesi
h) Trauma yang terjadi akibat persalinan
4. Faktor persalinan
a) Partus lama
b) Partus tindakan
D. Klasifikasi Asfiksia
1. Asfiksia Ringan (Vigorous Baby)
APGAR skore 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak
memerlukan tindakan istimewa
2. Asfiksia Sedang (Mibel Moderete Asfiksia)
APGAR skore 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot kurang
baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada
Persalinan lama, lilitan
3. Asfiksia Berat
Paralisis pusat pernapasan Factor lain : obat – obatan
tali pusat, presentasi
APGAR skore 0-3abnormal
janin pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung < 100x/menit,tonus otot buruk, sianosis berat dan
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
TANDA ASFIKSIA Score
0–3 4–6 7 - 10
Frekuensi jantung Tidak ada < 100x /menit > 100x /menit
Pernafasan
Janin kekurangan O2 dan Tidak ada Berobat tidak teratur Menangis
Paru – paru kuat
terisi cairan
Tonus otot
kadar CO2 meningkat Lumpuh Ekstermitas agak fleksi Gerakan aktif
Reflek Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat /
Bersihan jalan napas tidak Gangguan metabolism dan
melawan
efektif perubahan asam basa
Warna kulit Biru / pucat Tubuh kemerahan,Seluruh tubuh
ekstermitas biru Asidosis
kemerahan
respiratorik
Suplai O2 dalam darah Suplai O2 ke paru menurun
menurun
Gangguan perfusi ventilasi
Kerusakan otak
Risiko ketidakseimbangan
suhu tubuh Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia
Napas cepat
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang
dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran
mekonium.
a) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang
asfiksia
c) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin
dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a) Bayi pucat dan kebiru-biruan
b) bernafas minimal atau tidak ada
c) Hipoksia
d) Asidosis metabolik atau respiratori
e) Perubahan fungsi jantung
f) Kegagalan sistem multiorgan
g) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/
tidak menangis.
h) Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut
jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus
otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
G. Komplikasi Asfiksia
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a) Edema otak & Perdarahan otak.
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang
telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga
aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan
perdarahan otak.
b) Anuria atau oliguria.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada
saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ
seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan
ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c) Kejang.
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan
tak efektif.
d) Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya
hipoksemia dan perdarahan pada otak.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hb 15 – 20 gr/dl
2. HCT 43 – 61 %
3. Jumlah sel darah 120 / m3 neotrofil sampai 23.000 – 24.000
/mm3 hari pertama setelah lahir
4. Bilirubin total 6 mg/dl hari pertama kehidupan, 8 mg/dl : 1 – 2
hari, 12 mg/dl pada hari ke 3 – 5
5. Destruksi tetes glukosa pertama selama 4 – 6 jam pertama
setelah lahir rata – rata 40 – 50 mg/dl meningkat 60 – 70 mg/dl
pada hari ke 3
I. Penatalaksanaan
1. Mengobservasi bayi yang telah berhasil diresustasi untuk
kelompok tanda – tanda berikut :
a) Pernafasan spontan tidak ada
b) Aktivitas kejang pada 12 jam pertama setelah lahir
c) Penurunan atau peningkatan haluaran urine
d) Perubahan metabolic
e) Peningkatan TIK
f) Mengurangi stimulus lingkungan yang merigikan
g) Memantau tingkat reaksi, aktivitas, tonus otot dan postur
bayi
h) Memberi obat – obatan yang diprogramkan, misal obat anti
kejang
i) Memberi dukungan pernafasan
j) Memantau komplikasi
Ukur dan catat asupan dan haluaran untuk mengevaluasi
fungsi ginjal
Periksa setiap berkemih ( darah )
Periksa setiap feses ( darah )
Lakukan penentuan glukosa darah untuk mendeteksi
hipoglikemia
- Memberi dan mempertahankan cairan intra vena
- Memberi penyuluhan dukungan emosional
J. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui adalah nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan orang tua, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua, sosial ekonomi, asuransi kesehatan,
riwayat penyakit saat ini.
Klien dengan asfiksia neonatorum akan mengalami aspirasi
meconium, kesulitan bernapas, kelemahan kekuatan otot, warna
kulit pucat, kemungkinan prematur.
Perlu ditanyakan apakah kelahiran sebelumnya berakhir dengan
kematian neonatal, riwayat ibu mengalami penyakit DM,
hipertensi, tetani uteri atau malnutrisi, riwayat konsumsi
alkohol, obat dan rokok.
2. Pengkajian Psikososial
Pengkajian ini meliputi: validasi perasaan orang tua klien
terhadap penyakit bayinya, cara orang tua klien mengatasi
penyakit, perilaku orang tua klien/tindakan yang diambil ketika
menghadapi penyakitnya.
3. Pemeriksaan Fisik
4. Antropometri
5. Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda
kegawatan/abnormalitas utama. Berat bayi yang kurang dari
normal dapat menjadi faktor resiko pada penderita asfiksia.
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada pasien afiksia
antara lain:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mukus
banyak.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
L. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan
Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2013. Nursing Out Comes (NOC),Edition
6. United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Zone,Zie.2013.16.Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Asfiksia
(http://ziezone13.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-pada-
bayi-dengan-asfiksia.html) diakses pada tanggal 21 oktober 2014 pukul
23.00 .
Wibowo,Aries.2014.03.Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Asfiksia
(http://arieswibowo.blogspot.com/2014/03/asuhan-keperawatan-pada-
anak-dengan-asfiksia.html) diakses pada tanggal 21 Oktober 2014
pukul 23.00.