Anda di halaman 1dari 32

1

MODUL TERAPI OKSIGENASI, SUCTIONING, TRACHEOSTOMY CARE

TUTOR :

DEWI ANTIKA SARY, S.KEP.,NERS

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2020
2

TERAPI OKSIGENASI

A. Deskripsi Oksigenasi
Pengaturan pernapasan manusia dibagi menjadi dua tempat yaitu regulasi local
dan regulasi dipusat pernapasannya. Regulasi local diperankan oleh otot polos
bronkioli, sedangkan regulasi pusat pernapasan berada di batang otak yaitu medulla
oblongata dan pons. Medulla oblongata merupakan pusat pernapasan primer dimana
ada 2 area yang mengatur repirasi. Pons merupakan bagian dari batang otak yang akan
mempengaruhi kerja dari medulla oblongata tepatnya berada di daerah pneumotaksis
dan apnusti untuk mencegah overinflasi paru. Regulasi pernapasan ini melibatkan 3
komponen, yaitu :
1. Irama inspirasi/ekspirasi yang bergantian
2. Kekuatan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan
3. Modifikasi pernapasan untuk tujuan tertentu.
Perubahan dalam ventilasi paru terdiri atas :
1. O2 masuk darah dalam paru meningkat -- PO2 darah mengalir ke kapiler paru turun
(40--25 mmHg.)--Aliran PO2 alveolus-kapiler meningkat --O2 >> masuk darah,
Aliran darah meningkat (5,5 sampai 20-35 L/mnt.). O2 total memasuki darah
meningkat (250 sampai 4000 ml O2 / mnt.)
2. Eksresi CO2 meningkat (200 sampai 8000 ml/mnt.)
3. Komsumsi O2 sebanding dengan beban kerja sampai batas maksimal
4. Peningkatan mendadak ventilasi pada awal (Rangsangan psikis dan inpuls aferen
dari prorioseptor di otot), gerakan selanjutnya lebih bertahap(hormonal)
5. Penurunan memdadak bila gerak dihentikan, selanjutnya bertahap
6. Penigkatan ventilasi sebanding dg komsumsi O2, suhu badan & Peningkatan
sensibilitas pusat pernafasan terhadap CO2/Fluktuasi pernafasan dalam Po2 arteri.
Perubahan dalam jaringan :
1. Otot yg berkontraksi menggunakan > O2 dan PO2 jaringan &darah vena menurun.
2. > O2 berdifusi dari darah, PO2 darah turun & > O2 disinkirkan dari Hb
3. > Lapangan kapiler terbuka sehingga jarak dari darah ke sel jaringan menurun;
gerak O2 dari darah ke sel sel
3

4. O2 tambahan diberikan CO2 & Peningkatan suhu jaringan aktif sehingga terjadi
Peningkatan 3 x ekstraksi O2/unit darah dan + peningkatan 30 x aliran darah
sehingga laju metabolik otot meningkat 100x.
Aliran darah otot :
1. Kontraksi otot -- menekan pemb. darah (>10%) sehingga aliran darah meningkat
(30 x).
2. Aliran darah yang tinggi dipertahankan :
a. Penurunan PO2 jaringan
b. Peningkatan PCO2 jaringan
c. Penimbunan K+ & metabolit vasodilator
3. Konsumsi O2 100x pada saat gerak badan
4. Komsumsi > besar dimungkinkan pada masa singkat
Perubahan sirkulasi darah sistemik :
1. Gerak badan isometrik -- meningkatkan kontraksi otot - frekuensi denyut jantung
2. Gerak badan isotonik -- ↑ cepat dlm frekuensi jantung tapi tak diikuti pe-↑ isi
sekuncup (Stroke Volume). Penurunan darah tepi-- Sistolik sedikit meningkat &
diastolik tetap, curah jantung ↑ 35 L/mnt sebanding dengan komsumsi O2 (Efek
kronotrofik & inotrofik: hormon simpatis / noradrenergik meningkat ke otot
jantung)
Regulasi suhu terjadi peningkatan ventilasi sebagai cara pengeluaran panas pada saat
ekspirasi. Normalnya manusia butuh kurang lebih 300liter oksigen perhari. Dalam
keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi
berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Ketika oksigen tembus
selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan
dengan besar kecil tekanan udara.
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
kedalam tubuh serta menghembuskan karbondioksida sebagai hasil sisa oksidasi.
Proses oksigenasi ada empat yaitu : ventilasi, distribusi, difusi dan transpor.
a. Ventilasi
4

Proses ini merupakan proses pertukaran gas antara paru-paru dan udara luar yang
terjadi melalui inspirasi (menghirup udara luar) dan ekspirasi (menghembuskan
udara keluar)
b. Distribusi
Pembagian udara ke cabang-cabang bronkus.
c. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran O2 dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO2 dari
kapiler ke alveoli.
d. Trasportasi
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 dibawa dari paru keseluruh
tubuh dan CO2 dari seluruh tubuh dibawa ke paru.
Proses transfer oksigen setelah sampai di alveoli terjadi proses difusi oksigen ke
eritrosit yang terikat oleh haemoglobin sejumlah 20 ml/100 ml darah dan sebagian kecil
larut dalam plasma 0,3 ml/ 100 CC, jika Hb 15 gr% Dan sebaliknya karbondioksida
dari darah dibawa ke alveoli untuk dikeluarkan melalui udara ekspirasi.
Proses ventilasi (keluar masuknya udara) didukung oleh unsur-unsur jalan nafas,
jaringan paru, rongga thorax, otot natas dan saraf nafas.
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar dengan
penyampaian oksigen kejaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan),
kardiovaskuler dan hematologi.
Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
1. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan
udara.
2. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-
sel tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan
dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada
a. Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
b. Tulang rusuk terangkat ke atas
c. Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil
sehingga udara masuk ke dalam badan.
5

2. Respirasi / Pernapasan Perut


a. Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
b. Diafragma datar
c. Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada
dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Oksigen dalam darah akan berikatan dengan hemoglobin dan akan diedarkan ke
seluruh tubuh. Apabila terjadi gangguan pada sistem respirasi, maupun pada
hemoglobin, mengakibatkan gangguan pada jaringan. Oksigen di atmosfir mengandung
konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi
kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu
perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana
konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya
didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml O2 terikat dengan 1
gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi
O2” (SaO2), (2) 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di
arteri (PaO2) 1 mmHg.
Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen
Content” (CaO2) dengan formulasi :
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen
Delivery” (DO2) dengan rumus :
DO2 = (10 x CaO2) x CO
Dimana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung). CO ini sangat tergantung kepada
besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah dengan
menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang
lebih tepat adalah :
DO2 = (10 x CaO2) x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2
dapat diperoleh dengan perbedaan kandurngan O2 arteri dan vena serta CI dengan
formulasi sebagai berikut :
VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI
6

Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2
kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar. Ventilasi alveolar adalah salah
satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian
dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya
udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan
metabolik. Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut
sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT
normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s
Spirometer”. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran
gas disebut sebagai “Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 -
180 ml yang terbagi atas tiga yaitu :
1. Anatomic Dead Space
Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan
jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas tempat dimana tidak terjadi
pertukaran gas, ± 150 ml .
2. Alveolar Dead Space
Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi
tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak
ada suplai darah
3. Physiologic Dead Space.
Ruang rugi akibat alveoli tidak bekerja secara fungsional (mis aliran darah yang
buruk, COPD) + anatomical dead space atau udara yang ada di alveoli jauh lebih
besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan
laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR
Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi
(FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial
CO2 di arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan
19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter
7

air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih
sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida /
CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paru-paru dengan bantuan
darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
1. Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
2. Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
3. Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
4. Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah sebagai berikut:
1. Faktor Fisiologi
a. Menurunnya kapasitas pengikat oksigen seperti anemia
b. Menurunnya konsentrasi oksigen yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas pada bagian atas
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport oksigen
terganggu
d. Meningkatnya metabolism seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka
e. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, musculos skeletal yang abnormal, penyakit kronik seperti TB Paru.
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi premature: yang disebabkan oleh kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan toodler : adanya resiko ISPA
c. Anak usia sekolah dan remaja: resiko saluran pernafasan akut, kronik dan
merokok
d. Dewasa muda dan pertengahan: diet tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
e. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet terlalu
8

tinggi lemak menimbulkan aterosklerosis, konsumsi makanan mengandung CO


(Carbon Monoksida)
b. Exercise (olahraga yang berlebih): exercise akan meningkatkan kebutuhan
oksigen
c. Merokok: nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
d. Substance abuse (alcohol dan obat-obatan): menyebabkan intake nutrisi (Fe)
menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol menyebabkan depresi
pusan pernafasan
e. Kecemasan: menyebabkan metabolism meningkat
4. Faktor Lingkungan
a. Tempat kerja (polusi)
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dari permukaan laut
Macam-macam jenis perubahan pola nafas, yaitu:
1. Takipnea merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24 x/menit.
2. Bradipnea merupakan pola pernafasan yang lambat abnormal, kurang dari 10
x/menit.
3. Hiperventilasi merupakan proses kompensasi tubuh akibat peningkatan jumlah O2
dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam, ditandai dengan
peningkatan  denyut nadi, nafas pendek, nyeri dada, dll
4. Kussmaul merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan
pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
5. Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 agar pernafasan
lebih lambat dan dalam, ditandai dengan nyeri kepala, penurunan kesadaran, otot-
otot pernafasan lumpuh, dll.
6. Dispnea merupakan sesak nafas atau rasa barat saat bernafasditunjukan dengan
retraksi dada.
7. Ortopnea merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan
pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru-paru.
8. Cheyne stokes merupakan siklus pernafasan yang amplitudonya mula-mula naik
kemudian menurun dan berhenti, lalu pernafasan dimulai lagi dari siklus baru.
9

9. Pernafasan paradoksal merupakan pernafasan dimana dinding paru-paru bergerak


berlawan arah dari keadaan normal.
10. Biot merupakan pernafasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes,akan
tetapi amplitudonya tidak teratur.
11. Sridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
pernafasan.
B. Pengertian Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan
adalah 21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transfor oksigen yang adekuat
dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada
miokardium.
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
udara bebas untuk mencegah terjadinya hipoksemia dan hipoksia yang akan
mengakibatkan terjadinya kematian sel.
Terapi oksigen merupakan memberikan aliran gas (O2) lebih dari 20 % pada
tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen dalam darah meningkat. 
C. Tujuan
1. Mempertahankan dan meningkatkan oksigen
2. Mencegah atau mengatasi hipoksia
3. Menurunkan kerja otot pernafasan
4. Menurunkan beban kerja otot Jantung (miokard)
D. Indikasi
Pemberian terapi oksigen akan diberikan pada pasien dengan tingkat/kadar oksigen
arteri (Pa O2) menurun ditandai dengan tanda dan gejala hipoksia seperti, dispnea, kerja
pernafasan meningkat/takipnea (laju nafas meningkat, nafas dalam, bemafas dengan
otot tambahan), disorientasi, geliasah, apatis, atau penurunan kesadaran dan adanya
peningkatan kerja otot jantung (miokard) dengan tekanan darah turun. Selain karena
indikasi umum tersebut ada juga karena indikasi klinis sebagai berikut:
1. Henti jantung paru
2. Gagal nafas
3. Gagal jantung atau AMI
10

4. Syok/ distress pernapasan (frekuensi pernapasan > 24 kali per-menit)


5. Meningkatnya kebutuhan o2 (luka bakar, infeksi berat, multiple trauma)
6. Keracunan CO
7. Post operasi
8. Hipoksemia (PaO2 < 7,8 kPa, SaO2 < 90%)
9. Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
10. Cardiac Output rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat < 18 mmol/L)
E. Hal yang perlu diperhatikan
1. Sebelum terapi oksigen diberkan :
1. Pastikan bahwa uasaha napas spontan
2. Auskultasi paru untuk memastikan jalan napas bebas dari obstruksi—bebaskan.
3. Cari penyebab hipoksia
2. Saat terapi oksigen diberikan :
a. Perhatikan selang plastic pada nasal kanul dan tali sungkup muka agar tidak
terlalu ketat (tekanan dapat menyebabkan perlukaan)
b. Perhatikan jika terjadi iritasi akibat pemakaian sungkup muka dan nasal kanul
disekitar daerah wajah dan telinga. Bila terdapat iritasi berikan kapas pada
daerah tersebut dan pastikan area selalu kering.
c. Peastikan pasien mendapat cukup cairan.
d. Perhatikan tidak terjadi akumulasi mucus pada nasal kanul.
e. Pastikan posisi pasien saat duduk atau tidur tidak menekuk selang oksigen
sehingga mengganggu aliran oksigen.
3. Tanda oksigen tidak adekuat:
a. Pasien merasa sukar bernapas
b. Tampak lelah , iritabel, gelisah
c. Koordinasi otot berkurang, kapabilitas mental menjadi lambat
d. Dispnea, sianosis
e. Perubahan pola pernapasan
f. Gangguan fungsi kesadaran.
4. Metode dan peralatan minimal yang harus diperhatikan pada therapi O2:
a. Mengatur % fraksi O2 (% FiO2)
b. Mencegah akumulasi kelebihan CO2
11

c. Resistensi minimal untuk pernafasan


d. Efesiensi & ekonomis dalam penggunanan O2
e. Diterima pasien PaO2 kurang dari 60 mmHg
Dalam pemberian oksigen perlu juga diperhatikan “humidification”. Hal ini penting
diperhatikan karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidifikasi
(pelembaban udara) sedangkan oksigen yang diperoleh dari sumber oksigen (tabung)
merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi.
Perkiraan konsentrasi oksigen pada alat masker semi rigid:
Kecepatan aliran O2 % FiO2 yang pasti
4 1/mnt 0,35
6 1/mnt 0,50
8 1/mnt 0,55
10 1/mnt 0,60
12 l/mnt 0,64
15 l/mnt 0,70
Tidak ada peralatan yang dapat memberi O2 100 %, walaupun O2 dengan kecepatan >
dari Peak Inspiratory flow rate (PIFR).
F. Metode Pemberian Oksigen
1. Sistem Aliran Rendah
Tehnik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernapasan
dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian sistem aliran rendah ini ditujukan
untuk pasien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernapas dengan pola
pernapasan normal. Misalnya pasien dengan tidal volume 500 ml dengan kecepatan
pernapasan 16-20 kali permenit.
a. Low flow low concentration yaitu pemberian oksigen dengan aliran dan
konsentrasi yang rendah. Alat yang digunakan adalah kateter nasal dan kanul
nasal.
1) Kateter Nasal
Oksigen: Memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter/menit
dengan konsentrasi 24-44 % tergantung pola ventilasi pasien. Kateter
dimasukan dari hidung sampai pharing. Pengukuran dilakukan dengan cara
mengukur jarak dari telinga ke hidung ditarik lurus melaui pipi.
Keuntungan :
12

Pemberian oksigen stabil, pasien bebas bergerak, berbicara, makan dan


minum. Harga alat relatif murah selain itu dapat dipakai sebagai alat
penghisap.
Kerugian : Tidak dapat memberikan oksigen lebih dari 3 liter/menit dengan
atau konsentrasi yang lebih dari 45%, kateter mudah tersumbat oleh sekret
atau tertekuk, tehnik pemasukan kateter lebih sulit dari pada kanula nasal
dan pada aliran tinggi terdengar suara dari aliran oksigen pada nasopharing.
Bahaya : aliran dengan lebih dari 6 liter/menit dapat menyebabkan terjadi
Pengeringan mukosa hidung, epistaksis, iritasi selaput lendir nasopharing,
kemungkinan distensi lambung.
2) Kanula Nasal

Oksigen : Memberikan oksigen dengan konsentrasi 24-44 % tergantung


pada polaventilasi pasien dengan aliran 1-6 liter/menit. Cara pemasangan
sangat sederhana cukup dengan memasang nasal prongs pada kedua lubang
hidung.
Keuntungan: Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju napas
teratur, efektif diberikan dalam jangka waktu yang lama, pasien dapat
bergerak bebas, makan, minum dan berbicara, efisien dan nyaman untuk
pasien serta mudah dalam pemasangan.
Kerugian: Dapat menyebabkan pengeringan mukosa dan iritasi pada hidung
dan bagian belakang telinga tempat tali binasal, konsentrasi oksigen akan
berkurang jika pasien bernafas dengan mulut dan tidak dapat memberikan
O2 dengan konsentrasi lebih dari 44%, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1 cm.
Bahaya : nyeri sinus dan epitaksis.
b. Low flow high concentration yaitu pembertian oksigen aliran rendah dengan
konsentrasi tinggi. Pemberian sistem ini menggunakan :
a. Sungkup Muka Sederhana (Simple Face Mask)
13

Oksigen : Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, nasopharing dan


oropharing sebagai penyimpan anatomik. Aliran yang diberikan 5-8
liter/menit menghasilkan O2 dengan konsentrasi 40-60%
Bahaya : Aspirasi bila muntah, penumpukan CO2 pada aliran O2 rendah,
empisema subcutan kedalam jaringan mata pada aliran O2 tinggi dan
nekrose, apabila sungkup muka dipasang terlalu ketat.
b. Sungkup muka" Rebreathing " dengan kantong O2 (Rebreating Mask)
Memiliki kantung yang terus mengembang baik saat inspirasi maupun
ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk kedalam sungkup melalui
lubang antara sungkup dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar
yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantung. Udara inspirasi sebagian
tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi
daripada simple face mask.
Oksigen: Aliran yang diberikan 8-12 liter/menit menghasilkan oksigen
dengan konsentrasi 60-80 %. Prinsip kerjanya udara inspirasi sebagian
bercampur dengan udara ekspirasi. 1/3 bagian volume ekhalasi masuk ke
kantong sedangkan 2/3 nya melewati lubang-lubang pada bagian samping.
Digunakan untuk pasien dengan kadar PO2 dan PCO2 yang rendah sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kadar keduanya.
Bahaya : Terjadi aspirasi bila muntah, empisema subkutan kedalam
jaringan mata pada aliran O2 tinggi dan nekrose, apabila sungkup muka
dipasang terlalu ketat
c. Sungkup muka" Non Rebreathing" dengan kantong O2 (NRBM)
Prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena
mempunyai dua katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada
saat ekspirasi, 1 katup lain yang berfungsi mencegah udara kamar masuk
pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi.
14

Oksigen : Aliran yang diberikan 8-12 liter/menit dengan menghasilkan


konsentrasi oksigen 80-100 %. Udara inspirasi tidak bercampur dengan
udara ekspirasi dan tidak dipengaruhi oleh udara luar. Digunakan pada
pasien dengan PO2 yang rendah namun PCO2 normal atau sedikit
meningkat. Penggunaan alat ini diharapkan dapat meningkatkan kadar PO2
tanpa PCO2.
Bahaya : Sama dengan sungkup muka "Rebreathing".
Keuntungan dan kerugian dari Low flow high concentration ini yaitu :
Keuntungan : Secara umum penggunaan sungkup merupakan cara paling
efektif.
Kerugian: Mengikat (sungkup harus terus melekat pada pipi atau wajah pasien
untuk mencegah kebocoran), lembab sehingga pasien tidak nyaman, pasien
tidak dapat makan, minum atau berbicara dan dapat terjadi aspirasi jika pasien
muntah terutama pada pasien yang tidak sadar atau anak-anak.
2. Sistem Aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernapasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang
lebih tepat dan teratur.
a. High flow low concentration yaitu pemberian oksigen aliran tinggi dengan
konsentrasi yang rendah. Alat yang digunakan adalah sungkup venturi.
1) Sungkup muka venturi (venturi mask)
Oksigen : Memberikan aliran yang bervariasi 4 -14 Lt / menit dengan
konsentrasi oksigen 24-55 %. Alat ini dipakai untuk pasien dengan tipe
ventilasi tidak teratur. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang
dialirkan dari tabung akan menuju sungkup yang kemudian akan dihimpit
15

untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara


luar dapat dihisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak.
Bahaya : Terjadi aspirasi bila muntah dan nekrosis karena pemasangan
sungkup yang terialu ketat.
2) Sungkup muka Aerosol (Ambu Bag)
Oksigen : Aliran lebih dan 10 V menit menghasilkan konsentrasi O2 100 %.
Bahaya : Penumpukan air pada aspirasi bila muntah serta nekrosis karena
pemasangan sungkup muka yang terialu ketat.
Keuntungan dan kerugian dari High flow Low concentration ini yaitu :
Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada
alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola napas terhadap FiO2, suhu dan
kelembaban gas dapat dikontrol, tidak terjadi penumpukan O2
Kerugian : Sama dengan penggunaan sungkup pada umumnya
b. High flow high concentration yaitu pemberian oksigen dengan aliran dan
konsentrasi yang tinggi. Alat yang digunakan head box dan sungkup Continous
Positive Air way pressure (CPAP).
G. Bahaya Terapi Oksigen
Pemberian terapi oksigen pada pasien perlu mendapat perhatian khusus karena pada
pemberian yang tidak tepat dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan seperti
depresi pernapasan atau keracunan O2. Keracunan kelebihan oksigen pada pemberian
jangka lama dan berlebihan dapat dihindari dengan pemantauan AGD dan Oksimetri.
Bahaya yang dapat terjadi antara lain:
1. Nekrose CO2 ( pemberian dengan FiO2 tinggi) pada pasien dependent on Hypoxic
drive misal kronik bronchitis, depresi pemafasan berat dengan penurunan kesadaran
. Jika terapi oksigen diyakini merusak CO 2, terapi O2 diturunkan perlahan-lahan
karena secara tiba-tiba sangat berbahaya
2. Toxicitas paru, pada pemberian FiO2 tinggi ( mekanisme secara pasti tidak
diketahui). Terjadi penurunan secara progresif compliance paru karena perdarahan
interstisiil dan oedema intra alveolar
3. Retrolental fibroplasias. Pemberian dengan FiO2 tinggi pada bayi premature pada
bayi BB < 1200 gr.
16

4. Barotrauma (Ruptur Alveoli dengan emfisema interstisiil dan mediastinum), jika O 2


diberikan langsung pada jalan nafas dengan alat cylinder Pressure atau auflet
dinding langsung.
H. Pemantauan Terapi O2
1. Warna kulit pasien. Pucat/ Pink / merah membara.
2. Analisa Gas Darah (AGD)
3. Oksimetri
4. Keadaan umum
I. Cara penghitungan pemberian oksigen
Pasien dengan kondisi ambilan oksigen tidak adekuat tanpa kelainan pernapasan yang
mencolok atau penyakit saluran pernapasan. MV = TV × RR.
Pasien dengan kelainan pernapasan, seperti infeksi, penyakit paru dan saluran
pernapasan yang terdapat pada dead space paru. MV = (TV – DS) × RR
Keterangan :

MV = menit volume (O2 per menit)


RR = respiration rate (16 – 24 ×/menit)
DS = dead space (150 cc)
TV = tidal volume (pernapasan normal 500 cc, pernapasan cepat dan dangkal
200 cc, pernapasan dalam dan lambat 1000 cc)

 Pemberian oksigen yang tepat harus didasarkan pada nilai AGD dan pulsasi oxymetri.
contoh :
Seorang pasien Pneumonia yang sedang dirawat di paviliun Kenanga terpasang oksigen
10 liter/menit (60 %) dengan menggunakan rebreathing mask sejak 8 jam yang lalu.
Seorang dokter ingin mengoreksi pemberian oksigen selanjutnya. Hasil pemeriksaan
AGD terbaru didapatkan : PH : 7.28, PO2 : 125, PCO2 : 60, HCO3 : 25, BE : 2,5.
Penyelesaian
PAO2 = (760-47) X 0,6 – 60 = 367,8
AaDO2 = 367.8 – 120 = 247.8
FiO2 = (247.8 + 100) X 100 % = 45.76 % ( 6 liter / menit )
760
17

Jadi, kebutuhan oksigen untuk pasien tersebut sebanyak 6 liter / menit dan dapat
menggunakan sungkup muka non-rebreathing. (setiap 1 liter mengandung 4 % oksigen)

Daftar Pustaka
Craven, RF. And Hirnle, Constance J. (2000), Fundamental of Nursing, 3rd edition, New
York : Lippincott.

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8,
Jakarta.

Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. (2007), Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi, edisi
1, Jakarta : EGC.

Potter, P.A, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG
18

SOP PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN

No. Kegiatan
I. Tahap Pre - Interaksi (Persiapan Perawat)
1. Cek instruksi pemberian oksigen.
2. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen (sesak nafas, nafas cuping
hitung, penggunaan otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan
sianosis)
3. Siapkan alat dan cek fungsi :
a. Tabung oksigen (oksigen dinding) berisi oksigen lengkap dengan flowmeter
dan humidifier yang berisi NaCL atau aquades sampai batas pengisian
b. Nasal kanul (pemilihan alat sesuai kebutuhan)
c. Plester dan gunting (jika di butuhkan)
d. Kain kassa
e. Cotton bud dan tisu
4. Cuci tangan.

II. Tahap Orientasi (Persiapan pasien dan Lingkungan)


1. Berikan salam, identifikasi pasien dan panggil pasien dengan namanya.
2. Tanyakan keluhan utama.
3. Jelaskan prosedur dan tujuan pemberian oksigen kepada pasien/keluarga.
4. Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya.
5. Jaga privasi pasien.

III. Tahap Kerja


1. Bantu posisi pasien semi Fowler jika memungkinkan.
2. Atur peralatan oksigen:hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung
oksigen atau oksigen dinding dan isi tabung humidifier dengan NaCl atau
Aquades.
3. Atur flowmeter oksigen sesuai
4. Pasang alat pemberian oksigen yang sesuai.
a. Letakkan kanul pada wajah pasien dengan lubang kanul masuk ke hidung
dan karet pengikat melingkar ke kepala atau ditarik ke bawah dagu, plester
kanul ke bagian wajah jika perlu, alasi selang dengan kasa pada karet
pengikat di telinga dan tulang pipi jika perlu.
b. Tempatkan masker ke arah wajah pasien dan letakkan dari hidung ke bawah,
atur masker sesuai dengan bentuk wajah, ikatkan karet pengikat melingkar
kepala pasien, alasi karet pengikat dengan kasa pada karet pengikat di telinga
dan tulang yang menonjol jika perlu.
5. Pastikan peralatan terpasang dengan tepat dan aman.
6. Kaji respon pasin secara teratur (setiap 15 menit setelah tindakan)

IV. Tahap Terminasi


1. Evaluasi hasil kegiatan (data subyektif dan data obyektif).
2. Berikan reinforcement.
19

3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.


4. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam.
5. Cuci tangan.

V. Dokumentasi
Catat kegiatan, hasil dari prosedur yang dilakukan, serta data yang relevan pada
dokumentasi keperawatan, waktu pelaksanaan.

Sikap:
- Sopan dan menghormati privasi pasien dan keluarga
- Teliti dan cermat
- Cekatan dan tepat
20

SUCTION (PENGHISAPAN LENDIR)

A. PENGERTIAN

Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan


memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube
(OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa bagian atas.
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan
nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya
sendiri.
Penerapan prosedur suction diharapkan sesuai dengan standar prosedur yang
sudah ditetapkan dengan menjaga kesterilan dan kebersihan agar pasien terhindar
dari infeksi tambahan karena prosedur tindakan suction. Teknik suction ada tiga
jenis pelaksanaan perawatan, yakni secara teknik steril, teknik modifikasi steril dan
teknik bersih/non steril. Teknik steril berupa kateter steril dan sarung tangan steril.
Modifikasi teknik steril berupa kateter steril dan sarung tangan bersih. Teknik
bersih/non steril berupa kateter bersih dan tangan yang bersih.
Ukuran Kateter Suction:
1. Neo - bayi 6 bulan : 6 - 8 Fr
2. 18 bulan - 22 bulan : 8 - 10 Fr
3. 24 bulan - 7 tahun : 10 - 12 Fr
4. 7 tahun - 10 tahun : 12 Fr
5. Dewasa : 12 – 16 Fr
Regulator Vakum
1. Vakum Dinding
a. Bayi : 60 - 100 mmHg
b. Anak : 100 - 120 mmHg
c. Dewasa : 120 - 150 mmHg
2. Vakum Portable
a. Bayi : 3 - 5 mmHg
21

b. Anak : 5 - 10 mmHg
c. Dewasa : 7 - 15 mmHg
B. TUJUAN
1. Mengurangi retensi sputum
2. Mencegah terjadinya infeksi paru
3. Mempertahankan kepatenan jalan nafas.
4. Mencegah aspirasi pulmonal oleh cairan atau darah.
C. INDIKASI PEMBERIAN
1. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)
a. Pasien tidak mampu batuk efektif
b. Di duga ada aspirasi.
c. Pasien yang koma.
d. Pasien yang tidak bisa batuk karena kelumpuhan dari otot pernafasan.
e. Bayi atau anak dibawah umur 2 tahun
2. Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan :
a. Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara  napas
tambahan.
b. Di duga ada sekresi mukus di dalam saluran napas.
c. Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan.
3. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.
4. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi.
D. KONTRA INDIKASI
1. Pasien yang mengalami kelainan gangguan perdarahan
2. Edema laring
3. Varises esophagus
4. Infark miokard
5. Pasien dengan kekurangan cairan cerebro spinal.
6. Pulmonary oedem.
E. KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI
1. Hipoksia / Hipoksemia
2. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal
22

3. Cardiac arest
4. Arithmia
5. Atelektasis
6. Bronkokonstriksi / bronkospasme
7. Infeksi (pasien / petugas)
8. Pendarahan dari paru
9. Peningkatan tekanan intra kranial
10. Hipotensi
11. Hipertensi
12. Kecenderungan untuk tachycardia karena emosi, apnoe karena anoksia.
13. Vagal reflex.
14. Ekstra iritasi→ ekstra produksi secret.
F. EVALUASI DARI HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Meningkatnya suara napas
2. Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran
pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal
volume.
3. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa
dipantau dengan pulse oxymeter
4. Hilangnya sekresi pulmonal.

Daftar Pustaka
Craven, RF. And Hirnle, Constance J. (2000), Fundamental of Nursing, 3rd edition, New
York: Lippincott.

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8,
Jakarta.

Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. (2007), Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi,
edisi 1, Jakarta: EGC.

Potter, P.A, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG
23

SOP SUCTION (MENGISAP LENDIR)

No Komponen

I Tahap Pre-Interaksi (persiapan perawat)


1. Cek instruksi perawatan trakeostomi.
2. Mengkaji data-data mengenai kebutuhan penghisapan lendir/suction
3. Siapkan alat:
a. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai.
b. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa.
c. Pinset steril atau sarung tangan steril.
d. Alas dada atau handuk.
e. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset.
f. Kom berisi cairan desinfektan (savlon 1:100) untuk membilas kateter.
g. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang sudah
dipakai.
h. Ambubag / air viva dan selang O2.
i. Pelicin / jely
j. 1 botol Nacl 0,9 %
k. Nierbeken/bengkok
l. Kantong balutan yang kotor
m. Kertas tissue
n. Sarung tangan bersih
4. Cuci tangan
II Tahap Orientasi (persiapan pasien dan lngkungan)
1. Berikan salam, identifikasi pasien dan panggil pasien dengan namanya.
2. Tanyakan keluhan utama.
3. Jelaskan prosedur dan tujuan penghisapan lendir (suction) kepada
pasien/keluarga.
4. Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya.
5. Jaga privasi pasien.
III Tahap pelaksanaan (kerja)
1. Mengatur posisi pasien dalam posisi terlentang dengan kepala miring kearah
perawat
2. Menghubungkan kateter pengisap dengan slang pada mesin suction
3. Menghidupkan mesin suction
4. Memasukan cateter kedalam botol berisi air steril, mengontrol apakah alat
suction bekerja baik atau tidak.
5. Menjepit pangkal kateter dengan tangan kiri
6. Memasukan ujung kateter dengan tangan kanan kedalam mulut/hidung sampai
24

kerongkongan, bila perlu kateter dimasukan lebih dalam atau sejauh mungkin
a. Nasopharingeal ½ kateter yang masuk
b. Oropharingeal ¾ kateter yahg masuk
7. Mengisap lendir dengan menarik dan memasukan katetr dengan perlahan-lahan
dengan arah diputar
8. Menarik kateter penghisap kira–kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk
mencegah trauma pada carina
9. Lama pengisapan ± 10-15 detik setiap 3 menit untuk mencegah hypoxia
10. Menarik kateter dengan arah diputar
11. Membilas kateter dengan air steril
12. Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernafas 3-7 kali.
13. Ulangi prosedur diatas sampai bersih dan jalan nafas bebas dari lendir dan tidak
berbunyi
14. Mematikan mesin
15. Melepaskan kateter dari slang pengisap
16. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan
desinfektan dalam tempat yang sudah disediakan.
17. Merapikan pasien

IV Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (data subyektif dan data obyektif).
2. Berikan reinforcement.
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya (k/p).
4. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam.
5. Cuci tangan.
V Dokumentasi
1. Mencatat hasil pengkajian saluran nafas sebelum dan sesudah penghisapan,
ukuran kateter yang digunakan, lama penghisapan, rute penghisapan, toleransi
klien, tekanan mesin yang digunakan, karakteristik lendir (jumlah, bau, warna,
dan konsistensi lendir).
2. Mencatat respon klien selama prosedur.

SIKAP :

 Sistematis
 Teliti dalam bekerja
 Peka terhadap reaksi pasien
 Sopan, komunikatif dan tidak jijik
25

PERAWATAN TRACHEOSTOMY

A. DESKRIPSI TRAKEOSTOMI
Trakheostomi adalah suatu tindakan pembedahan membuat lubang
(stoma)  dengan mengangkat cincin ketiga dan keempat dari kartilago trachea,
trakheostomi dibuat untuk menjamin patensi jalan udara klien dengan bantuan pipa
trakheostomi, sehingga oksigenasi klien tetap dapat dipertahankan. Stoma ini dapat
bersifat sementara atau menetap.
Trakeostomi di bagi menjadi 2 bagian klasifikasi, yaitu :
1. Menurut letak stoma :
Letak yang tinggi dan letak yang rendah, batas letak adalah cincin trakea ke tiga.
Elektif: trakesotomi dilakukan untuk mempertahankan aliran udara saat saluran
napas atas tidak dapat dilakukan.
a. Trakeostomi elektif : insisi horizontal
b. Trakeostomi emergensi : insisi vertical
2. Menurut waktu tindakan :
a. Trakestomi darurat
b. Trakestomi berencana
Ukuran trakeostomi standar adalah 0 – 12 atau 24 – 44 French. Trakeostomi
umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada. Tabung dari plastik
mempunyai lumen lebih besar dan lebih lunak dari yang besi. Tabung dari plastik
melengkung lebih baik kedalam trakea sehingga iritasi lebih sedikit dan lebih
nyaman bagi klien.
26

Jenis pipa trakeostomi alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi
adalah :
1. Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko
timbulnya aspirasi.
2. Uncufed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai
risiko aspirasi
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga
kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes
Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang.
Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.
5. Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya,
sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu,
bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.
Kanul trakheostomi terdiri dari 3 bagian yaitu kanul luar, kanul dalam dan abturator.
Kanul dalam dapat ditarik untuk dapat dibersihkan dalam waktu yang singkat.
Obturator hanya digunakan sebagai penuntun untuk kanul luar dan dicabut kembali
setelah kanul luar masuk pada tempatnya. Bentuk-bentuk kanul dapat pula bervariasi
sesuai dengan jenis dan kegunaannya masing-masing.

Kanul metal :
27

Tube portex dan tube sheiley


B. PENGERTIAN PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Perawatan luka trakeostomi merupakan pembersihan terhadap sekret atau biasa
disebut trakeobronkial toilet pada anak kanul dan untuk menjaga kelembaban area
luka trakeostomi.
C. TUJUAN
1. Menjaga patensi jalan nafas (ventilasi dan oksigenasi)
2. Mencegah pia tercabut
3. Mencegah infeksi.
4. Mencegah kerusakan integritas kulit sekitar trakheostomi.
D. INDIKASI
1. obstruksi pada jalan nafas :
a. Timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi
atau di bawah rima glotis terjadinya retraksi pada insisura suprasternal dan
supraklavikular.
b. Pasien tampak pucat atau sianotik
c. Disfagia
d. Pada anak-anak akan tampak gelisah
2. Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi :
a. Terjadinya obstruksi laring
b. Terdapat benda asing di subglotis.
c. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada pasien dalam keadaan koma.
d. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
28

e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),


epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui
mekanisme serupa
f. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan
interna, infeksi, tumor.
g. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

E. KONTRA INDIKASI
1. Infeksi pada tempat pemasangan
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, seperti hemofili.
3. Penyumbatan karena karsinoma
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi jangka pendek
a. pendarahan
b. Infeksi
c. Kanul tersumbat
d. Pembentukan jaringan granulasi
e. Aspirasi dan atelektasis
f. Pneumothoraks terutama pada anak-anak
g. Pipa trakeostomi tercabut
h. Emfisema subkutis
2. Komplikasi jangka panjang
a. Perdarahan lanjutan pada arteri inominata
b. Infeksi
c. fistula trakeoesofagus
d. stenosis trakea
e. iskemia atau nekrosis trakea
G. PROSEDUR PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tube dan melihat timbul atau tidaknya
komplikasi
29

2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi


3. Merawat pipa trakeostomi

Daftar Pustaka
Craven, RF. And Hirnle, Constance J. (2000), Fundamental of Nursing, 3rd edition, New
York : Lippincott.

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8,
Jakarta.

Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. (2007), Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi,
edisi 1, Jakarta : EGC.

SOP PERAWATAN TRACHEOSTOMY

No. Kegiatan
I. Tahap Pre - Interaksi (Persiapan Perawat)
1. Cek instruksi perawatan trakeostomi.
2. Kaji status pernapasan pasien, pembersihan trakeostomi (termasuk kebutuhan
akan pengisapan)
3. Siapkan alat:
a. Set rawat luka
b. 1 botol NaCl 0,9 %
c. Kasa steril dalam tromol
d. Korentang
e. Hypafix dan gunting
f. Nierbekken/kantong balutan kotor
g. Alkohol 70% dan Betadin 10% (savlon)
h. Hydrogen peroxide (k/p)
i. Handscoon steril
j. Tali trakeostomi
k. Gunting perban
l. Perlak
m. Bengkok dan kantong tempat yang kotor.
n. Spuit 5 cc
4. Cuci tangan
II. Tahap Orientasi (Persiapan pasien dan lingkungan)
1. Berikan salam, identifikasi pasien dan panggil pasien dengan namanya.
2. Tanyakan keadaan/keluhan pasien.
3. Jelaskan prosedur dan tujuan perawatan trakeostomi kepada pasien/keluarga.
4. Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya.
30

5. Jaga privasi pasien. Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman

III. Tahap Pelaksanaan prosedur


1. Letakkan alat-alat di atas meja/troli alat
2. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian yang nyaman untuk bekerja
3. Bantu pasien untuk mengambil posisi semi fowler atau terlentang (bagian
kepala dan bahu sedikit lebih tinggi)
4. Jika diperlukan, hubungkan selang pengisap ke aparatus
penghisap (suction). Letakkan ujung selang di tempat yang mudah di jangkau
dan hidupkan penghisap.
5. Lakukan prosedur pengisapan (panjang ± 8-10 cm, dengan cara pengukuran
mulai dari hidung sampai telinga)

6. Letakkan handuk melintang di dada pasien


7. Buka set atau peralatan penghisap. Buka bungkus alat-alat yang diperlukan
untuk pembersihan trakheostomi:
a. Letakkan perlak paling bawah dan atur peralatan penghisap
b. Atur mangkuk steril kedua mendekat. Jangan sentuh bagian dalam mangkuk
c. Tuangkan 50 ml hidrogen peroksida/savlon ke mangkuk kedua. Jangan
sampai menetes ke perlak.
d. Buka sikat steril dan letakkan di sebelah mangkuk yang berisi hidrogen
peroksida
e. Buka ketiga bungkus kasa 10 x 10 cm. pertahankan sterilitas kasa. Tuangkan
hidrogen peroksida/savlon di atas kasa pertama dan normal salin di kasa
kedua. Biarkan kasa ketiga tetap kering.
f. Buka swab berujung kapas. Tuangkan hidrogen peroksida/savlon pada satu
paket swab dan normal salin pada paket swab lainnya.
g. Jika anda menggunakan kanul dalam sekali pakai, buka bungkusnya,
sehingga kanul dapat dengan mudah diambil. Pertahankan sterilisasi
kanula dalam.
h. Tetapkan panjang tali pengikat trakheostomi yang diperlukan dengan
menggandakan lingkar leher dan menambah 5 cm dan gunting tali pada
panjang tersebut.
8. Beri kesempatan pasien untuk bernapas 4-6 kali.
9. Lepaskan balutan dari keliling pipa trakheostomi dan buang.
10. Kaji kondisi luka.
11. Bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dari pusat luka kearah luar.
12. Keringkan luka dengan kasa steril yang lembut
13. Berikan obat sesuai indikasi
14. Tutup luka dengan kasa steril dan paten (hindari luka dari serabut-serabut kasa)
15. Bersihkan kanul dalam atau anak kanul.
16. Cuci kanul dalam air dingin dan kemudian rendam untuk beberapa menit dalam
cairan desinfektan.
17. Bersihkan bagian dalam kanul dengan kasa yang salah satu ujungnya diikatkan
pada suatu tempat. Gunakan penjepit untuk menarik kasa melalui kanul. Tarik
kanul kebelakang, kedepan dan seterusnya sekeliling kasa yang dikaitkan sampai
31

bagian dalam kanul bersih. Cuci dengan air dingin mengalir.


18. Goyangkan kanul untuk meniriskan air, masukan kanul kedalam tempatnya dan
putar kait kevil pengunci.
19. Mangganti kanul dalam sekali pakai (dispossible inner-canula).
a. Buka dan dengan hati-hati lepaskan kanul dengan menggunakan tangan tak
dominan anda.
b. Keluarkan kanul dalam baru steril dalam bungkusnya dan siramkan
sejumlah normal salin steril pada kanul baru tersebut. Biarkan normal salin
menetes dari kanul dalam.
c. Bantalan kasa pertama digunakan untuk membersihkan kulit di sekitar
trakheostomi. Kasa kedua digunakan untuk mengangkat debris yang
dilunakkan oleh hidrogen peroksida, dan kasa ketiga digunakan untuk
mengeringkan kulit.
d. Swab digunakan untuk membersihkan sekitar trakheostomi.
e. Kanul dalam steril harus sudah siap dipasang setelah anda membersihkan
kulit.
f. Tali menahan trakheostomi di tempatnya tanpa menghambat sirkulasi.
20. Membersihkan jalan udara sehingga pembersihan trakheostomi menjadi lebih
efisien. Penghisapan merupakan prosedur steril.
21. Kulit harus dibersihkan untuk mencegah kerusakan kulit.
22. Menurunkan penyebaran mikroorganisme.
a. Kanul dalam harus dilepaskan dan diganti untuk mengurangi penyebaran
mikroorganisme dan untuk meningkatkan pernapasan.
b. Melepaskan kanul dalam dapat menstimulasi batuk dan pasien mungkin
membutuhkan pengisapan.
c. Normal salin yang menetes ke dalam trakheostomi dapat menyebabkan
pasien batuk.
d. Dengan hati-hati dan cermat pasang kanul dalam ke dalam bagian luar
kanul dan kunci kembali agar tetap berada di tempatnya.
23. Membersihkan kanul dalam tak disposible
a. Lepaskan kanul dalam menggunakan tangan tak dominan anda dan
letakkan kanul tersebut dalam mangkuk yang berisi hidrogen peroksida.
b. Bersihkan kanul dalam dengan sikat (tangan dominan anda memegang sikat
dan tangan tak dominan anda memegang kanul dalam).
c. Pegang kanul di atas magkuk yang berisi hidrogen peroksida dan tuangkan
normal salin pada kanul tersebut sampai semua kanul terbilas dengan baik.
Biarkan normal salin memetes dari kanul dalam.
d. Pasang kembali kanul dalam ke dalam kanul luar dan kunci agar tidak
berubah letaknya.
e. Hubungkan kembali ke sumber oksigen.
24. Gunakan kasa dan swab berujung kapas yang dibasahi dengan hidrogen
peroksida untuk membersihkan permukaan luar dari kanul luar dan area
kulit sekitarnya.bersihkan juga area kulit tepat di bawah kanul. Lalu bilas
menggunakan kasa dan swab yang dibasahi dengan normal salin.
Kemudian keringkan dengan menggunakan kasa kering.
25. Ganti tali pengikat trakheostomi. Biarkan tali yang lama tetap di
32

tempatnya sementara anda memasang tali yang baru. Sisipkan tali yang
baru pada salah satu sisi dari faceplate. Lingkarkan kedua ujung bebasnya
mengelilingi bagian belakang leher lain ke sisi lainnya dari faceplate.
Sisipkan salah satu ujung bebasnya pada salah satu sisi faceplate dan ikat
dengan kuat tetapi tidak ketat. Gunting tali yang lama.
26. Letakkan bib trakheostomi atau balutan bersih mengelilingi kanul luar di
bawah tali pengikat faceplate. Periksa untuk memastikan bahwa tali
pengikat tidak terlalu ketat tetapi pipa trakheostomi telah dengan aman
tertahan di tempatnya.
27. Mengempiskan dan mengembangkan manset (cuff) pipa trakheostomi.
a. Pakai sarung tangan steril
28. Lakukan penghisap jalan orofaring pasien

IV. Tahap Terminasi


1. Evaluasi perasaan pasien setelah tindakan
keperawatan
2. Berikan reinforcement atas kerjasama pasien
3. Buka sarung tangan dan cuci tangan
V. Dokumentasi
Catat kegiatan, hasil dari prosedur yang dilakukan, serta data yang relevan pada
dokumentasi keperawatan, waktu pelaksanaan

Sikap:
- Sopan dan menghormati privasi pasien dan keluarga
- Teliti dan cermat
- Cekatan dan tepat

Anda mungkin juga menyukai