TUTOR :
TERAPI OKSIGENASI
A. Deskripsi Oksigenasi
Pengaturan pernapasan manusia dibagi menjadi dua tempat yaitu regulasi local
dan regulasi dipusat pernapasannya. Regulasi local diperankan oleh otot polos
bronkioli, sedangkan regulasi pusat pernapasan berada di batang otak yaitu medulla
oblongata dan pons. Medulla oblongata merupakan pusat pernapasan primer dimana
ada 2 area yang mengatur repirasi. Pons merupakan bagian dari batang otak yang akan
mempengaruhi kerja dari medulla oblongata tepatnya berada di daerah pneumotaksis
dan apnusti untuk mencegah overinflasi paru. Regulasi pernapasan ini melibatkan 3
komponen, yaitu :
1. Irama inspirasi/ekspirasi yang bergantian
2. Kekuatan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan
3. Modifikasi pernapasan untuk tujuan tertentu.
Perubahan dalam ventilasi paru terdiri atas :
1. O2 masuk darah dalam paru meningkat -- PO2 darah mengalir ke kapiler paru turun
(40--25 mmHg.)--Aliran PO2 alveolus-kapiler meningkat --O2 >> masuk darah,
Aliran darah meningkat (5,5 sampai 20-35 L/mnt.). O2 total memasuki darah
meningkat (250 sampai 4000 ml O2 / mnt.)
2. Eksresi CO2 meningkat (200 sampai 8000 ml/mnt.)
3. Komsumsi O2 sebanding dengan beban kerja sampai batas maksimal
4. Peningkatan mendadak ventilasi pada awal (Rangsangan psikis dan inpuls aferen
dari prorioseptor di otot), gerakan selanjutnya lebih bertahap(hormonal)
5. Penurunan memdadak bila gerak dihentikan, selanjutnya bertahap
6. Penigkatan ventilasi sebanding dg komsumsi O2, suhu badan & Peningkatan
sensibilitas pusat pernafasan terhadap CO2/Fluktuasi pernafasan dalam Po2 arteri.
Perubahan dalam jaringan :
1. Otot yg berkontraksi menggunakan > O2 dan PO2 jaringan &darah vena menurun.
2. > O2 berdifusi dari darah, PO2 darah turun & > O2 disinkirkan dari Hb
3. > Lapangan kapiler terbuka sehingga jarak dari darah ke sel jaringan menurun;
gerak O2 dari darah ke sel sel
3
4. O2 tambahan diberikan CO2 & Peningkatan suhu jaringan aktif sehingga terjadi
Peningkatan 3 x ekstraksi O2/unit darah dan + peningkatan 30 x aliran darah
sehingga laju metabolik otot meningkat 100x.
Aliran darah otot :
1. Kontraksi otot -- menekan pemb. darah (>10%) sehingga aliran darah meningkat
(30 x).
2. Aliran darah yang tinggi dipertahankan :
a. Penurunan PO2 jaringan
b. Peningkatan PCO2 jaringan
c. Penimbunan K+ & metabolit vasodilator
3. Konsumsi O2 100x pada saat gerak badan
4. Komsumsi > besar dimungkinkan pada masa singkat
Perubahan sirkulasi darah sistemik :
1. Gerak badan isometrik -- meningkatkan kontraksi otot - frekuensi denyut jantung
2. Gerak badan isotonik -- ↑ cepat dlm frekuensi jantung tapi tak diikuti pe-↑ isi
sekuncup (Stroke Volume). Penurunan darah tepi-- Sistolik sedikit meningkat &
diastolik tetap, curah jantung ↑ 35 L/mnt sebanding dengan komsumsi O2 (Efek
kronotrofik & inotrofik: hormon simpatis / noradrenergik meningkat ke otot
jantung)
Regulasi suhu terjadi peningkatan ventilasi sebagai cara pengeluaran panas pada saat
ekspirasi. Normalnya manusia butuh kurang lebih 300liter oksigen perhari. Dalam
keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi
berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Ketika oksigen tembus
selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan
dengan besar kecil tekanan udara.
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
kedalam tubuh serta menghembuskan karbondioksida sebagai hasil sisa oksidasi.
Proses oksigenasi ada empat yaitu : ventilasi, distribusi, difusi dan transpor.
a. Ventilasi
4
Proses ini merupakan proses pertukaran gas antara paru-paru dan udara luar yang
terjadi melalui inspirasi (menghirup udara luar) dan ekspirasi (menghembuskan
udara keluar)
b. Distribusi
Pembagian udara ke cabang-cabang bronkus.
c. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran O2 dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO2 dari
kapiler ke alveoli.
d. Trasportasi
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 dibawa dari paru keseluruh
tubuh dan CO2 dari seluruh tubuh dibawa ke paru.
Proses transfer oksigen setelah sampai di alveoli terjadi proses difusi oksigen ke
eritrosit yang terikat oleh haemoglobin sejumlah 20 ml/100 ml darah dan sebagian kecil
larut dalam plasma 0,3 ml/ 100 CC, jika Hb 15 gr% Dan sebaliknya karbondioksida
dari darah dibawa ke alveoli untuk dikeluarkan melalui udara ekspirasi.
Proses ventilasi (keluar masuknya udara) didukung oleh unsur-unsur jalan nafas,
jaringan paru, rongga thorax, otot natas dan saraf nafas.
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar dengan
penyampaian oksigen kejaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan),
kardiovaskuler dan hematologi.
Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
1. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan
udara.
2. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-
sel tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan
dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada
a. Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
b. Tulang rusuk terangkat ke atas
c. Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil
sehingga udara masuk ke dalam badan.
5
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2
kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar. Ventilasi alveolar adalah salah
satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian
dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya
udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan
metabolik. Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut
sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT
normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s
Spirometer”. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran
gas disebut sebagai “Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 -
180 ml yang terbagi atas tiga yaitu :
1. Anatomic Dead Space
Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan
jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas tempat dimana tidak terjadi
pertukaran gas, ± 150 ml .
2. Alveolar Dead Space
Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi
tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak
ada suplai darah
3. Physiologic Dead Space.
Ruang rugi akibat alveoli tidak bekerja secara fungsional (mis aliran darah yang
buruk, COPD) + anatomical dead space atau udara yang ada di alveoli jauh lebih
besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan
laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR
Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi
(FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial
CO2 di arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan
19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter
7
air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih
sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida /
CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paru-paru dengan bantuan
darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
1. Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
2. Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
3. Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
4. Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah sebagai berikut:
1. Faktor Fisiologi
a. Menurunnya kapasitas pengikat oksigen seperti anemia
b. Menurunnya konsentrasi oksigen yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas pada bagian atas
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport oksigen
terganggu
d. Meningkatnya metabolism seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka
e. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, musculos skeletal yang abnormal, penyakit kronik seperti TB Paru.
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi premature: yang disebabkan oleh kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan toodler : adanya resiko ISPA
c. Anak usia sekolah dan remaja: resiko saluran pernafasan akut, kronik dan
merokok
d. Dewasa muda dan pertengahan: diet tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
e. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet terlalu
8
Pemberian oksigen yang tepat harus didasarkan pada nilai AGD dan pulsasi oxymetri.
contoh :
Seorang pasien Pneumonia yang sedang dirawat di paviliun Kenanga terpasang oksigen
10 liter/menit (60 %) dengan menggunakan rebreathing mask sejak 8 jam yang lalu.
Seorang dokter ingin mengoreksi pemberian oksigen selanjutnya. Hasil pemeriksaan
AGD terbaru didapatkan : PH : 7.28, PO2 : 125, PCO2 : 60, HCO3 : 25, BE : 2,5.
Penyelesaian
PAO2 = (760-47) X 0,6 – 60 = 367,8
AaDO2 = 367.8 – 120 = 247.8
FiO2 = (247.8 + 100) X 100 % = 45.76 % ( 6 liter / menit )
760
17
Jadi, kebutuhan oksigen untuk pasien tersebut sebanyak 6 liter / menit dan dapat
menggunakan sungkup muka non-rebreathing. (setiap 1 liter mengandung 4 % oksigen)
Daftar Pustaka
Craven, RF. And Hirnle, Constance J. (2000), Fundamental of Nursing, 3rd edition, New
York : Lippincott.
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8,
Jakarta.
Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. (2007), Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi, edisi
1, Jakarta : EGC.
Potter, P.A, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG
18
No. Kegiatan
I. Tahap Pre - Interaksi (Persiapan Perawat)
1. Cek instruksi pemberian oksigen.
2. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen (sesak nafas, nafas cuping
hitung, penggunaan otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan
sianosis)
3. Siapkan alat dan cek fungsi :
a. Tabung oksigen (oksigen dinding) berisi oksigen lengkap dengan flowmeter
dan humidifier yang berisi NaCL atau aquades sampai batas pengisian
b. Nasal kanul (pemilihan alat sesuai kebutuhan)
c. Plester dan gunting (jika di butuhkan)
d. Kain kassa
e. Cotton bud dan tisu
4. Cuci tangan.
V. Dokumentasi
Catat kegiatan, hasil dari prosedur yang dilakukan, serta data yang relevan pada
dokumentasi keperawatan, waktu pelaksanaan.
Sikap:
- Sopan dan menghormati privasi pasien dan keluarga
- Teliti dan cermat
- Cekatan dan tepat
20
A. PENGERTIAN
b. Anak : 5 - 10 mmHg
c. Dewasa : 7 - 15 mmHg
B. TUJUAN
1. Mengurangi retensi sputum
2. Mencegah terjadinya infeksi paru
3. Mempertahankan kepatenan jalan nafas.
4. Mencegah aspirasi pulmonal oleh cairan atau darah.
C. INDIKASI PEMBERIAN
1. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)
a. Pasien tidak mampu batuk efektif
b. Di duga ada aspirasi.
c. Pasien yang koma.
d. Pasien yang tidak bisa batuk karena kelumpuhan dari otot pernafasan.
e. Bayi atau anak dibawah umur 2 tahun
2. Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan :
a. Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas
tambahan.
b. Di duga ada sekresi mukus di dalam saluran napas.
c. Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan.
3. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.
4. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi.
D. KONTRA INDIKASI
1. Pasien yang mengalami kelainan gangguan perdarahan
2. Edema laring
3. Varises esophagus
4. Infark miokard
5. Pasien dengan kekurangan cairan cerebro spinal.
6. Pulmonary oedem.
E. KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI
1. Hipoksia / Hipoksemia
2. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal
22
3. Cardiac arest
4. Arithmia
5. Atelektasis
6. Bronkokonstriksi / bronkospasme
7. Infeksi (pasien / petugas)
8. Pendarahan dari paru
9. Peningkatan tekanan intra kranial
10. Hipotensi
11. Hipertensi
12. Kecenderungan untuk tachycardia karena emosi, apnoe karena anoksia.
13. Vagal reflex.
14. Ekstra iritasi→ ekstra produksi secret.
F. EVALUASI DARI HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Meningkatnya suara napas
2. Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran
pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal
volume.
3. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa
dipantau dengan pulse oxymeter
4. Hilangnya sekresi pulmonal.
Daftar Pustaka
Craven, RF. And Hirnle, Constance J. (2000), Fundamental of Nursing, 3rd edition, New
York: Lippincott.
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8,
Jakarta.
Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. (2007), Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi,
edisi 1, Jakarta: EGC.
Potter, P.A, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG
23
No Komponen
kerongkongan, bila perlu kateter dimasukan lebih dalam atau sejauh mungkin
a. Nasopharingeal ½ kateter yang masuk
b. Oropharingeal ¾ kateter yahg masuk
7. Mengisap lendir dengan menarik dan memasukan katetr dengan perlahan-lahan
dengan arah diputar
8. Menarik kateter penghisap kira–kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk
mencegah trauma pada carina
9. Lama pengisapan ± 10-15 detik setiap 3 menit untuk mencegah hypoxia
10. Menarik kateter dengan arah diputar
11. Membilas kateter dengan air steril
12. Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernafas 3-7 kali.
13. Ulangi prosedur diatas sampai bersih dan jalan nafas bebas dari lendir dan tidak
berbunyi
14. Mematikan mesin
15. Melepaskan kateter dari slang pengisap
16. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan
desinfektan dalam tempat yang sudah disediakan.
17. Merapikan pasien
IV Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (data subyektif dan data obyektif).
2. Berikan reinforcement.
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya (k/p).
4. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam.
5. Cuci tangan.
V Dokumentasi
1. Mencatat hasil pengkajian saluran nafas sebelum dan sesudah penghisapan,
ukuran kateter yang digunakan, lama penghisapan, rute penghisapan, toleransi
klien, tekanan mesin yang digunakan, karakteristik lendir (jumlah, bau, warna,
dan konsistensi lendir).
2. Mencatat respon klien selama prosedur.
SIKAP :
Sistematis
Teliti dalam bekerja
Peka terhadap reaksi pasien
Sopan, komunikatif dan tidak jijik
25
PERAWATAN TRACHEOSTOMY
A. DESKRIPSI TRAKEOSTOMI
Trakheostomi adalah suatu tindakan pembedahan membuat lubang
(stoma) dengan mengangkat cincin ketiga dan keempat dari kartilago trachea,
trakheostomi dibuat untuk menjamin patensi jalan udara klien dengan bantuan pipa
trakheostomi, sehingga oksigenasi klien tetap dapat dipertahankan. Stoma ini dapat
bersifat sementara atau menetap.
Trakeostomi di bagi menjadi 2 bagian klasifikasi, yaitu :
1. Menurut letak stoma :
Letak yang tinggi dan letak yang rendah, batas letak adalah cincin trakea ke tiga.
Elektif: trakesotomi dilakukan untuk mempertahankan aliran udara saat saluran
napas atas tidak dapat dilakukan.
a. Trakeostomi elektif : insisi horizontal
b. Trakeostomi emergensi : insisi vertical
2. Menurut waktu tindakan :
a. Trakestomi darurat
b. Trakestomi berencana
Ukuran trakeostomi standar adalah 0 – 12 atau 24 – 44 French. Trakeostomi
umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada. Tabung dari plastik
mempunyai lumen lebih besar dan lebih lunak dari yang besi. Tabung dari plastik
melengkung lebih baik kedalam trakea sehingga iritasi lebih sedikit dan lebih
nyaman bagi klien.
26
Jenis pipa trakeostomi alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi
adalah :
1. Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko
timbulnya aspirasi.
2. Uncufed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai
risiko aspirasi
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga
kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes
Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang.
Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.
5. Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya,
sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu,
bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.
Kanul trakheostomi terdiri dari 3 bagian yaitu kanul luar, kanul dalam dan abturator.
Kanul dalam dapat ditarik untuk dapat dibersihkan dalam waktu yang singkat.
Obturator hanya digunakan sebagai penuntun untuk kanul luar dan dicabut kembali
setelah kanul luar masuk pada tempatnya. Bentuk-bentuk kanul dapat pula bervariasi
sesuai dengan jenis dan kegunaannya masing-masing.
Kanul metal :
27
E. KONTRA INDIKASI
1. Infeksi pada tempat pemasangan
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, seperti hemofili.
3. Penyumbatan karena karsinoma
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi jangka pendek
a. pendarahan
b. Infeksi
c. Kanul tersumbat
d. Pembentukan jaringan granulasi
e. Aspirasi dan atelektasis
f. Pneumothoraks terutama pada anak-anak
g. Pipa trakeostomi tercabut
h. Emfisema subkutis
2. Komplikasi jangka panjang
a. Perdarahan lanjutan pada arteri inominata
b. Infeksi
c. fistula trakeoesofagus
d. stenosis trakea
e. iskemia atau nekrosis trakea
G. PROSEDUR PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tube dan melihat timbul atau tidaknya
komplikasi
29
Daftar Pustaka
Craven, RF. And Hirnle, Constance J. (2000), Fundamental of Nursing, 3rd edition, New
York : Lippincott.
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8,
Jakarta.
Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. (2007), Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi,
edisi 1, Jakarta : EGC.
No. Kegiatan
I. Tahap Pre - Interaksi (Persiapan Perawat)
1. Cek instruksi perawatan trakeostomi.
2. Kaji status pernapasan pasien, pembersihan trakeostomi (termasuk kebutuhan
akan pengisapan)
3. Siapkan alat:
a. Set rawat luka
b. 1 botol NaCl 0,9 %
c. Kasa steril dalam tromol
d. Korentang
e. Hypafix dan gunting
f. Nierbekken/kantong balutan kotor
g. Alkohol 70% dan Betadin 10% (savlon)
h. Hydrogen peroxide (k/p)
i. Handscoon steril
j. Tali trakeostomi
k. Gunting perban
l. Perlak
m. Bengkok dan kantong tempat yang kotor.
n. Spuit 5 cc
4. Cuci tangan
II. Tahap Orientasi (Persiapan pasien dan lingkungan)
1. Berikan salam, identifikasi pasien dan panggil pasien dengan namanya.
2. Tanyakan keadaan/keluhan pasien.
3. Jelaskan prosedur dan tujuan perawatan trakeostomi kepada pasien/keluarga.
4. Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya.
30
tempatnya sementara anda memasang tali yang baru. Sisipkan tali yang
baru pada salah satu sisi dari faceplate. Lingkarkan kedua ujung bebasnya
mengelilingi bagian belakang leher lain ke sisi lainnya dari faceplate.
Sisipkan salah satu ujung bebasnya pada salah satu sisi faceplate dan ikat
dengan kuat tetapi tidak ketat. Gunting tali yang lama.
26. Letakkan bib trakheostomi atau balutan bersih mengelilingi kanul luar di
bawah tali pengikat faceplate. Periksa untuk memastikan bahwa tali
pengikat tidak terlalu ketat tetapi pipa trakheostomi telah dengan aman
tertahan di tempatnya.
27. Mengempiskan dan mengembangkan manset (cuff) pipa trakheostomi.
a. Pakai sarung tangan steril
28. Lakukan penghisap jalan orofaring pasien
Sikap:
- Sopan dan menghormati privasi pasien dan keluarga
- Teliti dan cermat
- Cekatan dan tepat