Anda di halaman 1dari 19

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Diabetes melitus adalah suatu keadaan didapatkan peningkatan kadar gula darah

yang kronik sebagai akibat dari gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein karena kekurangan hormon insulin. Masalah utama pada penderita DM ialah

terjadinya komplikasi, khususnya komplikasi DM kronik yang merupakan penyebab

utama kesakitan dan kematian penderita DM (Surkesda, 2008).

DM adalah suatu sindrom kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan

lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan

(Dorlan, 2005).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

B. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus menurut Smeltzer et, al, (2013) ada 3 yaitu:

a. Tipe 1 (diabetes mellitus tergantung insulin)

Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Diabetes tipe 1

ditandai dengan destruksi sel-sel beta pankreas akibat faktor genetik, imunologis

dan juga lingkungan. DM tipe 1 memerlukan injeksi insulin untuk mengontrol

kadar gula darah.


b. Tipe 2 (diabetes mellitus tak tergantung insulin)

Sekitar 90% sampai 95% pasien mengalami diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2

disebabkan karena adanya penurunan senstivitas terhadap insulin (resistensi

insulin) atau akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi.

c. Diabetes mellitus gestasional

Diabetes gestasional ditandai dengan intoleransi glukosa yang muncul selama

kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Risiko diabetes

gestasional disebabkan obesitas, riwayat pernah mengalami diabetes gestasional,

glukosuria, atau riwayat keluarga yang pernah mengalami diabetes.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala diabetes mellitus menurut Smmeltzer et al, (2013) dan Kowalak (

2011):

a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsi (rasa haus yang berlebihan)

yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa

serum yang meningkat.

b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebihan) yang terjadi karena

glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.

c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan glukosa

oleh sel menurun.

d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada

kulit.

e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh kadar

glukosa intrasel yang rendah.


f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat ketidakseimbangan

elektrolit.

g. Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur yang disebabkan karena

pembengkakan akibat glukosa.

h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan kerusakan

jaringan saraf.

i. Disfungsi ereksi pada pria ( impotensi ).

j. Pruritus vulva pada vagina.

Tanda dan gejala klasik DM yaitu: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

D. Penyebab

Penyebab Diabetes mellitus menurut Kowalak (2011), Wilkins (2011) diantaranya

sebagai berikut:

a. Hereditas

Peningkatan kerentanan sel-sel beta pankreas dan perkembangan antibodi

autoimun terhadap penghancuran sel – sel beta.

b. Stress

Stres fisik dan emosional meningkatkan kadar hormonal stres (kortisol, epinefrin,

glucagon, dan hormon pertumbuhan), sehingga meningkatkan kadar glukosa

darah.

c. Perubahan gaya hidup

Pada orang secara genetik rentan terkena DM karena perubahan gaya hidup,

menjadikan seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan kegemukan dan

berisiko terkena diabetes.


d. Kehamilan

Kenaikan kadar estrogen dan hormon plasental yang berkaitan dengan

kehamilan, yang mengantagoniskan insulin.

e. Obesitas

Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam tubuh. Insulin yang

tersedia tidak efektif dapat meningkatkan efek metabolik.

f. Antagonis efek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi, antara lain

kortikosteroid adrenal dan kontrasepsi hormonal.

E. Komplikasi

a. Penyulit akut :

1. Ketoasidosis diabetik

Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan

kadar glukosa darah yang tinggi 300-600 mg/dl.

2. Hiperosmolaritas non ketotik.

3. Hipoglikemi.

b. Penyulit menahun :

1. Makroangiopati :

o Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)

o Pembuluh darah tepi

o Pembuluh darah otak (stroke)

2. Mikroangiopati :

o Retinopati diabetik

o Nefropati diabetik

3. Neuropati
4. Rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran

kemih

5. Kaki diabetik

F. Pencegahan

a. Pencegahan primer

1. Program penurunan berat badan

Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badan

lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko

terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa, beberapa penelitian menunjukkan

penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat

munculnya DM tipe 2.

2. Diet sehat

1) Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.

2) Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.

3) Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi

dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah tinggi

setelah makan.

4) Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.

3. Latihan jasmani

Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,

mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan

kadar kolesterol HDL.

Latihan jasmani yang dianjurkan: dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/

minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung

maksimal) atau 90 menit / minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai


denyut jantung>70% maksimal) latihan jasmani dibagi menjadi 3-4x

aktivitas/ minggu.

4. Menghentikan merokok

Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular.

Meskipun merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi

glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari

intoleransi glukosa dan DM tipe 2.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian

pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal

pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program

penyuluhan memegang peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien

dalam menjalani program pengobatan menuju perilaku hidup sehat.

Untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan

dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap

kesempatan berikutnya.

c. Pencegahan tersier

1. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah

mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.

2. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan

menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/ hari) dapat

diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai

penyulit mikroangiopati.
3. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan

keluarga.

G. Penatalaksanaan

a. Tujuan Penatalaksanaan

1. Jangka pendek: Menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang: Mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.

3. Tujuan akhir: Turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolan pasien secara

holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

b. Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM.

1. Pada pertemuan pertama:

1) Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala

komplikasi.

2) Pemeriksaan jasmani lengkap:

 TB, BB, TD, rabaan nadi kaki

 Tanda neuropati dicari

 Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku

 Pemeriksaan visus
3) Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas yang

tersedia:

 Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit

 Glukosa darah puasa dan sesudah makan

 Urinalisis rutin

 Albumin serum

 Kreatinin

 SGPT

 Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida

 Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria

 HbA1c (opsional pada pertemuan pertama)

 EKG

 Foto paru

 Funduskopi

4) Penyuluhan sepintas mengenai:

 Apakah penyakit DM itu

 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

 Penyulit DM

 Perencanaan makan

 Kegiatan jasmani

 Obat berkhasiat hiperglikemik dan hipoglikemia

 Perawatan kaki

2. Secara berkala menurut kebutuhan: pemeriksaan kadar glukosa darah puasa

dan 2 jam sesudah makan.


Tiap tiga (3) bulan : HbA1c

Tiap tahun:

1) pemeriksaan jasmani lengkap

2) albumin urin, sedimen urin

3) kreatinin

4) SGPT

5) kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida

6) EKG

7) Funduskopi

Idealnya semua psien DM mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama pada

semua tingkat pengelola kesehatan, baik primer, sekunder, maupun tersier.

Namun mengingat keterbatasan yang ada pada berbagai tingkat pengelola

kesehatan macam dan jumlah pemeriksaan penunjang yang diperiksa disesuaikan

dengan fasilitas yang ada. Demikian pula tingkat pelayanan yang diperiksa

disesuaikan dengan kapasitas dan fasilitas yang ada. Penyuluhan dan pencegahan

primer dapat dikerjakan pada semua tingkat pengelola kesehatan.

Pilar penatalaksanaan DM

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

5. Pemantauan gula darah

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)

dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan

secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.

Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat,

berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat

segera diberikan.

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan

partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk

mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang

komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang

pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara

mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa

darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

2. Terapi Nutrisi Medis

Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan

dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka

yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

1) Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan


- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat

tinggi.

- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes

dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain

- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak

melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat

dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan

buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal.

- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu

penuh (whole milk).

- Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein

- Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,

dll),daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah

lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.


- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein

menjadi 0,8 g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan

Natrium

- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan

anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau

sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam

dapur.

- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan

bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

- Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran

serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung

vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak

berkalori.

- Pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol

antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan

kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes

karena efek samping pada lemak darah.


- Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain

aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman

(Accepted Daily Intake / ADI)

2) Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan

kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah

atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis

kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang

dimodifikasi adalah sbb:

- Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

- Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah

150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/ TB(m2)


Klasifikasi IMT:

- BB Kurang < 18,5

- BB Normal 18,5-22,9

- BB Lebih ≥ 23,0

o Dengan risiko 23,0-24,9

o Obes I 25,0-29,9

o Obes II > 30

(WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:

Redefining Obesity and its Treatment)

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

- Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan

kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30

kal/kgBB.

- Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%

untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade

antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

- Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

3. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain

untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan


memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran

jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa

ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat

dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-

malasan.

4. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani (gaya hidup sehat).

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1) Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

o Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan

glinid. Diberikan 15-30 menit sebelum makan.

o Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion (sudah

ditarik dari peredaran karena efek sampingnya. Cara pemberian

tidak bergantung pada jadwal makan.

o Penghambat glukoneogenesis (metformin). Diberikan

sebelum/pada saat/sesudah makan.

o Penghambat absorbsi glukosa, penghambat glukosidase alfa

(acarbose). Diberikan bersama makan suapan pertama.

o DPP-IV inhibitor. Diberikan bersama makan dan atau sebelum

makan.
2) Suntikan

Insulin diberikan pada keadaan:

 Penurunan berat badan yang cepat

 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

 Ketoasidosis diabetik

 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

 Hiperglikemia dengan asidosis laktat

 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan

 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

- Insulin kerja pendek (short acting insulin)

- Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

- Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Efek samping terapi insulin

- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

- Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin

yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin


5. Pemantauan Gula Darah

Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin. Hal ini bertujuan untuk

mengevaluasi pemberian obat pada penderita diabetes.

H. Komplikasi

a. Komplikasi akut:

1. Ketoasidosis diabetik

Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan

kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya

tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma

meningkat (300-320 mOs/mL).

2. Hiperosmolaritas non ketotik

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-

1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat

meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal

atau sedikit meningkat.

Catatan:

Kedua keadaan (KAD dan HNK) tersebut mempunyai angka morbiditas

dan mortalitas yang tinggi. Memerlukan perawatan di rumah sakit guna

mendapatkan penatalaksanaan yang memadai.

3. Hipoglikemi

Hipoglikemia dan cara mengatasinya:

1) Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60

mg/dL
2) Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus

selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.

Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea

dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama,

sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu

kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama

untukpengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien

dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi OHO yang

bekerja dalam waktu lama.

b. Komplikasi menahun

1. Makroangiopati:

1) Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)

2) Pembuluh darah tepi

3) Pembuluh darah otak (stroke)

2. Mikroangiopati:

1) Retinopati diabetik

2) Nefropati diabetik

3. Neuropati

Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,

berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki

dan amputasi.

Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan

lebih terasa sakit di malam hari.


4. Rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran

kemih

5. Kaki diabetik

Anda mungkin juga menyukai