Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

COMPRESSION MYELOPATHY

Disusun oleh:
Jason Tungadi
01073180156

Pembimbing:

dr. Pricilla Yani Gunawan, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE AGUSTUS - SEPTEMBER 2019
TANGERANG
BAB I
ILUSTRASI
KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ibu S.

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 20 Juni 1991

Usia : 28 tahun

Pekerjaan : Sales

Tempat Tinggal : Tangerang

Agama : Islam
No.Rekam Medis : RSUS 00-67-12-XX
Tanggal masuk : 29 Agustus 2019
Tanggal pemeriksaan : 30 Agustus 2019

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Rumah Sakit Umum Siloam Lippo Village pada
tanggal 30 Agustus 2019 pukul 06.00 WIB.

Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri punggung yang memberat sejak 1 bulan lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Siloam Karawaci dengan
keluhan nyeri punggung yang memberat sejak 1 bulan lalu. Nyerinya digambarkan seperti nyeri
tumpul dan hilang timbul. Nyeri ini muncul bersamaan dengan kelemahan di ekstremitas bawah
dengan kedua kaki terasa sulit untuk diangkat. Satu minggu sejak kelemahan ekstremitas bawah
muncul, pasien mengakui ada rasa kebas di kedua kaki. Keluhan lain seperti BAB & BAK menjadi
sulit. Kemudian kelemahan ini menjalar ke ekstremitas atas. Selain itu, pasien juga mengatakan
bahwa dirinya mengalami penurunan berat badan, sesak nafas, mual dan muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit tuberkulosis pada tahun 2014 dan telah mengkonsumsi obat
anti-tuberkulosis selama 6 bulan. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi diabetes mellitus,
trauma kepala dan kejang.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki gejala yang serupa. Kedua orang tua pasien tidak
memiliki riwayat stroke, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien mengaku bahwa dirinya tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol.
Pasien jarang berolahraga dan makan tidak teratur.

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2019

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis ( GCS E4M6V5)

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 90/70 mmHg


Laju nadi : 130 kali/menit,
Laju napas : 18 kali/menit
o
Suhu : 36.6 C

SpO2 : 99%
Status Generalis

Sistem Deskripsi
Kulit Warna sawo matang, lesi (-), perdarahan (-), jaundice (-)

Kepala Normosefali, rambut hitam, tersebar merata.

Wajah Normofascies, simetris, pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)

Konjungtiva anemis (-/-)


Sklera ikterik (-/-)
Pupil bulat, isokor, 3 mm/3 mm, RCL/RCTL (+/+)
Mata Gerakan bola mata dalam batas normal

Bibir merah, lembab, cyanosis (-), pucat (-)


Hidung dan telinga sekret (-).

THT T1/T1, arkus faring simetris (+), faring hiperemis (-),


detritus (-)

Leher Deviasi trakea (-), lymphadenopathy (-)

Dada Bentuk normal simetris, retraksi (-)


Inspeksi: perkembangan rongga dada saat statis dan dinamis
simetris (+/+)
Palpasi: pengembangan dada simetris kanan dan kiri
Perkusi: sonor seluruh lapang paru
Paru-paru
Auskultasi: vesikuler +/+, ronchi +/+, wheezing -/-, slem
(stridor) -/-
Jantung Bunyi jantung S1 & S2 reguler Murmur (-), gallop (-)
Inspeksi: bentuk datar, distensi (-), lesi (-), scar (-)
Auskultasi: BU (+) 6x/min
Perkusi: timpani pada seluruh kuadran abdomen
Abdomen Palpasi: NT (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Massa (-), lesi (-)


Punggung
Deformitas (-)

Akral hangat, CRT <2 detik


Ekstremitas
Edema (-/-)
GCS: E4M6V5 Compos Mentis
Tanda rangsang meningeal:
Kuduk kaku (-)
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-), II (-/-)
Neurologis
Laseque >70o/>70o ;
Kernique >135o/>135o
Saraf kranialis :
Nervus I: Tidak dilakukan
Nervus II:
 Visus kedua mata >3/60
 Lapang pandang: dalam batas normal
 Warna: dalam batas normal
 Fundus: tidak dilakukan
 Nervus III, IV, VI:
 Sikap bola mata: OD dan OS ditengah (orthoforia)
 Pupil: bulat, isokor 3 mm/3 mm
 RCL:
RCL: +/+,+/+,
RCTLRCTL
+/+ +/+
 Nystgamus:
Nystgamus: -/- -/-

 Pergerakan bola mata: normal, tidak ada tahanan ke segala
arah

OD OS OS

Nervus V:
 Motorik: inspeksi dan palpasi baik, gerakan rahang dan
membuka mulut baik
 Sensorik: sensibilitas V1, V2, V3 dalam batas normal

Neurologis  Refleks korneal: pemeriksaan tidak dilakukan


 Nervus VII:
 Sikap mulut saat istirahat normal
 Angkat alis normal
 Senyuman normal
 Dapat mengangkat alis dan menutup kedua mata dengan
kuat
 Rasa kecap 2/3 anterior: Tidak dilakukan



 Nervus VIII:
 Nervus cochlearis: Terkesan normal.
Nervus vestibularis: Tidak dilakukan
Nervus IX and X:
 Arkus faring dan uvula ditengah, disfoni (-), disfagia (-)
Nervus XI:
Otot sternocleidomastoideus dan trapezius normal.
Nervus XII:
 Sikap lidah dalam mulut: deviasi (-), tremor (-), atrofi (-),
fasikulasi (-)
 Julurkan lidah: deviasi (-)

Motorik : Atrofi (-), fasikulasi (-), clonus (-)

Tonus:
Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

Kekuatan:

4433 3344

3322 2233

Refleks fisiologis:

Kanan Kiri

Biceps +2 +2

Triceps +2 +2

Brachioradialis +2 +2

Neurologis Patella +2 +2

Achilles +2 +2
Refleks patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-),
Gordon (-/-), Schaffner (-/-), Hoffman Trommer (-/-)
Sensorik :
Eksteroseptif
Raba : Hypesthesia setinggi thoracal 12 ke bawah
Nyeri : Hypesthesia setinggi thoracal 12 ke bawah
Suhu: tidak dilakukan.
Proprioseptif:
 Posisi sendi: Dalam batas normal
 Getar: Tidak dilakukan
Koordinasi:
 Tes tunjuk-hidung: Tidak dilakukan
 Tes tumit-lutut: Tidak dilakukan
 Disiadokinesis: Dalam batas normal
Otonom:
 Miksi: Tidak ada rasa ingin kencing
 Defekasi: Tidak ada rasa ingin BAB

Sekresi keringat: Pemeriksaan tidak dilakukan


Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung yang memberat sejak 1 bulan
lalu. Nyerinya seperti nyeri tumpul yang hilang timbul dan muncul
bersamaan dengan kedua kaki terasa sulit untuk diangkat. Satu minggu
sejak kelemahan ekstremitas bawah muncul, ada rasa kebas di kedua kaki.
Keluhan lain seperti BAB & BAK menjadi sulit. Kemudian kelemahan ini
menjalar ke ekstremitas atas. Pasien mengalami penurunan berat badan,
sesak nafas, mual dan muntah. Ada riwayat tuberkulosis paru dan telah
tuntas meminum obat anti-tuberkulosis pada tahun 2014. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan motorik yang melemah di ekstremitas atas dan bawah,
sensorik terasa makin tebal dari vertebra thoracal 12. Pada x-ray
thoracolumbal tidak ditemukan adanya kelainan. Sedangkan pada x-ray
paru ditemukan opasitas irregular difus dengan reticular pattern dan
kalsifikasi pada lapangan atas dan tengah paru bilateral.

Diagnosis
Klinis : Tetraparese, hypethesia setinggi thoracal 12
Topis : Medulla spinalis
Etiologi : Inflamasi
Patologi : Infeksi TB

1.1 Diagnosis Kerja


Compression Myelopathy ec susp Tuberkulosis

1.2 Diagnosis Banding


Myelopathy cervical ec Tuberkulosis
Guilain-Barre Syndrome
Multiple Sclerosis

1.3 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
1.4 Saran Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium : FBC, GDS, SGOT/SGPT, Kidney
function test, Liver function test

 MRI spine : cervical, thoracal, lumbal

 Lumbal puncture

1.5 Saran Terapi


 Farmakologi
 Ventolin nebu 1 amp TDS X
 Pulmicort nebu 1 amp TDS X
 Ambroxol PO 30 mg TDS X
 Curcuma PO 200 mg BD X
 Ranitidin IV 50mg BD X
 Ceftriaxone IV 2 gram OD VI
 Methylprednisolone IV 62.5 mg TDS XV
 Methycobalamine IV 500 MG TDS X
 Alpentin PO 100 mg TDS X

Laboratorium (29-08-2019)

Test Result Unit Reference Range

Full Blood Count

Haemoglobin 10.70 g/dL 11.70-15.50

Hematocrit 30.60 % 35.00-47.00

Erythrocyte (RBC) 3.72 106 /μl 3.80-5.20

White Blood Cell (WBC) 3.36 103 /μl 3.60-11.00

Differential Count

Basophil 0 % 0-1

Eosinophil 0 % 1-3

Band Neutrophil 3 % 2-6


Segment Neutrophil 71 % 50-70

Lymphocyte 19 % 25-40

Monocyte 7 % 2-8

Platelet Count 175.00 103 /μl 150.000-440.000

ESR 114 mm/hours 0-20

MCV, MCH, MCHC

MCV 82.30 fL 80.00-100.00

MCH 28.80 pg 26.00-34.00

MCHC 35.00 g/dL 32.00-36.00

Biochemistry

SGOT (AST) 221 U/L 0-32

SGPT (ALT) 103 U/L 0-33

Total Bilirubin 0.26 mg/dL 0.20-1.2

Direct Bilirubin 0.14 mg/dL 0.00-0.50

Indirect Bilirubin 0.12 mg/dL 0.00-0.70

Ureum 59.0 mg/dL <50.00

Creatinine 0.32 mg/dL 0.5-1.1

eGFR 152.5 mL/mnt/1.73 m2 ≥60

Blood Random Glucose 107.0 mg/dL <200.0

Electrolyte (Na, K, Cl)

Sodium (Na) 128 mmol/L 137-145

Potassium (K) 4.9 mmol/L 3.5-5.0

Chloride (Cl) 93 mmol/L 98-107

Immunology/Serology

Anti HIV (Rapid) Non Reactive Non Reactive


HbsAg (Qualitative) Non Reactive Non Reactive

Anti HCV (Rapid) Negative Negative

Urinalysis (29-08-2019)

Test Result Unit Reference Range

Macroscopic

Color Yellow

Appearance Clear Clear

Specific Gravity 1.005 1.000-1.030

pH 6.0 4.50-8.00

Leucocyte Esterase Negative Negative

Nitrit Negative Negative

Protein Negative Negative

Glucose Negative Negative

Keton Negative Negative

Urobilinogen 0.2 0.10-1.00

Bilirubin Negative Negative

Occult blood (1+) 25 Negative

Microscopic

Erythrocyte 4 cells/ μl 0-3

Leucocyte 0 cells/ μl 0-10

Epithel (1+) (1+)

Casts Negative

Crystals Negative

Others Negative
XR-Thorax PA/AP View (29-08-2019)

Impressions:
 Difus irregular opasitas dengan reticular pattern dan kalsifikasi pada lapangan atas dan
tengah paru bilateral DD/ asbestosis, TB, UIP
XR-Spine Thoracolumbalis AP, lateral views (30-08-2019)

Impressions:
 Tidak tampak destruksi corpus vertebra thoracolumbalis
 Tidak tampak paravertebral mass
Follow-up
31/08/2019 – 6H02 jam 06.00
S Pasien mengeluhkan adanya nyeri dan baal di kaki
KU : Tampak sakit sedang

TD : 100/60, N : 98 x/menit, R : 20x/menit, S : 36.8oC


GCS : E4M6V5
Status Generalis : Dalam batas normal
Tanda rangsang meningeal : Negatif
Nervus kranialis : Dalam batas normal
Kekuatan motorik extremitas atas : 4433/3344

O Kekuatan motorik extremitas bawah : 4422/2244


Refleks fisiologis : +2/+2
Refleks patologis : -/-

A Myelopathy cervical suspect myelitis tuberkulosis


Bekas tuberkulosis dd tuberkulosis relaps paru
IVFD normal saline 500ml/8 jam
 Ventolin nebu 1 amp TDS X
 Pulmicort nebu 1 amp TDS X
 Ambroxol PO 30 mg TDS X
 Curcuma PO 200 mg BD X
P
 Ranitidin IV 50mg BD X
 Ceftriaxone IV 2 gram OD VI
 Methylprednisolone IV 62.5 mg TDS XV
 Methycobalamine IV 500 MG TDS X
 Alpentin PO 100 mg TDS X
2/09/2019 – 6F02 jam 19.00
S Pasien mengeluhkan adanya nyeri dan baal di kaki
KU : Tampak sakit sedang

TD : 100/60, N : 98 x/menit, R : 20x/menit, S : 36.8oC


GCS : E4M6V5
Status Generalis : Dalam batas normal
Tanda rangsang meningeal : Negatif
Nervus kranialis : Dalam batas normal
Kekuatan motorik extremitas atas : 4433/3344

O Kekuatan motorik extremitas bawah : 4422/2244


Refleks fisiologis : +2/+2
Refleks patologis : -/-
A Myelopathy cervical suspect myelitis tuberkulosis
Bekas tuberkulosis dd tuberkulosis relaps paru
IVFD normal saline 500ml/8 jam
 Ventolin nebu 1 amp TDS X
 Pulmicort nebu 1 amp TDS X
 Ambroxol PO 30 mg TDS X
 Curcuma PO 200 mg BD X
P
 Ranitidin IV 50mg BD X
 Ceftriaxone IV 2 gram OD VI
 Methylprednisolone IV 62.5 mg TDS XV
 Methycobalamine IV 500 MG TDS X
 Alpentin PO 100 mg TDS X
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Myelitis merupakan sebuah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati)
yang disebabkan proses inflamasi (NINDS 2012). Serangan inflamasi pada medulla
spinalis dapat merusak atau menghancurkan mielin (selubung serabut sel saraf).
Kerusakan ini menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang menganggu
hubungan antara saraf pada medulla spinalis dan tubuh. Beberapa literatur sering
menyebutnya sebagai myelitis transverse atau myelitis transverse akut.1

2. Epidemiologi
Insiden ATM (Acute Tranverse Myelitis) dari seluruh usia dilaporkan sebanyak
1-8 kasus / 1 juta orang dengan perkiraan 1400 kasus baru per tahun yang didiagnosis
di Amerika Serikat.2 ATM dapat diderita oleh orang dewasa dan anak–anak terlepas
dari jenis kelamin maupun ras. ATM memiliki puncak insidensi yang berbeda yaitu
umur: 10-19 dan 30-39 tahun.3 Sekitar 20 % dari ATM terjadi pada anak-anak.2
ATM mungkin timbul dari berbagai penyebab, tetapi paling sering terjadi sebagai
fenomena autoimun setelah infeksi atau vaksinasi (jumlah 60% kasus pada anak-
anak) atau karena infeksi langsung, penyakit dasar seperti autoimun sistemik, atau
diperoleh penyakit demielinasi seperti multipel sklerosis atau spektrum dari
gangguan yang berhubungan dengan neuromyelitis optik.3

3. Etiologi
ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus, bakteri,
jamur, maupun parasit, human immunodeficiency virus (HIV), varicella zoster,
cytomegalovirus, dan TBC. Namun juga dapat disebabkan oleh proses non – infeksi
atau melalui jalur inflamasi. ATM sering terjadi setelah infeksi atau setelah
vaksinasi. ATM dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak,
penyakit lyme, dan beberapa vaksinasi seperti chikenpox dan rabies.1
Faktor etiologi lain yang dikaitkan dengan kejadian ATM adalah penyakit
autoimmune sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogren’s syndrome), sindrom
paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik sumsum tulang belakang meskipun tidak
jarang tidak ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga disebut sebagai
“idiopatik”.
4. Gejala dan Tanda Klinis
Keluhan utama pasien ATM adalah nyeri yang terlokalisir di pinggang seperti
tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan. Gejala lain yang
sering dikeluhkan adalah kebas, defisit motorik, ataxic gait, kehilangan kontrol miksi
dan defekasi. Gejala sensorik pada ATM adalah kehilangan sensorik pada daerah distal
sering terjadi, terutama dengan lesi di level thoracal. Sensasi yang dirasakan itu dapat
berupa kebas, paresthesia, allodynia.4
Gejala motorik pada ATM berupa tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki
dan lengan. Kelemahan seringkali ditemukan pada ekstremitas bawah namun juga
sering pada torso dan ekstremitas atas. Kekuatan otot dapat mengalami penurunan
secara progresif dan menimbulkan ataxic gait (kelemahan kaki secara menyeluruh).
Terjadi paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki) yang dapat menjadi paraplegia
(kelemahan pada kedua kaki dan punggung bagian bawah).
Gejala otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti retensi
urin dan buang air besar hingga gangguan passage usus dan disfungsi seksual sering
terjadi.5,6 Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita
mengalami masalah dengan sistem respiratori.

5. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Transverse myelitis memiliki beberapa kriteria inklusi dan eksklusi untuk
menegakkan diagnosanya.
Diagnosis transverse myelitis membutuhkan bukti peradangan terjadi di dalam
medulla spinalis. Opsi yang praktis dalam hal ini adalah MRI spine dan pungsi lumbal
untuk mengambil CSF. MRI spine menggunakan kontras gadolinium untuk
mengetahui enhancement kontras di tulang belakang. Sedangkan CSF diambil untuk
melihat apakah pleocytosis / peningkatan indeks IgG CSF (tanda positif inflamasi). Jika
tidak ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi, maka pemeriksaan perlu diulang antara
hari ke-2 hingga hari ke-7. Pemeriksaan penunjang seperti CBC dengan differential
count, ANA, ESR dilakukan dengan tujuan menyingkirkan transverse myelitis dengan
penyebab penyakit sistemik.5

6. Mendiagnosa Transverse Myelopathy

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan pungsi lumbal.
MRI spine direkomendasikan sebagai langkah pertama untuk menyingkirkan adanya
lesi struktural akibat compression (penekanan). Jika melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik dicurigai mielopati, MRI spinal cord dengan pemakaian kontras
godalinium harus dilakukan segera. Jika tidak ditemukan lesi struktural seperti massa
tulang belakang atau spondylolisthesis, maka langkah kedua adalah dilakukan pungsi
lumbal untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya peradangan saraf tulang belakang.
Analisis isi seluler CSF berfungsi sebagai indikator dari besarnya peradangan. Jika
ditemukan adanya enhancement gadolinium, pleocytosis WBC SCF atau peningkatan
CSF immunoglobulin, maka perlu dipikirkan adanya infeksi sebagai penyebab
myelopathy. Bila tidak ditemukan adanya pleositosis, maka perlu dipertimbangkan
myelopathy yang mengarah ke non-inflammatory seperti arteriovenous malformation
(AVM) dan emboli fibrocartilaginous.5
Pemeriksaan darah/ tes serologi sering membantu dalam mengesampingkan
adanya gangguan sistemik (seperti penyakit Sjogren atau lupus eritematosa sistemik)
dan gangguan metabolisme. Pemeriksaan penunjang seperti CBC dengan differential
count, ANA, ESR dilakukan dengan tujuan menyingkirkan transverse myelitis dengan
penyebab penyakit sistemik.5
Dilakukan MRI brain dengan kontras dan visual evoked potential untuk melihat
distribusi regional dari demyelination di saraf kepala. Hal ini bertujuan untuk
menyingkirkan beberapa kelainan seperti multiple sclerosis dan acute disseminated
encephalomyelitis. Tidak ditemukan adanya area demyelination multifocal dapat
menegakkan diagnosa transverse myelitis.5

7. Diagnosis Banding
Transverse myelitis sering salah didiagnosa dengan GBS (Guillain-Barré
syndrome) karena keduanya merupakan penyakit yang memiliki progress kehilangan
sensorik dan motorik yang cepat, terutama untuk ekstremitas bawah. Namun terdapat
beberapa perbedaan antara TM dan GBS. Perbedaannya adalah5

Selain GBS, transverse myelitis juga dapat menyerupai multiple sclerosis.


Terdapat perbedaan seperti klinis yang asimetris, lebih dominan mengenai masalah
sensorik dengan relative sparing dari motorik, ada abnormalitas pada MRI dan CSF.
Abnormalitas yang ditemukan pada MRI brain adalah lesi di white matter dan
Dawson’s finger. Sedangkan pada MRI spine ditemukan lesi kurang dari 2 segmen
vertebrae. Pada pemeriksaan CSF ditemukan oligoclonal bands dan peningkatan
indeks IgG.7

8. Penatalaksanaan
Acute transverse myelitis sering diberikan steroid dosis tinggi untuk
mengurangi inflamasi dan terbukti efektif. Obat methylprednisolone diberikan
dosis 0.5-1gram IV pada dewasa dan dosis 10-30 mg/kg untuk anak-anak selama
3-7 hari. Jika tidak ada perbaikan deficit neurologis, maka diberikan kortikosteroid
oral selama 2-6 minggu.8 Pemberian obat kortikosteroid menjadi sedikit berbeda
bila ditemukan adanya meningitis. Obat dexamethasone menjadi pilihan dengan
dosis 0.6 mg/kg/hari selama 4 hari untuk meningitis bacterial. Sedangkan untuk
meningitis tuberculosis diberikan dosis 12-16 mg/hari selama 3 minggu.1
Pemberian obat anti-tuberkulosis perlu diberikan pada pasien dengan myelitis
tuberkulosis selama 9-12 bulan. Obat lini pertama meliputi isoniazid, rifampicin,
pyrazinamide, streptomycin and ethambutol.9
Lini kedua adalah pemberian immunoglobulin intravena atau plasmapheresis.
Pemberiannya dipertimbangkan pada pasien dengan kesulitan berjalan, terganggu
fungsi otonom, kehilangan sensorik di ekstremitas bawah, dan tidak ada perbaikan
dalam 5-7 hari setelah pemberian steroid (derajat keparahan sedang-berat).
Belum tersedia tata cara penggunaan immunomodulatory untuk acute
transverse myelitis seperti cyclophosphamide 500-1000 mg/m2 secara intravena.
Namun, untuk transverse myelitis berulang dapat diberikan azathioprine 150-200
mg/hari, methotrexate 15-20 mg/minggu atau mycophenolate 2-3 gram/kg/hari.5
DAFTAR PUSTAKA
1. West TW. Transverse Myelitis — a Review of the Presentation , Diagnosis , and Initial
Management. 2019;
2. Wolf VL, Lupo PJ, Lotze TE. Pediatric Acute Transverse Myelitis Overview and
Differential Diagnosis. 2012;(August).
3. Frohman EM, Ph D, Wingerchuk DM. Transverse Myelitis. 2010;
4. Pidcock FS, Se G. What is acute transverse myelitis in children? ´. 2017;(May):243–54.
5. Kaplin AI, Pardo CA, Kerr D. Transverse myelitis : Pathogenesis , diagnosis and
treatment. 2004;(May 2014).
6. Kalita J, Shah S, Kapoor R, Misra UK. Bladder dysfunction in acute transverse myelitis :
magnetic resonance imaging and neurophysiological and urodynamic correlations.
2002;154–9.
7. Besteiro B. Review of the Etiological Causes and Diagnosis of Myelitis and Its Medical
Orientation Protocol. 2017;8(1):1–8.
8. Putruele AM, Legarreta CG, Limongi L, Rossi SE. Tuberculous Transverse Myelitis Case
Report and Review of the Literature. 2005;12(1):46–52.
9. Garg RK, Malhotra HS, Gupta R. Spinal cord involvement in tuberculous meningitis.
Spinal Cord. 2015;53(9):649–57.

Anda mungkin juga menyukai