Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN REUMATOID ATRITIS

DIUSUSUN OLEH:

1. Amalia Nurlaily (10216001)


2. Dwi Nanda F.R (10216007)
3. Heru Setiawan (10216013)
4. Mariatu Qiptiyah (10216019)
5. Murniningtyas Putri R (10216023)
6. Yoga Adi P (10216038)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2018

KATA PENGANTAR

pg. 1
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
serta hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah Askep reumatoid atritis untuk memenuhi
tugas makalah KMB dengan baik dan tepat pada waktunya.

Dan tak lupa kelompok kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Baik berupa materi-materi, pemikiran
dan lain sebagainya. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Kelompok kami
mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat nantinya bagi para pembaca.

Kelompok kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan
dan sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca sangat kelompok kami harapkan.

Kediri, 08 july 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................

pg. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................
Latar Belakang..............................................................................................................................1
Rumusan Masalah.........................................................................................................................3
Tujuan............................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................
Definisi Reumatoid Atritis ..........................................................................................................5
Klasifikasi Reumatoid Atritis ......................................................................................................5
Etiologi Reumatoid Atritis ..........................................................................................................6
Patofisiologis Reumatoid Atritis .................................................................................................7
WOC Reumatoid Atritis ..............................................................................................................8
Manifestasi Klinis Reumatoid Atritis ..........................................................................................9
Pemeriksaan Penunjang Reumatoid Atritis .................................................................................9
Penatalaksanaan Reumatoid Atritis .............................................................................................10
Komplikasi ...................................................................................................................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HPV .............................................................................
Pengkajian.....................................................................................................................................13
Analisa Data..................................................................................................................................17
Diagnosa........................................................................................................................................19
Intervensi.......................................................................................................................................19
Implementasi.................................................................................................................................23
Evaluasi.........................................................................................................................................24
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................
Kesimpulan...................................................................................................................................27
Saran..............................................................................................................................................27
DaftarPustaka 2

pg. 3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat progresif, yang
cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan lunak. Rheumatoid arthritis
adalah suatu penyakit autoimun dimana, secara simetris persendian (biasanya sendi tangan
dan kaki) mengalami peradangan sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri,
dan sering kali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi. Karakteristik
rheumatoid arthritis adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten,
biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris (Junaidi, 2013).
Penderita rheumatoid arthritis di seluruh dunia telah mencapai angka 355 juta jiwa,
artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita rheumatoid arthritis. Organisasi kesehatan
dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit rheumatoid
arthritis. Dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang
berusia 55 tahun. (Junaidi,2013).
Angka kejadian rheumatoid arthritis di dunia berkisar 40/100.000, rasio
perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 3:1 (Silman et al, 2009). Faktor
risiko penyakit rheumatoid arthritis pada dewasa adalah 3,6% untuk perempuan dan 1,7%
untuk laki-laki (Kourilovitch et al, 2013). Angka kejadian rheumatoid arthritis di Amerika
Serikat berkisar 42-45/100.000 (Silman et al, 2009). Prevalensi rheumatoid arthritis di
dunia berkisar 0,5-1 %. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian (5,3 %) dan
Chippewa Indian (6,8 %). Sedangkan prevalensi di China, Indonesia, dan Philipina kurang
dari 0,4 % (Suarjana, 2014).
Prevalensi penyakit sendi atau Rematik di Indonesia berdasar diagnosis sebesar
11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 24,7%. Prevalensi berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan tertinggi berada di Bali yaitu berjumlah 19,3% dan terendah di
Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 5,6%. Sedangkan prevalensi penyakit sendi di
provinsi Sumatera Selatan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 8,4% dan
berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 15,6% (Riskesdas, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Hasan tahun 2010 di RSUP Dr. M. Djamil Padang
didapatkan pasien rheumatoid arthritis berjenis kelamin perempuan adalah 83,3%,
sedangkan laki-laki adalah 16,7%. Pada penelitian ini didapatkan pula umur pasien
rheumatoid arthritis dibawah 30 tahun adalah 10%, umur 30-50 tahun adalah 50%, umur
51-65 tahun adalah 33,3% dan usia diatas 65 tahun adalah 6,7%.
Prevalensi penyakit ini cukup rendah, namun rheumatoid arthritis menimbulkan
dampak sosioekonomi yang besar karena penyakit ini menyebabkan kerusakan sendi yang

4
progresif dan nyeri, terutama sendi kecil yang berada di tangan sehingga mengganggu
aktivitas fisik penderita (Serdaroglu, 2008). Setelah 20 tahun, 80% penderita rheumatoid
arthritis akan mengalami kecacatan permanen (Marsland et al, 2008). Menegakkan
diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin dapat menurunkan progresifitas penyakit,
sehingga mencegah penderita jatuh ke keadaan yang lebih parah (Suarjana, 2014).
Faktor genetik dan faktor lingkungan berperan dalam terjadinya rheumatoid
arthritis. Faktor genetik berhubungan dengan beberapa gen yang membawa informasi
mengenai rheumatoid arthritis, seperti Human Leukocyte Antigen – antigen D related
(HLA-DR), sitokin, sel Timus (sel T), sel B dan lainnya. Faktor lingkungan yang berperan
pada rheumatoid arthritis seperti merokok, dapat mengaktifkan enzim peptidylarginine
deiminase (PAD) (Kourilovitch et al, 2013).
Kerusakan sendi pada penderita rheumatoid arthritis bermula dari aktivasi dan
proliferasi makrofag oleh autoantigen yang berasal dari salah satu protein pada sendi.
Faktor pencetus yang berperan adalah infeksi yang dapat terjadi dimana saja, paling sering
terjadi di saluran pernapasan (McInnes, 2011). Limfosit akan menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, serta neovaskularisasi. Pembuluh darah
akan mengalami oklusi oleh bekuan bekuan kecil atau sel-sel inflamasi, kemudian terjadi
pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial sehingga membentuk jaringan pannus.
Jaringan pannus akan merangsang pelepasan berbagai macam sitokin, proteinase dan
faktor pertumbuhan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan manfestasi sistemik
(Suarjana, 2014).
Aktivitas enzim PAD yang berfungsi mengubah arginin menjadi sitrulin meningkat
pada artritis reumatoid. Sitrulin berperan sebagai autoantigen sehingga merangsang
pembentukan autoantibodi. Peningkatan aktivitas enzim PAD akan memicu pembentukan
autoantibodi lebih banyak. Semakin banyak autoantibodi yang dihasilkan semakin
meningkat aktivitas penyakit artritis rheumatoid.
Auto antibodi tersebut dikenal dengan istilah anti citrullinated peptide antibody
(ACPA) (Bright R et al, 2015). Anti citrullinated peptide antibody berguna sebagai marker
untuk progesifitas dan prognosis penyakit (da Mota et al, 2012). Pada awal penyakit
diagnosis rheumatoid arthritis sering dikacaukan dengan lupus eritematosus sistemik.
Persendian terutama pada tangan dapat terserang pada kedua penyakit, sehingga pasien
lupus eritematosus sering salah diagnosis sebagai artritis reumatoid. Oleh karena hasil
akhir dari kedua penyakit ini sangat berbeda, maka dibutuhkan suatu marker serologik
untuk membedakan keduanya pada saat awitan penyakit. Anti citrullinated peptide
antibody (ACPA) telah dilaporkan sangat spesifik pada artritis reumatoid (Isbagio, 2004).
Anti citrullinated peptide antibody dapat terdeteksi pada stadium awal rheumatoid arthritis

5
sehingga berperan penting dalam menegakkan diagnosis. Sensitivitas dari ACPA adalah
70%-75% dan spesifisitasnya 95% (da Mota et al, 2012).
Menurut American College of Rheumatology/European League Against
Rheumatism 2010, penilaian aktivitas penyakit rheumatoid arthritis dapat menggunakan
instrumen disease activity score in 28-joint count (DAS28). Instrumen ini
mengkategorikan aktivitas penyakit menjadi remisi, rendah, sedang, dan tinggi. Parameter
yang diukur dalam pemeriksaan DAS28 ini antara lain, penilaian nyeri tekan dan
pembengkakan pada 28 sendi yaitu sendi bahu, siku, pergelangan tangan,
metakarpopalangeal, proksimal interfalang, dan sendi lutut peningkatan laju endap darah
(LED) atau C-reactive protein (CRP) serta derajat nyeri tekan. Penilaian derajat nyeri
tekan pada rheumatoid arthritis diukur dengan Visual Analogue Scale (VAS), skala 0 – 10
cm (Suarjana, 2014).
Penelitian oleh Soeroso, 2008, Hasan, 2010, serta Shakiba et al, 2014,
memperlihatkan terdapat korelasi antara ACPA dengan aktivitas penyakit rheumatoid
arthritis . Penelitian Serdarouglu et al, 2008, dan Suwito et al, 2010, memperlihatkan tidak
terdapat korelasi antara ACPA dengan aktivitas penyaki rheumatoid arthritis. Beberapa
peneliti diatas melaporkan tentang korelasi ACPA dengan aktivitas penyakit rheumatoid
arthritis, namun ada juga yang melaporkan bahwa tidak terdapat korelasi antara keduanya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Rheumatoid Arthritis?
2. Apa saja klasifikasi Rheumatoid Arthritis?
3. Bagaimana etiologi dari Rheumatoid Arthritis?
4. Bagaimana patofisiologi Rheumatoid Arthritis?
5. Bagaimana WOC dari Rheumatoid Arthritis?
6. Bagaimana manifestasi klinik Rheumatoid Arthritis?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang Rheumatoid Arthritis?
8. Bagaimana penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis?
9. Apa saja komplikasi Rheumatoid Arthritis?

10. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberikan pada pasien dengan Rheumatoid
Arthritis?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
Rheumatoid Arthritis.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Definisi Rheumatoid Arthritis
2. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis
3. Etiologi Rheumatoid Arthritis
4. Patofisiologi Rheumatoid Arthritis
5. WOC Rheumatoid Arthritis
6
6. Manifestasi klinis Rheumatoid Arthritis
7. Pemeriksaan Penunjang Rheumatoid Arthritis
8. Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis
9. Komplikasi Rheumatoid Arthritis
10. Asuhan keperawatan pada pasien Rheumatoid Arthritis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rheumatoid Arthritis


Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi kronik dan sistemik yang
menyebabkan destruksi sendi dan deformitas serta menyebabkan disability. Penyakit ini
sering terjadi dalam 3-4 dekade ini pada lansia. Penyebab artritis rheumatoid tidak
diketahui, tetapi mungkin akibat penyakit autoimun dimulai dari interfalank proksimal,
metakarpofalankeal, pergelangan tangan dan pada tahap lanjut dapat mengenai lutut dan
paha (Fatimah, 2010).

7
Rheumatoid Arthritis adalah penyakit imflamasi sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya. Karakteristik rheumatoid artritis adalah terjadinya kerusakan dan
proliferasi pada membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi,
ankilosis, dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam
memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, rhuematoid artritis adalah
gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu
dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas.
(Ningsih, 2012 ).
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat progresif, yang
cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan lunak. Karakteristik artritis
rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten, biasanya
menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris (Junaidi, 2013).

2.2 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis


Klasifikasi Rheumatoid Arthritis menurut (Buffer, 2010) diaplikasikan menjadi 4
tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik
Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit
Pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Rheumatoid arthritis
Pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Rheumatoid arthritis
Pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan. Jika ditinjau dari stadium
penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1) Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,
bengkak dan kekakuan.
2) Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3) Stadium deformitas

8
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
2.3 Etiologi Rheumatoid Arthritis
Menurut (Nurarif dan Kusuma, 2015) penyebab utama dari kelainan ini tidak
diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab arthtritis
rheumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolic
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lingkungan.
Pada saat ini, rheumatoid artritis diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II : faktor injeksi mungkin diseabakan oleh
dan organisme mikroplasma atau grup difteroid yang menghasilkan antigen kolage tipe II
dari tulang rawan sendi penderita. Kelainan yang dapat terjadi pada suatu arthtritis
reumatoid yaitu :
1. Kelainan pada daerah artikuler
1) Stadium I (stadium sinovitis)
2) Stadium II (stadium destruksi)
3) Stadium III (stadium deformitas)
2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler Pada jaringan ekstra-artikuler akan terjadi
perubahan patologis, yaitu:
1) Pada otot terjadi miopati
2) Nodul subkutan
3) Pembuluh darah perifer terjadi proliferasi tunika intima pada pembuluh darah
perifer dan lesi pada pembuluh darah arteriol dan venosa
4) Terjadi nekrosis fokal pada saraf
5) Terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aliran limfe sendi.
6) Visera
2.4 Patofisiologi Rheumatoid Arthritis
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,kongesti
vaskular, eksudat febrin dan inliftaris selular. Peradangan yang berkelanjutan, sunovial
menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granilasi membentuk panus,atau penutup yang menutupi kartilago. Panas masuk ke tulang

9
sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen menjadi lemah dan dapat menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendiaan. Invasi dari tulang sub chondrial dapat menyebabkan
osteoporosis setempat.
Lamanya atritis reumatoid berbeda pada tiap orang. Ditandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang dapat sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Pada Atritis Reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinoval.
Proses fagositosis menhasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema,proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menhasilkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menhilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative
dengan menhilangkan elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. (Lemone &
Burke,2011)

2.5 WOC

Reaksi factor R dengan antibody, factor metabolic,


infeksi dengan kecenderungan virus

Reaksi peradangan
MK : Nyeri
Kronis
Kurangnnya
Synovial menebal
informasi tentang
proses penyakit
Pannus
MK : Defisit
Nodul Infiltrasi dalam os. subcondria pengetahuan

Deformitas Hambatan nutrisi pada kartilago dan tulang


sendi Kartilago nekrosis
Kerusakan kartilago dan tulang
MK : Gangguan Erosi kartilago
citra tubuh Tendon dan ligament melemah
Adhesi pada
Hilangnya kekuatan
10 otot permukaan sendi
MK : Resiko Ankilosis fibrosa
cedera

Kekakuan sendi

Keteratasan
gerakan sendi MK : Gangguan
mobilitas fisik

MK : Defisit
perawatan diri

2.6 Manifestasi klinis Artritis Rheumatoid


Manifestasi klinis Artritis Rheumatoid menurut (Buffer, 2010) antara lain:
1. Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morningstiffness) dan gerakan
terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai
berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang
biasanya tidak berlangsung lama.
2. Nyeri persendian dan terasa panas
3. Bengkak (reumatoid nodule)
4. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari, bermula sakit dan
kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-
jari
5. Poli artritis simetris sendi perifer → Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut,
pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil
tangan, kaki, pergelangan tangan,meskipun sendi yang lebih besar seringkali terkena
juga.
6. Artritis erosif : sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik
menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapatdilihat pada penyinaran sinar X
7. Deformitas : pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea,
deformitas boutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga
terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi
mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total.

11
8. Rematoid nodul : merupakan massa subkutan yang terjadi pada1/3 pasien dewasa,
kasus ini sering menyerang bagian siku (bursaolekranon) atau sepanjang permukaan
ekstensor lengan bawah,bentuknya oval atau bulat dan padat.
9. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
10. Gerakan menjadi terbatas dan adanya nyeri tekan,
11. Deformitas bertambah pembengkakan
12. Kronik : Ciri khas rematoid
2.7 Pemeriksaan Penunjang Artritis Rheumatoid
Rheumatoid arthritis memerlukan sejumlah tes untuk meningkatkan kepastian
diagnosis, membedakannya dengan bentuk artritis yang lain, memprediksi perkembangan
penyakit pasien, serta melakukan monitoring untuk mengetahui perkembangan penyakit
yaitu:
1. Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan adanya proses
inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes ini berguna
untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap pengobatan (NHMRC,
2009).
2. Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin mengindikasikan
penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu). Pada beberapa kasus RA,
tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu). RhF ini terdeteksi positif pada sekitar
60-70% pasien RA. Level RhF jika dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP
dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit (NHMRC, 2009).
3. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk mendiagnosis
rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tes tersebut
memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RhF, akan tetapi spesifisitasnya jauh
lebih tinggi dan merupakan prediktor yang kuat terhadap perkembangan penyakit
yang erosif (NHMRC, 2009).
4. Tes hitung darah lengkap biasanya dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai inflamasi dan anemia yang berguna sebagai indikator prognosis pasien
(NHMRC, 2009).
5. Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid arthritis
ditandai dengan cairan sinovial abnormal dalam hal kualitas dan jumlahnya yang
meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut), untuk
kemudian diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya (Shiel, 2011).
6. X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi adanya erosi
dan memprediksi perkembangan penyakit dan untuk membedakan dengan jenis
artritis yang lain, seperti osteoartritis (Shiel, 2011).
7. MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika dibandingkan dengan X-Ray
(Shiel, 2011).

12
8. USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi adanya cairan abnormal di
jaringan lunak sekitar sendi (Shiel, 2011).
9. Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi pada
tulang (Shiel, 2011).
10. Densitometri dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang yang
mengindikasikan terjadinya osteoporosis (Shiel, 2011)
11. Tes Antinuklear Antibodi (ANA) (Shiel, 2011).
2.8 Penatalaksanaan Artritis Rheumatoid
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan Arthtritis Reumatoid
menurut (Mansjoer, 1999 dan Lukman, 2009). yaitu :
1. Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid adalah memberikan
pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan
siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan
meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab, dan prognosis penyakit,
semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks,
sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif
tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
2. Sejak dini, klien diberikan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) untuk mengatasi
nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan yaitu :
1) Aspirin, dengan ketentuan pasien umur <65 tahun dosisinya 3-4 x 1g/hr,
kemudian dinaikkan 0.3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala
toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl
2) Ibuprofen, naproksen, diklofenak, dan sebagainya
3. DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) digunakan untuk melindungi
rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthtritis reumatoid ini. Jenis-jenis
yang digunakan yaitu : klorokuin (yang paling banyak digunakan, karena harganya
yang terjangkau), sulfasalazin, garam emas (gold standard bagi DMARD), obat
imunosupresif atau imunoregulator, dan kortikosteroid.
4. Rehabilitasi, tujuannya yaitu unttuk meningkatkan kualitas hidup klien. Beberapa cara
yang bisa dilakukan yaitu :
1) Pemakaian alat bidai untuk mengistirahatkan sendi yang sakit, kursi roda,
sepatu dan alat
2) Terapi mekanik
3) Pemanasan : baik hidroterapi maupun elektroterapi
4) Terapi mekanik
5. Pembedahan, pembedahan ini dilakukan jika berbagai cara telah dilakukan dan tidak
berhasil serta ada alasan yang cukup kuat, sehingga dapat dilakukan pembedahan.

Perawatan dan pengobatan tradisional atau obat luar (Maryam, dkk., 2010) yang bisa
kita berikan pada klien dengan Arthritis Reumatoid,yaitu sebagai berikut :

13
1. Hindari faktor resiko seperti aktivitas yang berlebihan pada sendi, faktor cuaca dan
pola makan yang tidak
2. Olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup, seperti melakukan senam rematik.
3. Kompres panas dapat mengatasi kekakuan dan kompres dingin dapat membantu
meredakan nyeri.
4. Pertahankan berat badan agar tetap normal
5. Bila nyeri, lakukan relaksasi untuk mengurangi sakit
6. Mengurangi dan menghindari makanan yang mengandung purin, seperti bir dan
minuman beralkohol, daging, jeroan, kembang kol, jamur, bayam, asparagus,
kacang-kacangan, sayuran seperti daun singkong (tidak semua jenis sayuran
mempunyai efek kambuh yang sama pada setiap orang)
7. Memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat, memakan makanan seperti
tahu untuk pengganti daging
8. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam
darah sehingga tidak tertimbun sendi
9. Lakukan latihan gerak sendi/ senam rematik
2.9 Komplikasi Artritis Rheumatoid Artritis Rheumatoid
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh
adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya
untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

ILUSTRASI KASUS :

Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 Januari 2018 jam 10.00 WIB. Diruang Dahlia
RSUD Kediri. Tn. S, umur 40 tahun dibawa ke Rumah Sakit oleh Istrinya karena
mengalami Nyeri hebat dikaki sebelah kiri. Dari data fokus didapatkan data subjektif yaitu
pasien mengatakan mengalami nyeri kaki sebelah kiri, dan nyeri ketika bangun tidur
dipagi hari, dan saat beraktifitas pasien juga mengeluh nyeri. Pasien mengatakan adanya
pembengkakan dibagian lutut kiri. Pasien mengatakan merasa lemah, tidak bersemangat
dalam beraktivitas, serta kesulitan dalam bergerak. Selain itu pasien mengatakan malu
terhadap dirinya yang sekarang karna tidak bisa bekerja seperti biasanya. Dan pasien
mengatakan khawatir akan keadaan nya jika tidak kunjung sembuh. Pasien tampak lemah
dan, gelisah serta sesekali memegang kaki sebelah kiri. Pasien terlihat meringis kesakitan.
dan terlihat adanya pembengkakan dilutut bagian kiri dan kemerahan serta fungsi tubuh
pasien berkurang. Nyeri pada kaki kiri dengan skala 6 , wajah klien tampak pucat, TD :
120/90 mmHg, RR : 18x/menit, N : 96x/menit, S : 37,5 C.
3.1 Pengkajian

I BIODATA
a) Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : kawin
Alamat : Kediri
Tanggal MRS : 07 Januari 2018
No. Registrasi : 0100123
Diagnosa medis : Rheumatoid Artritis
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. B

15
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Kediri
Hubungan dengan pasien : Istri
II RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri dipersendian kaki.
2. Riwayat Penyakit sekarang
Tn. S, umur 40 tahun dibawa ke Rumah Sakit oleh Istrinya karena mengalami
Nyeri hebat dikaki sebelah kiri. Dari data fokus didapatkan data subjektif yaitu
pasien mengatakan mengalami nyeri kaki sebelah kiri, dan nyeri ketika bangun
tidur dipagi hari, dan saat beraktifitas pasien juga mengeluh nyeri. Pasien
mengatakan adanya pembengkakan dibagian lutut kiri. Pasien mengatakan merasa
lemah, tidak bersemangat dalam beraktivitas, serta kesulitan dalam bergerak. Selain
itu pasien mengatakan malu terhadap dirinya yang sekarang karna tidak bisa
bekerja seperti biasanya. Dan pasien mengatakan khawatir akan keadaan nya jika
tidak kunjung sembuh. Pasien tampak lemah dan, gelisah serta sesekali memegang
kaki sebelah kiri. Pasien terlihat meringis kesakitan. dan terlihat adanya
pembengkakan dilutut bagian kiri dan kemerahan serta fungsi tubuh pasien
berkurang. Nyeri pada kaki kiri dengan skala 6 , wajah klien tampak pucat, TD :
120/90 mmHg, RR : 18x/menit, N : 96x/menit, S : 37,5 C.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Istri pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis,
dan penyakit menurun seperti Hipertensi, DM, dll.
IIIKebutuhan Dasar Khusus
1. Pola nutrisi
a. Frekuensi makan : 3x/hari
b. Nafsu makan : ( √ ) baik () kurang nafsu makan () tidak
nafsu
c. Jenis makanan rumah : nasi, lauk pauk,sayur dan kadang buah
d. Makanan yang tidak disukai /alergi/pantangan : ( ) ada ( √ ) tidak
16
ada
Bila ada sebutkan sebutkan : -
2. Pola eliminasi
a. BAK
Frekwensi : 5-6 kali
Warna : kuning
Keluhan yang berhubungan dengan BAK : -
b. BAB
Frekuensi : 2 kali
Warna : kecoklatan
Bau : khas
Konsistensi : lembek
Keluhan :-
3. Pola personal Hygiene
a. Mandi
Frekwensi : 2 x/hari
Sabun : ( √ ) Ya ( ) tidak
b. Oral hygiene
Frekwensi : 2 x/hari
Waktu : ( √ ) Pagi ( √ ) sore ( ) Setelah makan
c. Cuci rambut
Frekwensi : 2-3 x/minggu
Shampo : ( √ ) ya ( ) tidak
4. Pola istirahat dan tidur
a. Lama tidur : ± 4 Jam /hari
b. Kebiasaan sebelum tidur : berdo’a
Keluhan : -
5. Pola aktifitas dan latihan
a. Kegiatan dalam pekerjaan : membajak sawah
b. Waktu bekerja : (√ ) Pagi ( ) sore ( ) Malam
c. Olah raga : ( ) Ya (√ ) Tidak
Jenisnya :
Frekwensi :
d. Kegiatan waktu luang : menonton TV
e. Keluhan dalam aktifitas : mudah lelah
6. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
a. Merokok : (√ ) Ya , sebutkan ……………… ( ) Tidak
b. Minuman keras : ( ) Ya , sebutkan ………………. (√) Tidak
Ketergantungan obat :( ) Ya , sebutkan ……………… (√ ) Tidak.
IV PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan umum

17
Keadaan umum : lemah Kesadaran : composmentis
Tekanan darah :120/90 mmHg Nadi : 96x/menit
Respirasi : 18 x/mnt Suhu : 37,5oC
Berat badan : 60 kg Tinggi badan : 169 cm
2. Pemeriksaan khusus
1. Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris kanan dan kiri, tidak ada pernafasan cuping hidung,
ada sanosis, hidung kokoh, jalan nafas paten, sinus tidak nyeri, tidak ada secret
pada hidung, mukosa berwarna merah muda, Konka tidak membesar, tidak ada
polip, tidak ada deviasi septum, tidak ada pembesaran tonsil, leher tampak
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada deviasi trakea,
frekuensi nafas 18 x/menit.
2. Sistem Cardiovaskuler
Konjungtiva anemis, terdapat peningkatan JVP 5 + 3 cmH2O, akral teraba
dingin , tidak ada cyanosis pada ujung-ujung ekstrimitas, tidak terdapat
clubbing finger, CRT kembali dalam 3 detik, tidak ada pembesaran KGB,
palpasi arteri radialis teraba berdenyut cukup kuat dan regular dengan
frekuensi. Nadi 96 x/ menit, Tekanan darah 120/90 mmHg.
3. Sistem Pencernaan
Sklera putih, mata tidak cekung, bentuk bibir simetris, mukosa bibir lembab,
tidak terdapat iritasi pada rongga mulut, gigi lengkap, tidak terpasang gigi
palsu, tidak terdapat caries, bentuk lidah simetris. Susunan gigi lengkap,
Abdomen tampak cekung pada saat klien terlentang, terlihat jaringan lemak
pada abdomen (buncit), bising usus 20 x/menit, pada saat diperkusi terdengar
timpani, pada saat dipalpasi
4. Sistem Perkemihan
pada saat diperkusi klien tidak mengeluh nyeri, Tidak ada pembesaran ginjal,
tidak ada distensi pada suprapubis, tidak ada nyeri tekan.
5. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, curvature tulang belakang lurus,
tidak ada deformitas, adanya pembengkakan di persendian kaki kiri,
kemerahan,nyeri tekan, nyeri seperti tertusuk-tusuk. Skala nyeri 6.
6. Sistem Integumen
Kulit kepala tampak bersih, rambut tidak lengket, distribusi rambut merata,
tidak mudah dicabut. Kuku tangan panjang kuku kaki pendek,kulit lengket dan
18
berkeringat, suhu 37,5’C. Turgor kulit baik, bila dicubit kembali dalam waktu
waktu 3 detik. Tampak lingkaran hitam di kelopak mata.
7. Sistem Endokrin
Tidak ada edema, kelenjar tiroid tidak teraba dan tidak mengalami pembesaran.
klien tidak ada keluhan polipagi, polidipsi dan poliuri.
V PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
1. Tes Seroloogi :
- ESR : Tingkat sedimentasi yang leih cepat menunjukkan peradangan
yang lebih besar.
- FR : >1/20 – 1/80 positif (80%).
FR Normal : <1/20.
- JDL : Anemia Sedang
- LED : 85mm/h.
LED Normal : <15 mm/h.
2. Sinar X dari sendi yang sakit
- Pembengakakan
- Erosi
- Subluksasio
3.2 ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1 DS : Reaksi factor R dengan Nyeri kronis
- Px mengatakan nyeri/ ngilu antibody, factor metabolic,
dan sesak pada sendi infeksi dengan
dibagian kaki kiri. kecenderungan virus
- Px mengatakan nyeri
semakin terasa ketika
beraktivitas dan setelah Reaksi peradangan
bangun tidur di pagi hari
DO :
- Px terlihat meringis
kesakitan.
- Px terlihat protektif
(memegangi daerah
lututnya yang sakit).
- Px terlihat gelisah
- TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 96x/mnt
RR : 18x/mnt
S : 37,5 c
19
- Skala nyeri :
P : nyeri saat beraktivitas
dan setelah bangun tidur di
pagi hari.
Q : nyeri seperti tertusuk-
tusuk.
R : didaerah sendi kaki
bagian kiri.
S:6
T : nyeri hilang timbul
sewaktu-waktu
2 DS : Hambatan nutrisi pada Gangguan
- Pasien mengatakan adanya kartilago artikularis Mobilitas Fisik
pembengkakan dibagian
lutut kiri.
- Pasien mengatakan merasa Kartilago nekrosis
lemah serta tidak
bersemangat dalam
beraktivitas. Erosi kartilago
- Pasien mengatakan
kesulitan dalam bergerak
Adhesi pada permukaan
DO : sendi
- Px terlihat lemah
- Adanya pembengkakan
dilutut bagian kiri dan Ankilosis fibrosa
kemerahan.
- Kemampuan bergerak
pasien menurun. Kekakuan sendi
- Fisik pasien lemah.
- TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 96x/mnt
RR : 18x/mnt
S : 37,5 c
3 DS : Synovial menebal Gangguan citra
- Pasien mengatakan malu tubuh
terhadap dirinya yang
sekarang karna tidak bisa Pannus
bekerja seperti biasanya.
- Pasien mengatakan
khawatir akan keadaan nya Nodul
jika tidak kunjung sembuh.
- Pasien mengatakan terjadi
perubahan gaya hidup Deformitas sendi
DO :
- Fungsi tubuh px berkurang
- Px menunjukkan bagian
tubuh yang sakit secara
berlebihan

20
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.

3.4 INTERVENSI

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


O KRITERIA HASIL
1 Nyeri kronis Setelah dilakukan
b.d kondisi tindakan 1. Selidiki keluhan 1. Membantu dalam
muskuloskele keperawatan dalam nyeri, catat lokasi menentukan
tal kronis. waktu 3x24 jam dan intensitas kebutuhan
diharapkan nyeri (skala 0-10). Catat manajemen nyeri
berkurang sampai faktor-faktor yang dan keefektifan
dengan hilang, mempercepat dan program
dengan kriteria hasil: tanda-tanda rasa
1. Mampu sakit non verbal. 2. Matras yang
mengontrol nyeri lembut / empuk,
(tahu penyebab 2. Berikan matras / bantal yang besar
nyeri, mampu kasur keras, bantal akan mencegah
menggunakan kecil,. Tinggikan pemeliharaan
teknik non linen tempat tidur kesejajaran tubuh
farmakologi sesuai kebutuhan. yang tepat,
untuk menempatkan
mengurangi 3. Dorong untuk stress pada sendi
nyeri, mencari sering mengubah yang sakit.
bantuan). posisi,. Bantu Peninggian linen
2. Melaporkan untuk bergerak di tempat tidur
bahwa nyeri tempat tidur, menurunkan
berkurang dengan sokong sendi yang tekanan pada
menggunakan sakit di atas dan sendi yang
manajemen nyeri. bawah, hindari terinflamasi/nyer
P : nyeri gerakan yang i.
berkurang saat menyentak.
beraktivitas dan 3. Mencegah
setelah bangun 4. Berikan masase terjadinya
tidur di pagi hari. yang lembut. kelelahan umum
Q : nyeri sudah dan kekakuan
tidak seperti 5. Anjurkan pasien sendi.
tertusuk tusuk. untuk mandi air Menstabilkan
R : didaerah hangat atau mandi sendi,
sendi kaki bagian pancuran pada mengurangi
kiri. waktu bangun gerakan/ rasa
S:3 dan/atau pada sakit pada sendi.
T : nyeri sudah waktu tidur.
tidak hilang Sediakan waslap 4. Meningkatkan
timbul lagi. hangat untuk relaksasi /
3. Terlihat rileks, mengompres mengurangi
dapat sendi-sendi yang nyeri.
tidur/beristirahat sakit beberapa kali
dan
21
berpartisipasi
dalam aktivitas sehari. Pantau 5. Panas
sesuai suhu air kompres, meningkatkan
kemampuan air mandi, dan relaksasi otot,
sebagainya. dan mobilitas,
menurunkan rasa
6. Beri obat sebelum sakit dan
aktivitas / latihan melepaskan
yang direncanakan kekakuan di pagi
sesuai petunjuk hari. Sensitivitas
pada panas dapat
7. Kolaborasi: dihilangkan dan
Berikan obat- luka dermal
obatan sesuai dapat
petunjuk disembuhkan.
(mis:asetil
salisilat) 6. Meningkatkan
realaksasi,
mengurangi
tegangan otot/
spasme,
memudahkan
untuk ikut serta
dalam terapi

7. Sebagai anti
inflamasi dan
efek analgesik
ringan dalam
mengurangi
kekakuan dan
meningkatkan
mobilitas.

2 Gangguan Setelah dilakukan 1.Berikan/bantu 1. Dapat


mobilitas tindakan pasien untuk meningkatkan
fisik b.d keperawatan dalam melakukan rentang kemampuan pasien
gangguan waktu 3x24 jam gerak pasif dan aktif. untuk melakukan
neuromuskul dengan tujuan untuk 2. Kolaborasi dalam rentang gerak pasif
ar. menghindari bahaya pemberian analgetik dan aktif.
imobilitas, sesuai program dan 2. penggunaan
mencegah kecacatan, efektifitasnya. analgetik yang
dan membantu 3. kolaborasi dengan berlebihan dapat
pasien dalam ahli fisioterapi untuk menutupi gejala.
memulihkan, dengan latihan fisik klien. 3. menurunkan
kriteria hasil : resiko terjadinya
iskemia jaringan
1. Pembengkakan akibat sirkulasi
dibagian lutut darah yang jelek
kiri sudah pada daerah yang
berukurang atau tertekan.
22
tidak bengkak
lagi.
2. Sudah tidak
lemah serta
bersemangat
dalam
beraktivitas.
3. Mempertahankan
ataupun
meningkatkan
kekuatan dan
fungsi dari
konpensasi
bagian tubuh.
4. Mendemonstrasi
kan tehnik/
perilaku yang
memungkinkan
melakukan
aktivitas

3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Dorong 1. Berikan


citra tubuh tindakan pengungkapan kesempatan
b.d keperawatan dalam mengenai masalah untuk
perubahan waktu 3x24 jam tentang proses mengidentifikasi
fungsi tubuh diharapkan masalah penyakit, harapan rasa takut/
gangguan citra tubuh masa depan. kesalahan konsep
dapat diatasi, dengan 2. Diskusikan arti dan
kriteria hasil : dari kehilangan/ menghadapinya
perubahan pada secara langsung
1. Mengungkapkan pasien/orang 2. Mengidentifikasi
peningkatan rasa terdekat. bagaimana
percaya diri Memastikan penyakit
dalam bagaimana mempengaruhi
kemampuan pandangan pribadi persepsi diri dan
untuk pasien dalam interaksi dengan
menghadapi memfungsikan orang lain akan
penyakit, gaya hidup sehari- menentukan
perubahan pada hari, termasuk kebutuhan
gaya hidup, dan aspek-aspek terhadap
kemungkinan seksual. intervensi/
keterbatasan. 3. Diskusikan konseling lebih
2. Menyusun persepsi pasien lanjut.
rencana realistis mengenai 3. Isyarat verbal /
untuk masa bagaimana orang non verbal orang
depan. terdekat menerima terdekat dapat
keterbatasan mempunyai
4. Perhatikan pengaruh mayor
perilaku menarik pada bagaimana
diri, penggunaan pasien
menyangkal atau memandang
terlalu dirinya sendiri.
23
memperhatikan 4. Dapat
perubahan menunjukkan
5. Susun batasan emosional
pada perilaku mal ataupun metode
adaptif. Bantu koping
pasien untuk maladaptive,
mengidentifikasi membutuhkan
perilaku positif intervensi lebih
yang dapat lanjut.
membantu koping. 5. Membantu
6. Ikut sertakan pasien untuk
pasien dalam mempertahankan
merencanakan kontrol diri, yang
perawatan dan dapat
membuat jadwal meningkatkan
aktivitas. perasaan harga
7. Berikan bantuan diri.
positif bila perlu. 6. Meningkatkan
8. Kolaborasi: Rujuk perasaan harga
pada konseling diri, mendorong
psikiatri, mis: kemandirian, dan
perawat spesialis mendorong
psikiatri, psikolog. berpartisipasi
9. Kolaborasi: dalam terapi.
Berikan obat- 7. Memungkinkan
obatan sesuai pasien untuk
petunjuk, mis; anti merasa senang
ansietas dan obat- terhadap dirinya
obatan peningkat sendiri.
alam perasaan. Menguatkan
perilaku positif.
Meningkatkan
rasa percaya diri.
8. Pasien / orang
terdekat mungkin
membutuhkan
dukungan selama
berhadapan
dengan proses
jangka panjang /
ketidakmampuan
.
9. Mungkin
dibutuhkan pada
saat munculnya
depresi hebat
sampai pasien
mengembangkan
kemampuan
koping yang
lebih efektif.

24
3.5 IMPLEMENTASI

N TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI NAMA


O / JAM / TERANG/TTD
HARI
1 07 januari Nyeri kronis b.d
2018 kondisi 1. Menyelidiki keluhan nyeri,
Jam 14.00 muskuloskeletal catat lokasi dan intensitas
wib kronis. (skala 0-10). Catat faktor-
faktor yang mempercepat dan
tanda-tanda rasa sakit non
verbal.

2. Memberikan matras / kasur


keras, bantal kecil,. Tinggikan
linen tempat tidur sesuai
kebutuhan.

3. Mendorong untuk sering


mengubah posisi,. Bantu
untuk bergerak di tempat
tidur, sokong sendi yang sakit
di atas dan bawah, hindari
gerakan yang menyentak.

4. Memberikan masase yang


lembut.

5. Menganjurkan pasien untuk


mandi air hangat atau mandi
pancuran pada waktu bangun
dan/atau pada waktu tidur.
Sediakan waslap hangat
untuk mengompres sendi-
sendi yang sakit beberapa kali
sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi, dan
sebagainya.

6. Memberikan obat sebelum


aktivitas / latihan yang
direncanakan sesuai petunjuk

7. Mengkolaborasikan: Berikan
obat-obatan sesuai petunjuk
(mis:asetil salisilat)
2 07 januari Gangguan 1. Memberikan/membantu
2018 mobilitas fisik pasien untuk melakukan
Jam 16.00 b.d gangguan rentang gerak pasif dan aktif.
wib neuromuskular 2. Menkolaborasi dalam
pemberian analgetik sesuai

25
program dan efektifitasnya.
3. Menkolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien.
3 07 januari Gangguan citra 1. Mendorong pengungkapan
2018 tubuh b.d mengenai masalah tentang
Jam 19.00 perubahan proses penyakit, harapan
wib fungsi tubuh masa depan.
2. mendiskusikan arti dari
kehilangan/ perubahan pada
pasien/orang terdekat.
Memastikan bagaimana
pandangan pribadi pasien
dalam memfungsikan gaya
hidup sehari-hari, termasuk
aspek-aspek seksual.
3. Mendiskusikan persepsi
pasien mengenai bagaimana
orang terdekat menerima
keterbatasan
4. Memperhatikan perilaku
menarik diri, penggunaan
menyangkal atau terlalu
memperhatikan perubahan
5. Menyusun batasan pada
perilaku mal adaptif. Bantu
pasien untuk mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat
membantu koping.
6. Mengikut sertakan pasien
dalam merencanakan
perawatan dan membuat
jadwal aktivitas.
7. Memberikan bantuan positif
bila perlu.
8. Mengkolaborasi: Rujuk pada
konseling psikiatri, mis:
perawat spesialis psikiatri,
psikolog.
9. Mengkolaborasi: Berikan
obat-obatan sesuai petunjuk,
mis; anti ansietas dan obat-
obatan peningkat alam
perasaan.

3.6 EVALUASI

N TANGGAL/JAM EVALUASI TTD/NAMA


O
TERANG
1 8 januari 2018 S:
26
08.00 wib - Pasien mengatakan nyeri sendi
berkurang

O:
- Pasien terlihat lebih baik
- Pasien sudah tidak meringis kesakitan
dan lemas
- Skala nyeri :
P : Nyeri saat beraktifitas
Q : Seperti ditusuk tusuk
R : didaerah sendi kaki bagian kiri.
S : Skala 5
T : nyeri hilang timbul sewaktu-waktu

A : Masalah gangguang rasa nyaman


teratasi sebagian.

P : lanjutkan intervensi dengan


mendelegasikan kepada perawat jaga
selanjutnya.

1. Kaji secara komprehensip terhadap


nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri dan faktor presipitasi

2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara


nonverbal

3. Ajarkan cara penggunaan terapi non


farmakologi (distraksi, guide imagery,
relaksasi

2 8 januari 2018 S:
10.00 wib - Px mengatakan pembengkakan
dibagian lutut kiri mulai berkurang.
- Pasien mengatakan sudah tidak lemah
lagi.

O:
- Px terlihat lebih baik dari sebelumnya
- Pembengkakan dilutut bagian kiri dan
kemerahan mulai berkurang.
- TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 96x/mnt
RR : 18x/mnt
S : 37,5 c

A : Masalah teratasi sebagian

27
P : lanjutkan intervensi dengan
mendelegasikan kepada perawat jaga
selanjutnya.
1. 2 dan 3.
3 8 januari 2018 S:
12.00 wib - Px mengatakan mulai menerima
tentang penyakitnya.
- Px mengatakan mulai fokus akan
proses penyembuhannya.

O:
- Px terlihat lebih baik dari sebelumnya
- Px sudah tidak banyak mengeluh lagi
- Px terlihat lebih bersemangat

A : masalah teratasi

P : hentikan intervensi.

28
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jadi penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban dan pasien dapat juga menunjukkan gejala
berupa kelemahan umum cepat lelah.
B. SARAN
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai
bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang akan datang, diantaranya :
i. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti
tentang rencana keperawatan pada pasien dengan rheumatoid artritis,
pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan
klien dan keluarga.
ii. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan rheumatoid
artritis maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan
kebutuhan klien yang mengalami rheumatoid artritis.
iii. Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis
dengan keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan
memotivasi klien dalam proses penyembuhan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.

Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta.

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC

30

Anda mungkin juga menyukai