Anda di halaman 1dari 17

Normalitas Dalam Psikologi

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Klinis

Dosen Pengampu : Ora Gorez Uke, M. Pd

Disusun Oleh :

Anis Khoiru Rosyidah NIM : 202044510102

PRODI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN


ISLAM FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS AL-FALAH ASSUNNIYYAH
KENCONG – JEMBER
2023
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Psikologi Klinis dengan lancar dan tepat waktu.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Bimbingan Konseling
Industri, Ibu Ora Gorez Uke, M.pd. dan juga teman – teman seperjuangan program studi
Bimbingan Konseling dan Pendidikan Islam yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.Selain itu makalah ini kami buat untuk menambah wawasan tentang Normalitad Dalam
Psikologi.

Makalah ini kami susun dengan berbagai rintangan baik internal maupun eksternal. Namun
dengan penuh kesabaran dan kegigihan, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada pembaca maupun dosen pengampu untuk
perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan baru kepada pembaca dan dapat
menambah ilmu kita semua dan bermanfaat untuk kita kedepan nya.

Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar.....................................................................................................................................2

Bab I Pendahuluan...............................................................................................................................4

A. Latar Belakang..........................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah....................................................................................................................4

C. Tujuan Penulisan......................................................................................................................4

Bab II Pembahasan..............................................................................................................................5

A. Pengertian Psikologi Klinis......................................................................................................5

B. Normalitas menurut pendekatan kualitatif dan kuantitatif.......................................................7

C. Normalitas menurut para tokoh, Istilah abnormalitas dalam pandangan umum dan akademis
serta dalam pandangan perkembangan kepribadian......................................................................11

Bab III Penutup.................................................................................................................................16

Kesimpulan....................................................................................................................................16

Daftar Pustaka...................................................................................................................................17
Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang
Psikologi Klinis mengalami perkembangan pesat dari masa ke masa. Tidak terbilang
betapa pengaruh budaya dan perkembangan teknologi memberikan peran besar pada
perkembangan ilmu Psikologi Klinis. Perkembangan situasi sosial memberikan peranan
pada perilaku individu dalam bentuk pengaruh positif dan negatif. Berbagai bentuk
gangguan mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan hal tersebut
perlu ada upaya untuk memahami bagaimana Psikologi Klinis memberikan penjelasan
mengenai perilaku, baik perilaku sehat maupun illness behavior. Psikologi Klinis
merupakan salah satu cabang llmu psikologi yang juga menyediakan layanan kesehatan
mental bagi para pasien nya yang memiliki masalah ataupun tidak memiliki masalah.
Dalam salah satu bab nya membahas tentan apa itu normalitas dan abnormal.
Normalitas merupakan suatu perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Dalam konsep normalitas dapat dikatakan relatif. Salah satu contohnya budaya
yang ada pada suatu wilayah pastilah menjadi normal bagi warga wilayah tersebut dan
sudah menjadi kebiasaan. Namun saat hl tersebut dilakukan pada wilayah lain maka akan
menjadi suatu hal yang baru atau bahkan dinilai tidak normal. Hal ini juga berlaku terhadap
penilaian seseorang dianggap abnormal.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan psikologi klinis ?
b. Apa yang dimaksud dengan normalitas dari segi pendekatan kualitatif dan kuantitatif ?
c. Apa yang dimaksud dengan abnormalitas secara umum, akademis dan perkembangan
kepribadian ?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui tentang psikologi klinis
b. Menambah wawasan normalitas dalam psikologi dari segi pendekatan kualitatif dan
kuantitatif
c. Mengetahui tentang pengertian abnormalitas secara umum, akademis dan
perkembangan kepribadian serta bagaimana dapat dikatakan normal ataupun abnormal
Bab II Pembahasan

A. Pengertian Psikologi Klinis

American Psychological Association (APA) (2008) mendefiniskan psikologi klinis


sebagai spesialisasi dalam bidang psikologi yang menyediakan layanan kesehatan mental
yang komprehensif dan berkelanjutan, menyediakan layanan konsultasi untuk komunitas,
memberikan pelatihan, pengajaran kepada profesional kesehatan mental lainnya, yang
dilakukan menggunakan metode-metode yang sudah teruji secara ilmiah1.

Psikologi klinis atau psikologi medis dimulai pada abad ke 19 masa reformasi yang
merupakan usaha untuk menghadirkan perawatan yang lebih baik bagi orang yang
mengalami sakit mental dalam hal kemanusiaan, pendapat ini menurut Zilboorg dan Hanry.

Menurut Asta, mengatakan bahwa psikologi klinis merupakan salah satu cabang
ilmu psikologi yang berfokus mempelajari pemahaman dan juga mengatasi berbagai
masalah – masalah psikologis.

Psikologi klinis adalah sub-bidang dalam psikologi yang mempelajari semua faktor
yang berkaitan dengan masalah mental atau lebih umum disebut kesehatan
mental.Akibatnya, psikologi medis berperan dalam semua evaluasi, analisis, pencegahan,
dan intervensi terapeutik pada orang dengan jenis gangguan mental atau perilaku maladaptif
tertentu, sehingga Anda dapat memulihkan keseimbangan mental dan semua masalah yang
berkaitan dengan kesehatan mental.

Psikolog adalah salah satu jenis bidang ilmiah yang juga dapat berperan dalam
bidang pendidikan contohnya seperti profesional kognitif, behavioris, psikoanalis, humanis,
gestalt atau terapi keluarga sistemik, dan lain - lain.

Psikolog klinis adalah profesional kesehatan mental yang bertanggung jawab untuk
merawat orang yang mengalami beberapa masalah psikologis. Dalam hal ini termasuk
psikologi klinis, penanganan masalah psikologis yang tepat, untuk kemudian menawarkan
intervensi pribadi melalui psikoterapi.

1
Nelma, H. (2021). Gambaran Compassion Fatigue Pada Psikolog Klinis. JURNAL PSIKOLOGI PENDIDIKAN
DAN PENGEMBANGAN SDM, 10(2), 72-83.
Meskipun itu adalah hal utama yang mereka libatkan, psikologi juga merupakan
partisipasi keahlian dalam bidang studi (misalnya, berkontribusi pada berbagai studi
ilmiah), dalam mengajar (pelatihan sebagai profesor di lembaga publik atau non-publik),
dan bahkan pada sebagian kecil orang lain yang meliputi psikologi olahraga, psikologi
sekolah atau sebagai ahli psikologi klinis dan forensik.

Kesamaan utama antara psikologi klinis dan psikiatri adalah bahwa keduanya
memiliki satu komponen yang tidak biasa, merawat dan meredakan permasalahan
psikologis. namun para spesialis berbeda dalam pelatihan mereka sebelumnya, penelitian
psikologi dan psikiatri, kedokteran. perbedaan penting lainnya adalah bahwa psikiater
berwenang meresepkan pil psikotropika, sedangkan psikolog tidak. Dalam praktik ilmiah,
psikiater dan psikolog lumrah menggambarkan secara kolektif dalam menangani penderita
yang membutuhkan pendekatan multidisiplin. Psikologi telah dipelajari dan disempurnakan
pada tahap tertentu di abad kedua puluh dan dalam beberapa tahun terakhir, dan telah
dipelajari dengan bantuan banyak akademisi dan spesialis perilaku manusia.

Karena tahun-tahun awalnya dengan Wilhelm Wundt di laboratoriumnya di Leipzig,


sementara dia mencari semua variabel yang dapat diamati dan diukur, psikologi ilmiah telah
berkembang menjadi "par excellence" atau lulusan psikologi. Faktanya, dan meskipun
sebenarnya mengembangkan berbagai cabang (bisnis, pendidikan, psikologi, cabang
sosial…), psikologi klinis secara konsisten diakui sebagai kualitas tinggi. Namun, ada
beberapa metode dan alat berbeda yang digunakan oleh para profesional psikologi klinis,
yang menarik perhatian pada berbagai penelitian menurut kriteria, yang meliputi:

1. Intervensi dalam keluarga saja


2. obat dewasa
3. psikologi medis anak kecil
4. neuropsikologi medis
5. Rehabilitasi neuropsikologis
6. pengobatan dan intervensi dalam masalah tertentu
7. penilaian / asesmen
8. Psikologi

Disiplin ahli psikologi mana pun dapat berfokus pada lokasi di mana mereka ingin
mengetahui praktik profesional mereka. Orang yang mungkin juga menginginkan
perawatan terapeutik bervariasi: dari anak-anak hingga lansia, dari orang dengan penyakit
bawaan hingga orang sehat, dari orang dengan masalah mental yang parah, hingga orang
lain yang terkait dengan keluarga miskin atau dinamika sosial. Untuk memanfaatkan
keahlian yang lebih besar dari setiap kondisi mental, psikolog klinis dapat memperluas area
eksklusif. melalui keahlian dan alat yang diterima, mereka akan dapat menawarkan
diagnosis dan pengobatan yang lebih unik kepada pasien mereka.

B. Normalitas menurut pendekatan kualitatif dan kuantitatif


Merupakan suatu kewajaran kalau kita menganggap diri sendiri sebagai orang yang
normal, bahkan lebih normal dari orang lain, setidaknya hal ini merupakan cerminan bahwa
kebanyakan orang berkeinginan untuk menjadi orang normal. Kata normal sendiri berasal
dari bahasa latin, yaitu norma yang berarti carpenter's squnre yang bermakna aturan, pola
atau standar. Menjadi normal berarti sesuai dengan suatu konsep tertentu.
Profesor Suprapti Sumarno (1976), ada dua pendekatan dalam membuat pedoman
tentang normalitas:
1. Pendekatan Kuantitatif, Pendekatan yang didasarkan atas patokan statistik dengan
melihat pada sering atau tidaknya sesuatu terjadi dan sering kali berdasarkan
perhitungan maupun pikiran manusia pada umumnya.Misal, perilaku makan sepuluh
kali dalam sehari.
2. Pendekatan Kualitatif, Pendekatan yang didasarkan observasi empirik pada tipe-tipe
ideal dan sering terikat pada faktor sosial kultural setempat.Misal, perilaku
menangis berlebihan hingga menjerit-jerit pada mereka yang sedang mengalami
kehilangan seseorang di suatu lingkungan budaya.Jadi, batas antara normal dengan
abnormal bukan dilihat sebagai dua kutub yang berlawanan,melainkan lebih berada
dalam satu kontinum sehingga garis yang membedakan sangatlah tipis.

Sedangkan yang dimaksud berarti tidak normal atau abnormal. bentuk perilaku yang
aneh, tidak biasa masuk dalam batasan tcrsebut. Normal dan abnormal, bagaimanapun
merupakan suatu konsep. Konsep selalu bersifat relatif, karena bisa ditinjau dari berbagai
sudut pandang. Ada beberapa konsep yang membedakan normal dan abnormal. Batasan
mengenai hal ini bisa dipilahkan menjadi pandangan yang bersifat penjelasan (explanatory)
yang menguraikan mengapa suatu kondisi bisa terjadi.
Pendekatan Deskriptif Bedkut ini beberapa batasan deskriptif yang digunakan
menggambarkan "normal":

a. Tidak sakit, tidak ada simtom patologis,


b. Normal adalah kondisi ideal (utopia),
c. Menunjukkan mental yang sehat, aktualisasi diri yang prima dan fungsi diri
yang penuh,
d. kondisi rata-rata yang dialami individu pada umumnya dan
e. memiliki fungsi penerimaan sosial (berkaitan dengan penyesuaian diri).

Pribadi yang sehat memiliki kerangka sebagai berikut:


a. sikap terhadap diri sendiri: memiliki kesadaran dan penerimaan diri,
b. Fungsi perkembangan berjalan dengan baik,
c. Ada intcgrasi dan keseimbangan,
d. memiliki otonorni, dapat menentukan sikap,
e. Persepsi yang realislis dan
f. Mampu menjalin hubungan baik, dapat menyelesaikan masalah dan
menyesuaikan diri dalam lingkungan.

Ada beberapa ketentuan sehingga individu dapat dikatakan normal


a. Batasan Moral, Merupakan salah satu frame yang digunakam untuk
membedakan antara normal dan abnormal. dasar penentuan lebih didasarkan
pada evaluasi atau penilaian sekelompok orang yang menggunakan kriteria
tertentu sebgai batasan, yaitu kepatutan perilaku. Hal ini dijabarkan dalam
bentuk perilaku baik dan buruk, menakutkan, memalukan, tidak bertanggung
jawab dan menimbulkan masalah. kriteria yang terakhir ini yang digunakan
sebagai batasan untu mengatakan normal dan tidaknya perilaku seseorang.
batasan moral ini banyak digunakan oleh berbagai kalangan baik oleh
profesional maupun non-profesional
b. Kerusakan dan gangguan fungsi tertentu, Orang yang abnormal diartikan
sebagai individu yang memiliki keterbatasan kapasitas atau gangguan pada
fungsi tertentu. Di rumah sakit atau institusi penanganan kesehatan mental
banyak dijumpai orang-orang yang mengalami hal tersebut. mereka adalah
orang yang terganggu atau orang-orang sakit yang memerlukan intervensi atau
terapi tertentu. biasanya klien-klien di pusat rehabilitasi menyandang stigma
sebagai kelompok orang sakit atau memiliki kelainan. Stigma ini biasanya tetap
disandang meskipun telah dinyatakan sembuh dan keluar dari rumah sakit atau
tempat perawatan.
c. Deviasi Sosial, Asumsi dasar yang digunakan untuk menggambarkan orang
normal adalah berdasarkan standar yang banyak dijumpai pada kebanyakan
orang. Semakin banyak orang yang menunjukkan kecenderungan tertentu
seperti halnya gaya berpakaian, perilaku atau dandanan, menunjukkan bahwa
konotasi yang digunakan bersifat normal. individu yang menyimpang dari
kebiasaan umumnya tidak dapat dikatakan sebagai normal. dalam hal ini aspek
kultural memberikan peranan dalam menentukan batasan normal atau tidak
normal. Sebagai contoh penggunaan anting-anting yang besar dan berat yang
digunakan suku dayak, dianggap sebagai hal yang normal. Tidak demikian
hainya bila hal ini dijumpai pada warga Surabaya. Konotasi yang berikan
kemungkinan bersifat berbeda yaitu orang yang rnemiliki deviasi atau
penyimpangan sosial. Contoh lain bisa diamati pada kasus homoseksual. Ada
perbedaan pandangan pada satu dekade terakhir, diamana kasus homoseksual
tidak Iagi dipandang sebagai bentuk penyimpangan, bahkan bahkan telah
dihapus dari daftar DSM-IV.
d. Variansi Statistik, Gambaran statistik mengenai normal dan abnormal akan
tampak pada kurva normal, dimana orang yang normal akan tampak pada
kecenderungan rata-rata atau kebanyakan orang. Sedangkan orang yang
abnormal akan tergambar pada bagian eksh·im kiri dan kanan yang ada pada
kurva. Semakin berbeda karakteristik yang dimiliki maka dapat dikatakan
bahwa semakin "abnormal" yang bersangkutan. Keabnormalan psikometrik
mengimplikasikan kclainan sebagai penyimpangan dari norma yang ditentukan
secara statistik, seperti rata-rala populasi IQ 100. Dalam hal ini, IQ skor kurang
dari sekitar 70-75 dapat mencntukan seseorang memiliki ketidakmampuan
belajar.
Yang pcrlu diingat, terkait dengan IQ rendah sangat berbeda antar individu
terganlung pada keadaan kehidupan mereka. Jadi, bahkan ketika seseorang
didefinisikan sebagai psikomeh·ik 'abnormal', ini membcrilahu kita sedikit
tentang kondisi atau masalah aktual mereka. Selain itu, jika seseorang
mengambil ujung lain dari spektrum IQ, deviasi 30 poin di atas rata-rata
umumnya tidak dianggap abnormal atau menunjukkan adanya masalah
kesehatan mental. Gambaran stalistik ini tidak selalu mampu memberikan
pemahaman tentang siapa orang yang dianggap abnormal. Keccnderungan
menyimpang tidak selalu bisa digambarkan dalam bentuk intensitas atau
frekuensi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam hal-hal tertentu. Selain
itu, gambaran statistik tidak selalu dapat menceritakan "kenapa" seseorang
mengalami gangguan.
e. Cennatan Simtom, Gangguan yang dimiliki seseorang akan tercennin pada
gejala - gejala yang dinampakkan. Orang yang mengalami kecemasan akan
menampakkan gambaran gejala-gejala tertentu yang bcrbeda dengan gejala
depresi, kompulsi, perilaku agresif, dsb. Batasan tentang normal dan tidak
normal akan dapat ditelaah berdasarkan ada atau tidaknya gejala yang
ditampakkan.
f. Model Utopian, Model utopian memiliki pandangan hanya mereka yang
mencapai potensi maksimalnya dalam hidup mereka yang bebas dari masalah
kesehatan mental. Model ini menerima bahwa hanya sedikit orang yang benar-
benar mencapai potensi maksimalnya. Dengan demikian, model ini
mengasumsikan bahwa mayoritas populasi menyimpang dari keadaan mental
optimal mereka dan mengalami beberapa tingkat masalah kesehatan mer1tal.
Hal ini disebabkan karena pada umumnya orang belum mencapai kapasitas
maksimal yang dimilikinya.
Dilihat berdasarkan kesehatan mental, perilaku abnormal dapat dikatakan sebagai
pertanda (sign) mental health problem. Beberap penanda adalah sebagai berikut
a. Adanya proses psikologi yang terdistorsi (distorted psychological processes)
b. Merupakan akibat distress dan atau perilaku disfungsi (dysfunctional)
c. Respon yang unik dan tidak serupa akan satu situasi yang bersifat stresful
Adakalanya perilaku yang tidak biasa karena kondisi stress akan bisa
menempatkan seseorang pada situasi yang membahayakan dalam hidupnya.
Pendekatan Explanatory Penekanan explanatory lebih menekankan pada
penjelasan mengapa suatu gangguan terjadi. Penjelasan mengenai hal ini dapat
dipilahkan pada pendekatan yang bersifat biologis, psikologis dan sosial.
Konsep normal menurut pendekatan explanatory lebih menekankan pada proses
yang sedang dialami (penekanan pada evolusi, successful mastery tergantung
pada pencapaian tahap perkembangan). dengan demikian, normal atau tidaknya
seseorang.

C. Normalitas menurut para tokoh, Istilah abnormalitas dalam pandangan umum


dan akademis serta dalam pandangan perkembangan kepribadian
Normal menurut Ulmann & Krasner (1980), Tidak dapat dilihat secara dikotomis
sebagai normal atau abnormal, tetapi harus dilihat sebagai hasil dari keadaan masa lalu dan
masa kini, statistik, dan legal (hukum) tentang abnormalitas.
a. Menghubungkan tingkah laku manusia dengan kompetensi, tanggung jawab atas
perbuatan kriminal serta komitmen

b. Commitment : mengacu pada penentuan kapan seseorang harus diamankan ke dalam


rumah sakit jiwa atau ke tempat perawatan khusus.

Normal menurut Gladstone (1978), William Gladstone dalam bukunya “Test Your
Own Mental Health” menguraikan pegangan praktis untuk menilai kesehatan mental
sendiri. 7 aspek yang merupakan tingkah laku penyesuaian diri (adaptability) yaitu:

1. Suasana hati
2. Pemikiran
3. Kegiatan (aktivitas)
4. Organisasi diri
5. Hubungan antar manusia
6. Keadaan fisik.

Masing - masing aspek memiliki kriteria tingkah laku yang dijadikan pegangan penilaian
„normal‟ nya penyesuaian Gladstone membaginya kedalam 5 tingkatan:

1. Penyesuaian diri yang normal


2. Penyesuaian „darurat‟
3. Penyesuaian neurotik (neurotic coping style)
4. Kepribadian atau karakter neurotik
5. Gangguan berat
Persoalan tentang perilaku normal-abnormal menyentuh hampir semua bidang
kehidupan. Ketika berbicara tentang sekelompok manusia, maka saat itu pula kita akan
membandingkan satu bentuk perilaku dengan perilaku lainnya. Ada bentuk perilaku yang
bisa diterima dan diinterpretasikan kelompok sebagai perilaku yang normal. Tidak jarang
pula dijumpai situasi dimana seseorang menampilkan perilaku yang "aneh" atau disebut
juga perilaku abnormal. Apapun bentuknya, perilaku yang menyimpang muncul dalam
komunitas dibutuhkan adanya upaya untuk memahami dan memberikan perlakuan yang
tepat. Dengan kata lain, penamaan perilaku menyimpang, abnormal atu tidak normal,
terganggu, dsb perlu dilihat secara kontekstual.

Setting bidang pendidikan Pemahaman akan perilaku yang dianggap abnormal


sangal penting bagi guru. Adalah guru yang pertama kali mendeteksi tentang kemungkinan
ditemukannya gangguan perilaku dalam lingkungan kelas. Guru pulalah yang harus
mengambil tanggungjawab dan resiko untuk menghadapi semua bentuk perilaku muridnya.
Pada akhirnya guru harus menghadapi berbagai karakteristik kepribadian siswanya dengan
keunikannya masing-masing. Sehat, Sakit & Weel Being kasus-kasus siswa yang agresif,
memiliki gangguan seksual, destruktif, melakukan penolakan, vandalism merupakan
berbagai variasi yang harus dihadapi.

Guru perlu menentukan upaya apa yang harus dihadapi dalam membina siswanya
dan kapan saatnya membutuhkan bantuan profesional. Pemahaman normal dan abnormal
bukan dimaksudkan untuk menciptakan stigma, namun lebih sebagai deteksi dini mengenai
bantuan dan dukungan yang dibutuhkan siswa. Umumnya perilaku yang dianggap
abmormal adalah perilaku yang bisa mengganggu diri sendiri dan atau mengganggu orang
lain. Penelitian yang dilakukan pada siswa sekolah dasar menunjukkan adanya
kecenderungan 30% siswa membutuhkan bantuan profesional selama masa sekolahnya.
Separuh diantaranya membutuhkan bantuan pada kelas/ tingkat pertama hingga keempat.
Angka yang cukup tinggi ini mencerminkan adanya kondisi yang spesifik. Biasanya anak
yang memiliki masalah di rumah akan berkemungkinan untuk mendapat pengalaman yang
berbeda di sekolah. Berkaitan dengan hal ini, ada kemungkinan anak merasa bahagia di
sekolah karena ada perhatian dari ternan atau guru-gurunya, sehingga ia tetap memiliki
well-being yang baik walau ada masalah di rumah. Observasi adanya ganguan peilaku
selama masa sekolah dasar memberikan informasi yang signifikan dibandikan cermatan
yang dilakukan pada siswa TK. Siswa yang mendapatkan bantuan pada usia sekolah dasar
biasanya akan menunjukkan perbaikan dan perilaku yang lebih bisa diterima pada tingkat
sekolah yang lebih lanjut dibanding siswa yang belum mendapat bantuan.

Pada Dunia Kerja konsep mengenai sehat dan sakit perlu dicermati secara hati-hati
pada dunia kerja karena membawa implikasi pada kesempatan yang diberikan. Orang yang
mendapat stigma sakit atau mengalami gangguan dianggap tidak akan bisa bekerja. Padahal
ada bidang-bidang tertentu yang tidak mungkin dijalankan seperti halnya bidang yang
membutuhkan ketrampilan sosial dan kemampuan. analisa. Ada kondisi dimana seseorang
mengalami sakit, dalam hal ini mengalami mental health problem ataupun mental illness
ataupun disease, namun pada beberapa sisi ia tetap bisa menjalankan fungsinya. Hal ini
berarti bahwa saat seseorang mengalami sakit kemungkinan ia mampu menjalankan
aktivitas tertentu namun tidak pada aktivitas lainnya. Gangguan yang berbeda juga akan
memberikan karakteristik yang berlainan pula.

Chaplin mengatakan bahwa abnormal adalah berbeda atau sangat menyimpang dari
kenormalan. Istilah abnormal ini sering mengandung konotasi yang kuat tentang suatu
hal yang bersifat patologis. Namun, beberapa pihak mengatakan bahwa batas antara
normal dan abnormal ini sangat subyektif karena dipengaruhi oleh kultur dan nilai.
Meskipun demikian, batasan tersebut dapat diambil berdasarkan kultur dan nilai yang
bersifat universal2.
Orang yang tingkah lakunya sangat berbeda dari norma yang berlaku dalam
suatu masyarakat disebut abnormal. Karena norma - norma tersebut berbeda antara
masyarakat satu dengan yang ada di masyarakat lain, suatu perbuatan yang dianggap
normal di suatu masyarakat, mungkin dianggap abnormal di masyarakat lain.
Meskipun tidak ada suatu masyarakat pun yang tidak memiliki norma - norma sosial
bagi tingkah laku, baik norma moral, etis, maupun hukum.

Michael Rutter mengatakan bahwa perilaku dianggap abnormal bila terdapat gejala-
gejala sebagai berikut:

1. Tingkah laku tidak sesuai dengan usia atau jenis kelamin

2. Kelainan menetap untuk waktu yang cukup lama

2
Anggraini, D., Fitriana, D., Syaharani, F., Thohiroh, N. S., & Simar, S. (2022). Literatur Review: Pengaruh
Dialectical Behavior Therapy Untuk Mengatasi Gangguan Abnormal Pada Remaja. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 7(5), 6790-6802.
3. Fluktuasi dalam kehidupan anak yang diluar kebiasaan

4. Tingkah laku anak menyimpang dari norma-norma sosial budaya.

5. Gangguan tingkah laku yang meluas meliputi beberapa area fungsi psikologisnya

6. Bentuk simtom mendekati gambaran gangguan fungsi psikologis yang ada

7. Berat dan frekuensi dari simtom di luar kebiasaan

8. Perubahan tingkah laku yang merupakan implikasi adanya kelainan.

9. Situasi spesifik yang dapat mengganggu anak dalam berinteraksi dengan orang lain.

Kesembilan gejala tersebut tidak harus seluruhnya ada, tetapi makin banyak faktor mengindikasikan makin
jelas adanya kelainan (abnormalitas).

Ada beberapa kelompok yang memiliki pandangan mengenai penyebab normalitas/ abnormalitas
perkembangan, sebagai berikut:

1. Kelompok yang menitikberatkan pada faktor konstitusi/dari dalam diri individu.

Menurut kelompok ini, faktor biologis sangat berpengaruh dalam perkembangan seseorang. Seorang anak sejak
terbentuk menjadi manusia sudah memperoleh apa-apa untuk menjadi sesuatu. Sebagaicontoh, William H.
Sheldon (1940) menghubungkan struktur fisik tubuh sebagai faktor utamakepribadian. Menurut Sheldon,
faktor biologis dan keturunan (genetik) menentukan perkembangan individu.

2. Kelompok yang menitikberatkan pada faktor lingkungan/dari luar diri individu.

Kelompok ini menyatakan bahwa faktor lingkungan menentukan tingkah laku seseorang. Sebagai
contoh, Gagne (1968) telah meneliti dan menyimpulkan bahwa perkembangan dan kemampuan verbal pada anak
merupakan hasil proses mempelajari sesutu yang diperoleh dari luar ; ditemukan bahw anak-anak yang hidup
terpencil di tengah hutan, yang tidak memperoleh rangsangan yang sesuai/adekuat, tidak dapat
memperlihatkan tingkah laku yang wajar sesuai dengan hakikatya sebagai manusia. Yang termasuk faktor dari
luar adalah faktor fisik dan psikis. Faktor fisik misalnya: lingkungan alam dan benda buatan manusia,
makanan/gizi, zat-zat kimiawi, virus, sedangkan faktor psikis misalnya : pola asuh/pendidikan, budaya
masyarakat (sosiokultural).

3. Kelompok yang menitkberatkan pada interaksi faktor dari dalam dan dari luar individu.

Menurut kelompok ini, pertanyaan tentang mana yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan,
apakah faktor dari dalam atau faktor dari luar individu, tidak akan pernah mendapat jawaban yang
memuaskan. Anne Anastasi menyatakan bahwa :

 Baik faktor konstitusi (nature) maupun faktor lingkungan merupakan sumber timbulnya setiap
perkembangan tingkah laku.

 Kedua faktor tersebut tidak dapat berfungsi secara terpisah, tetapi saling berhubungan dalam
mempengaruhi perkembangan.

 Interaksi kedua faktor tersebut merupakan bentuk yang majemuk, artinya hubungan yang terjadi akan
mempengaruhi hubungan-hubungan lain yang akan terjadi.

Sebagai contoh : seorang anak yang secara genetik memiliki bakat bermain musik yang tinggi, tetapi karena
lingkungan tidak memfasilitasinya untuk mengembangkan bakat tersebut, maka bakat istimewa tersebut tidak
pernah muncul.
Menurut Jung menyatakan kepribadian mencakup keseluruhan pikiran, perasaan,
tingkahlaku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian disusun oleh sejumlah sistem
yang beroperasi dalam tiga tingkat kesadaran. Ego beroperai pada tingkat sadar,
kompleks beroperasi pada tingkat tak sadar pribadi dan arsetip beroperasi pada
tingkat tak sadar kolektif. Kepribadian merupakan suatu kesatuan aspek jiwa dan badan,
yang menyebabkan adanya kesatuan dalam tingkah laku dan tindakan seseorang. Jiwa
manusia terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran) dan alam tak sadar
(ketaksadaran). Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian.
Menurut Walgito mengemukakan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh
faktor pembawaan dasar (faktor endogen) dan juga fakor keadaan atau lingkungan (faktor
eksogen). Faktor endogen adalah faktor yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan
hingga kematian. Sedangkan Faktor eksogen adalah faktor yang datang dari luar individu,
merupakan pengalaman - pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Pengaruh
lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan
kepada individu. Menurut Gladstone dalam Sobur mengatakan bahwa tidak ada perilaku
yang disebut tingkah laku normal. Keabnormalan tersebut terpaut nilai -nilai budaya
sehingga tidak mungkin dibuat suatu definisi lintas budaya yang objektif (universal atau
komparatif, yang memoton perbedaan - perbedaan antar budaya)3.

3
Maulinda, R., & Pratama, W. A. (2020). PERILAKU ABNORMAL TOKOH AJO KAWIR PADA NOVEL SEPERTI
DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS KARYA EKA KURNIAWAN. Jurnal
Metamorfosa, 8(2), 245-255.
Bab III Penutup

Kesimpulan
Psikologi Klinis merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari dan berfokus pada penyembuhan masalah kesehatan mental manusia.
Salah satu yang dikaitkan dengan psikologi klinis yakni tentang perilaku manusia.
Perilaku yang dimaksudkan adalah perilaku normal dan abnormal. Dimana keduanya
memiliki penjelasan yang hampir samar. Mengapa demikian ? karena penilaian
normal dan abnormal pada seseorang adalah bersifat relatif dan perlu dikaitkan
dengan latar belakang individu tersbut salah satunya budaya. Perilaku normal sendiri
adalah perilaku yang sesuai dengan norma dan ketentuan yang ada di masyarakat.
Sedangkan perilaku abnormal adalah perilaku yang menentang dan tidak sesuai
dengan norma dan ketentuan yang ada dimasyarakat.
Perilaku abnormal tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, tetapi anak-
anak dan remaja juga menjadi perhatian yang lebih untuk perilaku abnormal ini.
Banyak permasalahan abnormalitas anak dan remaja yang terjadi karena faktor
lingkungan yang tidak ramah, yang banyak menyuguhkan perilaku - perilaku
abnormal seperti agresifitas, membolos, mabuk, narkoba, dan pergaulan bebas.
Beberapa daerah sudah menuju ke arah lingkungan ramah anak ini, sehingga
abnormalitas sering kali membuat individu mengalami emosi yang tidak terkontrol.
Ke tidak normalan seseorang merupakan hal yang muncul karena ragam hal.
Lingkungan merupakan hal paling utama dalam mempengaruhi dan merubah sosok
secara sadar ataupun tidak. Namun hal ini dapat bertahan dengan baik jika ada
landadsan dan kesadaran dala menjaga citra diri. Kedekatan secara spiritual akan
cukup membantu dalam menjaga keimanan dan keyakinan diri.
Daftar Pustaka

AINUN FUADAH DIYANAH. 2015. Pengen tahu kamu normal atau abnormal ?

Anggraini, D., Fitriana, D., Syaharani, F., Thohiroh, N. S., & Simar, S. (2022).
Literatur Review: Pengaruh Dialectical Behavior Therapy Untuk Mengatasi
Gangguan Abnormal Pada Remaja. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(5),
6790-6802.

Clinical psychology: definitions and functions of clinical psychologists

Gunatirin, E. Y. (2018). Psikologi Klinis.

Maulinda, R., & Pratama, W. A. (2020). PERILAKU ABNORMAL TOKOH AJO


KAWIR PADA NOVEL SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR
TUNTAS KARYA EKA KURNIAWAN. Jurnal Metamorfosa, 8(2), 245-255.

Nelma, H. (2021). Gambaran Compassion Fatigue Pada Psikolog Klinis. JURNAL


PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN SDM, 10(2), 72-83.

Amini, N., & Naimah, N. (2020). Faktor Hereditas Dalam Mempengaruhi


Perkembangan Intelligensi Anak Usia Dini. Jurnal Buah Hati, 7(2), 108-124.

Sauran, A. R., & Salewa, W. (2022). TEKNIK COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY


(CBT) DALAM GANGGUAN KEPRIBADIAN BIPOLAR. POIMEN Jurnal
Pastoral Konseling, 3(1), 74-91.

17

Anda mungkin juga menyukai