Anda di halaman 1dari 22

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan terdiri dari jalan nafas, tulang dada, otot-otot pernafasan, dan fungsi-fungsi kaitannya dengan
sistem syaraf pusat (SSP). Struktur tersebut bekerjasama mengantar oksigen (O 2) ke aliran darah dan membuang
kelebihan karbon diaoksida (CO2) dari tubuh
Jalan Nafas
Jalan nafas terbagi menjadi jalan nafas bagian atas dan bawah. Jalan nafas bagian atas meliputi nasofaring, orofaring,
laringofaring dan laring.  Fungsinya adalah untuk menghangatkan, menyaring, dan melembabkan udara yang dihirup.
Fungsi yang lain adalah membantu membuat suara dan mengirim udara ke jalan nafas bagian bawah.
Epiglotis adalah penutup jaringan yang akan menutup pada bagian atas laring saat seseorang menelan. Fungsinya
adalah mencegah masuknya makanan atau cairan ke bagian bawah jalan nafas. Laring terletak di atas trakhea dan
merupakan tempat pita suara. Laring merupakan titik transisi jalan nafas bagian atas dan bawah.
Bagian bawah jalan nafas dimulai dari trakhea. Trakhea bercabang menjadi dua yaitu bronkhus kanan dan kiri.
Bronkhus bercabang-cabang menjadi bronkheolus yang banyak mengandung epitel silia penghasil mukus, satu dari
sistem pertahanan paru-paru. Bronkheolus kemudian terbagi menjadi bronkheolus sekunder, tersier, bronkheolus
terminal,  bronkheolus respiratori, alveoli dan akhirnya menjadi alveoli, unit pertukaran gas dari paru-paru. Paru-paru
orang dewasa berisi sekitar 300 juta alveoli.

Paru-paru

Tiap-tiap paru terbungkus oleh pleura viseral. Sisi kanan paru-paru lebih besar dari sisi kiri dan memiliki 3 lobus,
atas, tngah dan bawah. Sisi kiri hanya terdiri dari 2 lobus, atas dan bawah. Pleura parietal membatasi paru-paru dari
organ-organ lain seperti jantung, pembuluh-pembuluh darah besar, esofagus di dalam rongga dada. Diantara dua
lapisan pleura terdapat sedikit cairan pleura. Dengan adanya cairan tersebut, kedua lapisan pleura memungkinkan
bergeser dengan lembut pada saat dada mengembang dan berkontraksi. Terdapat sejumlah ujung syaraf di pleura
parietal yang mengantar sinyal nyeri saat terjadi inflamasi.

Thoraks

Tulang dada meliputi klavikula, sternum, skapula, 12 set tulang iga (kostae) dan 12 vertebra thorakal. Berikut anatomi
tulang dada:

Tulang iga terbuat dari tulang dan kartilago, memungkinkan dada untuk mengembang dan berkontraksi selama
bernafas. Seluruh tulang iga bersambung dengan vertebra thorakal. Tujuh tulang pertama juga bersambung dengan
sternum. Iga ke 8, 9, dan 10 bersambung ke kartilago kostae. Sisanya, 11 dan 12 tidak bersambung dengan bagian
depan sehinga disebut dengan tulang iga melayang.

Otot-otot Pernafasan

Otot-otot utama pernafasan adalah otot diafragma dan otot interkostal eksternal. Otot-otot tersebut berkontraksi saat
inhalasi dan relaksasi saat ekshalasi. Pusat respirasi di medula memulai tiap-tiap nafas dengan mengirim pesan ke
otot-otot pernafasan utama melalui syaraf frenik. Impuls dari syaraf frenik mengatur rata-rata dan kedalaman
pernafasan, tergantung dari kadar CO2 dan pH di dalam cairan serebro spinal (CSS).

Otot-otot inspiratori aksesoris juga membantu saat bernafas. Otot-otot terebut terdiri dari trapezius,
sternocleidomastoid dan scalene yang bekerjasama mengangkat skapula, klavikula, sternum, dan iga-iga bagian atas.
Elevasi akan mengembangkan diameter anterior posterior dada jika penggunaan otot-otot diafragma dan otot-otot
interkostal tidak efektif. Jika seseorang mengalami obstruksi jalan nafas, dia juga mungkin menggunakan otot-otot
abdominal dan interkostal internal untuk menghembuskan nafas.

Sirkulasi Paru

Darah yang kurang O2 memasuki paru dari arteri pulmoner dari ventrikel kanan, kemudian mengalir melalui
pembuluh darah pulmoner utama menuju rongga pleura dan bronkhus. Selanjutnya, darah mengalir melalui
pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga mencapai alveoli, dimana O2 dan CO2 akan berdifusi.

Selama difusi, molekul O2 dan CO2 bergerak berlawanan arah di antara alveoli dan pembuluh darah kapiler.
Pertukaran gas terebut disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan parsial gas-gas darah yang bergerak dari area
berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Selama difusi, O2  berpindah masuk dari alveoli ke membran kapiler dan
memasuki aliran darah yang dibawa oleh hemoglobin (HB) di dalam sel darah merah (SDM). Perpindahan O 2 ini
menggantikan CO2 di dalam SDM, yang kemudian berpindah kembali melalui alveoli.

Setelah melewati kapiler paru-paru, darah yang mengandung O2 mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah besar,
memasuki vena pulmoner utama , dan mengalir ke dalam atrium kiri untuk didistribusikan ke seluruh tubuh.

Keseimbangan Asam-Basa

Paru-paru membantu memelihara keseimbangan asam-basa dalam tubuh dengan cara respirasi eksternal (pertukaran
gas di dalam jaringan).  Paru-paru mengontrol konsentrasi ion hidrogen (H +) dan kadar bikarbonat dengan mengatur
jumlah CO2 yang dieliminasikan. Merespon sinyal dari medula, paru-paru dapat merubah rerata dan kedalaman
ventilasi. Perubahan-perubahan demikian mempertahankan keseimbangan assam-basa dengan mengatur jumlah CO2
yang hilang. Misalnya, pada alkalosis metabolik, akibat dari kelebihan retensi bikarbonat, rerata dan kedalaman dan
kedalaman ventilasi menurun sehingga CO2 dipertahankan. Ini akan meningkatkan kadar asam karbonat.  Pada
asidosis metabolik (satu kondisi kelebihan retensi asam atau benyaknya kehilangan bikarbonat), paru-paru akan
meningkatkan rerata dan kedalaman ventilasi dengan menghembuskan CO2, maka mengurangi kadar CO2.

Ketidakadekuatan fungsi paru, dapat menghasilkan ketidakseimbangan asam-basa. Contoh: Hipoventilasi


(berkurangnya rerata dan kedalaman ventilasi) akan menyebabkan retensi CO2 menyebabkan asidosiss respiratori.
Sebaliknya, hiperventilasi (meningkatnya rerata dan kedalaman ventilasi) menyebabkan peningkatan ekshalasi CO2
berakibat alkalosis respiratori.

Pengkajian Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan

Pengkajian keperawatan terdiri dari interview dan pemeriksaan fisik. Interview dimulai dengan Status kesehatan saat
ini, status riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, dan pola hidup. Pemeriksaan fisik seharusnya dilakukan
secara menyeluruh dari kepala hingga ujung kaki. Namun, khusus sistem pernafasan pemeriksaan fisik meliputi
inspeksi, palpasi, auskultassi dan perkusi.

Status Kesehatan Saat Ini

Tanyalah pasien alasan dia mencari perawatan. Biasanya pasien dengan gangguan pernafasan mengeluh nafas pendek,
batuk, mengeluarkan sputum, wheezing, nyeri dada, dan edema pada pada kaki. Setiap keluhan harus digali lebih jauh
karakteristiknya (silahkan rujuk pada daftar rujukan).

Status Kesehatan Masa Lalu


Identifikasi masalah-masalah pernafasan sebelumnya. Riwayat masa lalu memberikan petunjuk instan terhadap
kondisi pasien saat ini. Tanyalah riwayat merokok. Juga tanyakan riwayat sakit sewaktu anak-anak, misalnya renitis
alergi, dermatitis atopik, bisa mempercepat masalah pernafasan saat ini, seperti Asthma.

Riwayat Keluarga

Tanyakan pasien apakah ada keluarganya yang memiliki masalah-masalah seperti kanker, diabetes, anemia sickel cell,
penyakit jantung, atau sakit kronis seperti asthma dan emfisema. Pastikan apakah pasien hidup dengan orang yang
menderita penyakit infeksi seperti influenza atau tuberkulosis (TBC).

Gaya Hidup

Riwayat pasien seharusnya juga mencakup informasi tentang gaya hidup, komunitas dan faktor lingkungan lainnya
yang mempengaruhi status pernafasannya aau bagaimana ia menghadapi masalah-masalah respirasi. Paling penting
tanyakan apakah pasien merokok, jika ya, tanya kapan dia mulai merokok dan berapa banyak dia merokok dalam
sehari.

Pemeriksaan Fisik

Biasanya Anda langsung melakukan pemeriksaan fisik setelah mendapat riwayat pasien. Namun, pada kondisi
emergensi pemeriksaan fisik tidak bisa dilakukan.

Pemeriksaan dilakukan dari punggung/dada bagian belakang dengan mengikuti 4 langkah, inspeksi, palpasi,
auskultassi dan perkusi. Selalu bandingkan satu sisi dengan sisi lainnya. Kemudian, periksa dada bagian depan
dengan urutan yang sama. Pasien bisa rebahan saat Anda memeriksa dada depan pasien.

Inspeksi

Bantu pasien mengambil posisi tegak. Minta pasien membuka baju atas. Catat adanya masa, scar yang
mengindikasikan trauma atau pembedahan. Lihat kesimetrisan dinding dada. Kedua sisi harus simetris saat istirahat
ataupun saat inhalasi. Diameter dada anterior-posterior harus setengah dari lebar dada. Lihat sudut antara iga dengan
xiphoid process, harusnya kurang dari 90 derajat. Sudut ini bisa membesar pada penyakit paru onstruksi kronik
(PPOK).

Rerata Dan Pola Nafas

Hitung rata-rata nafas dalam satu menit, Normal orang dewasa memiliki rerata 12-20 kali/menit. Pola nafas
seharusnya reguler, terkoordinasi. Rasio inspirasi-ekspirasi (lama inspirasi dibandingkan lema ekspirasi) kira-kira 1:2.

Saat inhalasi, diagfragma turun dan otot-otot interkosta berkontraksi. Gerakan ganda ini menyebabkan abdomen
terdorong ke atas dan tulang rusuk bawah mengembang ke samping. Saat ekshalasi, abdomen dan iga kembali ke
posisi istirahat semula. Bagian atas dada tidak banyak bergerak. Penggunaan yang sering dapat menyebabkan
hipertropi otot-otot aksesoris yang mengindikasikan masalah pernafasan pada beberapa orang.

Inspeksi Struktur Terkait

Inspeksi kulit, lidah, mulut, jari, dan dasar kuku bisa juga memberi informasi tentang status pernafasan. Warna
kebiruan pada kulit atau membran mukosa bisa dianggap sianotik, terjadi jika oksigenasi jaringan buruk dan
merupakan tanda akhir dari hipoksemia. Ditemukannya jari tabuh (clubbing finger) merupakan tanda hipoksia. Jari
tabuh terjadi jika sudut dasar kuku lebih dari 180º.

Palpasi
Palpasi dada dapat memberikan informasi penting tentang sistem pernafasan dan proses yang terlibat dalam
pernafasan. Bila ditemukan krepitus subkutan (suara gemericik) saat diraba menunjukkan adanya kebocoran udara
dari jalan nafas atau paru. Rasa nyeri bisa timbul saat palpasi dada. Fraktur tulang iga atau vertebra akan memberi
rasa sakit tepat di atas lokasi dan biasanya berradiasi di sekitar dada. Nyeri juga bisa timbul dari otot yang sakit akibat
dari batuk yang lama atau paru-paru yang kolaps.

Palpassi fremitus taktil. Vibrasi bisa dirasa akibat aliran udara melalui sistem bronkhopulmoner. Fremitus menurun di
atas area cairan pleura menumpuk, Saat pasien berbicara dengan lembut, dan dengan pneumothoraks, efusi pleura dan
emfisema. Fremitus biasanya meningkat normal di atas area bronkhus, namun juga bisa meningkat abnormal pada
area alveoli berisi cairan atau eksudat, sebagaimana terjadi pada pneumonia.

Nilai kesimetrisan dan ekspansi dinding dada pasien dengan cara meletakkan tangan di depan dada depan pasien
dengan ibu jari saling menyentuh pada ruang interkosta kedua. Saat pasien menarik nafas panjang, lihat ibu jarimu.
Harusnya ibu jari terpisah secara simultan dan seimbang beberapa sentimeter dari sternum. Ulangi pada ruang
interkosta kelima atau pada punggung dekat iga kesepuluh.

Perkusi

Perkusi dada untuk menentukan batas paru-paru. Periksa apakah paru-paru berisi udara, cairan atau benda padat, dan
ukur jarak diafragma saat inhalasi-ekshalasi. Perkusi memungkinkan Anda menilai struktur sedalam (3”) atau 7,6 cm.
Suara perkusi berbeda sesuai tempat. Suara berbeda sebelum dan sesudah tindakan juga bisa dideteksi dengan perkusi.
Anda bisa mendengar suara resonan pada jaringan paru normal pada kebanyakan area di dada. Di dada sebelah kiri,
mulai ruang interkosta ketiga dan keempat sternum hingga garis midklavikula. Anda akan mendengar bunyi tumpul
(dull) karena repat di area tersebut terdapat jantung. Suara resonan dapat didengar kembali pada ruang interkosta
keenam.

Perkusi juga memungkinkan untuk melihat pergeseran diafragma selama inspirasi dan ekspirasi. Normal diafragma
akan turun 3-5 cm saat inhalasi. Diafragma tidak bergerak sejauh itu jika ada emfisema, paralisis diafragma,
atelektasis, obesitas, atau asites.

Auskultasi

Auskultasi membantu Anda menentukan kondisi alveoli dan pleura disekitarnya. Pergerakkan udara melalui bronkhus
menghasilkan suara yang menjalar hingga dinding dada. Suara-suara yang dihasilkan oleh pernafasan berubah saat
udara bergerak dari jalan nafas yang lebih besar ke jalan nafas yang lebih kecil. Suara-suara juga berubah jika melalui
cairan, mukus, atau jalan yang menyempit.

Auskultasi dilakukan pada titik-titik yang sama dengan perkusi. Dengarkan inspirasi dan ekspirasi secara penuh pada
tiap-tiap titik menggunakan diafragma stetoskop.

Suara-Suara Nafas Normal

Terdapat empat jenis suara nafas normal di atas paru-paru normal. Jenis suara tergantung dari letaknya. Bunyi nafas
trakhea, terdengar di atas trakhea, suara kasar, nada tinggi, diskuntinu. Terjadi saat inhalasi dan ekshalasi. Bunyi nafas
bronkhus, biasanya terdengar di sebelah trakhea, keras, nada tinggi, diskuntinu. Paling keras saat ekshalasi. Suara
bronkhovesikuler, terdengar saat inhalasi dan ekshalasi, nada sedang, kontinu. Terdengat di sebelah sternum di antara
skapula. Suara vesikuler. Terdengar di seluruh permukaan paru, lembut, nada rendah, memanjang selama inhalasi
dan memendek selama ekshalasi.

Klasifikasikan tiap suara menurut intensitas, lokasi, nada, durasi, dan karakteristiknya. Catat apakah suara terjadi saat
inhalasi, ekshalasi atau keduanya. Jika suara terdengar di area yang tidak seharusnya maka anggaplah suara abnormal.
Contohnya, jika terdengar suara bronkhus atau bronkhovesikuler pada area yang seharusnya berbunyi vesikuler,
menunjukkan bahwa laveoli atau bronkhiole pada area tersebut berisi cairan atau eksudat karena terjadi pneumonia
atau atelektasis.
Jika ditemukan abnormalitas selama pemeriksaan pernafasan, mungkindibutuhkan evaluasi lebih lanjut dengan
pemeriksaan diagnostik seperti analisa gas darah arteri (ABG) atau test fungsi paru.

Vocal Fremitus

Vocal fremitus adalah suara yang dihasilkan oleh getaran dada saat seseorang berbicara. Transmisi bunyi suara
abnormal bisa terjadi di atas area yang mengalami konsolidasi (pemadatan). Bunyi suara abnormal yang paling sering
adalah bronkhophony, egophony, whispered pictoriloquy. Berikut bunyi suara-suara tersebut:

 Minta pasien mengatakan “ninety-nine”. Diatas area paru suara tersebut terdengar redup. Pada bronkhophony
suara terdengar keras pada area yang mengalami konsolidasi.
 Minta pasien mengucap “E”. Diatas area paru suara tersebut terdengar redup. Pada bronkhophony suara
terdengar seperti hurus “A” pada area yang mengalami konsolidasi
 Minta pasien berbisik “1-2-3”. Di atas area paru, angka tersebut hampir tidak bisa dibedakan. Pada whispered
pictoriloquy angka terdengar keras dan jelas pada area yang mengalami konsolidasi.

Prosedur Diagnostik Gangguan Pernafasan

Prosedur Diagnostik

Prosedur diagnostik digunakan untuk mengevaluasi status pernapasan klien dengan memeriksa indikator seperti
oksigenasi darah, fungsi paru-paru, dan integritas jalan napas. Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan darah, sputum,
bronkhoskopi, radiologi, dan pemeriksaan diagnostik lainnya seperti oksimetri, thoracentesis, serta pemeriksaan
fungsi paru.

Oksimetri Nadi

Oksimetri nadi memberikan perkiraan ukuran saturasi oksigen yang akurat dalam 5% untuk kisaran di atas 70%.
Saturasi di bawah 70%, tidak dapat diandalkan. Sirkulasi perifer yang buruk atau rasa dingin juga akan mengurangi
keakuratan.

Spirometri

Spirometri digunakan untuk mendiagnosis pasien serta memantau perkembangan penyakit dan respons terhadap
pengobatan. Tindakan tersebut meliputi forced expiratory volume dalam 1 detik (FEV1), forced vital capacity (FVC),
kapasitas paru-paru dan rasio FEV1 / FVC, yang merupakan ukuran jumlah udara di paru-paru penuh yang telah
diekspirasi setelah 1 detik.

Sputum

Jika ada indikasi infeksi saluran pernafasan, sputum dikirim untuk culture dan sensitivity (C&S) sehingga dapat
diresepkan antibiotik yang sesuai.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi digunakan untuk diagnosis dan monitoring. Pemeriksaan meliputi rontgen dada, computed
tomography (CT) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI).

Bronkoskopi

Bronkoskopi digunakan untuk memvisualisasikan paru-paru secara langsung. Kamera serat optik dimasukkan ke
dalam trakea dan paru-paru pasien, dan paru-paru kemudian dapat dinilai untuk mengetahui tanda-tanda penyakit
paru-paru. Sampel dapat diambil untuk pemeriksaan histologis dan sitologi.
Pemeriksaan ABG

Darah arteri diambil untuk mengukur PaO2, PaCO2 dan pH. Nilai ABG menunjukkan tingkat fungsi paru-paru dan
digunakan untuk mendiagnosis, menilai, dan memantau pasien yang sakit kritis. Nilai ABG abnormal
mengindikasikan asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, dan alkalosis metabolik. Berikut nilai
ABG:

 pH : 7.35 to 7.45
 HCO3 : 21 to 28 mEq/L
 PaO2 : 80 to 100 mm Hg
 SaO2 : 95 to 100%
 PaCO2 : 35 to 45 mm Hg

Diagnosa Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa-diagnosa keperawatan yang paling sering terjadi pasien-pasien dengan gangguan sistem pernafasan adalah
sebagai berikut:

1.       Intoleransi aktivitas


2.       Resiko intoleransi aktivitas
3.       Bersihan jalan nafas, tidak efektif
4.       Pola nafas tidak efektif
5.       Gangguan pertukaran gas

Perencanaan

Intoleransi aktivitas

-        Faktor resiko: Istirahat di tempat tidur; kelemahan umum; ketidakseimbangan antara suplai / permintaan
oksigen; imobilitas; gaya hidup menetap
-        NOC yang disarankan: Toleransi Aktivitas; Daya tahan; Konservasi Energi; Perawatan Diri: Aktivitas
Instrumental Kehidupan Sehari-hari
-        NIC yang disarankan: Terapi Aktivitas; Manajemen energi; Terapi Latihan: Ambulasi
-        Rencanakan aktivitas yang sesuai untuk masing-masing NIC, misal: Aktivitas-aktivitas untuk manajemen enerji
antara lain: Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktivitas; Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau
nyeri selama gerakan / aktivitas

Resiko intoleransi aktivitas

-        Faktor resiko: Masalah peredaran darah; Riwayat intoleransi sebelumnya; Pengalaman dengan suatu aktivitas;
Penurunan kondisi fisik; Kondisi pernapasan
-        NOC, NIC, aktivitas intervensi sama dengan diagnosa Intoleransi aktivitas
Baca juga : Pengkajian Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan

Bersihan jalan nafas, tidak efektif

-        Faktor resiko: berkaitan dengan beberapa faktor seperti 1) lingkungan: paparan asap, perokok sekunder, dan
merokok; 2) Sumbatan jalan nafas: Spasme saluran napas; penyakit paru obstruktif kronis; eksudat di alveoli;
lendir yang berlebihan; benda asing di jalan napas; hiperplasia dinding bronkial; adanya jalan napas buatan;
sekresi yang tertahan; 3) Fisiologis: Saluran udara alergi, asma, infeksi, dan gangguan neuromuskuler.
-        NOC yang disarankan: Pencegahan Aspirasi; Status Pernapasan: Patensi Jalan Nafas, Pertukaran Gas, Ventilasi
-        NIC yang disarankan: Manajemen Jalan Nafas; Penyedotan Jalan Nafas; Peningkatan Batuk
-        Rencanakan aktivitas yang sesuai untuk masing-masing NIC, misal: Aktivitas-aktivitas untuk manajemen jalan
nafas: Ajarkan cara batuk secara efektif, lakukan auskultasi bunyi napas, catat area dengan penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan adanya bunyi adventif

Pola nafas, tidak efektif

-        Faktor resiko: Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru-paru, deformitas dinding dada, kelelahan,
deformitas dinding dada, hiperventilasi, sindrom hipoventilasi, kelelahan otot pernapasan
-        NOC yang disarankan: Status Pernapasan: Patensi Jalan Nafas, Ventilasi; Tanda-tanda vital
-        NIC yang disarankan: Manajemen Jalan Nafas; Pemantauan Pernapasan
-        Rencanakan aktivitas yang sesuai untuk masing-masing NIC, misal: Aktivitas-aktivitas untuk manajemen jalan
nafas antara lain: Dorong napas dalam, perlahan, berulang-ulang, dan batuk efektif; Pantau status pernapasan dan
oksigenasi yang sesuai

Gangguan pertukaran gas

-        Faktor resiko: Perubahan membran alveolar-kapiler; ketidakseimbangan ventilasi-perfusi


-        NOC yang disarankan: Status Pernapasan: Pertukaran Gas, Ventilasi
-        NIC yang disarankan: Manajemen asam-basa; Manajemen jalan nafas
-        Rencanakan aktivitas yang sesuai untuk masing-masing NIC, misal: Aktivitas-aktivitas untuk manajemen asam-
basa antara lain: Pantau gejala gagal napas (mis., PaO2 rendah dan kadar PaCO2 tinggi dan kelelahan otot
pernapasan); Pantau determinan pengiriman oksigen jaringan (misalnya, tingkat PaO2, SaO2, dan hemoglobin, dan
curah jantung) jika tersedia

Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan (Seri 1): Pneumonia

Bachtiar 3/12/2019 08:26:00 AM

Diantara penyakit pada sistem pernafasan yang terjadi di Indonesia adalah infeksi saluran pernafas an akut (ISPA)
sebesar 4,4%, Penumonia 2%, asthma 2,4%, dan tuberkulosis (TBC) 0,42% (Riskesda, 2018). Sementara itu,
dilaporkan dari jawa pos bahwa penyakit TBC menduduki ranking 4 besar (5,7%) penyakit yang diderita oleh
masyarakat Indonesia. Lebih jauh, Brady, McCabe, and McCann (2015) menyatakan bahwa penyakit-penyakit seperti
pneumonia, TBC, astma, PPOK, gagal nafas, bronkhiektasis, kista fifrosis dan tumor paru merupakan kondisi-kondisi
respiratori yang sering membutuhkan perawatan rumah sakit. Berikut akan di uraikan beberapa beberapa penyakit
yang sering terjadi pada sistem pernafaan.

Pneumonia

Penumonia adalah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur (Depkes RI, 2008; Hinkle,
& Cheever, 2013). Pneumonia termasuk dalam kelompok ISPA (Brady, Mccabe, & Mccann, 2014; Sommer, 2013).
Diklasifikasikan ke dalam community-acquired pneumonia (CAP), hospital-acquired pneumonia (HAP), pneumonia
aspirasi, dan pneumonia pada pasien penurunan kekebalan (Hinkle, & Cheever, 2013). 

Manifestasi klinik

Manifestasi klinis bervariasi tergantung pada organisme penyebab dan penyakit pasien seperti
-        Tiba-tiba menggigil dan demam yang meningkat dengan cepat (38,5 C hingga 40,5 C).
-        Nyeri dada pleuritik yang diperburuk oleh pernapasan dan batuk.
-      Pasien yang sakit parah memiliki tanda takipnea (25 sampai 45 napas / menit) dan   dispnea;         ortopnea bila
tidak disangga.
-        Nadi cepat dan kencang; dapat meningkat 10 denyut / menit per derajat peningkatan suhu (Celcius).
-    Tanda lain: infeksi saluran pernapasan bagian atas, sakit kepala, demam ringan, nyeri pleuritik, mialgia, ruam, dan
faringitis; setelah beberapa hari, dahak mukoid atau mukopurulen keluar.
-        Pneumonia berat: pipi memerah; bibir dan bantalan kuku menunjukkan sianosis sentral.
-        Sputum purulen, berkarat, bercak darah, kental, atau hijau tergantung pada agen etiologi.
-        Nafsu makan buruk, dan pasien mengeluarkan keringat dan mudah lelah.
-      Tanda dan gejala pneumonia juga dapat bergantung pada kondisi yang mendasari pasien (mis., Tanda yang
berbeda terjadi pada pasien dengan kondisi seperti kanker, dan pada mereka yang menjalani pengobatan dengan
imunosupresan, yang menurunkan resistensi terhadap infeksi).
-        Bradikardi relatif untuk jumlah demam menunjukkan infeksi virus, infeksi mikoplasma, atau infeksi organisme
Legionella.

Manajemen medis

-    Antibiotik diberikan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman antibiotik (pola resistensi, faktor risiko,
etiologi harus dipertimbangkan). Terapi kombinasi juga dapat digunakan.
-    Perawatan suportif termasuk hidrasi, antipiretik, obat antitusif, antihistamin, atau dekongestan   hidung.
-        Istirahat di tempat tidur dianjurkan sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda sembuh.
-        Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
-       Penunjang pernapasan termasuk konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi, intubasi  endotrakeal, dan ventilasi
mekanis.
-        Pengobatan atelektasis, efusi pleura, syok, gagal napas, atau superinfeksi dimulai, jika diperlukan.
-        Untuk kelompok yang berisiko tinggi untuk CAP, vaksinasi pneumokokus disarankan.
Pengkajian Keperawatan

Kaji adanya demam, menggigil, keringat malam; tipe nyeri pleuritik, kelelahan, takipnea, penggunaan otot aksesori
untuk pernapasan, bradikardia atau bradikardia relatif, batuk, dan dahak bernanah. Pantau pasien untuk hal-hal
berikut: perubahan suhu dan denyut nadi; jumlah, bau, dan warna sekresi; frekuensi dan tingkat keparahan batuk;
derajat takipnea atau sesak napas; perubahan dalam temuan penilaian fisik (terutama dinilai dengan memeriksa dan
auskultasi dada); dan perubahan pada temuan rontgen dada. Kaji pasien lanjut usia untuk perilaku yang tidak biasa,
perubahan status mental, dehidrasi, kelelahan berlebihan, dan gagal jantung yang menyertai.

Diagnosis Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan pneumonia adalah sebagai berikut:

-          Bersihan jalan napas yang tidak efektif terkait dengan sekresi trakeobronkial yang berlebihan
-          Intoleransi aktivitas terkait gangguan fungsi penapasan
-       Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam dan kecepatan pernapasan yang cepat
-          Gizi tidak seimbang: kurang dari kebutuhan tubuh
-          Kurangnya pengetahuan tentang rejimen pengobatan dan tindakan pencegahan kesehatan
Perencanaan dan Tujuan

Tujuan utama pasien mungkin termasuk perbaikan patensi jalan napas, istirahat untuk menghemat energi,
pemeliharaan volume cairan yang tepat, pemeliharaan nutrisi yang memadai, pemahaman tentang protokol
pengobatan dan tindakan pencegahan, dan tidak adanya komplikasi.
Intervensi Keperawatan

Meningkatkan Patensi Jalan Nafas


-        Dorong hidrasi: asupan cairan (2 sampai 3 L / hari) untuk melonggarkan sekresi.
-        Berikan udara lembap dengan menggunakan masker wajah dengan kelembapan tinggi.
-     Dorong pasien untuk batuk secara efektif, dan berikan posisi yang benar, fisioterapi dada,  dan spirometri insentif.
-        Berikan pengisapan nasotrakeal jika perlu.
-        Berikan metode terapi oksigen yang tepat.
-        Pantau efektivitas terapi oksigen.
Mempromosikan Istirahat dan Menghemat Energi
-     Dorong pasien yang lemah untuk beristirahat dan hindari kelelahan dan kemungkinan eksaserbasi gejala.
-    Pasien harus mengambil posisi yang nyaman untuk mempromosikan istirahat dan pernapasan (misalnya, posisi
semi-Fowler) dan harus sering mengubah posisi untuk meningkatkan pembersihan sekresi dan ventilasi paru serta
perfusi.
-     Anjurkan pasien rawat jalan untuk tidak memaksakan diri dan hanya melakukan aktivitas sedang selama fase awal
pengobatan.
Mempromosikan Asupan Cairan dan Menjaga Nutrisi
-        Dorong pemberian cairan (minimal 2 L / hari dengan elektrolit dan kalori).
-        Berikan cairan dan nutrisi IV, jika perlu.
Mempromosikan Pengetahuan Pasien
-    Anjurkan tentang penyebab pneumonia, penatalaksanaan gejala, tanda dan gejala yang harus dilaporkan ke dokter
atau perawat, dan perlunya tindak lanjut.
-    Menjelaskan perawatan dengan cara yang sederhana dan menggunakan bahasa yang sesuai; memberikan instruksi
dan informasi tertulis dan format alternatif untuk pasien dengan gangguan pendengaran atau penglihatan.
-        Ulangi instruksi dan penjelasan sesuai kebutuhan.
Memantau dan Mencegah Potensi Komplikasi
-      Pemantauan untuk gejala pneumonia yang berlanjut (pasien biasanya mulai merespons pengobatan dalam 24
hingga 48 jam setelah terapi antibiotik dimulai).
-       Kaji adanya tanda dan gejala syok, kegagalan organ multisistem, dan gagal napas (misalnya evaluasi tanda vital,
oksimetri nadi, dan parameter pemantauanhemodinamik).    
-       Kaji adanya atelektasis dan efusi pleura.
-        Bantu dengan thoracentesis, dan pantau pasien untuk pneumotoraks setelah prosedur.
-        Kaji kebingungan atau perubahan kognitif; menilai faktor yang mendasari.

Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan (Seri 2): Asma  

Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran udara yang mengakibatkan obstruksi aliran udara intermiten dan
reversibel pada bronkiolus (Sommer, et al, 2013). Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran udara yang
ditandai dengan hiperresponsif, edema mukosa, dan produksi lendir. Peradangan ini akhirnya menyebabkan episode
berulang gejala asma: batuk, sesak dada, mengi, dan dispnea. Penderita asma mungkin mengalami periode bebas
gejala bergantian dengan eksaserbasi akut yang berlangsung dari menit ke jam atau hari (Surrena, 2010).

Asma, penyakit kronis yang paling umum pada masa kanak-kanak, dapat dimulai pada usia berapa pun. Faktor risiko
asma termasuk riwayat keluarga, alergi (faktor terkuat), dan paparan kronis terhadap iritasi atau alergen saluran napas
(misalnya, rumput, serbuk sari gulma, jamur, debu, atau hewan). Pemicu umum gejala asma dan eksaserbasi termasuk
iritasi saluran napas (misalnya, polutan, dingin, panas, bau menyengat, asap, parfum), olahraga, stres atau gangguan
emosi, rinosinusitis dengan postnasal drip, obat-obatan, infeksi saluran pernapasan akibat virus, dan refluks
gastroesofagus (Surrena, 2010).
Patofisiologi

Peradangan saluran napas, dengan hyperresponsiveness saluran napas terkait, adalah ciri yang mendasari asma
terlepas dari apakah gejala dipicu oleh paparan alergi, iritan atau kombinasi keduanya. Hiperresponsivitas jalan nafas
menyebabkan 'respon berlebih' dari jalan nafas ke berbagai rangsangan seperti alergen dan iritan, mengakibatkan
penyempitan saluran udara dan pembatasan aliran udara variabel dengan gejala intermiten.

Peradangan yang terus-menerus menyebabkan peningkatan otot polos, proliferasi pembuluh darah di dinding saluran
napas, dan peningkatan jumlah sel goblet penghasil lendir.

Manifestasi Klinis

Gejala asma yang paling umum adalah batuk (dengan atau tanpa produksi lendir), dispnea, dan mengi (pertama saat
ekspirasi, kemudian mungkin saat inspirasi juga). Serangan asma sering terjadi pada malam hari atau dini hari.
Eksaserbasi asma sering kali didahului dengan peningkatan gejala selama beberapa hari, tetapi dapat dimulai secara
tiba-tiba. Ekspirasi membutuhkan usaha dan berlangsung lama. Saat eksaserbasi berlanjut, sianosis sentral sekunder
akibat hipoksia berat dapat terjadi. Gejala tambahan, seperti diaforesis, takikardia, dan tekanan nadi melebar, dapat
terjadi. Pada asma akibat olahraga: gejala maksimal selama olah raga, tidak adanya gejala nokturnal, dan terkadang
hanya gambaran tentang sensasi "tercekik" selama olah raga. Bila tidak segera ditangani bisa menjadi status asma,
kondisi yang parah dan terus menerus dan mengancam jiwa. Eksim, ruam, dan edema sementara adalah reaksi alergi
yang mungkin terlihat dari asma (Surrena, 2010).

Sommer et al (2013) membagi diagnosis asma didasarkan pada gejala dan diklasifikasikan ke dalam salah satu dari
empat kategori berikut:

-          Intermiten ringan - Gejala muncul kurang dari dua kali seminggu.
-          Tetap ringan - Gejala muncul lebih dari dua kali seminggu tetapi tidak setiap hari.
-          Tetap ssedang - Gejala harian terjadi bersamaan dengan eksaserbasi dua kali seminggu.
-          Tetap parah - Gejala muncul terus-menerus, bersamaan dengan seringnya eksaserbasi yang membatasi
aktivitas fisik dan kualitas hidup klien.
 

Prosedur Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium: Gas Darah Arteri (GDA) mungkin didapatkan hipoksemia, hiperkarbia, asidosis
respiratorik. Bila disertai infeksi akan terjadi leukositosis, peningkatan eosinofil pada asma tipe alergi. Pemeriksaan
sel darah merah bisa terjadi polisitemia.

Radiologi: Foto Rontgen dada diperlukan untuk mengetahui adanya infeksi dan kemungkinan penyakit kronik

Tes Fungsi Paru (TFP): Pada asma didapatkan volume-volume paru meningkat, tetapi kapasitas paru normal.

Penatalakanaan
-          Bronkhodilator, adalah obat yang menyebabkan otot bronkhus relaks. Bronkhodilator dibagi menjadi obat-obat
simpatomimetik (contoh: Ventolin) dan methyl-xanthine (contoh: Aminophylline). Obat ini diberikan secara
inhalasi karena langsung bekerja di paru dan efek samping yang rendah.
-          Anticholinegic : sama dengan bronkhodilator
-          Anti-inflamatory Agent (Kortikosteroid). Obat ini menurunkan udema dan iritasi pada bronkhus (misal:
prednisolone)
-          Chromolyn Sodium, obat ini tidak berguna untuk menghentikan serangan, hanya digunakan untuk profilaksis
atau diberikan awal sebelum bronkhodilator. Mekanisme kerjanya mencegah pelepasan histamin sehingga
menurunkan bronkhospasme. Obat ini efektif digunakan 5 – 60 menit sebelum kontak dengan faktor pencetus dan
memberikan efek 3 – 4 jam.
 

Pengkajian
Pengkajian keperawatan gangguan sistem pernafasan dilakukan melalui interview dan pemeriksaan fisik. Interview
dilakukan untuk mengetahui keluhan, riwayat sakit saat ini dan masa lalu, riwayat penyakit keluarga dan gaya hidup.
Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.

 Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan SIstem Pernafasan (Seri 3): Tuberkulosis

 Tuberkulosis (TBC), penyakit menular yang terutama menyerang parenkim paru, paling sering disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar ke hampir semua bagian tubuh, termasuk lapisan
meningen, ginjal, tulang, dan kelenjar getah bening. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
terpapar. Penyakit ini kemudian aktif karena respons sistem kekebalan yang terganggu atau tidak memadai. Proses
aktif dapat diperpanjang dan ditandai dengan remisi yang lama saat penyakit dihentikan, hanya diikuti oleh periode
aktivitas baru. TBC adalah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang terkait erat dengan kemiskinan,
malnutrisi, kepadatan penduduk, perumahan di bawah standar, dan perawatan kesehatan yang tidak memadai. Angka
mortalitas dan morbiditas terus meningkat (Hinkle, & Cheever, 2013). Di Indonesia angka morbiditas TBC sebesar
0,4% (Riskesdas, 2018).

TBC ditularkan melalui droplets inhalation. Seseorang dengan TBC aktif mengeluarkan percikan-percikan yang
mnegandung organisme tersebut. Orang yang rentan menghirup tetesan tersebut dan terinfeksi. Bakteri ditularkan ke
alveoli dan berkembang biak. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma,
dan jaringan fibrosa. Onsetnya biasanya berbahaya (Hinkle, & Cheever, 2013).

Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko TBC meliputi:

-        Kontak dekat dengan seseorang yang mengidap TB aktif


-        Penurunan kekebalan tubuh (misalnya, lansia, kanker, terapi kortikosteroid, dan HIV)
-        Pengguna narkoba suntikan dan alkoholisme
-       Orang yang tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai (mis., Tunawisma atau miskin, minoritas,
anak-anak, dan dewasa muda)
-        Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, dan malnutrisi
-        Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (misalnya, Haiti, Asia Tenggara)
-        Pelembagaan (misalnya, fasilitas perawatan jangka panjang, penjara)
-        Tinggal di perumahan yang terlalu padat dan di bawah standar

-      Pekerjaan (mis., Pekerja perawatan kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas berisiko tinggi).

Manifestasi klinis:

-        Demam ringan, batuk, keringat malam, kelelahan, dan penurunan berat badan
-        Batuk nonproduktif, yang dapat berkembang menjadi sputum mukopurulen dengan hemoptisis
Prosedur diagnostik

-          Tes kulit TB (tes Mantoux); Tes QuantiFERON-TB Gold (QFT-G)


-          Foto rontgen dada
-          Hapusan basil tahan asam (BTA)
-          Kultur sputum

Penatalaksanaan

TB paru diobati terutama dengan obat antituberkulosis selama 6 sampai 12 bulan. Durasi pengobatan yang lama
sangat penting. Pengobatan lini pertama: isoniazid atau INH (Nydrazid), rifampisin (Rifadin), pirazinamid, dan
etambutol (Myambutol) setiap hari selama 8 minggu dan berlanjut hingga 4 sampai 7 bulan. Obat lini kedua:
capreomycin (Capastat), ethionamide (Trecator), para-aminosalicylate sodium, dan cycloserine (Seromycin). Vitamin
B (piridoksin) biasanya diberikan untuk menghilangkan efek INH.

Posisi Semi Fowler: Tindakan Keperawatan Pada Gangguan Pemenuhan Oksigen Part 1

Definisi

Posisi fowler juga di kenal sebagai posisi duduk. Dalam keperawatan pasien dengan gangguan pemenuhan oksigen,
posisi Fowler adalah posisi standar pasien di mana pasien duduk dalam posisi setengah duduk (45-60 derajat) dengan
lutut ditekuk atau lurus. Variasi sudut dilambangkan dengan Fowler tinggi, menunjukkan posisi tegak kira-kira 90
derajat dan semi-Fowler, 30 sampai 45 derajat; dan Fowler rendah, di mana kepala sedikit terangkat.

Indikasi

Posisi ini digunakan utamanya bagi pasien dengan gangguan pernafaan. Selain itu, juga diterapkan pada wanita pasca
persalinan maupun pasien yang terpasang NGT. Pada pemeriksaan vena jugularis, posisi ini juga diindikasikan.

Tujuan

Posisi semi-Fowler atau Fowler tinggi memungkinkan ekspansi dada secara maksimum khususnya pada klien yang
terbatas pada tempat tidur, atau terutama mereka dengan dispnea (Berman, Snyder, & Fransen, 2016). Posisi ini
berguna dalam mendorong ekspansi paru melalui mekanisme gravitasi, menarik diafragma ke bawah, memungkinkan
untuk ekspansi dan ventilasi.

Pengkajian

Dalam konteks perawatan pasien dengan gangguan pemenuhan oksigen, Hal-hal yang perlu dikaji sebelum
melakukan tindakan ini adalah tanda-tanda vital, rasa tidak nyaman saat berbaring, suara nafas, adanya dispneu atau
batuk, suhu dan perubahan warna pada kaki dan hal-hal lain terkait dengan gangguan pemenuhan oksigen

Prosedur
1.       Cuci tangan
2.       Jelaskan maksud dan tujuan prosedur
3.       Atur posisi tempat tidur otomatis pada bagian kepala 30-45 derajat.
4.       Jika tidak menggunakan tempat tidur ototmatis, dan pasien dalam kondisi berbaring di tempat tidur, bantu
pasien duduk terlebih dahulu. Atur standaran duduk pada sudut 30-45 derajat dan pasang di punggung pasien. Jika
tidak tersedia standaran duduk gunakan 3 buah bantal dipasang di punggung pasien. 
5.       Bantu pasien untuk bersandar di sandaran duduk/bantal

6.       Rapikan pasien


7.       Cuci tangan

Memberikan Oksigen Dengan Menggunakan Simple Face Mask: Tindakan Keperawatan Pada Gangguan
Pemenuhan Oksigen Part 2

Bachtiar 8/08/2019 08:58:00 AM

Definisi

Pemberian oksigen dengan menggunakan face simple mask termasuk dalam sistem pemberian oksigen aliran rendah
(low-flow oxygen delivery system). Pemberian dengan sistem ini memungkinkan pasien masih menghirup udara
ruangan disamping oksigen suplemennya. Face simple mask memberikan konsentrasi oksigen dari 40% hingga 60%
pada aliran 5 hingga 8 L / menit (Berman, Snyder, & Fransen, 2016).

Indikasi

Masker ini hanya dimaksudkan untuk pasien yang dapat bernapas sendiri, tetapi mungkin memerlukan konsentrasi
oksigen yang lebih tinggi daripada konsentrasi 21% yang ditemukan di udara (Berman, Snyder, & Fransen, 2016).

Tujuan

Tujuan pemberian oksigen melalui face simple mask adalah untuk memberikan dukungan O2 tingkat sedang dan
konsentrasi oksigen dan/atau kelembapan yang lebih tinggi daripada yang disediakan oleh kanula. Juga untuk
memberikan aliran O2 yang tinggi saat dipasang ke sistem Venturi.

Pengkajian

Sebelum pemberian oksigen, periksa:

1.    Instruksi pemberian oksigen, termasuk alat dan laju aliran liter (L / menit) atau persentase oksigen.
2.    Kadar oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2) dalam darah arteri klien (PaO2 normalnya 80   hingga 100
mmHg; PaCO2 normalnya 35 hingga 45 mmHg); dan
3.     Apakah klien menderita COPD. Catatan: Jika klien belum ada hasil pemeriksaan gas darah arteri,  sebaiknya
dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen menggunakan oksimetri noninvasif
 
Persiapan
1.       Tabung oksigen dengan flow meter dan adaptor
2.       Humidifier dengan air suling atau air ledeng sesuai dengan protokol instansi
3.       Masker wajah dengan ukuran yang sesuai
4.       Bantalan untuk tali elastis

Prosedur
1.     Bawalah peralatan yang diperlukan ke meja samping tempat tidur atau meja ranjang.
2.     Cuci tangan dan kenakan APD, jika ada indikasi.
3.     Identifikasi pasien.
4.     Tutup tirai di sekitar tempat tidur dan tutup pintu kamar, jika memungkinkan.
5.   Jelaskan apa yang akan Anda lakukan dan alasan melakukannya kepada pasien. Tinjau tindakan pencegahan 
keamanan  yang diperlukan  saat oksigen digunakan. Tempatkan tanda "Dilarang Merokok" di area yang sesuai.
6.     Pasang masker wajah ke sumber oksigen (dengan pelembab, jika sesuai, untuk masker tertentu).     Mulailah
aliran oksigen dengan kecepatan yang ditentukan. Untuk masker dengan reservoir, pastikan oksigen mengisi
kantong sebelum melanjutkan ke langkah berikutnya.
7.    Posisikan masker wajah di atas hidung dan mulut pasien. Sesuaikan tali elastis agar masker pas    namun nyaman
di wajah. Sesuaikan laju aliran dengan laju yang ditentukan.
8.     Jika pasien melaporkan adanya iritasi atau kemerahan, gunakan bantalan kasa di bawah tali elastis   pada titik-
titik tekanan untuk mengurangi iritasi pada telinga dan kulit kepala.
9.   Kaji kembali status pernapasan pasien, termasuk laju pernapasan, tenaga, dan suara paru-paru.   Perhatikan tanda-
tanda gangguan pernapasan, seperti takipnea, semburan hidung, penggunaan otot aksesori, atau dispnea.
10.  Lepaskan APD, jika digunakan. Lakukan kebersihan tangan.
11. Lepaskan masker dan keringkan kulit setiap 2 hingga 3 jam jika oksigen terus mengalir. Jangan   gunakan bedak
di sekitar masker.

Melatih Pasien Nafas Dalam: Tindakan Keperawatan pada Gangguan Pemenuhan Oksigen Part 3

Definisi

Serangkaian aktifitas latihan otot-otot pernapasan terutama otot perut dan diafragma dengan cara pursed lip-
breahting.

Indikasi

Latihan nafas dalam sering dilakukan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan. Latihan ini juga digunakan
sebagai pembelajaran kepada pasien sebelum menjalani tindakan operasi.

Tujuan

Latihan nafas dalam membantu pasien untuk mengatasi sesak napas dan memaksimalkan jumlah oksigen yang
dikirim ke jaringan. Pursed lip-breathing, di mana bibir dikerutkan saat menghembuskan napas untuk memperlambat
pernapasan, mencegah kolapsnya saluran napas pada emfisema. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan ekspansi
paru.

Pengkajian

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masalah yang dihadapi oleh klien dan kondisi sebelum
dilakukan latihan. Hal-hal yang perlu dikaji meliputi:

1.       Tanda-tanda vital


2.       Rasa tidak nyaman
3.       Suhu dan perubahan warna pada kaki
4.       Suara nafas
5.       Adanya dispneu atau batuk
6.       Kebutuhan belajar klien
 
Persiapan
1.       Cek identitas klien dan pastikan nama klien benar.
2.       Berikan privasi kepada klien
3.       Bantal
Prosedur
1.      Cuci tangan
2.      Jelaskan maksud dan tujuan prosedur
3.     Atur posisi klien sesuai kebutuhan prosedur (fowler atau semi fowler, dengan lutut fleksi, punggung  dan bahu
tersangga oleh bantal.
4.    Tempatkan telapak tangan klien sepanjang batas bawah kurva iga anterior, untuk merasakan gerakan  dada dan
abdomen saat diafragma bergerak turun dan ekspansi paru.
5.   Anjurkan untuk menarik napas dalam dan lambat melalui lubang hidung sampai perut klien  menonjol ke atas
setinggi mungkin. (perut akan membesar selama inspirasi dan mengempis selama  expirasi). Hindari penggunaan
dada dan bahu ketika inhalasi.
6.     Tahan napas sampai hitungan ke lima.
7.  Keluarkan napas secara perlahan melalui mulut dengan bibir yang sedikit terbuka, sambil  menegangkan otot perut
dengan kuat ke arah dalam. Rongga dada tidak bergerak, perhatian ditujukan kepada perut.
8.    Ulangi langkah ke 6-8 sebanyak 15 kali, dan selingi dengan istirahat singkat setiap 5 kali latihan  napas.
9.      Jelaskan kepada klien untuk melakukan latihan napas 2 kali sehari.
10.   Catat hasil latihan dalam status kesehatan klien.
11.   Cuci tangan

Melatih Pasien Batuk Efektif: Tindakan Keperawatan Pada Gangguan Pemenuhan Oksigen Part 4

Bachtiar 10/11/2019 10:48:00 AM

Definisi

Serangkaian aktifitas latihan batuk secara benar guna membantu mengeluarkan produk sekresi jalan napas di trachea
dan bronkhus. Tindakan ini biasanya dilakukan bersama dengan latihan nafas dalam.

Indikasi
1.       Suara nafas ronkhi (terdapat sekret pada saluran nafas). Batuk sangat mempercepat pembersihan lendir di
saluran nafas (Oldenburg, 1979).
2.       Pembelajaran kepada klien sebelum operasi
 

Kontra Indikasi
1.       Peningkatan tekanan intra kranial,
2.       Peningkatan tekanan intra thoracal
3.       Peningkatan tekanan intra abdominal.
 

Tujuan

Tujuan dilakukannya batuk efektif adalah untuk membersihkan jalan nafas dari akumulasi sekret sehingga pertukaran
gas menjadi efektif (Berman, Snyder, & Fransen, 2016). Pada post op, tindakan ini bisa meningkatkan kapasistas
fungsional (Sahar, Ajaz, Haider, & Jalal, 2020).

Pengkajian

Untuk pengkajian pada latihan batuk efektif sama dengan pengkajian latihan nafas dalam.
 

Persiapan
1.       Cek identitas klien dan pastikan nama klien benar.
2.       Berikan privasi kepada klien
3.       Bantal
 

Prosedur
1.     Cuci tangan
2.     Cek rencana operasi dan anesthesi klien serta kebutuhan pembelajaran pre operasi.
3.     Jelaskan maksud dan tujuan prosedur
4.     Atur posisi klien sesuai kebutuhan prosedur (fowler atau semi fowler, dengan lutut fleksi, punggung dan bahu
tersangga baik oleh bantal.
5.     Tempatkan telapak tangan klien sepanjang batas bawah kurva iga anterior, untuk merasakan gerakan dada dan
abdomen saat diafragma bergerak turun dan ekspansi paru.
6.     Anjurkan untuk menarik napas dalam dan lambat melalui lubang hidung sampai perut klien menonjol ke atas
setinggi mungkin. (perut akan membesar selama inspirasi dan mengempis selama expirasi). Hindari penggunaan
dada dan bahu ketika inhalasi.
7.     Tahan napas sampai hitungan ke lima.
8.     Keluarkan napas secara perlahan melalui mulut dengan bibir yang sedikit terbuka, sambil menegangkan otot
perut dengan kuat ke arah dalam. Rongga dada tidak bergerak, perhatian ditujukan kepada perut.
9.     Ulangi langkah ke 6-8 sebanyak 15 kali, dan selingi dengan istirahat singkat setiap 5 kali latihan napas.
10.   Jelaskan kepada klien untuk melakukan latihan napas 2 kali sehari selama periode pre- operatif.
11.   Catat hasil latihan dalam status kesehatan klien.
12.   Cuci tangan

Mengatur Posisi Postural Drainage: Tindakan Keperawatan pada Gangguan Pemenuhan Oksigen Part 5

Bachtiar 1/20/2020 11:31:00 PM

Definisi

Postural drainage adalah tehnik pembersihan jalan nafas dalam fisioterapi dada yang menggunakan pengaruh gravitasi
untuk membersihkan segmen paru-paru yang berbeda (Tan Tock Seng Hospital, 2019). Sekresi dialirkan dari segmen
paru dan bronkhus ke dalam trakhea (Perry, Potter, & Ostendorf, 2015). Tehnik ini yang menggunakan perbedaan
posisi tubuh dan mnggunakan gravitasi untuk memfasilitasi aliran mukus. Postural drainage meningkatkan mobilisasi
sekret tetapi membutuhkan banyak waktu. Kunci penting dari postural drainage adalah postur, waktu, bernafas dan
batuk (Wilson, Grande, & Hoyt, 2007).

Indikasi

Fibrosis kista, bronkhiektasis, PPOK, Atelektasis akut, Abses paru yang meengalami akumulasi sekret diparu-paru.

Kontraindikasi
-          Peningkatan tekanan intrakranial
-          Cedera kepala dan leher sampai stabil
-          Perdarahan aktif dengan ketidakstabilan hemodinamik
-          Operasi tulang belakang baru-baru ini (misalnya, laminektomi) atau cedera tulang belakang akut
-          Hemoptisis aktif
-          Empiema
-          Fistula bronkopleural
-          Edema paru yang berhubungan dengan gagal jantung
-          Efusi pleura yang besar
-          Emboli paru
-          Pasien usia lanjut, bingung, atau cemas yang tidak dapat mentolerir perubahan posisi
-          Fraktur tulang rusuk, dengan atau tanpa flail chest
-          Luka bedah atau jaringan penyembuhan. 
 
Tujuan

Tujuan dilakukannya postural drainage adalah untuk memelihara bersihan jalan nafas (paru dan bronkhus).

Pengkajian

-        Kaji pasien untuk riwayat penurunan tingkat kesadaran dan kelemahan otot atau proses penyakit seperti
pneumonia dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
-        Tinjau rekam medis dan kaji tanda dan gejala pasien, termasuk perubahan film sinar-X yang sesuai dengan
atelektasis, pneumonia kolaps lobar, atau bronkiektasis; batuk tidak efektif; sekresi kental, lengket, ulet, dan
berubah warna yang sulit dibatukkan.
-        Lakukan auskultasi pada semua bidang paru untuk melihat penurunan bunyi napas dan bunyi paru adventif.
-        Kaji tanda-tanda vital dan oksimetri nadi sebelum perawatan drainase postural.
 
Baca juga: Melatih Pasien Batuk Efektif
 
Persiapan

Persiapan Alat
-          Stetoskop
-          Oksimeter denyut
-          Tempat tidur rumah sakit atau meja miring Trendelenburg
-          Air dalam kendi dan gelas
-          Tisu dan kantong kertas
-          Kursi (untuk mengeringkan lobus atas)
-          Bantal ekstra
-          Hapus wadah sekrup-atas
-          Perawatan kebersihan mulut: sikat gigi, pasta gigi, obat kumur, atau obat kumur klorheksidin jika dipesan
-          Alat penyedot (jika pasien tidak dapat batuk dan mengeluarkan sekret sendiri)
-          Sarung tangan bersih (bila ada risiko terpapar sekresi pernapasan pasien)
-          Materi pendidikan pasien
 
Persiapan Pasien
-          Jika pasien merasa nyeri gunakan anti nyeri 20 menit sebelum tindakan.
-          Jelaskan maksud dan tujuan tindakan.
-          Anjurkan minum yang banyak minimal 1,5 liter.
-          Hindarkan makan minum sebelum dan sesudah tindakan.
-          Pertimbangkan penggunaan bronkhodilator 20 menit sebelum tindakan.
 
Prosedur
-        Tutup pintu kamar atau passang tirai di sekitar tempat tidur pasien. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
bersih.
-        Identifikasi dua pengenal pasien (yaitu, nama dan tanggal lahir).
-        Gunakan pemeriksaan fisik dan foto rontgen dada untuk menentukan area yang banyak sekret.
-    Bantu pasien ke posisi yang diinginkan untuk mengalirkan sekresi. Tempatkan bantal untuk   penyangga dan
kenyamanan.
-        Minta pasien mempertahankan postur selama 10 hingga 15 menit
-     Jika perlu, sselama 10 sampai 15 menit drainase dalam postur tertentu, lakukan perkusi dada dan vibrasi di atas
daerah paru-paru yang terkena.
-      Setelah 10 sampai 15 menit drainase dalam posisi pertama, minta pasien untuk duduk dan batuk. Jika pasien
tidak bisa batuk, perlu dilakukan suction.
-        Minta pasien istirahat sebentar jika lelah.
-      Ulangi Langkah 4 hingga 8 hingga semua area bersih. Pastikan setiap tindakan tidak melebihi 30 hingga 60
menit.
-        Bantu pasien melakukan oral higiene
-        Lepas sarung tangan dan cuci tangan.
 

Menghisap Lendir Jalan Nafas (Airway Suctioning): Tindakan Keperawatan Pada Gangguan Kebutuhan
Oksigen Part 6

Bachtiar 2/05/2020 09:21:00 AM

Definisi

Suction jalan nafas terbagi menjadi 2 macam, yaitu ssuction orofaring dan suction nasofaring/nasotrakhea. Perbedaan
keduanya ada pada kedalaman, resiko infeksi dan kebutuhan untuk sterilitas tindakan. Pengisapan orofaringeal hanya
menghilangkan sekresi dari belakang tenggorokan. Pengisapan jalan nafas trakea meluas ke jalan nafas bagian bawah
dan diindikasikan untuk membuang sekresi pernafasan dan menjaga ventilasi dan oksigenasi yang optimal pada
pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekresi ini secara mandiri (Perry, Potter, & Ostendorf, 2015). Saat melakukan
penyedotan, posisikan diri Anda pada sisi pasien yang sesuai. Jika Anda tidak kidal, berdirilah di sisi kanan pasien;
jika kidal, berdirilah di sisi kiri pasien. Hal ini memungkinkan penggunaan tangan dominan yang nyaman untuk
memanipulasi kateter isap (Lynn, 2018).

Indikasi

Pengisapan faring diindikasikan untuk mempertahankan jalan napas yang paten dan untuk mengeluarkan air liur,
sekret paru, darah, muntahan, atau benda asing dari faring (Lynn, 2018).

Tujuan

Secara umum tujuan dari Suction adalah membantu pasien yang tidak berhasil membersihkan jalan napasnya dengan
batuk dan meludah (Lynn, 2018). Pengisapan nasofaring dan nasotrakeal membantu mempertahankan jalan napas
yang paten dengan membuang sekresi dari nares, faring, tenggorokan, dan trakea dengan memasukkan kateter
pengisap melalui nares. Jenis penyedotan ini digunakan saat penyedotan orofaring tidak efektif atau tidak sesuai atau
saat saluran napas bagian bawah memerlukan pengangkatan sekret. Ini melibatkan memasukkan karet kecil atau
tabung plastik lembut ke dalam lubang hidung ke faring atau trakea dan memberikan tekanan negatif untuk
mengeluarkan lendir (Perry, Potter, & Ostendorf, 2015).

Pengkajian

Kaji suara paru-paru. Pasien yang membutuhkan suction mungkin memiliki bunyi mengi (wheeze), berderak
(crackle), atau berdeguk (gurgling). Kaji tingkat saturasi oksigenasi. Saturasi oksigen biasanya menurun saat pasien
di-suction. Kaji status pernapasan, termasuk RR dan kedalaman pernapasan. Pasien mungkin menjadi takipnea saat
di-suction. Kaji pasien untuk tanda-tanda gangguan pernapasan, seperti hidung kembang kempis, retraksi, atau
dengkuran. Kaji efektivitas batuk dan peengeluaran sputum. Pasien dengan batuk yang tidak efektif dan yang tidak
dapat mengeluarkan sekret perlu di-suction. Kaji riwayat deviasi septum, polip hidung, obstruksi hidung, cedera
hidung, epistaksis (perdarahan hidung), atau pembengkakan hidung (Perry, Potter, & Ostendorf, 2015).

Persiapan
-          Unit penyedot portabel atau dinding dengan tabung
-          Kit penghisap yang disiapkan secara komersial dengan ukuran kateter yang sesuai atau
-          Kateter suction steril dengan port Y dalam ukuran yang sesuai (Dewasa: 10F hingga 16F)
-          Wadah steril (kom)
-          Sarung tangan steril
-          Air steril atau normal saline
-          Handuk atau bantalan tahan air
-          Kacamata dan masker atau pelindung wajah
-          Sarung tangan sekali pakai dan bersih
-          Pelumas yang larut dalam air (jelly)
-          APD tambahan, seperti yang ditunjukkan

Prosedur
1.    Bawa peralatan yang diperlukan ke dekat pasien.
2.    Bersihkan tangan dan kenakan APD, jika ada indikasi.
3.    Identifikasi pasien.
4.    Tutup tirai di sekitar tempat tidur dan tutup pintu kamar, jika memungkinkan.
5.    Tentukan kebutuhan suction. Untuk pasien pasca operasi, berikan obat pereda nyeri sebelum suction.
6.   Jelaskan apa yang akan Anda lakukan dan alasan suction kepada pasien. Yakinkan pasien bahwa Anda akan
menghentikan prosedur jika dia menunjukkan kesulitan bernapas.
7.   Atur posisi pasien. Jika pasien sadar, tempatkan dia dalam posisi semi-Fowler. Jika pasien tidak sadarkan diri,
letakkan dia dalam posisi lateral, menghadap Anda.
8.     Letakkan handuk atau bantalan tahan air di dada pasien.
9.    Atur tekanan suction (Untuk unit yang menempel di dinding, dewasa: 100–120 mm Hg; neonatus: 60–80 mm Hg;
bayi: 80–100 mm Hg; anak-anak: 80–100 mm Hg; remaja: 80–120 mm Hg. Untuk unit portabel, orang dewasa:
10–15 cm Hg; neonatus: 6–8 cm Hg; bayi: 8–10 cm Hg; anak-anak: 8–10 cm Hg; remaja: 8–10 cm Hg). Kenakan
sarung tangan sekali pakai dan bersih. Tutup ujung selang penghubung untuk memeriksa tekanan suction.
Tempatkan pipa penghubung di lokasi yang aman.
10. Buka kemasan suction steril dengan teknik aseptik. Pembungkus atau wadah yang terbuka menjadi  tempat yang
steril untuk menampung bahan habis pakai lainnya. Lepaskan wadah steril dengan hati- hati, hanya menyentuh
permukaan luar. Letakkan di atas meja dan tuangkan larutan normal saline  ke dalamnya.
11. Letakkan sedikit pelumas yang larut dalam air pada bidang steril, berhati-hatilah agar tidak  menyentuh bidang
steril dengan kemasan pelumas.
12.  Tingkatkan kadar oksigen tambahan sesuai permintaan medis.
13. Kenakan pelindung wajah atau kacamata dan masker. Kenakan sarung tangan steril. Tangan dominan akan
memanipulasi kateter dan harus tetap steril. (Tangan yang tidak dominan dianggap bersih daripada steril dan akan
mengontrol katup isap (port-Y) pada kateter).
14.   Dengan tangan yang dominan bersarung tangan, ambil kateter steril. Angkat pipa penghubung dengan tangan
nondominan dan hubungkan pipa dan kateter isap.
15.   Basahi kateter dengan mencelupkannya ke dalam wadah berisi normal saline steril. Tutup tabung-Y untuk
memeriksa hisap.
16.   Dorong pasien untuk menarik napas dalam beberapa kali.
17.  Oleskan pelumas pada 2 sampai 3 inci pertama kateter, menggunakan pelumas yang ditempatkan   pada bidang
steril.
18. Lepaskan alat pemberian oksigen, jika dibutuhkan. Jangan lakukan penyedotan saat kateter   dimasukkan. Pegang
kateter di antara ibu jari dan telunjuk Anda.
19.   Masukkan kateter:
 Untuk suction nasofaring, masukkan kateter dengan hati-hati melalui hidung dan dasar lubang hidung menuju
trakea (Gambar 4). Putar kateter di antara jari Anda membantu memajukannya. Arahkan kateter kira-kira 5
"sampai 6" untuk mencapai faring.  
 Untuk penyedotan orofaringeal, masukkan kateter melalui mulut, di sepanjang sisi menuju trakea. Tingkatkan
kateter 3" ke 4" untuk mencapai faring. (Untuk nasotrakeal, lihat tampilan Variasi Keterampilan yang
menyertai).

20.  Lakukan pengisapan dengan menutup port Y pada kateter secara intermiten dengan ibu jari tangan non-dominan
Anda dan dengan lembut putar kateter saat ditarik. Jangan menyedot lebih dari 10 hingga 15 detik sekaligus.
21.  Pasang kembali alat pemberian oksigen dengan menggunakan tangan non-dominan Anda, dan minta pasien untuk
mengambil napas dalam beberapa kali.
22. Bilas kateter dengan normal saline. Menilai efektivitas suction dan ulangi sesuai kebutuhan dan toleransi pasien.
23. Tunggu minimal 30 detik hingga 1 menit jika pengisapan tambahan diperlukan. Per episode pengisapan tidak
boleh lebih dari tiga kali hisap. Ganti lubang hidung satunya, jika diperlukan penyedotan berulang, kecuali jika
ada kontraindikasi. Jangan paksa kateter melewati lubang hidung. Dorong pasien untuk batuk dan bernapas dalam
di antara penyedotan. Hisap orofaring setelah menyedot nasofaring.
24.  Jika selesai, lepaskan sarung tangan dari tangan dominan di atas kateter yang digulung, tarik keluar bagian dalam.
Lepaskan sarung tangan dari tangan yang tidak dominan dan buang sarung tangan, kateter, dan wadah dengan
larutan di wadah yang sesuai. Bantu pasien ke posisi yang nyaman.
25.  Matikan suction. Lepas pelindung wajah atau kacamata dan masker.
26.  Tawarkan oral higiene setelah suction.
27.  Kaji kembali status pernapasan pasien, termasuk RR, saturasi oksigen, dan suara paru-paru.
28.  Lepaskan APD, jika menggunakan. Cuci tangan

Memberikan Obat Inhalasi (via Nebulizer): Tindakan Keperawatan pada Gangguan Pemenuhan Oksigen Part
7

Definisi

Banyak obat untuk masalah pernafasan diberikan secara langsung melalui sistem pernafasan dengan cara dihirup.
Terdapat beberapa cara pemberian obat secara inhalasi, yaitu: Metered-dose inhaler (inhaler dosis terukur), Dry
powder inhaler (Inhaler bubuk kering), dan pemberian obat melalui nebulizer volume kecil (Lynn, 2018; Perry,
Potter, & Ostendorf, 2015). Nebulizer menyebarkan partikel halus dari obat cair ke dalam saluran pernapasan yang
lebih dalam, tempat penyerapan terjadi. Pengobatan dihentikan sampai semua obat dalam tabung nebulizer telah habis
terhirup (Lynn, 2018). Obat-obat yang diberikan meliputi bronkhodilator, mukolitik dan kortikosteroid.

Indikasi

Indikasi umum tindakan ini adalah dilakukan pada pasien yang mengalami kesulitan dalam meningkatkan sekresi
pernapasan, berkurangnya kapasitas vital dengan pernapasan dalam dan batuk yang tidak efektif, atau uji coba metode
yang lebih sederhana dan lebih murah untuk melonggarkan sekresi, mengeluarkan aerosol, atau memperluas paru-
paru yang tidak berhasil (Smeltzer et al, 2008). Tindakan ini biasa dilakukan pada pasien dengan penyakit obstruksi
pernafasan seperti asma, PPOK; infeksi purulen kronik, seperti pada fibrosis kistik atau bronkiektasis, serta untuk
profilaksis dan terapi pneumonia pneumosistik (BP POM).

Tujuan

Tindakan ini dilakukan untuk melonggarkan bronkhus pada bronkhospame dan meredakan reaksi hipersensitifitas
(Colyar, 2015). Diharapkan pasien dapat menunjukkan perbaikan suara paru-paru dan upaya bernafas (Lynn, 2018).
Pengkajian

Kaji suara paru-paru sebelum dan sesudah digunakan untuk menetapkan garis dasar dan menentukan keefektifan obat.
Seringkali, pasien mengalami mengi atau suara paru-paru yang kasar sebelum pemberian obat. Jika diperintahkan,
kaji tingkat saturasi oksigenasi pasien sebelum pemberian obat. Tingkat oksigenasi biasanya akan meningkat setelah
obat diberikan. Verifikasi nama pasien, dosis, rute, dan waktu pemberian. Kaji pengetahuan dan pemahaman pasien
tentang tujuan dan tindakan pengobatan (Lynn, 2018).

Persiapan
-          Stetoskop
-          Medikasi
-          Botol dan pipa nebulizer
-          Mesin nebulizer volumen kecil
-          Saline steril (jika tidak diukur sebelumnya)
-          Catatan Administrasi Obat
-          APD
Prosedur
1.   Kumpulkan peralatan. Periksa rencana pengobatan seperti yang tercatat di rekam medis. Periksa riwayat alergi
pasien.
2.     Pastikan jenis tindakan, pertimbangan perawatan khusus, kisaran dosis aman, tujuan pemberian, dan efek
samping obat yang akan diberikan. Pastikan kesesuaian obat untuk pasien ini.
3.     Lakukan kebersihan tangan.
4.  Pindahkan meja dorong obat ke luar kamar pasien atau persiapkan untuk administrasi di area pengobatan.
5.   Buka kunci keranjang atau laci obat. Masukkan kode sandi dan pindai identifikasi karyawan, jika diperlukan.
6.     Siapkan obat untuk satu pasien dalam satu waktu.
7.     Baca catatan administrasi obat dan pilih obat yang tepat dari laci obat pasien atau stok unit.
8.  Bandingkan label dengan catatan administrasi obat. Periksa tanggal kedaluwarsa dan lakukan penghitungan, jika
perlu. Pindai kode batang pada paket, jika diperlukan.
9.    Jika semua obat untuk satu pasien telah disiapkan, periksa ulang label dengan catatan administrasi obat sebelum
membawanya ke pasien.
10.   Kunci keranjang obat sebelum meninggalkannya.
11.   Bawa obat ke sisi tempat tidur pasien dengan hati-hati.
12.  Pastikan pasien menerima obat pada waktu yang tepat.
13.   Bersihkan tangan dan kenakan APD, jika ada indikasi.
14.   Identifikasi pasien. Biasanya, pasien harus diidentifikasi dengan dua metode. Bandingkan informasi dengan
catatan administrasi obat.
a.      Periksa nama dan nomor identifikasi pada pita gelang identifikasi pasien.
b.      Minta pasien untuk menyebutkan nama dan tanggal lahirnya.
c.      Jika pasien tidak dapat mengidentifikasi dirinya sendiri, verifikasi identifikasi pasien dengan  anggota staf yang
mengetahui pasien.

15.  Selesaikan pemeriksaan yang diperlukan sebelum memberikan obat. Periksa gelang alergi pasien atau tanyakan
kepada pasien tentang alergi. Jelaskan apa yang akan Anda lakukan, dan alasan melakukannya, kepada pasien.
16.   Pindai bar-code pasien pada pita identifikasi, jika diperlukan.
17. Lepaskan tabung nebulizer dari mesin dan buka. Tuangkan obat dosis unit yang telah diukur sebelumnya di
bagian bawah tabung atau gunakan pipet untuk meletakkan obat dengan dosis terkonsentrasi di dalam cangkir dan
tambahkan pengencer yang diresepkan, jika diperlukan.
18.  Tutup kembali bagian atas tabung nebulizer dan tempelkan tabung ke nebulizer. Pasang salah satu ujung pipa ke
batang di bagian bawah manset nebulizer dan ujung lainnya ke mesin nebulizer atau sumber oksigen.
19.  Nyalakan mesin nebulizer atau oksigen. Periksa apakah kabut dihasilkan dengan membuka katup. Minta pasien
memasukkan corong ke dalam mulut dan pegang erat dengan gigi dan bibir.
20.  Anjurkan pasien untuk menarik napas perlahan dan dalam melalui mulut. Penjepit hidung mungkin diperlukan
jika pasien juga bernapas melalui hidung. Tahan setiap napas sebentar, sebelum menghembuskan napas.
21. Lanjutkan teknik penghirupan ini sampai semua obat dalam tabung nebulizer telah dierosol (biasanya sekitar 15
menit).
22. Minta pasien berkumur dan bilas dengan air keran setelah menggunakan nebulizer, jika perlu. Bersihkan nebulizer
sesuai petunjuk pabrikan.
23.  Lepaskan sarung tangan dan APD, jika menggunakan. Lakukan kebersihan tangan.
24.  Dokumentasikan pemberian obat segera setelah pemberian.
25. Evaluasi respons pasien terhadap pengobatan dalam kurun waktu yang tepat. Kaji kembali suara paru-paru dan
saturasi oksigenasi jika diminta, serta pernapasan.

Anda mungkin juga menyukai