Anda di halaman 1dari 20

ASSEMENT DALAM PSIKOLOGI KLINIS

Untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Psikologi Klinis


Dosen Pengampu : Eka Indah Nurmawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog

OLEH
Gabriel Pramana Setyawan (20090000143)
Rafidah Putri (20090000146)
Belinda Glorya Christy (20090000147)
Valensio Mathew Hadi (20090000163)
Ni Kadek Roslinda Devitasari (20090000169)

PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2022
DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................................................... 3
PEDAHULUAN ............................................................................................................................... 3
Latar Belakang .................................................................................................................. 3
Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 4
BAB II .............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 5
Pengertian Assement Dalam Psikologi Klinis .................................................................... 5
Assement Intelektual ......................................................................................................... 6
Aseement Kepribadian ....................................................................................................... 9
Projective assessment ................................................................................................................ 9
Objective Assement ................................................................................................................. 10
Assement Neuropsikologis .............................................................................................. 12
Assement Perilaku ........................................................................................................... 15
Metode Assement Perilaku....................................................................................................... 16
Bentuk Tambahan Assement Perilaku ...................................................................................... 17
BAB III ........................................................................................................................................... 19
PENUTUP ...................................................................................................................................... 19
Kesimpulan ..................................................................................................................... 19
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 20

2
BAB I
PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asesmen Psikologi Klinis pada mulanya dikenal dengan nama psikodiagnosis. Milah
"asesmen" dalam psikologi untuk pertama kalinya dikenali sebagai istilah psikologis dalam
buku Assessment of Man, yang melaporkan mengenai aktivitas salah satu cabang dari O.S.S.
(Office of Strategic Services) Amerika Serikat (OSS, 1948). Isinya adalah laporan kegiatan
menyeleksi calon untuk melaksanakan misi khusus dalam Perang Dunia II. Para pionir
pendekatan ini sering mengacu pada "the assessment method", yang juga disebut sebagian
orang dengan nama atau istilah "programmatic assessment" atau "multiple assessment" (Taft,
1959), karena menggunakan banyak teknik dan keputusan untuk mengumpulkan informasi
dari suatu kelompok individu yang biasanya tinggal beberapa hari dalam situasi test khusus -
ialah suatu "assessment center". (Selanjutnya assessmen centre ini dikenal sebagai suatu
metode yang terutama bercirikan perilaku).
Dalam masa modern, usaha asesmen ini dipelopori oleh Sir Galton di Inggris dan Sir
Cattel di Amerika Serikat sejak abad ke-19.Usaha ini dimaksudkan untuk mendapatkan
pemahaman pribadi individu yang lebih tepar, dengan cara melakukan langkah-langkah
pemeriksaan yang dapat diandalkan, obyektif, baku, dan sistematik sesuai prosedur yang
bertujuan memahami perbedaan-perbedaan individu. Yang dapat dinilai paling sistematis
adalah asesmen yang dilakukan Murray 11938), sebagaimana ditulis dalam bukunya
Exploration in Personality, dengan menggabungkan hasil tes psikologis, interview, dan
observasi. Menurut Kendall, 1982, asesmen klinis merupakan proses pengumpulan informasi
mengenai klien atau subyek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai
seseorang. Meskipun tidak selalu jelas, namun dengan sangat baik Kendall mengemukakan
"untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik". Hal ini mengimplementasikan bahwa
asesmen ini merupakan cara memperdalam pemahaman yang berbeda dan dilakukan melalui
cara lain, antara lain pergaulan yang biasa dan intensif.
Dalam proses asesmen ini, klinikus memilih metode asesmen dan melaksanakan,
memeriksa, serta menafsir informasi yang telah dihasilkan. Jika perlu, menyingkat
kesimpulan yang sesuai/menunjang (relevant) bagi klien dan mengkomunikasikan hasilnya
kepada profesional lain. Yang esensial bagi klinikus dalam melaksanakan asesmen ini adalah
menentukan macam informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara melihatnya.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Assemet dalam psikologi klinis ?
2. Apa saja bentuk daripada assement dalam psikologi klinis ?
3. Bagaimana pengertian masing – masing bentuk assement intelektual,
kepribadian, neuropsikologis dan perilaku ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari Assemet dalam psikologi klinis
2. Untuk memahami bentuk daripada assement dalam psikologi klinis
3. Untuk memahami pengertian masing – masing bentuk assement intelektual,
kepribadian, neuropsikologis dan perilaku

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Assement Dalam Psikologi Klinis


Saat ini yang paling banyak dipakai adalah istilah asesmen, sebagaimana
sedang dibicarakan. Istilah asesmen berasal dari ilmu praktek perpajakan, yaitu suatu metode
untuk menaksir berapa pajak yang harus dibayar oleh suatu perusahaan atau seseorang,
dengan cara menilai mengases jumlah kekayaannya. Selain istilah psikodiagnostika dan
asesmen, juga dikenal istilah lain seperti pengukuran atau measurement. Yang dimaksudkan
dengan pengukuran ini adalah usaha untuk mengetahui suatu fenomena tanpa harus
menghubungkannya dengan penilaian baik-buruk atau sakit what tertentu. Biasanya,
pengukuran atau measurement banyak digunakan dalam rangka psikometrika yang lepas dari
penilaian baik atau buruk Burak atau baik dalam rangka pukometni terjadi ketika hasilnya
digunakan untuk keperluan tertentu. Metode lain yang juga terkenal saat in dimulai tahun
1940-an adalah apa yang disebut asesmen centre. Centre di sini bukan pusat, tempat, atau
badan, melainkan menunjuk kepada jenis metode. Dalam asesmen senter, terutama
kompetensi orang yang diaset - kadang-kadang bisa juga potensinya - dinilai kemampuannya
untuk melaksanakan tugas yang biasa dilaksanakan pejabat dari jabatan yang akan dijabat
oleh orang yang diaset. Yang lain lagi adalah evaluasi psikologis dan appraisal. Juga yang
populer dikenal adalah pemeriksaan psikologi, psychological examination. Sedangkan tes
hendaknya dipahami sebagai salah satu metode dan asesmen atau pengukuran itu.
Dilihat dari substansi pemeriksaan, terdapat banyak jenis asesmen yang
digunakan dalam kegiatan Psikologi Klinis, terutama asesmen pemfungsian intelektual,
asesmen kepribadian, asesmen pemfungsian neuropsikologis, dan asesmen kepribadian,
Berikut ini dikemukakan keterangan prinsipal mengenai keempat jenis asesmen itu.
Menurut Bernstein dan Nietzel ( 1980 ) ada empat komponen dalam proses asesmen
psikologi klinis yakni:
1) Perencanaan dalam prosedur pengumpulan data (perencanaan prosedur pengumpulan
data );
2) Pengumpulan data untuk asesmen;
3) Pengolahan data dan pembentukan hipotesis atau ' pembuatan gambar ' dan
4) Mengomunikasikan penilaian data baik dalam bentuk laporan maupun dalam bentuk
lisan.

5
2.2 Assement Intelektual
Asesmen kemampuan dan atau kekurangan intelektual merupakan s satu tugas orisinal
yang dilakukan psikolog karena ada sebagian psikolog dan ada masa di mana faktor
inteligensi dinilai dan atau dianggap paling berperan dalam perkembangan kepribadian dan
pendalaman disiplin seseorang dalam melakoni kehidupannya, di bidang apapun.
Asesmen intelektual yang dianggap paling spektakuler di masa lalu adalah apa yang
dikerjakan oleh Sir Francis Galton pada tahun 1869) la menemukan apa yang disebut
Kualitas Genius Herediter, di mana dalam stilah "genus" itu terkandung berbagai macam
prestasi yang pada umumnya ndak dimasukkan kedalam hal yang berhubungan dengan
pengukuran inteligensi, misalnya prestasi gulat dan musik.
Asesmen intelektual barangkali merupakan kontroversi ilmuwan profesional pertama
dalam Psikologi Klines Para teoretisi dan penelit menaruh minat terhadap struktur intelek dan
berusaha untuk menyusun komponen intelektual berdasarkan sudut pandang yang berbeda.
Untuk mengembangkan tipe pengertian ini, dibutuhkan pengukuran dan prosedur statisk
lanjutan dan jumlah subyek penelitian yang banyak. Ahli lain, Spearman (1904)
mengemukakan adanya satu kemampuan yang disebut sebagai faktor umum inteligens
general factor of intelligence), sehingga saat ini kita mengenal salah satu teon Spearman
mengenai inteligensi sebagai General Factor Theory" Para ahli yang berpendapat lain
mengemukakan teori faktor spesifik, sehingga pada umumnya saat ini kita menganggap
inteligensi ini terdiri atas faktor umum dan faktor khusus. Faktor khusus inteligensi saat ini
tercermin dalam apa yang disebut multipelintelligence dari Gardner.
Pengertian inteligensi yang paling banyak dianut para ahli adalah apa yang
dikemukakan oleh Wechsler, yang mengatakan bahwa inteligensi merupakan pembangkit
atau kapasitas global individu untuk bertindak bertujuan, berpikir rasional, dan berhubungan
efektif dengan lingkungannya.
"Intelligence is the aggregate or global capacity of an individual to act purposively,
to think rationally, and to deal effectively with his environment" (Wechsler, 1958).
Namun, Rudolf Amthauer menyatakan hal yang sedikit berbeda. Menurutnya,
inteligensi ialah sebagai suatu struktur khusus dalam keseluruhan kepribadian seseorang,
suatu keutuhan yang berstruktur yang terdiri atas kemampuan jiwa-mental dan diungkapkan
melalui prestasi, serta memberikan kemampuan kepada individu untuk bertindak. Inteligensi
hanya dapat dikenal melalui ungkapan-ungkapan, yaitu terlihat melalui prestasi (1970)
"Intelligenz wird aufgefaszt als eine Sonderstruktur im Gesamt der Persoenlichkeits-
struktur eines Menschen. Intelligenz ist -fuer uns - eine strukturerte Ganzheit von seelizh-

6
geisten Faehigkeiten, die in Leistungen wirksam werden und den Menschen befachigen, als
Handelnder in seiner welt bestehen zu koennen. Erkannt werden kann die Intelligenz nur an
ihren Aeuszerungen, naemlich dann, wenn sie in Leistungen sichtbar wird" (Rudolf
Amtahuer, 1970).
Pada tahun 1980 Wechsler menguraikan inteligensi sebagai masalah posisi relatif,
bagaimana seseorang melakukan tindakan performance dalam relasinya dengan kawan
sebayanya. Jadi, kemampuan dan kapabilitas mutlak relatif dengan orang lain harus
dipertimbangkan jika inteligensi diaset (dinilai). Sumber inteligensi sendiri adalah genetika,
lingkungan, dan genetika-lingkungan. Yang dimaksud dengan genetika-lingkungan adalah
sintesis dari lingkungan dan genetis, ialah landasan inteligensi yang terjadi akibat adanya
pengaruh lingkungan. Sejak awal hal ini menampilkan kontroversi mengenai peranan alam-
pembinaan, nature-nurture issues Berdasarkan posisi genetik, prediktor utama inteligensi
anak adalah IQ orang tua anak itu, bebas dari siapa yang mendidiknya. Beberapa buks yang
mendukung hubungan antara inteligensi dan turunan diterbitkan oleh Erlenmeyer-Kimling
dan Jarvik (1963). Sebaliknya, posisi lingkungan menyatakan bahwa kondisi-kondisi
lingkungan dapat mengungguli turunan dalam menentukan kapasitas intelektual. Salah satu
pelopornya adalah Watson, 1925 yang menyatakan "Beri saya selusin bayi sehat, terawat
baik, dan dunia spesilisasikan dapat mengangkatnya. Saya memberikan garansi bahwa secara
acak, saya akan dapat mendidikanya menjadi spesialis yang diandalkan, dokter, ahli hukum
dan sebagainya".
Dalam hal turunan dan pemeliharaan ini, penelitian spektakuler dan William Stern
merupakan acuan fenomenal yang menemukan bahwa kapasitas intelektual kurang lebih 49%
ditentukan warisan dan 51% hasil pendidikan Jadi, kita tidak dapat sepenuhnya
mengandalkan pada salah satu, melainkan harus kedua-duanya. Orang memiliki IQ tinggi
bisa jadi berkat warisan yang baik, misalnya orang tua yang pandai-pandai, tetapi bisa juga
karena belajar dengan baik. Para peneliti mengenai inteligensi antara lain memberikan pusat
perhatian pada masalah genotyes dan phenotypes. Genotype mengacu pada komponen total
faktor-faktor genetik individu, yang terlihat maupun tak terlihat. Sementara phenotype
mengacu pada karakteristik individu yang teramati yang merupakan hasil dari interakasi
antara genotype dengan lingkungan.
Berikut ini dikemukakan beberapa alat tes inteligensi yang umum dipakai. khususnya
di Indonesia:
1) Stanford-Binet Intelligence Scale. Semula alat tes pengukuran inteligensi ini
adalah Skala Binet-Simon. Alat ini terdiri atas 30 pertanyaan yang dimulai

7
dari yang sangat mudah ke yang sangat sukar dan yang mengukur kemampuan
sensori dan perseptual, seperti juga keterampilan verbal. Kemudian,
mengalami beberapa revisi, dan revisi besar-besaran dilakukan di Amerika
oleh Terman (1916) di Stanford Univesity yang kemudian dikenal dengan
nama Stanford-Binet.
2) Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) WAIS merupakan alat pemeriksaan
inteligensi yang bersifat individu. WAIS merupakan alat yang paling populer
karena paling banyak digunakan di dunia saat ini. Semula bernama Wechsler
Bellevue Intelligence Scale (WBIS) disamping WISC (Wechsler Intelligence
Scale for Children). Tes inteligens in WAIS memiliki enam subtes yang
terkombinasikan dalam bentuk skala pengukuran keterampilan verbal dan lima
subtes membentuk suatu skala pengukuran keterampilan tindakan
performance), Subtes verbal, terdiri dari
a. General Information (mengukur informasi yang telah dipelajari.
dari kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan budayanya
b. General Comprehension (mengukur social judgement, kemampuan
untuk menggunakan informasi sebelumnya untuk menghadapi masalah
sehari-hari, dan kapasitas pemahaman atau abstraksi).
c. Arithmetic (mengukur kemampuan konsentrasi dan rentang perhatian
aktif)
d. Similarities (mengukur memori, komprehensit, abstract reasoning, dan
kapasitas berpikir asosiatif dan conceptual judgement).
e. Vocabulary (mengukur rentang gagasan, isi pikiran, kekayaan proses
kognitif dan lingkungani
f. Digit Span (membedakan orang yang tenang dan atentif dari yang
mudah terganggu, penuh kecemasan, dan yang tidak memiliki
perhatian),
Subtes performance, terdiri atas:
1) Digit Symbol (mengukur deksteriti visual-motor dan koordinasi motor
halus, juga digunakan untuk mengindikasikan taraf persistensi subyek
dalam sticking atas tugas-tugas tidak menarik).
2) Picture Completion (mengukur diskriminasi visual, konsentrasi, dan
reasoning)

8
3) Block Design (mengukur nonverbal reasoning, kecepatan berprestasi,
dan koordinasi visual motor).
4) Picture Arrangement (mengukur kemampuan subyek untuk
menggunakan persepsi visual yang akurat, melihat ke depan,
merencanakan dan menafsirkan situasi sosial).
5) Object Assembly (mengukur analisis visual, kemampuan menyusun
secara sederhana, kemampuan untuk menangani hubungan bagian-
keseluruhan). Subtes ini melihat koordinasi visual motor lebih aktif
daripada yang diukur Picture Arrangement.
2.3 Aseement Kepribadian
Asesment kepribadian merupakan istilah yang umum dalam upaya untuk menemukan
pola perilaku dan pola pikiran atau penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya.
Kadang-kadang lingkungan ini dilengkapi menjadi tuntutan lingkungan, baik ketika seorang
psikolog diminta untuk mengases kepribadian seseorang yang sedang memiliki masalah dan
berada dalam suatu kondisi lebih buruk daripada biasanya. Salah satu sifat yang khas dalam
laporan kepribadian adalah bahwa satu-satunya bentuk yang memadai adalah laporan yang
bersifat dinamis yang menggambarkan interaksi. antarkomponen dalam kepribadian sehingga
melahirkan suatu pola perilaku tertentu yang sifatnya khas. Dengan cara deskriptif, uraian
tidak akan mencapai gambaran kepribadian yang khas. Begitu juga dengan cara tipologis,
yang dalam dasawarsa ini makin nampak disukai dan dibutuhkan orang. Seperti asesmen
lainnya, dalam asesmen kepribadian pada dasarnya terdapat pembagian menjadi projective
assessment dan objective assessment.

a. Projective assessment
Projective assessment berkembang dari perspektif teoretis yang menampilkan
karakteristika dinamis sebagai inti kepribadian (seperti teori psikoanalitis). Karena itu,
metode dasar melibatkan upaya menyiapkan subyek dalam suatu bentuk kisah, ambifus, dan
hampir tanpa isi terhadap mana untuk berespon bersama suatu minimum struktur atau
instruksi. Secara teoretis, pemeriksa menganggap bahwa bila semua alat tes berisikan suatu
isi yang minimum maka respons subyek hanya merupakan fungsi kepribadian subyek. Dapat
dikatakan, makin banyak kesempatan subyek harus berespon bebas idiosinkratis, makin
personal dan bermaknalah respon-respon itu. Berdasarkan pandangan teori psikodinamik
mengenai kepribadian, proyeksi dilihat sebagai alat yang sensitif bagi aspek tak sadar
perilaku, Mekanisme pertahanan diri dan kecenderungan laten disimpulkan dari data fantasi

9
tak terstruktur yang dihasilkan dalam konteks di mana tidak ada jawaban yang benar dan
salah. Menurut Lindzey, teknik projective merupakan alat yang dianggap memiliki
sensitivitas yang khusus untuk aspek perilaku yang tertutup dan tak sadar, memungkinkan
atau menggali varietas respon subyek yang luas, sangat multidimensional, dan menggali data
respon yang kaya atau sangat kaya dan bersenyawa dengan kesadaran subyek yang minimum
menyangkut tujuan dari tes. Lebih lanjut, sangat sering benar bahwa material stimulus yang
disajikan tes proyektif ambigus, interpretasi berdasarkan analisis holistik, tes menggali respon
fantasi, dan tidak ada respons yang benar atau salah terhadap tes tersebut.
Banyak jenis alat tes proyeksi. Lindzey membaginya berdasarkan kategori tipe
respon, yaitu: (1) asosiasi, (2) konstruksi, (3) melengkapi, (4) memilih atau membuat
peringkat, dan (5) ekspresi. Yang dimaksudkan dengan teknik asosiasi ialah meminta subyek
untuk mengasosiasikan atau menjawab stimulus yang diberikan pemerkasa, misalnya tes
Rorscahch atau asosiasi kata. Tes konstruksi meminta subyek untuk membangun atau
menciptakan cerita atau gambar. Tes konstruk merupakan aktivitas kognitif yang lebih rumit
daripada teknik asosiasi Thematic Apperception Test merupakan salah satu contohnya.
Dengan teknik penyempurnaan, dimaksudkan bahwa material tes merupakan sesuatu yang
belum lengkap. Adapun cara melengkapinya diserahkan kepada subyek Sebagai misal adalah
tes Picture Completion dari Wartegg atau Sentence Completion Test dari Harry S. Sullivan
dan Murray. Tes dari Szondi merupakan contoh tes dengan tipe choice atau ordering
projective tech nique, karena subyek diminta untuk untuk memilih gambar-gambar yang
paling disukai sampai yang paling tidak disukai. Pengukuran projekt yang ekspresif meminta
subyek untuk menciptakan produksi, seperti metode konstruksi, tetapi di sini subyek
memainkan peranan aktif dalam menentukan apa yang harus dikonstruksikan. Kedua kreasi
dan pola menciptakan dianalisis yang sejalan dengan isi kreasi. Bermain, menggambar,
melukis, dan psikodrama dapat disebut contoh alat ukur proyektif yang ekpresif.

b. Objective Assement
Pendekatan obyektif asesmen kepribadian merupakan usaha yang secara ilmiah
berusaha menggambarkan karakteristika atau sifat-sifat individu atau kelompok sebagai alat
untuk memprediksi perilaku. Menurut Butcher, 1971, ada tiga perbedaan mendasar antara
asesmen proyektif dan asesmen obyektif. Pertama, asesmen proyektif sangat menaruh
perhatian pada dinamika intrapsihik sementara asesmen obyektif mencari deskripsi sifat.
Yang dimaksud dengan deskripsi sifat ialah deskripsi kebiasaan seseorang atau gaya

10
karakteristik. Kedua, tes proyektif bersifat samar-samar dan memiliki kebebasan untuk
menjawab, sementara tes obyektif memiliki stimuli yang dirancang secara jelas dan meminta
jawaban-jawaban yang terbatas. Ketiga, isi respons tes proyektif secara tipikal ditafsir tiap
orang tanpa referensi norma. Skortes obyektif membandingkan hasil seseorang dengan orang-
orang lainnya. Oleh karena itu, standarisasi sangat penting dalam tes obyektif. Secara singkat,
asesmen obyektif merupakan pendekatan yang terstruktur, ilmiah, dan non subyektif dalam
deskripsi individual. Yang paling terkenal dalam pemakaian klinis, terutama di kalangan
psikiatri, adalah Minnesota Multiphasic Personality Inventori (MMP). California
Psychological Inventory (CPI), dan Sixteen Personality Factor Questionnair (16 PF).

1. Minnesota Multiphasic Personality Inventori (MMPI)


Inventori ini dikembangkan oleh Hathaway dan McKinley, pada tahun 1942, dan
terdiri dari 550 butir pernyataan yang dapat dijawab betul, salah, atau tidak dapat
mengatakannya. Skor akan menggambarkan 4 skala validitas dan 10 skala klinis. Skor
kemudian dikonversikan ke dalam T score dan ditempatkan pada profil MMPI. Skor T
merupakan skor paling standar. Skor T 50 merupakan rata-rata untuk subyek populasi
umum. Secara tipikal, berlandaskan distribusi normal skor T ini, 68.7% pengisi tes
akan mendapatkan skor T antara 40 dan 60. Tidak ada makna klinis berhubungan
dengan angka-angka dalam rentang rata-rata ini. Hanya 16% skor yang lebih tinggi
atau lebih rendah dari skor T 60,dan skor lebih besar dari 60 yang termasuk 2%
normal. Skor ini sangat jarang mengindikasikan bahwa subyek menyimpang dari nilai
rata-rata. Makna klinis biasanya bersangkutan dengan skor menyimpang demikian.

2. California Psyhological Inventory (CPI)


California Psychological Inventory merupakan tes dengan 480 butir pernyataan, yang
terdiri dari 18 skala. Sedikit berbeda dengan MMPI, CPI mengandung pernyataan-
pernyataan yang berisikan pola perilaku dan perasaan, pendapat dan sikap sosial
subyek mengenai etika sosial serta masalah keluarga. CPI terutama digunakan bagi
subyek yang tidak terganggu, normal, dan lebih menampilkan karakter kepribadian
daripada deskripsi diagnostik. Dengan demikian, sebagai pengukuran obyektif
digunakan dalam asesmen, CPI lebih bermanfaat untuk mendapatkan pemahaman
subyek sebagai suatu pribadi dan kurang bermanfaat untuk menampilkan diagnosis.
Skala dasar CPI terbagi dalam empat kelas skala.

11
2.4 Assement Neuropsikologis
Asesmen neuropsikologis melibatkan pengukuran tanda-tanda perilaku yang
mencerminkan kesehatan atau kekuranton dalam fungsi otak. Terdapat tiga kegiatan pukolog
klinis dalam asesmen neuropsikologis, yaitu menyangkut fokus perhatian dalam asesmen ini,
banyak tes neuropsikologs utama, dan bukti-bukti riset yang menyangkut reliabilitas dan
validitas tes untuk asemen neuropsikologis
a. Pertanyaan-pertanyaan Asesmen Neuropsikologis yang Memerlukan Jawaban.
Kapan saja otak seseorang mengalami gangguan, baik karena penyakit ataupun
genetis, kelumpuhan menyebabkan perubahan dalam pikiran, perilaku, dan au emosinya.
Kadang-kadang hal ini merupakan perubahan positif, seperti misalnya jika hemisfer kanan
mengalami gangguan menyebabkan peningkatan sosabilitas dan meredakan kecemasan,
tetapi hampir tidak dapat dihindarkan elek negatif mengikutinya. Asesmen neuropsikologis
berusaha untuk menunjuk kehadiran, dan lokasi, cedera otak dengan menjawab enam
pertanyaan berikut:
1. Apakah gangguan otak itu jelas lokasinya atau kabur?
Biasanya, jika cedera otak terbatas pada daerah yang tertentu, hasil gangguan kognitif,
afektif, dan perilaku akan spesifik dan terbatas. Bagaimanapun, jika gangguan otak lebih
kabur, hasil berupa disfungsi cenderung untuk berkorespondensi tergeneralisasi, Sumber
gangguan otak yang kabur termasuk oksigen (anoxia), penyakit infeksi, penyakit degeneratif,
penyalahgunaan obat, dan cedera kepala. Gangguan otak yang jelas lokasinya berasal dari
trauma yang lebih spesifik, tumor, infeksi pada daerah tertentu, atau gangguan vaskular.
2. Apakah gangguan bersangkutan dengan pergeseran jaringan atau penyakit jaringan?
Pergeseran jaringan otak, biasanya menghasilkan simtom perilaku yang spesifik.
Penyakit jaringan lebih sering menyebabkan gangguan otak dan disfungsi perilaku yang
tergeneralisasi, termasuk "elek jarak".
3. Apakah gangguan bersifat progresif atau non progresif!
Prognosis untuk deteriorasi yang berkelanjutan vs kondisi yang tetap penting untuk
perencanaan rehabilitasi dan penanganan, maupun untuk pengetahuan klien. Trauma insiden
tunggal cenderung untuk berefek ng tidak bertumbuh terus menerus. Sebaliknya, penyakit
atau gangguan otak yang samar cendeeung untuk membuat deteriorisasi progresif.
4. Apakah gangguan akut atau kronik?
Yang paling cepat dan rekoveri ekstensif gangguan perilaku dan fungsi kognitif
cenderung terjadi pada satu atau dua bulan pertama setelah cedera otak. Dalam, banyak
kasus, terutama dengan gangguan otak yang jelas daerahnya, perkembangan bertahap dapat

12
berkelanjutan untuk beberapa tahun, sementara pada kasus disfungsi otak kronik
menghasilkan secara progresif lebih melebar dan menyebabkan deteriorasi kognitif dan
perilaku.
5. Apakah disfungsi itu organik atau fungsional?
Implikasi dari pembedaan antara yang bersifat fisiologis vs psikologis yang
disebabkan oleh masalah-masalah juga penting. Orang yang otaknya tidak mengalami
kerusakan sering memperlihatkan disfungsi perilaku dan kognitif yang hampir sejajar dengan
simtom kerusakan otak jika mereka mengalami kesulitan psikologis yang serius. Kesalahan
diagnosis baik dalam arah dapat membuat efek negatif pada penyesuaian sosial dan dan
terapi. Jika kerusakan otak salah diagnosis, terutama gangguan yang samar atau degeneratif,
hal ini dapat membawa ke abandonment terapi terapi psikologis dan atau penggunaan obat
yang tidak sesuai, baik yang dapat memperparah ketidakmampuan pasien maupun perubahan
rekoverinya.
6. Mungkinkah "Minimal Brain Dysfunction?"
Kelompok orang yang secara khusus sukar bagi psikolog klinis untuk membuat
diagnosa yang akurat adalah anak-anak yang memperlihatkan gangguan perilaku dan kognitif
sama dengan evidensi anak-anak yang mengalami kerusakan otak. Akan tetapi bagi mereka,
neurolog tidak dapat menemukan evidensi kelumpuhan otak yang jelas. Anak-anak ini diberi
label yang berbagai-bagai seperti "minimal brain dysfunction (MBD), "hyperactive", dan
"learning disability. Sampai saat ini riset sedang berjalan untuk dapat menjelaskan peranan
kerusakan otak v faktor-faktor psikologis dan "MBD" anak-anak.
b. Berbagai Tes Asesmen Neuropsikologis Terdapat delapan jenis tes asesmen
neuropsikologis yaitu:
a) Tes Persepsi Visual
Antara lain Test of Facial Perception (ToFR) dari Benton & Van Allen Hidden Figure
and Hidden Word Tests (HFaHWT) dari Thailand, dan Word or Picture Recognition and
Recall (WoPRAR) dari Battersby Bender, Pollack, & Kahn.
 ToFR meminta subyek untuk melihat beberapa "criterion" gambar wajah, satu
pada suatu saat, dan setelah itu memasangkan kriteria itu dengan satu dan enam
gambar wajah yang minip. Gambar yang benar dibuat secara progresif makin
sukar untuk menemukan dengan menampilkannya pertama-tama sebagai
pandangan depan identik dengan gambar kriteria, kemudian setelah tiga perempat
pandangan, dan akhirnya sebagai pandangan depan dengan pencahayaan yang

13
sama sekali berbeda. Jumlah 54 gambar diperlihatkan kepada subyek, dan skor 33
atau kurang dipertimbangkan mengindikasikan kelemahan dalam persepsi visual
 HFAHWT meminta subyek untuk mengidentifikasikan sebuah gambar yang
sederhana yang disembunyikan dalam suatu gambar yang kompleks dengan
menelusurinya. Dengan cara yang sama, sebuah kata yang senembunyi dalam
deretan huruf yang tak berarti harus ditemukan dalam Hicken Word Test. Contoh,
"hello" tersembunyi dalam rangkaian hurid sebagai benkut "ambelloantred
 WoPRAR menampilkan kepada subyek dua hal penting, yaitu:
(1) Kata-kata yang akrab yang dicetak dalam tipe yang besar dan tebal (misalnya
surat kabart, dan
(2) Gambar simetris secara vertikal. Subyek harus membaca kata-kata dan
mencandrakan gambar. Tes ini terutama bermanfaat untuk mengidentifikasi
potongan-potongan bidang hommonumous, bags orang-orang dengan disfungsi
seperti hanya melihat bagian dan kata atau gambar.
b) Testes Persepsi Pendengaran
Contohnya Seashore Rhythm Test dan Speech-Sound Perception Test. Seashore
Rhythm Test memuat subtes dan Seashore Tests of Musical Talent yang meminta
subyek untuk membedakan 30 pasangan beat rimis yang kadang-kadang sama
dan kadang-kadang berbeda. Sedangkan pada Speech-Sound Perception Test,
subyek mendengarkan 60 kata-kata tak berarti yang diucapkan dalam suatu
audiotape. Kata-kata tak berarti itu memiliki bunyi sama "ee" di tengah-
tengahnya tetapi berbeda dalam konsonan di akhir dan awal kata. Subyek harus
menggarisbawahi kata-kata yang benar dari daftar kata dari empat kemungkinan
jawaban. Jadi, yang terlihat adalah koordinasi antara keterampilan koordinasi
visual dan linguistik serta persepsi auditori.
c) Test of Tactile Perception
Antara lain Sensory Perceptual Examination dan Fingertip Writing.
d) Test of Motor Coordination and Steadiness
Antara lain Finger Oscillation Test dan Klove-Matthews Motor Steadiness Battery.
e) Tests of Sensomotor Construction Skill
Antara lain Block Rotation Test, Tactual Performance Test, Bender-Gestalt
Test, dan Graham-Kendall Memory for Designs Test.
f) Tests of Memory

14
Antara lain Wechsler Memory Scale. Tes daya ingat dari Wechsler ini terdiri dari
short dan long term verbal dan non verbal memory. Yang paling sering dipakai terdiri atas
tujuh bagian tes. Informasi yang bersifat personal dan aktual melibatkan kesadaran diri dasar
pribadi (umur, nama, hari kelahiran) dan pengetahuan mengenai informasi aktual praktis
(seperti nama lembaga-lembaga pemerintah yang penting). Orientasi butir-butir pertanyaan
berarah pada kesadaran waktu dan tempat subyek
g) Tests of Verbal (Kemampuan Bahasa)
Antara lain Aphasia Screeing Test, Token Test, Non Sensory Center Comprehensive
Examination for Aphasia. Dalam Aphasia Screening Test, subyek diminta untuk menyebut
nama objek populer, mengeja kata-kata sederhana, mengidentifikasikan nomor dan huruf
tunggal, menulis dan membaca frase-frase dan kalimat-kalimat pendek, melakukan kalkulasi
hitungan yang sederhana, mengulangi dengan keras kata dan kalimat yang diucapkan,
mengidentifikasi bagian-bagian badan, membedakan antara kiri dan kanan, dan mencontoh
bentuk yang sederhana.
h) Tests of Conceptual Reasoning Skills
Antara lain Category Test dan Trail Making Test

2.5 Assement Perilaku


Asesmen perilaku merupakan pendekatan situasi spesifik, di mana variasi spesifik dalam
keadaan lingkungan dengan teliti dan periksa untuk menentukan peranan mereka terhadap
pemfungsian klien. Asesmen perilaku dapat juga dilihat sebagai pandangan konseptual yang
didalamnya, pengaruh resiprokal tindakan orang dan konteks-konteks lingkungan, mendapat
penekanan. Secara tipikal asesor perilaku akan berusaha untuk mengidentifikasikan hubungan
antara interpersonal klien dan lingkungan fisiknya dan perilaku yang mencerminkan
permasalahan klien dalam kehidupannya. Adapun landasan penggunaan asesmen perilaku
adalah perpektif perilaku di mana pemfungsian manusia dilihat sebagai produk dari interaksi
yang terus menerus antara pribadi dan situasi. Orang membentuk kehidupannya sendiri
melalui perilakunya, pemikiran dan perencanaan, serta emosinya.
Terdapat lima perbedaan sebagaimana dicatat oleh Kendall dan Norton-Ford dalam
membandingkan antara asesmen perilaku dan asesmen tradisional. Pertama, target asesmen
menyangkut hal-hal yang langsung berhubungan dengan apa yang akan dihadapi oleh
intervensi. Asesmen perilaku memusatkan perhatian pada perilaku yang langsung teramati
dan gambaran lingkungan. Kedua, asesmen perilaku bersifat spesifisitas. Tidak lagi
mencandrakan kepribadian umum atau label diagnostik seperti skizofreni, asesor perilaku

15
mencatat perilaku, pikiran, perasaan, dan respons fisiologis yang ditampilkan klien dan
pengungkapan spesifik situasi di mana respons muncul. Data spesifik yang didapat dalam
asesmen perilaku dapat digunakan untuk mengembangkan uraian komprehensif mengenai
klien dan responsnya terhadap kehidupan, sepertipun disfungsi psikologis klien.
Ketiga, pusat asesmen perilaku adalah mendapatkan sampel interaksi aktual klien.
Sebaliknya, pendekatan tradisional dalam asesmen digambarkan asesor perilaku sebagai
penekanan tanda-tanda sifat kepribadian klien, psikodinamika atau kapasitas pribadi umum.
Keempat, asesor tradisional dan perilaku berbeda dalam strateginya untuk mengembangkan
ukuran asesmen. Bilamana instrumen asesmen dikembangkan, organisatornya harus memilih
item, baik berupa pertanyaan pilihan ganda, noktah tindak, atau situasi antarpribadi
kehidupan yata: Kelima, prosedur asesmen berbeda antara asesmen perilaku dan tradisional,
di mana asesor perilaku berupaya mengumpulkan informasi asesmen tidak hanya sebelum
dan sesudah tetapi juga selama intervensi berlangsung.
Asesmen perilaku (penilaian behavioral) menantang semua asumsi ini dan menawarkan
pendekatan asesmen yang berbeda secara fundamental (Heiby & Haynes, 2004; Ollendick,
Alvarez & Greene, 2004). Menurut asesmen perilaku, perilaku klien bukan isyarat dari isu
atau masalah yang mendasarinya, sebaliknya, perilaku itulah masalahnya. Cara lain untuk
mengatakan ini adalah bahwa perilaku yang diperlihatkan oleh seorang klien adalah sampel
dari masalah itu sendiri, bukan isyarat perilaku yang lebih dalam, yang mendasarinya. penilai
perilaku berpendapat bah wa faktor-faktor situasional eksternal menentukan perilaku kita.
Dengan demikian penilaian perilaku adalah sebuah pendekatan yang secara unik bersifat
empiris yang memanfaatkan "penggunaan ukuran-ukuran yang valid, persis dan sensitif
tentang perilaku dan peristiwa kontemporer yang didefinisikan dengan baik untuk menangkap
interaksi perilaku-lingkungan" (Haynes & Kaholokula, 2008, hlm. 518) saat klinisi
mendiagnosis masalah-masalah perilaku, dan bukan klien yang memperlihatkan perilaku
tersebut.

a. Metode Assement Perilaku


Teknik paling esensial di dalam assessment perilaku adalah observasi perilaku atau
observasi sistematis langsung terhadap perilaku seorang klien di lingkungan alamiah
(Ollendick dkk., 2004). Juga dikenal sebagai observasi natural, praktik ini melibatkan
mengambil sampel langsung permasalahan di tempat masalah itu terjadi (di rumah, di
tempat kerja, sekolah, tempat umum, dan lain-lain). Langkah pertama di dalam observasi
perilaku melibatkan identifikasi dan pen definisian perilaku yang bermasalah secara

16
operasional. Ini terjadi melalui wawancara, daftar perilaku, konsultasi dengan mereka
yang telah mengamati klien (anggota keluarga, rekan sekerja, guru, dan lain-lain), atau
pemantauan diri sendiri oleh klien. Begitu perilaku target diidentifikasi dan didefinisikan,
obser vasi sistematis terjadi.
Proses ini biasanya melibatkan tallying (menghitung jum lah) frekuensi, durasi, atau
intensitas perilaku target selama periode-periode waktu yang ditetapkan-pertama sebagai
garis-dasar, dan setelah itu dengan interval-interval reguler untuk mengukur kemajuan
dibandingkan garis dasar tersebut. Observasi langsung semacam itu dapat menyediakan
penilaian peri laku bermasalah yang jauh lebih akurat dibandingkan sekadar meminta
klien untuk mengingat atau merangkumnya secara verbal selama wawancara atau pada
sebuah kuesioner. Jika observasi di lingkungan alamiah tidak mungkin dilakukan, penilai
perilaku dapat mengatur sebuah observasi analog, dan mere ka berusaha mereplikasi
lingkungan dunia nyata di klinik dan mengobservasi respons-respons klien di sana
(Haynes & Kaholokula, 2008).
Observasi perilaku biasanya juga termasuk mencatat kejadian-kejadian yang terjadi
tepat sebelum dan setelah perilaku target. Tergantung kliennya, perilaku target, dan
lingkungannya, pencatatan dapat dilakukan oleh individu individu dengan jumlah berapa
pun, termasuk guru, orangtua, teman, atau anggota keluarga, atau klien.
Mendokumentasikan kejadian-kejadian ini me mungkinkan psikolog klinis untuk
memahami fungsionalitas sebuah perilaku tertentu atau bagaimana hubungan perilaku
tersebut dengan lingkungan dan kemungkinan di sekitarnya (Heiby & Haynes, 2004).
Metode metode asesmen tradisional seperti wawancara dan kuesioner belum tentu tidak
relevan dengan asesmen perilaku, tetapi jika kedua metode ini digunakan, mereka
menekankan aspek instrumental dari perilaku yang dimaksud. Artinya, bukan seperti
maksud wawancara dan kuesioner tradisional -kategorisasi diagnostik, misalnya
wawancara dan kuesioner digunakan oleh penilai perilaku dengan tujuan tunggal
mengidentifikasi fungsi perilaku bermasalah.

b. Bentuk Tambahan Assement Perilaku


a. Assement Psikofiologis
Pengukuran psikofisiologis dapat didefinisikan sebagai "kuantifikasi
kejadian-kejadian biologis sebagaimana mereka berhubungan dengan
pengubah-pengubah psikologis". Secara esensial, fokusnya adalah pada
perekaman reaksi-reaksi jasmaniah terhadap rangsangan-rangsangan

17
lingkungan. Reaksi yang secara tipikal merupakan bagian asesmen itu
termasuk ketegangan otot, denyut jantung, tekanan darah, dan resistensi kulit.
b. Assement Kognitif Perilaku
Terdapat banyak metode yang mungkin dilakukan untuk mengases
respons-respons kognitif perilaku. Dua di antaranya adalah contoh pikiran
(thought sampling) dan inventori-inventori pernyataan diri (self-statement
inventories). Contoh pikiran merupakan prosedur asesmen yang meminta
bahwa individu, pada waktu yang berbagai-bagai, terdapat pada pikirannya.
Inventori-inventori merupakan cara lain untuk mengumpulkan data
kognitif perilaku. Tipe inventori ini meliputi serangkaian pikiran atau "hal-hal
yang orang-orang katakan kepada mereka" dan meminta individu untuk
mengidentifikasikan seberapa sering ia memiliki yang telah didaftar.
Sermentara itu, struktur dan panjangnya berbeda-beda. Klinikus umumnya
tertarik mengases apa yang dikatakan klien kepadanya.

18
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Assement dalam psikologi klinis dapat dikatakan menjadi salah satu acauan dalam
menilai dan mendapatkan pemahaman pribadi seorang inidividu dengan cara terstuktur dan
lebih tepat dengan cara melakukan pemeriksaan yang dapat diandalkan, obyektif, baku, dan
sistematik sesuai dengan prosedur yang betujuan dalam memahami pebedaaan- pebedaan
individu. Informasi yang telah dikumpulkan dalam asesmen klinis digunakan untuk
menunjang keputusan-keputusan dan berbagai area tindakan, seperti penyaringan dan
diagnosis, evaluasi dan intervensi, serta riset. Secara singkat, Korchin (1976) mengemukakan
bahwa asesmen klinis ini dibutuhkan untuk membuat keputusan yang didasari informasi yang
dapat diandalkan.
Meskipun begitu, dalam penilaian dan memahami suatu pribadi dengan pribadi
lainnya akan sulit karena perilaku dan tindakan yang dihasilkan akan berbeda- beda, sehingga
apabila psikolog klinis diminta untuk membuat asesmen, terdapat banyak kemungkinan
sasaran atau target yang akan dilaluinya. Psikolog klinis dapat memusatkan perhatian
terhadap 1) disfungsi (psikologis) individual, memperhatikan abnormalitas atau kekurangan
dalam aspek pikiran, emosi, atau tindakannya. Dalam kasus-kasus lain, bisa jadi mereka
memusatkan perhatian untuk menemukan 2) kekuatan klien, dalam hal kemampuan,
keterampilan, atau sensitivitas yang menjadi target evaluasi. Masih termasuk dalam evaluasi,
psikolog klinis dapat diminta melakukan evaluasi dan melukiskan 3) kepribadian subyek.
Dalam hal ini, seorang psikolog klinis mempunyai beberapa bentuk diagnosis yang diambill
dari assement yang dilakukan, diantaranya sepeti assement dalam intelektual, kepribadian,
neuropsikologis, atau assement perilaku.

19
DAFTAR ISI

Wiramihardja, S. A. (2004). Pengantar psikologi klinis. Bandung. Refika Aditama.


Pomerantz, A. M. (2014). Psikologi klinis: Ilmu pengetahuan, praktik, dan budaya. Alih
bahasa oleh Helly, P. S., & Sri, M. S. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prihartanti, N. (2007). Peran Psikologi Klinis dalam Pengkajian Perilaku Menyimpang
pada Remaja. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi.
Fahiroh, S. A. (2011). PSIKOLOGI DALAM ILMU KESEHATAN. Heath Sciences
Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(1), 15-23.
Safithry, E. A. (2018). Asesmen Teknik Tes dan non tes. IRDH.

20

Anda mungkin juga menyukai