Disusun oleh :
ILMU KEOLAHRAGAAN
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimphakan rahmat dan karunianya kepada kita
semua, sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung
Muhammad SAW. Manusia yang menjadi teladan kita semua di muka bumi, manusia yang
membawa kita dari jaman jahiliah menuju jaman yang terang benderang, semoga kita selalu
mendapatkan syafaatnya di hari akhir.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini dan
makalah-makalah selanjutnya.
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 10
B. Saran 10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi Olahraga adalah sebuah cabang ilmu yang relatif baru di Indonesia, psikologi
olahraga masuk dalam ranah Sport Science. Sport science adalah rumpun ilmu pengetahuan
yang berfokus untuk membantu atlet agar mempunyai kualitas teknik, fisik dan mental yang
berada dalam level tertinggi (Latihan, n.d.).
Sebagaimana sebuah ilmu, Ilmu psikologi dan ilmu olahraga menuntut adanya suatu
obyektifitas. Salah satu usaha obyektifitas yang dilakukan adalah melalui pengukuran. Dalam
kaitannya dengan mengukur aspek psikologi pada pelaku olahraga, tidak mudah melakukan
pengukurannya karena jiwa manusia bersifat abstrak, namun berbagai usaha telah dilakukan para
ahli psikologi untuk mengkuantifikasikan aspek-aspek psikologi manusia yang pada masa kini
lazim disebut pengukuran psikologis ( Psychological Assessments).
Tidak seperti atribut fisik, atribut psikologis tidak dapat diukur secara langsung. Atribut
psikologi merupakan konstruk, konstruk adalah konsepsi hipotetis hasil imajinasi ilmiah ilmuwan
yang memilki eksistensi yang nyata dan bisa menimbulkan gejala yang dapat diukur (Chaplin,
1981:108). Dalam psikologi, konstruk adalah konsep hipotetis hasil imajinasi ilmiah ilmuwan
yang berusaha menjelaskan tingkah laku manusia (Noer, 1987:1). Konstruk bisa berupa respon-
respon tertentu (misalnya : respon agresifitas), kondisi atau situasi (misalnya : setres) atau suatu
konsep yang telah terjelaskan (misalnya: ego) (Cronbach, 1990:702).
B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud tes pengukuran psikologi?
2) Apa saja tes-tes pengukuran psikologis pada atlet?
3) Apa yang dimaksud dengan latihan mental?
4) Apa saja model latihan mental pada atelt?
C. Tujuan Penulisan
1) Memberikan penjelasan kepada pembaca tentang teknik-teknik atau tes pengukuran
psikologi pada atlet.
BAB II
PEMBAHASAN
b) Memiliki Reliabilitas
Reliabilitas adalah “sejauhmana hasil suatu pengukuran dapatdipercaya” (Azwar,
2001:4). Hasil pengukuran baru dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapakali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama,
selamaaspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Reliabilitas merujuk
pada konsistensiskor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji ulang
dengan tes yang sama padakesempatan yang berbeda, atau diuji dengan item-item yang
ekuivalen, atau di bawah kondisi pengujian yang berbeda (Anastasi & Urbina, 1997:84;
Azwar, 2001:4).
d) Memiliki Norma
Skor-skor pada tes psikologis paling umum diinterpretasikan dengan acuan pada
norma-norma yang menggambarkankinerja tes dari sampel terstandardisasi. Dengan
mengacu pada sampel standardisasi, skor mentahdiubah menjadi ukuran relatif. Skor
mentah individu diacu pada distribusi skor yang diperoleh lewat sampel standardisasi,
untuk menemukan dimana tempatnya dalam distribusi itu (Anastasi & Urbina,1997:48).
d) Latihan relaksasi
Tujuan dari pada latihan relaksasi, termasuk pula latihan manajemen stres,
adalah untuk mengendalikan ketegangan, baik itu ketegangan otot maupun
ketegangan psikologis. Ada berbagai macam bentuk latihan relaksasi, namun yang
paling mendasar adalah latihan relaksasi otot secara progresif. Tujuan daripada
latihan ini adalah agar atlet dapat mengenali dan membedakan keadaan rileks dan
tegang. Biasanya latihan relaksasi ini baru terasa hasilnya setelah dilakukan setiap
hari selama minimal enam minggu (setiap kali latihan selama sekitar 20 menit).
Sekali latihan ini dikuasai, maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk bisa
mencapai keadaan rileks. Bentuk daripada latihan relaksasi lainnya adalah autogenic
training dan berbagai latihan pernapasan. Latihan relaksasi ini juga menjadi dasar
latihan pengen- dalian emosi dan kecemasan.
Latihan visualisasi dan imajeri. Latihan imajeri (mental imagery) merupakan
suatu bentuk latihan mental yang berupa pembayangan diri dan gerakan di dalam
pikiran. Manfaat daripada latihan imajeri, antara lain adalah untuk mempelajari atau
mengulang gerakan baru; memperbaiki suatu gerakan yang salah atau belum
sempurna; latihan simulasi dalam pikiran; latihan bagi atlet yang sedang rehabilitasi
cedera. Latihan imajeri ini seringkali disamakan dengan latihan visualisasi karena
sama-sama melakukan pembayangan gerakan di dalam pikiran. Namun, di dalam
imajeri si atlet bukan hanya melihat gerakan dirinya namun juga berfungsi untuk
indera pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Untuk dapat menguasai
latihan imajeri, seorang atlet harus mahir dulu dalam melakukan latihan relaksasi.
e) Latihan Konsentrasi
Konsentrasi merupakan suatu keadaan dimana kesadaran seseorang tertuju
kepada suatu obyek tertentu dalam waktu tertentu. Dalam olahraga, masalah yang
paling sering timbul akibat terganggunya konsentrasi adalah berkurang- nya akurasi
lemparan, pukulan, tendangan, atau tembakan sehingga tidak mengenai sasaran.
Akibat lebih lanjut jika akurasi berkurang adalah strategi yang sudah dipersiapkan
menjadi tidak jalan sehingga atlet akhirnya kebingungan, tidak tahu harus bermain
bagaimana dan pasti kepercayaan dirinya pun akan berkurang.
Selain itu, hilangnya konsentrasi saat melakukan aktivitas olahraga dapat pula
menyebabkan terjadinya cedera. Tujuan daripada latihan konsentrasi adalah agar si
atlet dapat memusatkan perhatian atau pikirannya terhadap sesuatu yang ia lakukan
tanpa terpengaruh oleh pikiran atau hal-hal lain yang terjadi di sekitarnya. Pemusatan
perhatian tersebut juga harus dapat berlangsung dalam waktu yang dibutuhkan. Agar
didapatkan hasil yang maksimal, latihan konsentrasi ini biasanya baru dilakukan jika
si atlet sudah menguasai latihan relaksasi. Salah satu bentuk latihan konsentrasi
adalah dengan memfokuskan perhatian kepada suatu benda tertentu nyala lilin; jarum
detik; bola atau alat yang digunakan dalam olahraganya. Lakukan selama mungkin
dalam posisi meditasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penggunaan testing psikologis kepada atlet tampaknya belum banyak dilakukan di
Indonesia, dan kalau pun dilakukan hanya terbatas untuk kepentIngan penelitian. Hal ini antara
lain karena mahalnya biaya melakukan testing psikologis dan tidak tersedianya sumber daya
yangmemadai untuk melakukan prosedur tersebut. Selain itu, kebijakan kode etik psikologi dari
HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) menyatakan untuk melakukan testing psikologis
sangat terbatas pada psikolog yang memiliki ijin praktek saja, sehingga testing psikologis sangat
jarang dilakukan dikalngan olahraga. Testing psikologis masih menjadi ranah ilmu psikologi
saja; sementara psikologi olahraga lebih banyak terfokus pada intervensi-intervensi untuk
memaksimalkan performa atlet, tetapi sayangnya dengan mengabaikan profil psikologis masing-
masing atlet. Dan dari metode latihan mental ini yang terpenting adalah pilihan cara yang
digunakan sebaiknya disesuaikan dengan karakter atlet atau dapat juga mengkombinasikan
beberapa cara agar tidak menimbulkan kejenuhan atlet.
B. Saran
Semoga ditahun yang akan datang terjadi kolaborasi antara ilmuwan psikologi dan
olahraga untuk merancang atau mengadaptasi tes-tes psikologis yang bersifat sport-specific,
sehingga dapat digunakan untuk kalangan olahraga. Dengan adanya gambaran objektif dari alat
ukur psikologis yang valid danreliabel, para pelatih dan atlet dapat memahami area-area psikis
yang harus dibenahi secara lebihefektif
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi. Anna & Urbina, Susana. 1997. Psychological Testing, Seventh Edition New Jersey:
Simon & Schuster.
Suryabrata, Sumadi. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis . Yogyakarta: Penerbit Andi
Butcher & Nezami, 1994. Handbook of Psychological Assesments New York: Mc. Graw-Hill
Book Inc.
Chaplin, J. P. 1981.Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh Dari. Kartini Kartono. Jakarta:
Rajagrafindo Persada
Bar-Eli, M., Dreshman, R., Blumenstein, B., & Weinstein, Y. (2002). The effect of mental training
with biofeedback on the performance of young swimmers. Applied psychology, 51(4), 567-
581.
Connaughton, D., Wadey, R., Hanton, S., & Jones, G. (2008). The development and maintenance
of mental toughness: Perceptions of elite performers. Journal of Sports Sciences, 26(1), 83-
95.
Cornwall, M. W., Bruscato, M. P., & Barry, S. (1991). Effect of Mental Practice on Isometric
Muscular Strength 1. Journal of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 13(5), 231-234.
Crust, L., & Azadi, K. (2010). Mental toughness and athletes' use of psychological strategies.
European Journal of Sport Science, 10(1), 43-51.