Anda di halaman 1dari 2

1.

Pathogenesis
Sebelumnya telah disebutkan bahwa obat kardiovaskular yang dikonsumsi
pasien PJK memiliki efek samping sistemik maupun rongga mulut yang salah satunya
adalah xerostomia (Aronson JK, 2011). Pusat saliva mengontrol derajat pengeluaran
saliva melalui saraf otonom yang mempersarafi kelenjar saliva. Tidak seperti sistem
saraf otonom ditempat lain, respon simpatis dan parasimpatis di kelenjar saliva tidak
saling bertentangan. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis, keduanya
meningkatkan sekresi saliva tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang berperan
berbeda. Rangsangan parasimpatis berperan dominan dalam sekresi saliva dapat
menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam jumlah besar dan kaya enzim. Stimulasi
simpatis di pihak lain, menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit dengan
konsistensi kental dan kaya mukus. Karena rangsangan simpatis menyebabkan sekresi
saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebih kering daripada biasanya. (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007; Sham
Me, 2011)
Adanya pengurangan laju aliran saliva akibat mengonsumsi obat kardiovaskular
terjadi dikarenakan obat tersebut dapat menyebabkan depresi saraf otonom.
Penggunaan obat kardiovaskular tersebut dapat memblokade sistem parasimpatis yang
berperan dominan dalam sekresi saliva sehingga keadaan simpatis dari saraf otonom
yang bekerja dengan menghasilkan volume saliva yang sedikit.
Depresi tersebut dapat terjadinya dengan meniru aksi sistem saraf otonom atau dengan
secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Meniru aksi
sistem saraf otonom terjadi dengan cara meniru aksi neurotransmitter dari saraf otonom
yang biasanya memberikan perintah untuk kelenjar saliva mengeluarkan saliva,
sehingga keadaan yang terjadi pada pasien yang mengonsumsi obat tersebut adalah
terhambatnya aliran saliva. (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007; Sham Me, 2011; Arunkumar S et al, 2012)
Apabila obat tersebut bereaksi secara langsung dalam proses seluler itu dapat
terjadi ketika obat PJK tersebut berdifusi ke pembuluh darah untuk meringakan
penyakitnya, obat tersebut langsung memberikan sinyal ke otak untuk menghambat
kerja saraf otonom dalam mengatur sekresi saliva sehingga dapat mengakibatkan
penurunan laju aliran saliva. (Arunkumar S et al, 2012; Aronson JK, 2009; Sham ME,
2011)
Antihipertensi (Adrenergic Blocking Agents)
Antihipertensi klasik yang bekerja secara terpusat seperti clonidine, guanfacine
dan alpha-methyl-DOPA (melalui metabolit alfa-metil-noradrenalin) yang aktif
menginduksi penghambatan simpatoid perifer dan penurunan tekanan darah sebagai
akibat stimulasi alfa 2-adrenoceptor di otak batang. Ganglion blocker dan khususnya
beta-blocker (beta-adrenoceptor antagonists) dapat menyebabkan mulut kering
(Nederfors, 1996) yang diduga berhubungan dengan aktivasi SSP dan reseptor 2-
adrenergik kelenjar ludah. Obat antihibular yang bekerja sentral, atau simpatolitik,
(reserpin, metildopa, dan klonidin) sekarang jarang digunakan karena ADR yang
menonjol termasuk mulut kering, sedasi, pusing, dan edema.
Pengobatan dengan antagonis adrenoseptor non-selektif dan beta 1-selektif
dibandingkan dengan plasebo menunjukkan bahwa komposisi saliva tetapi tidak laju
aliran saliva dipengaruhi oleh antagonis beta-adrenoseptor, dan efek yang paling
menonjol diamati untuk komposisi protein total dan aktivitas amilase, keduanya
menurun secara signifikan (Nederfors, 1996). Pada kelompok hipertensi,
bagaimanapun, laju aliran saliva keseluruhan meningkat secara signifikan pada
penarikan obat dan menurun lagi pada paparan ulang terhadap metoprolol (Nederfors,
1996).
Calcium Channel Blocker
Mekanisme kerja obat golongan ini adalah menghambat masuknya (influks) ion
kalsium ke dalam sel otot jantung dan otot polos pembuluh darah. Dengan demikian
obat golongan ini memiliki efek relaksasi otot polos sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Pada kelenjar saliva, obat ini menekan sekresi air dengan

menutup channel Ca2+ sehingga pintu Cl- tidak dapat terbuka. Pintu Cl- yang tidak

terbuka menyebabkan Cl- dari intraseluler tidak dapat keluar melewati membran apikal
sel asinar dan air juga tidak dapat masuk menuju lumen asinar. Mekanisme tersebut
mempengaruhi whole saliva yang terdiri 99% air sehingga akhirnya menyebabkan
xerostomia (Asmi Usman dan Hernawan, 2017)

Anda mungkin juga menyukai