Anda di halaman 1dari 101

Referat Anestesi:

Fisiologi Pernafasan dan


Anestesia Inhalasi
Disusun oleh : Olivia J. D. Adji Saroso (1305002546)
Dibimbing oleh : dr. Carla Oktaviani Pandrya, Sp.An
Pendahuluan
Fisiologi Paru dan
Hubungannya dengan
Anestesia: Anatomi Fungsional
Sistem Pernafasan
Tulang-tulang Iga dan Otot-otot Pernafasan

● Tulang-tulang:
○ Iga-iga
○ Sternum
○ Vertebra
Tulang-tulang Iga dan Otot-otot Pernafasan
● Otot-otot:
○ Diafragma
■ otot pernafasan utama
■ berperan dalam 75% perubahan volume rongga dada
○ Otot intekostalis eksterna:
■ Membantu inspirasi
○ Otot-otot aksesoris:
■ Sternocleiodmastoideus
■ Skaleneus
■ Pektoralis

→ Ekspirasi merupakan proses pasif, namun ekspirasi maksimal akan dibantu oleh kontraksi otot
interkostalis interna dan otot-otot abdominal
Tulang-tulang Iga dan Otot-otot Pernafasan

● Otot-otot yang membantu mempertahankan potensi jalan nafas:


○ Levator palati
○ Tensor palati
○ Palatopharyngeus
○ Palatoglossus

→ mencegah palatum mole jatuh ke belakang faring posterior khususnya


saat supinasi
Percabangan Trakeobronkial
Percabangan Trakeobronkial: Alveolus
● Ukuran dari alveolus merupakan fungsi dari baik gravitasi dan volume
paru.
● Alveolus memiliki rata-rata diameter sebesar 0,05-0,33 mm.
● Pada posisi tegak, alveolus terbesar terdapat pada puncak pernafasan,
sedangkan diameter terkecil cenderung terdapat di dasar. Dengan
inspirasi, perbedaan ukuran alveolus ini menghilang.
Percabangan Trakeobronkial: Alveolus
● Tiap-tiap alveolus berkontak dekat dengan jaring-jaring kapiler pulmoner.
● Dinding tiap alveolus tersusun secara asimeteris:
○ Permukaan yang tipis di mana pertukaran gas terjadi, epithel alveolus hanya
dipisahkan dari endothel kapiler oleh masing-masing membran seluler dan membran
basalisnya. (ketebalan kurang dari 0,4 μm) → terjadi pertukaran gas
○ Pada sisi yang tebal, di mana pertukaran cairan dan zat terjadi, rongga interstitial
pulmoner memisahkan epithel alveolus dari kapiler endothel. Rongga interstitial
pulmoner ini paling banyak mengandung elastin, kolagen, dan mungkin
serabut-serabut saraf. Sisi tebal (1-2 μm) memberikan sokongan struktural bagi
alveolus.
Percabangan Trakeobronkial: Alveolus
● 2 jenis pneumosit:
○ Tipe I :
■ Tipis, gepeng → pertukaran gas
■ Tight juctions → mencegah lewatnya molekul-molekul besar, seperti albumin
○ Tipe II:
■ Memproduksi surfaktan
■ Menggantikan tipe I yang rusak
■ Tahan terhadap toksisitas tipe II
● Sel-sel lain: makrofag, sel mast, limfosit, amino precursor uptake and decarboxylation
(APUD).
Sirkulasi dan Limfatik Pulmoner
● 2 sirkulasi:
○ Bronkial → kebutuhan metabolik
○ Pulmoner → reoksigenasi
● Terdapat koneksi antara kedua sirkulasi ini → venous admixture
● Kapiler Pulmoner:
○ Kapiler-kapiler pulmoner tergabung dalam dinding alveolus.
○ Diameter rata-rata dari kapiler → kira-kira 10 μm → pas untuk lewatnya satu sel darah merah.
○ Karena tiap jaring-jaring kapiler mensuplai lebih dari satu alveolus, darah dapat melewati
beberapa alveolus sebelum mencapai vena pulmoner.
○ Tekanan pada sirkulasi pulmoner yang relatif rendah, jumlah darah yang mengalir melalui
jaring-jaring kapiler dipengaruhi oleh gravitasi dan ukuran alveolus.
○ Alveolus yang besar memiliki kapiler yang lebih kecil → ada peningkatan resistensi terhadap
aliran darah.
Sirkulasi dan Limfatik Pulmoner
● Endothel Kapiler Pulmoner:
○ Junctions yang relatif besar (5 μm) → molekul-molekul besar seperti albumin untuk lewat.
○ Sebagai akibatnya, cairan interstisial pulmoner relatif kaya albumin.
○ Makrofag-makrofag dan neutrofil yang bersirkulasi dapat melewati endothel dan junctions epithel
alveolus yang lebih kecil, dengan gampang.
○ Makrofag-makrofag pulmoner umumnya dapat ditemukan pada rongga interstisial dan di dalam
alveolus. Makrofag-makrofag ini bertugas mencegah infeksi bakteri dan mengambil benda-benda
asing.
Sirkulasi dan Limfatik Pulmoner
● Limfatik Pulmoner:
○ Saluran limfatik bronkial mengembalikan cairan, protein yang hilang, dan berbagai macam sel
yang lolos ke interstisial peribronkovaskuler ke sirkulasi darah → homeostasis dan
memungkinkan fungsi paru terus berjalan.
○ Karena adanya junctions endothelial yang besar, limfa pulmoner memiliki kadar protein yang
tinggi dan aliran limfatik pulmoner total dapat mencapai 20mL/jam.
○ Pembuluh-pembuluh limfatik yang besar ini bergerak ke atas sepanjang jalan nafas, membentuk
rantai nodus limfatik.
○ Saluran drainasi limfatik dari kedua paru berhubungan sepanjang trakea.
Inervasi
● Diafragma → saraf-saraf phrenic yang berasal dari akar saraf C3-C5.
● Blok atau kelumpuhan saraf phrenic unilateral tidak menurunkan fungsi pulmoner terlalu
banyak (sekitar 25%) pada individu normal.
● Meskipun kelumpuhan otot phrenic bilateral mengakibatkan gangguan yang lebih parah,
aktifitas otot-otot aksesoris kemungkinan dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat
pada beberapa pasien.
● Otot-otot interkostal diinervasi oleh akar saraf thorakal sesuai tingkatnya. Cedera pada
korda servikal di atas C5 mengakibatkan tidak mungkin terjadinya ventilasi spontan karena
baik saraf phrenic dan saraf-saraf interkostal terpengaruh.
Inervasi
● Saraf vagus menyediakan persarafan sensorik untuk percabangan trakeobronkial.
● Baik inervasi simpatetik dan parasimpatetik otot polos bronkial dan kelenjar-kelenjar sekretorik
juga dipersarafi oleh saraf vagus.
● Aktifitas saraf vagal → bronkokonstriksi dan meningkatkan sekresi bronkial via reseptor
muskarinik.
● Aktifitas simpatetik (T1-T4) mengakibatkan bronkodilatasi dan menurunkan sekresi via reseptor β2.
● Baik reseptor α dan β adrenergik terdapat pada pembuluh darah pulmoner, namun biasanya sistem
persarafan simpatetik hanya memberikan sedikit efek pada tonus vaskular pulmoner.
● α1 → vasokonstriksi
● β2 → vasodilatasi. Aktifitas vasodilator parasimpatis dimediasi via pelepasan nitric oxide (NO).
Fisiologi Paru dan
Hubungannya dengan
Anestesia: Mekanisme
Pernafasan
Ventilasi Spontan
● Tekanan di dalam alveolus selalu > dari tekanan yang mengelilinginya (tekanan intrakthorakal) kecuali
alveolus kolaps.
● Tekanan alveolus biasanya sama dengan atmosfer (0) pada akhir-inspirasi dan akhir-ekspirasi.
● Ptranspulmoner = Palveolar - Pintrapleural
● Inspirasi:
○ Pintrapleural biasanya sekitar -5 cm H2O → -8 atau -9 cm H2O.
○ Palveolar juga menurun (antara 13 dan 14 cm H2O)
○ Gradien tekanan alveolar-saluran nafas atas; gas mengalir dari saluran nafas atas ke alveolus.
○ Pada akhir-inspirasi (saat masuknya gas berhenti) tekanan alveolar kembali ke 0, namun
tekanan intrapleural tetap menurun → Ptranspulmoner yang baru terjadi ini (5 cm H2O)
mempertahankan ekspansi dada.
Ventilasi Spontan
● Ekspirasi:
○ relaksasi diafragma kembali ke tekanan intrapleural -5 cm H2O.
○ Ptranspulmoner ini tidak mendukung volume paru yang baru + rekoil elastis dari paru
menyebabkan kembalinya gradient alveolus-saluran nafas atas ke awal
○ Gas mengalir keluar alveolus
○ Volume awal paru-paru dikembalikan.
Ventilasi Mekanis

● Sebagian besar ventilasi mekanis secara intermitten memberikan tekanan udara positif
pada saluran nafas atas.
● Inspirasi: gas mengalir ke alveolus hingga tekanan alveolar setara dengan tekanan pada
saluran nafas atas.
● Ekspirasi:
○ tekanan udara positif dihilangkan atau dikurangi
○ gradien tekanan kembali,
○ gas mengalir keluar dari alveolus.
Fisiologi Paru dan
Hubungannya dengan
Anestesia: Mekanisme Paru
Resistensi Elastis
Berkaitan erat dengan 2 gaya:

● Rekoil elastis paru → kecenderungan paru-paru untuk kolaps


○ Paru akan kolaps bila berkontak dengan udara atmosferik
● Elastisitas dinding dada → kecenderungan ekspansi keluar
○ Akan terjadi ekspansi luas dinding dada bila berkontak dengan udara atmosferik →
pneumothorax terbuka
Resistensi Elastis: Gaya Tensi Permukaan
● Interfase gas udara-cairan yang melapisi alveolus menyebabkan alveolus ini bersifat seperti
gelembung.
● Gaya tensi permukaan cenderung menurunkan area interfase dan mendukung kolaps alveolus.
● Surfaktan menurunkan tensi permukaan alveolus.
○ Kemampuan surfaktan untuk menurunkan tensi permukaan secara berbanding lurus dengan
konsentrasinya di dalam alveolus
■ tekanan intraalveolar yang lebih rendah pada alveolus yang lebih kecil. Semakin kecil
alveolus, surfaktan di dalamnya menjadi lebih terkonsentrasi sehingga tensi
permukaannya tereduksi secara lebih efektif.
■ Alveolus terlalu terdistensi, surfaktan menjadi kurang terkonsentrasi dan tensi
permukaan meningkat.
■ Efek nett dari adanya ini adalah untuk menstabilkan alveolus
Resistensi Elastis: Kompliansi
● Rekoil elastis biasanya diukur berdasarkan kompliansi (C), yang didefinisikan sebagai
perubahan volume dibagi perubahan tekanan yang mendistensi.
● Pengukuran kompliansi dapat didapatkan dari rongga dada, paru-paru, atau keduanya.
● CL normal bernilai 150-200 mL/cm H2O.
○ Berbagai faktor, termasuk volume paru, volume darah pulmoner, air ekstravaskuler
paru, dan proses-proses patologis (misalnya inflamasi dan fibrosis) mempengaruhi CL
di mana tekanan transthorakal sama dengan tekanan atmosferik dikurangi tekanan
intrapleural.
● Kompliansi rongga dada normal adalah 200 mL/cm H2O. kompliansi total adalah 100 mL/cm
H2O
Volume-volume Paru
Volume-volume Paru: Kapasitas Residual
Fungsional (FRC)
● FRC = jumlah udara yang masih terdapat di dalam paru-paru setelah ekspirasi normal.
● FRC memiliki volume sekitar 3-4L dan dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, tinggi, dan berat
seseorang.
● FRC meningkat seiring dengan tinggi dan usia, dan menurun dengan peningkatan berat
badan, sedangkan secara umum jumlahnya lebih kecil pada wanita dibandingkan pada pria.
● Keseimbangan antara gaya tarik ke dalam paru (rekoil elastis) dan gaya ke luar dinding dada
menentukan besarnya volume FRC ini
Volume-volume Paru: Kapasitas Residual
Fungsional (FRC)
● Paling tidak ada dua alasan yang baik mengapa tetap ada udara di dalam paru-paru setelah
ekspirasi:
○ Bila alveolus kolaps setelah ekspirasi, besarnya usaha yang nantinya harus
dikeluarkan untuk membuka kembali alveolus-alveolus tersebut akan melebihi udara
yang dikeluarkan selama pernapasan biasa.
○ Udara yang diinspirasi bercampur dengan udara yang masing menetap di paru-paru,
sehingga menyetarakan variasi konsentrasi O2 dan CO2 yang terjadi selama siklus
pernafasan. Bila hanya terdapat sedikit udara di paru, variasi udara di alveolus akan
lebih luas dan variasi ini akan menyebabkan variasi Pao2 dan Paco2 dalam darah.
Volume-volume Paru: Kapasitas Residual
Fungsional (FRC)
● Dengan peningkatan ventilasi, volume tidal (Vt) juga mengalami peningkatan baik saat
inspirasi maupun saat ekspirasi.
● Peningkatan Vt ini menyebabkan penurunan FRC sebanyak kurang lebih 0,5L.
● Namun dengan adanya obstruksi jalan nafas, ekspirasi diperlambat sehingga volume
akhir-ekspirasi justru mengalami peningkatan dibanding penurunan. Fenomena ini disebut
“air-trapping” dan merupakan cara menurunkan resistensi terhadap aliran udara di jalan
nafas yang menyempit.
● air-trapping ini harus dibayar karena dengan peningkatan tingkat pernafasan akan
meningkatkan usaha elastis dari pernapasan.
Volume-volume Paru: Kapasitas Residual
Fungsional (FRC)
● FRC meningkat dengan usia akibat hilangnya jaringan paru yang elastis, sehingga gaya
kontraktilitas dari paru akan berkurang dan menggeser titik keseimbangan antara rekoil
elastis dengan tarikan keluar rongga dada yang memungkinkan paru untuk memiliki volume
yang lebih besar.
● Pada pasien-pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), peningkatan FRC lebih
cepat dibandingkan orang-orang normal karena efek dari air-trapping kronis dan hilangnya
jaringan elastis yang lebih parah (khususnya pada empisema).
● FRC berkurang pada penyakit-penyakit paru yang dikarakteristikan dengan adanya fibrosis
dari paru seperti fibrosis idiopatik, pneumokoniosis, dan berbagai macam granulomatosis
dan vaskulitis.
Volume-volume Paru: Kapasitas Paru Total (TLC)
● Volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal disebut sebagai kapasitas paru total.
● TLC = 6-8L.
● TLC dapat meningkat pada pasien dengan PPOK baik karena overekspansi atau hiperinflasi
dari alveolus atau karena destruksi dinding alveolus akibat hilangnya jaringan elastis seperti
pada empisema.
● Pada kasus-kasus yang ekstrim, TLC dapat meningkat hingga 50% atau hingga mencapai
11-12L.
● Penyakit restriktif → TLC dapat menurun seimbang dengan keparahan proses fibrosis dan
dapat serendah 3-4L.
Volume-volume Paru: Volume Residual (RV)
● RV = Volume udara yang menetap setelah ekspirasi maksimal
● Berkisar antara 2-2,5L.
● Terhentinya ekspirasi sebelum semua udara keluar dari paru diakibatkan 2 hal.
○ Jalan nafas pada bagian distal yang memiliki diameter 2mm atau kurang akan
menutup sebelum terjadi kolapsnya alveolus → mencegah alveolus terjepit hingga
kosong.
○ Dinding dada, tulang-tulang iga, dan diafragma tidak dapat terdistorsi yang
menyebabkan hingga semua udara dalam paru keluar.
Volume-volume Paru: Kapasitas Vital (VC)
● VC = Volume maksimal yang dapat diinspirasi dan ekspirasi
● VC = TLC - RV, berkisar antara 4-6L (60-70 mL/kgBB)
● VC menurun pada penyakit paru restriktif sebelum terjadinya penurunan RV.
● VC juga menurun pada penyakit paru obstruktif → akibat adanya air-trapping kronis yang
meningkatkan RV, namun mengorbankan VC. TLC juga meningkat, namun tidak
proporsional dengan peningkatan RV. Efek net nya dapat berupa TLC sebesar 12L, yang
terdiri dari 11L RV dan VC sekecil 1L.
Kapasitas Penutupan (Closing Capacity=CC)

● Saluran-saluran nafas kecil yang tidak memiliki sokongan kartilago bergantung penuh pada
traksi radial yang disebabkan adanya rekoil elastis dari jaringan-jaringan di sekitarnya
untuk tetap terbuka.
● Patensi saluran nafas ini → sangat bergantung pada volume paru.
● CC = volume paru dimana saluran-saluran nafas ini mulai menutup
● Pada volume paru yang lebih rendah, alveolus pada daerah yang dependen akan tetap
terperfusi namun tidak lagi terventilasi mengakibatkan terjadinya shunting intrapulmoner
dari darah yang terdeoksigenasi yang mendukung terjadinya hipoksemia.
Kapasitas Penutupan (Closing Capacity=CC)

● Secara normal, CC berada jauh di bawah FRC


● CC ini akan meningkat secara stabil seiring dengan bertambahnya usia.
● Peningkatan ini mungkin bertanggungjawab untuk penurunan normal tekanan arterial O2
yang terkait usia.
● 44 tahun, CC = FRC saat posisi supinasi
● 66 tahun, CC setara atau melebihi FRC pada posisi tegak pada sebagian besar individu.
● Tidak seperti FRC, CC tidak dipengaruhi oleh postur.
Resistensi Nonelastik: Resistensi Jalan Nafas
terhadap Aliran Udara
● Resistensi jalan nafas normal adalah sekitar 0,5-2 H2O/L/detik
● Kontribusi terbesar diberikan oleh bronkus berukuran sedang (sebelum generasi ke-7).
Resistensi pada bronkus yang besar rendah karena diameternya yang besar, sedangkan
pada bronkus kecil resistensinya rendah karena total area potong-lintangnya yang luas.
● Penyebab paling sering meningkatnya resistensi jalan nafas:
○ Brokospasme
○ sekresi dan edema mukosal,
○ kolaps jalan nafas yang berhubungan dengan volume dan aliran udara.
Resistensi Nonelastik: Resistensi Jalan Nafas
terhadap Aliran Udara
● Kolaps Jalan Nafas Berhubungan dengan Volume
○ Pada volume paru yang rendah, hilangnya traksi radial meningkatkan kontribusi jalan
nafas kecil ke resistensi total di mana resistensi jalan nafas berbanding terbalik
dengan volume paru.
○ Peningkatan volume paru dengan tekanan positif akhir-ekspirasi (positive
end-expiratory pressure = PEEP) dapat menurunkan resistensi jalan nafas.
Resistensi Nonelastik: Resistensi Jalan Nafas
terhadap Aliran Udara
● Kolaps Jalan Nafas Berhubungan dengan Aliran Udara
○ Saat ekshalasi paksa, kembalinya tekanan transmural yang normal dapat
mengakibatkan kolaps dari jalan nafas ini (kompresi jalan nafas dinamis).
○ Dua faktor yang berkontribusi:
■ Adanya pembentukan tekanan pleura positif
■ Turunnya tekanan secara drastis sepanjang jalan nafas intrathorakal sebagai
akibat dari meningkatnya resistensi jalan nafas.
Resistensi Nonelastik: Resistensi Jalan Nafas
terhadap Aliran Udara
● Kapasitas Vital Paksa (Forced Vital Capacity = FVC)
○ Pengukuran kapasitas vital sebagai ekshalasi semaksimal dan secepat mungkin
memberikan informasi penting tentang resistensi jalan nafas.
○ Rasio dari volume ekspirasi paksa pada detik pertama ekshalasi (FEV1) terhadap FVC
berbanding lurus dengan derajat obstruksi jalan nafas.
○ Normalnya, FEV1/FVC ≥80%.
Resistensi Jaringan

● Komponen resistensi nonelastis ini sering diremehkan dan tidak dianggap, namun
sesungguhnya dapat berperan hingga setengah dari resistensi jalan nafas total.
● Resistensi jaringan ini utamanya akibat resistensi viskoelastis dari jaringan terhadap aliran
udara.
Usaha Pernafasan
● Karena ekspirasi normal merupakan suatu proses yang pasif, baik usaha nafas inspiratorik
maupun ekspiratorik dikerjakan oleh otot-otot inspiratorik, terutama diafragma. Tiga faktor
harus dilampaui selama ventilasi:
○ Rekoil elastis dari rongga dada dan paru-paru
○ Resistensi friksional terhadap aliran udara di jalan nafas
○ Resistensi friksional jaringan.
Efek Anestesia terhadap Mekanisme Pernafasan
● Efek terhadap Volume Paru dan Kompliansi
○ Terjadi beberapa saat setelah induksi dilakukan.
○ Posisi supinasi mengurangi FRC sebanyak 0,8-1L, sedangkan induksi anestesia
mengurangi FRC lebih jauh lagi sebanyak 0,4-0,5L.
○ Menurunnya FRC → kolaps alveolar dan atelektasis kompresi:
■ hilangnya tonus otot inspiratorik
■ perubahan rigiditas dinding dada
■ serta pergeseran ke atas diafragma.
Efek Anestesia terhadap Mekanisme Pernafasan
● Efek terhadap Volume Paru dan Kompliansi
○ Berkurangnya FRC ini tidak berkorelasi dengan dalamnya anestesia dan dapat
menetap selama beberapa jam atau hari setelah anestesia.
○ Posisi kepala di bawah (Trendelenburg) >300 mungkin mengurangi FRC lebih jauh lagi
dengan meningkatnya aliran darah ke intrathorakal.
○ Kelumpuhan otot tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan FRC secara signifikan
bila pasiennya sudah dianestesi.
Efek Anestesia terhadap Mekanisme Pernafasan

● Efek terhadap Volume Paru dan Kompliansi


○ Efek anestesia terhadap CC lebih bervariasi.
○ Baik FRC ataupun CC secara umum tereduksi dengan seimbang selama dilakukan
anestesia. → resiko terjadinya peningkatan shunting intrapulmnar sama dengan saat
pasien bangun
■ resiko terbesar terdapat pada orang-orang tua, obesitas, dan pada pasien
dengan penyakit paru.
Efek Anestesia terhadap Mekanisme Pernafasan

● Efek terhadap Resistensi Jalan Nafas


○ Berkurangnya FRC yang diasosiasikan dengan anestesia umum akan diantisipasi
memiliki efek untuk meningkatkan resistensi jalan nafas.
○ Pengingkatan resistensi ini biasanya tidak muncul → efek bronkodilator dari
anestesia inhalasi volatil.
○ Peningkatan resistensi jalan nafas lebih sering terjadi akibat :
● faktor-faktor patologis (pergeseran ke posterior dari lidah, laringospasme,
bronkokonstriksi, atau sekresi, darah, atau tumor di jalan nafas)
● masalah peralatan (tube atau konektor trakeal yang kecil, malfungsi
katub-katub, atau adanya obstruksi pada sirkuit pernafasan).
Efek Anestesia terhadap Mekanisme Pernafasan
● Efek terhadap Usaha Nafas
○ Peningkatan usaha nafas di bawah pengaruh anestesia paling sering terjadi akibat
menurunnya kompliansi paru dan dinding dada
○ lebih jarang diakibatkan peningkatan resistensi jalan nafas.
○ ditangani dengan ventilasi mekanik terkendali.
● Efek terhadap Pola Pernafasan
○ Apapun agen anestesia yang digunakan, anestesia ringan biasanya akan mengakibatkan
pola pernafasan yang ireguler dan tahan nafas sering terjadi. Nafas menjadi lebih reguler
dengan anestesia yang lebih dalam.
○ Agen-agen inhalasi secara umum akan menyebabkan nafas yang cepat dan dangkal,
sedangkan teknik nitrous-opioid akan berujung pada nafas yang pelan dan dalam.
Fisiologi Paru dan
Hubungannya dengan
Anestesia: Hubungan
Ventilasi/Perfusi
Ventilasi
● Ventilasi merupakan udara yang keluar dan masuk dari udara bebas ke alveolus.
● Minute ventilation = jumlah semua volume udara yang diekshalasi dalam 1 menit (minute
ventilation atau V).
● Minute ventilation = laju nafas x volume tidal. → minute ventilation adalah sekitar
5L/menit.
● Vt yang tidak berpartisipasi dalam pertukaran gas alveolus ini disebut dead space (VD).
○ Ventilasi alveolus (VA) adalah volume dari udara yang diinspirasi yang benar-benar
terlibat dalam pertukaran udara dalam 1 menit.
○ VA = laju nafas x (Vt-VD)
Ventilasi
● Dead space terdiri dari udara-udara pada jalan nafas nonrespiratori (dead space anatomis)
dan pada alveolus yang tidak terperfusi (dead spance alveolus).
● Jumlah total dari dua komponen ini menjadikan dead space fisiologis. Pada posisi tegak,
dead space normal berkisar 150 mL (2mL/kgBB) pada dewasa, dan hampir semuanya adalah
dead space anatomis.
● Berat seseorang secara kasar memperkirakan dead space nya dalam mililiter.
● Vt sendiri pada dewasa memiliki rata-rata 450 mL (6mL/kgBB).
● VD/Vt normalnya memiliki nilai 33%.
Ventilasi: Distribusi
● Ventilasi alveolus terdistribusi secara tidak merata di dalam paru.
○ Paru-paru kanan mendapatkan ventilasi yang lebih banyak dibanding yang kiri (53%
vs 47%)
○ Paru yang lebih bawah (dependen) cenderung lebih terventilasi dibandingkan bagian
atas karena adanya gradient di tekanan intrapleural yang diakibatkan gravitasi
(tekanan transpulmonar).
○ Tekanan pleura menurun sekitar 1 cm H2O tiap 3 cm penurunan di ketinggian
paru-paru. Akibat tekanan transpulmonar yang lebih tinggi, alveolus di bagian
paru-paru yang lebih di atas terinflasi hingga hampir maksimal dan relatif tidak
komplian → saat inspirasi hanya mengalami sedikit perubahan.
Ventilasi: Distribusi
● Resistensi jalan nafas juga dapat berkontribusi terhadap perbedaan pada ventilasi
pulmonar.
● Volume inspirasi alveolus final bergantung pada kompliansi bila waktu inspirasi tidak
terhingga. → waktu inspirasi selalu terbatas karena adanya laju nafas dan adanya waktu
yang dibutuhkan untuk ekspirasi.
● Sebagai konsekuensinya, waktu inspirasi yang terlalu pendek akan mencegah alveolus
mencapai perubahan volume yang diharapkan. Lebih lagi, pengisian alveolus bergantung
pada baik kompliansi dan resistensi jalan nafas.
● Oleh karenanya, bahkan dengan waktu inspirasi yang normal, kelainan pada kompliansi dan
resistensi dapat mengganggu pengisian alveolus yang lengkap.
Ventilasi: Konstan Waktu
● Inflasi paru dapat dideskripsikan secara matematis sebagai konstan waktu, T.
● T = kompliansi total x resistensi jalan nafas.
● Variasi regional dari resistensi atau kompliansi tidak hanya mengganggu pengisian alveolus
selama inspirasi, namun ini juga berarti bahwa beberapa unit alveolus ada yang terus terisi
saat yang lain kosong.
● Variasi konstan waktu pada paru-paru normal dapat ditunjukkan pada individu normal yang
bernafas secara spontan di saat laju nafas yang tinggi.
● Pernafasan yang dangkal dan cepat mengembalikan distribusi normal dari ventilasi, yang
lebih mendukung pengisian saluran nafas daerah atas (nondependent) dibanding area yang
di bawah (dependen).
Perfusi Pulmoner
● Dari total 5 L/menit darah yang mengalir melewati paru-paru, hanya sekitar 70-100 mL
pada satu waktu yang berada di dalam kapiler pulmonar dan mengalami pertukaran gas.
● Pada membran alveolus-kapiler, volume yang kecil ini membentuk 50-100 m2 lembar darah
dengan ketebalan kira-kira 1 sel.
● Lebih lagi, untuk memastikan pertukaran gas yang optimal, tiap kapiler memperfusi lebih
dari satu alveolus.
Perfusi Pulmoner
● Meskipun volume kapiler cenderung konstan, volume darah pulmonar total dapat bervariasi antara
500 - 1000 L.
● Peningkatan dari CO atau volume darah ditoleransi dengan perbedaan kecil di tekanan sebagai hasil
dari dilatasi pembuluh darah kecil, dan kemungkinan beberapa pembuluh darah pulmonar yang
kolaps.
● Peningkatan kecil dari volume darah pulmonar terjadi saat sistol jantung dan tiap inspirasi
normal.
● Perubahan posisi dari supinasi ke tegak mengurangi volume darah pulmonar hingga 27%,
sedangkan posisi Trendelenburg memiliki efek kebalikannya.
● Perubahan pada kapasitans sistemik juga mempengaruhi volume darah pulmonar:
venokonstriksi sistemik menggeser darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonar→
paru-paru menjadi reservoir dari sirkulasi sistemik
Perfusi Pulmoner
● Faktor-faktor lokal memiliki peran lebih penting dalam sistem otonom yang mempengaruhi tonus vaskuler
pulmonar.
● Hipoksia → stimulus kuat untuk terjadinya vasokonstriksi pulmonar (kebalikan dari efek sistemik).
● Hipoksia pada alveolus merupakan stimulus yang lebih kuat → akibat efek langsung hipoksia
terhadap vaskulatur pulmonar atau peningkatan produksi leukotrienes relatif terhadap
prostaglandin yang bersifat vasodilator.
● Vasokonstriksi pulmoner hipoksik (Hypoxic Pulmonary Vasoconstriction = HPV) → mekanisme
fisiologi yang penting dalam mengurangi shunting intrapulmoner dan mencegah terjadinya
hipoksemia.
● Hiperoksia → efek yang kecil terhadap sirkulasi pulmonar pada individu normal.
● Hiperkapnia → konstriktor
● Hipokapnia → vasodilatasi pulmonar, kebalikan terhadap apa yang terjadi di sirkulasi sistemik.
Perfusi Pulmoner: Distribusi
● Aliran darah pulmonar juga tidak sama pada seluruh bagian paru.
● Area paru bagian bawah (dependen) mendapatkan aliran darah > bagian atas (nondependen).
○ Karena adanya gradien gravitasional sebesar 1 cm H2O/cm tinggi paru.
○ Tekanan yang rendah ada sirkulasi pulmonar memungkinkan gravitasi untuk
memberikan efek yang signifikan pada aliran darah.
○ Selain itu pada pemindaian perfusi in vivo pada individu normal, ditemukan
bahwa terdapat distribusi perfusi yang berlapis-lapis seperti bawang, di mana
aliran darah di perifer paru lebih rendah dan menuju ke hilum lebih banyak
● Meskikun tekanan perfusi pulmonar tidak sama pada seluruh lapang paru, tekanan
distensi alveolus cenderung konstan. Adanya hubungan ini membagi paru-paru
menjadi 4 zona berbeda yang dinamakan Zona West.
Perfusi Pulmoner: Rasio Ventilasi/Perfusi
● Karena ventilasi alveolus (Va) normalnya sekitar 4L/menit, sedangkan perfusi kapiler pulmonar
(Q) adalah 5 L/menit, maka rasio V/Q secara keseluruhan adalah 0,8 V/Q untuk tiap unit paru (tiap
alveolus dengan kapilernya), dan dapat berkisar dari 0 (tidak ada ventilasi) hingga tak terhingga
(tidak ada perfusi).
● Kondisi tanpa ventilasi → shunt intrapulmonar, kondisi tanpa perfusi → dead space alveolar.
● V/Q secara normal berkisar antara 0,3-3,0; namun pada mayoritas lapang paru rasio V/Q nya
mendekati 1,0.
● Karena pada bagian paru yang nondependen perfusinya meningkat dengan laju yang lebih cepat
dibanding dengan ventilasinya, maka bagian apikal paru cenderung memiliki rasio V/Q yang lebih
tinggi dibanding yang berada di basal (dependen).
Perfusi Pulmoner: Rasio Ventilasi/Perfusi
● Pentingnya rasio V/Q ini berkorelasi dengan efisiensi satuan paru untuk menresaturasi darah
vena dengan O2 dan mengeliminasi CO2.
● Darah vena pulmonar dari area dengan rasio V/Q rendah memiliki tensi O2 yang rendah dan tensi
CO2 yang tinggi, serupa dengan darah vena sistemik.
● Darah dari satuan ini memiliki kecenderungan untuk menekan tensi arterial O2 dan meningkatkan
tensi arterial CO2. Efeknya pada tensi arterial O2 lebih jelas daripada tensi arterial CO2.
● Bahkan pada kenyataannya tensi arterial CO2 seringkali menurun dari peningkatan ventilasi
alveolus akibat refleks yang diinduksi hipoksemia.
● Peningkatan pengambilan O2 tidak dapat dicapai di area V/Q normal karena biasanya darah
pulmonar akhir-kapiler biasanya sudah tersaturasi penuh dengan O2.
Shunts
● Shunts = proses dimana darah vena yang tercampur dan terdesaturasi dari jantung kanan
kembali ke jantung kiri tanpa mengalami resaturasi O2 di paru-paru.
● Efek shunting —> penurunan konsentrasi O2 arterial. Shunt tipe ini dinamakan shunt
kanan-ke-kiri. Shunt kiri-ke-kanan bila tidak disertai kongesti paru tidak akan
mengakibatkan hipoksemia.
● Shunts intrapulmonar seringkali diklasifikasikan:
○ Shunt absolut merujuk pada shunt anatomis dan unit paru dimana rasio V/Q adalah 0,
○ shunt relatif adalah area paru di mana rasio V/Q rendah.
○ Secara klinis, hipoksemia dari shunt relatif dapat dikoreksi parsial dengan
meningkatkan fraksi inspirasi O2 sedangkan shunt absolut tidak akan terkoreksi.
Shunts: Venous Admixture
● Venous admixture merupakan jumlah darah vena yang tercampur yang akan bergabung
dengan darah akhir-kaliper pulmonar yang menyebabkan adanya perbedaan tensi O2 darah
arterial dan darah akhir-kapiler pulmonar.
● Darah di akhir-kapiler pulmonar dianggap memiliki konsentrasi yang sama dengan alveolus.
● Venous admixture biasanya diekspresikan sebagai fraksi dari total CO (Qs/Qt).
● Venous admixture biasanya adalah akibat:
○ komunikasi dari vena-vena bronkial dalam dengan vena pulmonar
○ sirkulasi thebesian jantung
○ daerah V/Q rendah di paru.
● Venous admixture normal pada individu sehat (shunt fisiologis) biasanya kurang dari 5%.
Efek Anestesia pada Pertukaran Gas
● Peningkatan dead space
● Hipoventilasi
● Peningkatan shunting intrapulmoner.
● Peningkatan scatter rasio V/Q
● Peningkatan venous admixture hingga 5-10% akibat atelektasis dan kolaps jalan nafas pada bagian
paru yang dependen.
a. FiO2 30-40% dapat mencegah hipoksemia, menunjukkan bahwa anestesia meningkatkan
shunt relatif.
b. PEEP juga efektif menurunkan venous admixure dan mencegah hipoksemia selama anestesi
umum selama CO dipertahankan.
Efek Anestesia pada Pertukaran Gas
● Pemberian oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang diasosiasikan dengan atelektasis dan
pembentukan shunt absolut.
a. Atelektasis di sini adalah yang dikenal dengan atelektasis resorpsi yang terjadi di daerah
dengan V/Q rendah pada FiO2 mendekati 100%.
b. Perfusi akan mengakibatkan transport oksigen keluar alveolus lebih cepat dari masuknya,
sehingga pengosongan alveolus akan terjadi secara utuh dan terjadilah kolaps alveolus.
● Agen-agen inhalasi termasuk N2O menghambat HPV pada dosis tinggi.
Fisiologi Paru dan
Hubungannya dengan
Anestesia: Kontrol Pernafasan
Pusat Pernafasan Sentral
● 2 grup besar di medulla:
○ Dorsal respiratory group:
■ inspirasi
■ Berhubungan dengan traktus solitarius —> berhubungan dengan perubahan
refleks bernafas saat terdapt stimulasi vagal dan glossifaringeal
○ Ventral respiratory group —> ekspirasi
● 2 area di pons: —> mempengaruhi dorsal respiratory group
○ Apneustik —> eksitatori
○ Pneumotaxic —> inhibitori
Pusat Sentral
● Yang terpenting: kemoreseptor yang terletak di permukaan anterolateral dari medulla
● Kemoreseptor ini merespon secara primer terhadap perubahan di liquor serebrospinal
(LCS) —> Peningkatan PaCO2 akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen di LCS yang
akan mengaktifkan kemoreseptor.
Sensor Perifer: Kemoreseptor
● Badan karotid (pada bifurkasio arteri karotis komunis) - merupakan kemoreseptor perifer
yang paling penting pada manusia
● Sensitif terhadap perubahan Pao2, Paco2, pH, serta tekanan perfusi arteri.
● Kemoreseptor ini berinteraksi dengan pusat pernafasan sentral via nervus glossofaringeus.
Sensor Perifer: Reseptor Paru
● Impuls dari reseptor-reseptor ini dibawa ke sentral oleh nervus vagus
→ Reseptor regang terdistribusi di seluruh otot polos jalan nafas → bertanggungjawab
menginhbisi inspirasi saat paru-paru terinflasi berlebihan (refleks inflasi Hering-Breuer) dan
memendekkan ekshalasi saat paru terdeflasi (refleks deflasi). → efek kecil pada manusia
● Reseptor-reseptor iritan pada mukosa trakeobronkial bereaksi terhadap gas-gas iritan,
asap, debu, dan dingin yang akan mengaktifkan refleks yang meningkatkan laju nafas,
bronkokonstriksi, dan batuk.
● Reseptor J (juxta-capillary) ada di rongga interstisial di dalam dinding alveolus dan akan
menginduksi dyspnea sebagai respon terhadap ekspansi volume rongga interstisial dan
mediator-mediator kimia yang lain.
Sensor Perifer: Reseptor Lain
Termasuk berbagai reseptor otot dan sendi-sendi pada otot-otot pulmoner dan dinding dada.
Efek Anestesia pada Kontrol Pernafasan
● Efek anestesia yang terpenting adalah promosi hipoventilasi akibat:
○ Depresi sentral kemoreseptor
○ Depresi terhadap aktifitas otot interkostalis.
■ Besarnya hipoventilasi berbanding lurus dengan kedalaman anestesia. Semakin
dalam anestesia, kecuraman kurva Paco2/minute ventilation berkurang dan
threshold apnea bertambah.
Efek Anestesia pada Kontrol Pernafasan
● Respon perifer terhadap hipoksemia lebih sensitif terhadap anestesia daripada respons
sentral CO2, yang bahkan hilang dengan dosis subanestetik sebagian besar agen-agen
inhalasi (termasuk N2O) dan banyak agen-agen intravena.
Anesthesia Inhalasi: Minimal
Alveolar Concentration
Mean Alveolar Concentration (MAC)

“Potensi dari suatu anestesia inhalasi dicerminkan dari MAC nya


atau (minimal alveolar concentration) yang pada tekanan 1 atm
akan menghilangkan response motorik terhadap respons nyeri
pada 50% pasien”
Anesthesia Inhalasi:
Farmakokinetik
Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Inspirasi
(F
● ) Rate aliran gas segar.
I
● Volume sistem pernafasan
● Absorpsi oleh mesin atau sirkuit pernafasan.
Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Inspirasi
(FA)
● Penyerapan oleh tubuh
○ Kelarutan dalam darah → BGPC
○ Aliran darah alveolus
○ Perbedaan tekanan parsial di alveolus dan vena
● Ventilasi
● Konsentrasi
○ Concentrating effect
○ Augmented inflow effect
Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Inspirasi
(F )
● a Ketidaksesuaian Ventilasi/Perfusi merupakan faktor yang mempengaruhi konsentrasi arterial.
● Ketidaksesuaian ini menyebabkan restriksi aliran gas —> peningkatan tekanan di depan restriksi,
dan menurunkan tekanan setelah restriksi, dan menurunkan aliran sepanjang restriksi.
● Efek keseluruhannya adalah peningkatan tekanan parsial alveolar (khususnya bagi agen-agen
yang mudah larut) dan menurunkan tekanan parsial arterial (khususnya bagi agen-agen yang tidak
mudah larut).
Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi

● Anestesia dapat dieliminasi melalui 3 cara:


○ biotransformasi —> peran minimal, paling terlihat pada zat-zat yang mudah larut
○ kehilangan transkutan —> insignifikan
○ ekshalasi —> Rute paling baik untuk eliminasi dari agen-agen inhalasi adalah ekshalasi dari
alveolus.
Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi

● Berbagai faktor berperan dalam kecepatan induksi dan pemulihan:


a. Eliminasi rebreathing
b. Aliran gas segar yang tinggi
c. Volume anestesi-sirkuit yang rendah
d. Absorbsi rendah oleh sirkuit anestesi
e. Kelarutan yang menurun
f. Tingginya aliran darah ke otak
g. Peningkatan ventilasi
Eliminasi dari N2O sangatlah cepat hingga oksigen alveolar dan CO2 terdilusi. Hasilnya
adalah hipoksia difusi yang dapat dicegah dengan memberikan 100% oksigen selama 5-10 menit
setelah penghentian N2O.
Anesthesia Inhalasi:
Farmakodinamik
Teori Kerja Anestesia Inhalasi

● Teori Meyer-Overton
● Franks and Lieb
● Modifikasi Meyer-Overton —> ekspansi membran
● Hipotesis volume kritikal
● Teori baru
Teori Kerja Anestesia Inhalasi
● Teori baru yang diterima
○ Anestesi inhalasi bekerja pada target molekuler dan lokasi-lokasi anatamis
○ Meningkatkan reseptor inhibitorik GABA tipe A dan glisin
○ Blok channel eksitatorik dimediasi eksitasi reseptor NMDA
○ Efek imobilisasi dan amnesia:
■ Setinggi medula spinalis → supresi respons motorik terhadap stimulus
nosiseptif (imobilisasi)
■ Supraspinal → amnesia dan hipnosis
■ Formatio reticularis → penekanan lebih pada regio ini
Second-gas Effect N2O
● Berdasar teori, fenomena ini seharusnya akan mempercepat induksi anestesia.
● Karena N2O sangatlah tidak larut dalam darah, absorbsinya dari alveoli akan menyebabkan
peningkatan tiba-tiba pada konsentrasi alveolar dari agen anestesia volatil yang diberikan
bersamaan dengannya.
● Namun pada penelitian-penelitian terbaru, hasil yang membingungkan memberikan
kebimbangan apakah fenomena ini sungguh benar adanya (pada konsentrasi N2O setinggi
70%, peningkatan konsentrasi anestesia volatil relatif minor)
Efek Anestesia Volatil terhadap Efek Ventilasi
● Dose-dependent depresi nafas yang dimediasi oleh pusat pernafasan di medulla, dan juga
bekerja secara tidak langsung pada otot interkostalis.
● Minute ventilation berkurang akibat penurunan volume tidal.
● Dorongan nafas terhadap hipoksia dalam 1 MAC dan diturunakan pada konsentrasi lebih
rendah.
Efek terhadap HPV, Kaliber Jalan Nafas, Fungsi
Mukosilier, dan Tekanan Intrakranial
● HPV diturunkan oleh anestesia inhalasi
● Resistensi jalan nafas diturunkan akibat relaksasi otot polos bronkial dan penurunan
bronkokonstriksi dari hipokapnia
● Fungsi mukosilier dihilangkan.
● Merupakan penyebab hipertermia maligna
● Menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
Efek terhadap Sirkulasi
Nama NO Halothane Isoflurane Sevoflurane Desflurane

Aroma Agak manis Manis

Warna Tidak berwarna

Menyengat Tidak ada Sedang Tinggi Rendah Sangat tinggi

Efek TD Dapat diabaikan Dose-dependent hypotension

Efek Vaskular Dapat diabaikan Dapat Dilatasi Dilatasi Konstriksi → dilatasi


diabaikan

Efek Inotropik Dapat diabaikan Negatif Agak negatif Agak negatif Positif → Negatif

Efek Chronotropic Dapat diabaikan Bradikardia Takikardia Takikardia >1 Takikardia


MAC

Resiko terbakar Mendukung Non-flammable

Catatan Mual muntah Mual/muntah mual/munta Mual/muntah; Mual/muntah/iritasi


Bradikardi/as h, takikardi nduksi inhalasi jalan nafas;
istole signifikan simpatomimetik
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai