Disusun oleh:
Olivia Jeany Darmawan Adji Saroso
1305002546
Pembimbing:
dr. Carla Oktaviani Pandrya, SpAn
b. Percabangan Trakeobronkial1
Trakea berperan sebagai jalan udara untuk ventilasi serta
pengeluaran sekresi dari trakea atau bronkus. Trakea dimulai pada
batas bawah kartalago krikoid dan berlannjut hingga setinggi
karina. Trakea memiliki panjang rata-rata sekitar 10-13 cm. Trakea
tersusun dari cincin-cincin kartilago berbentuk C yang membentuk
dinding anterior dan lateral dari trakea dan terhubung secara
posterior dengan dinding membranosa dari trakea. Trakea memiliki
diameter eksternal sekitar 2,3 cm secara koronal dan 1,6 cm secara
sagital pada laki-laki, dan berturut-turut 2 cm dan 1,4 cm pada
perempuan. Kartilago krikoid merupakan bagian tersempit dari
trakea dengan rata-rata diameter 1,7 cm pada laki-laki dan 1,3 cm
pada perempuan.
Trakea bercabang dua pada karina dan berlanjut menjadi
bronkus utama kanan dan kiri. Lumen trakea menyempit sedikit
dengan semakin dekatnya dengan karina, dan bifurkasi trakea
berlokasi setinggi angulus sternalis. Bronkus utama kanan terletak
dengan orientasi yang lebih vertikal dibanding trakea, sedangkan
bronkus utama kiri lebih horizontal. Bronkus utama kanan
berlanjut menjadi bronkus intermedius setelah memasuki lobus
kanan atas. Jarak dari karina dan memasuki lobus kanan atas ini
rata-rata 2 cm pada laki-laki dan kira-kira 1,5 pada wanita.
Sedangkan bronkus utama kiri umumnya lebih panjang dengan
rata-rata 5 cm pada laki-laki dan 4,5 cm pada perempuan. Bronkus
utama kiri ini lalu terbagi menjadi bronkus lobus kiri atas dan lobus
kiri bawah.
Humidifikasi dan filter air yang masuk merupakan fungsi
dari jalan nafas atas (hidung, mulut, dan faring). Fungsi dari
percabangan trakeobronkial adalah menghantarkan aliran gas dari
dan ke alveolus. Pembagian dikotomi (tiap cabang terbagi menjadi
2 cabang yang lebih kecil) dimulai dari trakea dan berhenti pada
sakus alveolar diperkirakan melibatkan 23 divisi atau generasi.
Dengan tiap generasi, jumlah jalan nafas mengganda. Tiap sakus
alveolar mengandung kira-kira 17 alveollus. Tiga ratus juta
alveolus diperkirakan menyediakan membran yang sangat luas
(50-100 m2) untuk pertukaran gas pada manusia dewasa.
Gambar 3. Pembagian dikotomi dari jalan nafas.1
b. Ventilasi Mekanis
Sebagian besar ventilasi mekanis secara intermitten memberikan
tekanan udara positif pada saluran nafas atas. Saat inspirasi, gas mengalir
ke alveolus hingga tekanan alveolar setara dengan tekanan pada saluran
nafas atas. Saat fase ekspirasi, tekanan udara positif dihilangkan atau
dikurangi; sehingga gradien tekanan kembali, dan memungkinkan gas
mengalir keluar dari alveolus.
C. Mekanisme Paru1,4
Pergerakan paru merupakan suatu proses pasif dan ditentukan oleh
impedansi dari sistem pernafasan. Impedansi ini dapat dibagi menjadi
resistensi elastis dari jaringan dan interfase gas-cairan dan resistensi
nonelastis terhadap aliran gas. Resistensi elastis mengatur volume paru dan
tekanan yang berhubungan pada kondisi statis (tidak ada aliran udara).
Resistensi terhadap aliran udara berkorelasi dengan resistensi friksional
terhadap aliran udara dan deformasi jaringan. Usaha yang diperlukan
untuk melampaui resistensi disimpan sebagai energi potensial, sedangkan
usaha yang diperlukan untuk melampaui resistensi nonelastis ini hilang
sebagai panas.
a. Resistensi Elastis
Baik paru-paru maupun dinding dada memiliki sifat elastis, di
mana dinding dada memiliki kecenderungan untuk meluas keluar,
sedangkan paru-paru memiliki tendensi untuk kolaps. Saat dinding dada
terpapar tekanan atmosferik (pneumothoraks terbuka), dinding dada dapat
meluas hingga 1 L pada orang dewasa. Sebaliknya, bila paru-paru terpapar
dengan tekanan atmosferik, maka akan kolaps secara keseluruhan dan
semua gas yang berada di dalam paru dikeluarkan. Sifat rekoil dari dinding
dada diakibatkan karena komponen struktural yang melawan deformasi
dan tonus otot dinding dada, sedangkan rekoil elastis dari paru adalah
akibat tingginya konsentrasi serabut-serabut elastis, dan yang lebih penting
yaitu adanya gaya tensi permukaan (surface tension forces) yang bekerja
pada interfase udara-cairan pada alveolus.
i. Gaya Tensi Permukaan
Interfase gas udara-cairan yang melapisi alveolus
menyebabkan alveolus ini bersifat seperti gelembung. Gaya tensi
permukaan cenderung menurunkan area interfase dan mendukung
kolaps alveolus. Hukum Laplace dapat digunakan untuk
menghitung gaya ini.
2 x tensi permukaan
T ekanan = radius
CL normal
bernilai 150-200 mL/cm H2O. Berbagai faktor,
termasuk volume paru, volume darah pulmoner, air ekstravaskuler
paru, dan proses-proses patologis (misalnya inflamasi dan fibrosis)
mempengaruhi CL di
mana tekanan transthorakal sama dengan
tekanan atmosferik dikurangi tekanan intrapleural.
Kompliansi rongga dada normal adalah 200 mL/cm H2O.
kompliansi total adalah 100 mL/cm H2O dan didapatkan dari
persamaan berikut
1 1 1
Ctotal = Cw + Cl
b. Volume-Volume Paru
Volume-volume paru merupakan parameter penting dalam fisiologi
respirasi dan praktek klinis. Jumlah dari semua volume-volume paru sama
dengan nilai maksimal paru dapat dikembangkan. Kapasitas pari secara
klinis merupakan pengukuran yang berguna yang merepresentasikan
kombinasi dari 2 atau lebih volume-volume.
Gambar 11. (A) Zona West. (B) Pemindaian perfusi secara in vivo.1
Gambar 17. Peningkatan FA mencapai FI pada agen yang larut dan tidak larut
dalam darah.
b. Ventilasi. Rendahnya tekanan parsial alveolar akibat penyerapan
dapat dilawan dengan meningkatkan ventilasi alveolar. Hal ini
akan menggantikan zat yang diserap sehingga maintenance
konsentrasi alveolar akan suatu anestesia lebih baik. Efek dari
peningkatan ventilasi adalah peningkatan FA/FI yang paling jelas
terlihat pada agen-agen larut dalam darah.
c. Konsentrasi. Lamanya waktu induksi akibat penyerapan zat-zat
anestesi dapat diakali dengan meningkatkan konsentrasi zat yang
diinspirasi. Peningkatan konsentrasi inspirasi ini tidak hanya
meningkatkan konsentrasi alveolar, namun juga meningkatkan
FA/FI. Hal ini disebabkan adanya “concentrating effect” dan
“augmented inflow effect”
C. Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Arterial (Fa)
Ketidaksesuaian Ventilasi/Perfusi merupakan faktor yang mempengaruhi
konsentrasi arterial. Ketidaksesuaian ini menyebabkan restriksi aliran gas.
Ketidaksesuaian ini akan menyebabkan peningkatan tekanan di depan restriksi,
dan menurunkan tekanan setelah restriksi, dan menurunkan aliran sepanjang
restriksi. Efek keseluruhannya adalah peningkatan tekanan parsial alveolar
(khususnya bagi agen-agen yang mudah larut) dan menurunkan tekanan parsial
arterial (khususnya bagi agen-agen yang tidak mudah larut).
D. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi
Anestesia dapat dieliminasi melalui 3 cara yaitu biotransformasi,
kehilangan transkutan, atau ekshalasi. Biotransformasi berperan dalam
peningkatan minimal dari penurunan tekanan parsial alveolar. Efek paling
jelas dari biotransformasi adalah pada agen-agen yang mudah larut. Difusi
anestesia dari kulit insignifikan.
Rute paling baik untuk eliminasi dari agen-agen inhalasi adalah
ekshalasi dari alveolus. Berbagai faktor berperan dalam kecepatan induksi
dan pemulihan:
a. Eliminasi rebreathing
b. Aliran gas segar yang tinggi
c. Volume anestesi-sirkuit yang rendah
d. Absorbsi rendah oleh sirkuit anestesi
e. Kelarutan yang menurun
f. Tingginya aliran darah ke otak
g. Peningkatan ventilasi
Eliminasi dari N2O sangatlah cepat hingga oksigen alveolar dan
CO2 terdilusi. Hasilnya adalah hipoksia difusi yang dapat dicegah dengan
memberikan 100% oksigen selama 5-10 menit setelah penghentian N2O.
E. Farmakodinamik Anestesia Inhalasi6
a. Teori dari Kerja Anestesia Inhalasi
i. Teori Meyer dan Overton yang mengobservasi peningkatan
koefisien partisi minyak-ke-gas berkorelasi dengan
potensitas anestesi.
ii. Franks dan Lieb menemukan bahwa anestesia pasti
memiliki bagian polar dan non-polar.
iii. Modifikasi teori Meyer dan Overton mengenai ekspansi
membran: teori volume berlebih, di mana anestesia terjadi
ketika komponen polar membran sel dan anestesia yang
amphophilik secara sinergis membentuk volume sel yang
lebih luas dibandingkan jumlah dua volume bersama
iv. Hipotesis volume kritikal, anestesia terjadi ketika volume
sel pada bagian anestesia mencapai ukuran kritikal.
v. Teori baru yang diterima:
1. Anestesia inhalasi bekerja pada target-target
molekuler dan lokasi-lokasi anatomis dan bukan
pada volume atau dinding sel yang tidak spesifik.
2. Anestesi volatil dipikirkan bekerja dengan
meningkatkan reseptor inhibitorik pada channel ion
termasuk γ-aminobutyric acid (GABA) tipe A dan
reseptor glisin. Pemblokan channel eksitatorik juga
terjadi dan dimediasi lewat eksitasi reseptor NMDA.
3. Efek imobilisasi dan amnesia dari agen-agen
inhalasi dipikirkan disebabkan oleh mekanisme
terpisah pada berbagai situs anatomis. Pada
setingkat medulla spinalis, agen-agen anestesia
mengakibatkan supresi respons motorik terhadap
stimulus nosiseptif dan oleh karenanya terjadi
imobilisasi. Efek supraspinal di otak menyebabkan
efek amnesia dan hipnosis. Efek pada formatio
reticularis di thalamus dan midbrain adalah adanya
penekanan yang lebih pada regio ini.
4. Amnesia, kesadaran, dan immobilitas tidak
ditanggung pada semua kasus, khususnya bila
pasien sudah menerima pelumpuh otot.
b. Second-gas Effect N2O6
Berdasar teori, fenomena ini seharusnya akan mempercepat induksi
anestesia. Karena N2O sangatlah tidak larut dalam darah, absorbsinya dari
alveoli akan menyebabkan peningkatan tiba-tiba pada konsentrasi alveola
dari agen anestesia volatil yang diberikan bersamaan dengannya. Namun
pada penelitian-penelitian terbaru, hasil yang membingungkan
memberikan kebimbangan apakah fenomena ini sungguh benar adanya
(pada konsentrasi N2O setinggi 70%, peningkatan konsentrasi anestesia
volatil relatif minor)
c. Efek Anestesia Volatil terhadap Efek Ventilasi
i. Dose-dependent depresi nafas yang dimediasi oleh pusat
pernafasan di medulla, dan juga bekerja secara tidak
langsung pada otot interkostalis.
ii. Minute ventilation berkurang akibat penurunan volume
tidal.
iii. Dorongan nafas terhadap hipoksia dalam 1 MAC dan
diturunakan pada konsentrasi lebih rendah.
d. Efek terhadap HPV, Kaliber Jalan Nafas, Fungsi Mukosilier, dan
Tekanan Intrakranial
i. HPV diturunkan oleh anestesia inhalasi
ii. Resistensi jalan nafas diturunkan akibat relaksasi otot polos
bronkial dan penurunan bronkokonstriksi dari hipokapnia
iii. Fungsi mukosilier dihilangkan.
iv. Merupakan penyebab hipertermia maligna
v. Menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
e. Efek terhadap Sirkulasi