Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PSIKOTERAPI BEHAVIORISTIK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikoterapi

Dosen Pengampu: Eka Indah Nurmawati, S.Psi., M.Psi. Psikolog

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Psikologi Kelas D
Mila Alfiana (20090000136)
Aisyah (20090000137)
Tarisa Putri Febriana (20090000138)
Levia Fenoariyusta Mardatari (20090000139)
Putri Athirah Salsabila Herwanto (20090000142)
Hafiyariqza Ismi Azizah (20090000148)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga makalah kelompok
yang kami kerjakan dengan materi “Psikoterapi Behavioristik” dapat tersusun
dengan sebagaimana mestinya.
Penulisan makalah berjudul “Psikoterapi Behavioristik” ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Psikoterapi yang diampu oleh Ibu Eka Indah
Nurmawati, S.Psi., M.Psi. Psikolog. Sehingga kami mempunyai tambahan ilmu,
pengetahuan dan wawasan.
Kami juga berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi diri kami sendiri
dan para pembaca. Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada
dosen pengampu yang telah memberikan tugas untuk menyusun makalah ini dan
anggota kelompok yang telah menyusunnya. Kami memohon maaf jika terdapat
kekurangan dan kesalahan kata dalam penulisan makalah ini, kritik dan saran
sangat diperlukan untuk kelangsungan penulisan kedepannya.

Malang, 15 Maret 202

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Pengertian Psikoterapi Behavioristik..........................................................3
B. Teknik-teknik Psikoterapi Behavioristik......................................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................13
A. Kesimpulan..............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Corey (2005) mengemukakan jika psikoanalisa adalah sebuah model
pengembangan kepribadian dengan pendekatan psikoterapi. Teori yang
dikemukakan oleh Freud ini banyak dikembangkan pada model konseling
dan juga terapi psikologis, dan juga menjadi salah satu hal yang wajib dalam
memahami dimensi kepribadian manusia. Selanjutnya pada tahun 1950-an
banyak sekali eksperimen yang dilakukan oleh psikolog maupun para terapis
dalam upaya pengembangan potensi manusia. Salah satu temuan baru yang
diperoleh yaitu menganggap pentingnya faktor belajar pada manusia, dimana
untuk memperoleh suatu hasil belajar yang optimal diperlukan reinforcement,
sehingga teori ini menekankan pada dua hal penting, yaitu learning dan
reinforcement serta tercapainya suatu perubahan perilaku (behavior). Dalam
perkembangannya teori ini dikenal dengan behavior therapy dalam kelompok
yang paham behaviorisme yang dikembangkan melalui penelitian
eksperimental.
Selanjutnya Gerald Corey (2005) juga menjelaskan bahwa terapi
behavioral ini merupakan pendekatan-pendekatan mengenai konseling dan
psikoterapi yang berkaitan mengenai pengubahan tingkah laku. Pendekatan,
teknik, dan juga prosedur yang dilakukan pada teori ini yaitu berakar pada
beberapa teori mengenai belajar. Terapi behavior merupakan salah satu
teknik yang digunakan untuk menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan
oleh dorongan dari dalam dan juga dorongan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan hidup yang dilakukan melalui suatu proses belajar agar bisa
bertindak dan juga bertingkah laku lebih efektif, lalu juga mampu untuk
menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
Watson & Tharp (2007) mengatakan bahwa terapi-terapi behavioristic
awalnya hanya berdasarkan pada prinsip belajar pengkondisian klasik dan
juga pengkondisian operan saja. Namun terapi behavioristic ini menjadi lebih
beragam pada beberapa tahun kebelakang. Terapi behavioristic saat ini
semakin banyak menggunakan pembelajaran observasional, faktor-faktor
kognitif dan instruksi oleh diri dalam usahanya untuk membantu orang-orang
dengan masalah mereka.

1
Agar lebih mudah dalam memahami mengenai terapi behavioristic ini,
maka pada makalah ini akan lebih menjelaskan mengenai terapi behavioristic
secara jelas. Pada makalah ini akan menjelaskan beberapa sub materi
mengenai terapi behavioristik, yaitu akan menjelaskan mengenai perbedaan
dengan psikoterapi yang lain, konsep dasar psikoterapi behavioristic, perilaku
bermasalah, tujuan psikoterapi behavioristik, hubungan klien dan terapis,
peran dan fungsi terapis, dan juga teknik-teknik yang ada didalam psikoterapi
behavioristic.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian mengenai Psikoterapi Behavioristik?
2. Bagaimana teknik-teknik yang terdapat di dalam Psikoterapi
Behavioristik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian mengenai Psikoterapi Behavioristik.
2. Untuk mengetahui teknik-teknik yang terdapat di dalam Psikoterapi
Behavioristik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikoterapi Behavioristik


1. Perbedaan dengan Psikoterapi Lain
Beberapa perbedaan terapi behavioristik dengan lainnya, yaitu :
a. Terapi behavioristik lebih berfokus pada perilaku yang terlihat.
Corey (2012) menyebutkan bahwa psikoterapi behavioristik lebih
terpusat pada perilaku dan penyelesaian masalah. Di mana
terapis akan mengajarkan klien ketrampilan yang bisa membantu
mereka mengubah perilaku yang tidak diinginkan.
b. Tujuan dari psikoterapi behavioristik yaitu untuk mengubah
perilaku yang tidak diinginkan, sedangkan psikoterapi lain, lebih
kepada pemahaman diri sendiri dan meningkatkan kesadaran diri.
c. Psikoterapi behavioristik menggunakan teknik-teknik pendekatan
yang berkaitan dengan perilaku seperti, pembentukan kebiasaan,
penguatan positif, dan pembelajaran sosial yang berfungsi untuk
mengubah perilaku, sedangkan psikoterapi lain menggunakan
pendekatan yang lebih terstruktur seperti terapi wicara.
Dalam psikoterapi behavioristik terapis juga memiliki peran sebagai
guru atau pelatih untuk yang memberikan perilaku atau keterampilan baru
kepada klien, sedangkan dalam psikoanalisis dan humanistik terapis
sendiri berperan sebagai pembimbing untuk membantu memahami diri
dan mengatasi masalah yang dimiliki klien.1
2. Konsep Dasar
Berdasarkan kutipan yang dikemukakan oleh Lynn dan Garske
(dalam Sanyata, 2012) terdapat asumsi yang menjadi dasar dalam
pendekatan behavioristik, antara lain:
a. memiliki konsentrasi pada proses perilaku,
b. menekankan dimensi waktu masa kini (here and now),
c. manusia berada dalam perilaku maladaptif,
d. proses belajar adalah cara yang efektif untuk mengubah perilaku
maladaptif,
e. melakukan penetapan tujuan pengubahan perilaku,
1
Gerald Corey, “Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy”. (USA: Cengage
Learning: 2013), hlm 251.

3
f. menekankan nilai secara empiris dan didukung dengan berbagai
teknik dan metode yang ada.
Selain itu, menurut Corey (dalam Sanyata, 2012) yang
mengemukakan bahwa terdapat empat konsep teori yang menjadi
pengembang pendekatan behavioristik2, yaitu:
a. Classical Conditioning, teori ini dikemukakan oleh Ivan pavlov
yang menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh
stimulus yang muncul sebelum atau bersamaan dengan perilaku
tersebut. Teori ini menyatakan bahwa perilaku dapat dipelajari
melalui asosiasi antara stimulus dan respons.
b. Operant Conditioning, teori belajar behavioristik yang
dikembangkan oleh B.F. Skinner yang mengemukakan bahwa
perilaku seseorang dipengaruhi oleh penguat atau reinforcer yang
muncul setelah perilaku tersebut dilakukan. Model yang
ditunjukkan Skinner salah satunya yaitu prinsip penguatan
terhadap identifikasi tujuan dengan mengontrol faktor lingkungan
yang berperan penting dalam perubahan perilaku.3
c. Social Learning Theory, dikembangkan Albert Bandura dan
Richard Walters merupakan interaksi timbal balik dari tiga
komponen yaitu, lingkungan, faktor personal dan perilaku
individual.
d. Cognitive Behavior Therapy (CBT), merupakan pendekatan
terapeutik yang menggabungkan prinsip-prinsip dari teori kognitif
dan behavioristik untuk membantu individu mengubah pikiran dan
perilaku yang tidak sehat.
3. Perilaku Bermasalah
Psikoterapi behavioristik sering digunakan dalam perilaku-perilaku
bermasalah. Jadi disini pendekatan behavioristik adalah pendekatan yang
berusaha untuk mengubah perilaku menyimpang dengan menggunakan
conditioning atau proses belajar. Penyimpangan tingkah laku (behavior
disorder) merupakan bentuk abnormalitas yang sulit dirumuskan secara
tegas dan tepat. Pada Aubrey Yates yang dikutip dalam Sanyata (2012),

2
Sigit Sanyata, “Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling”, Jurnal
Paradigma, 14(7), 2012, hlm. 4.
3
Ibid., hlm. 5.

4
Mengemukakan bahwa ada empat kategori mengenai penyimpangan
tingkah laku, yaitu :
1. Pertama yaitu menunjukan gejala neuroticism yang tinggi, meski
tekanan atau stress yang didapat rendah subjek akan tetap
menganggap hal ini sebagai ancaman.
2. Kedua yaitu memperlihatkan gejala neuroticism rendah tetapi
mengalami tekanan atau stress yang tinggi.
3. Ketiga yaitu memperlihatkan gejala neuroticism rendah tetapi
gagal dalam memperoleh keterampilan yang kompleks (rumit)
4. Dan yang terakhir adalah memperlihatkan gejala psychoticism
yang tinggi.
Pendekatan behavioristik disini berusaha mengubah tingkah laku
abnormal, termasuk dalam golongan neurotik, psikotik maupun tingkah
laku manusia yang tergolong normal.4
4. Tujuan Psikoterapi Behavioristik
Secara umum, tujuan psikoterapi behavioristik adalah untuk
menciptakan kondisi baru yang dapat digunakan untuk belajar.5 Artinya
adalah bahwa pengalaman belajar individu ketika melakukan psikoterapi
ini akan dapat memperbaiki tingkah laku bermasalah. Dalam pelaksanaan
psikoterapi behavioristik, terapis akan mengarahkan individu kepada
tujuan-tujuan untuk memperoleh tingkah laku yang baru, melakukan
penghapusan terhadap tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat
dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.6
Sejalan dengan hal di atas, Corey (1997) menyatakan bahwa
psikoterapi behavioristik adalah terapi yang berorientasi pada
pengubahan atau modifikasi perilaku individu.7 Modifikasi perilaku
tersebut berorientasi pada beberapa hal, yang mana hal tersebut menjadi
tujuan dari terapis psikoterapi behavioristik, yakni :
1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar.
2. Melakukan penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif.
4
Ibid., hlm. 6.
5
Dewa Kadek Sudyana, I Kadek Satria, dan I Ketut Winantra, “Konseling Behavioral dan
Penguatan Positif dalam Meningkatkan Perilaku Sosial Peserta Didik”, Widyanatya, 2(2),
2020, hlm. 82.
6
Mahdi, N.K, “Terapi Behavior Dalam Perspektif Islam (Upaya Penanganan Perilaku
Maladaptif Remaja Pecandu Game Online”, Jurnal At-Taujih Bimbingan dan Konseling
Islam, 5(1), 2022, hlm. 17.
7
Ibid., hlm. 17.

5
3. Memberi pengalaman belajar yang adaptif, namun belum
dipelajari.
4. Membantu individu untuk membuang respon-respon yang lama
yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-
respon baru yang lebih sehat dan sesuai dengan (adjustive).
5. Individu belajar memiliki perilaku baru dan mengeliminasi perilaku
yang maladaptif, memperkuat, serta mempertahankan perilaku
yang diinginkan.
6. Melakukan penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya
pencapaian sasaran yang dilakukan bersama antara terapis dan
klien.8
Dalam bukunya, Latipun (2008) juga menuliskan bahwa
psikoterapi behavioristik memiliki tujuan berupa terapis membantu
individu untuk mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik,
artinya adalah melalui kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau
hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka
panjang atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial.9
Selain berdasar pada tujuan umum yang telah dituliskan di atas,
seorang terapis juga dapat berpedoman pada tujuan psikoterapi sesuai
dengan teknik-tekniknya. Dalam psikoterapi behavioristik, terdapat
beberapa macam teknik yang dapat digunakan dengan tujuan masing-
masing yang berbeda. Berikut merupakan teknik yang dapat digunakan
dalam psikoterapi behavioristik dengan tujuan yang berbeda :
1. Desensitisasi sistematis : bertujuan untuk menghapus rasa
cemas dan tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dengan
disertakan pemunculan tingkah laku yang hendak dihapus.
2. Teknik flooding : bertujuan untuk membantu klien mengatasi
kecemasan dan ketakutan terhadap suatu hal dengan cara
menghadapkan klien dengan situasi yang menimbulkan
kecemasan atau ketakutan secara berulang-ulang.
3. Shaping : bertujuan untuk membentuk tingkah laku yang
sebelumnya belum ditampilkan dengan memberikan

8
Ibid., hlm.17.
9
Asrul Haq Alang, “Teknik Pelaksanaan Terapi Perilaku (Behavior)”, Al-Irsyad Al-Nafs:
Jurnal Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 7(1), 2020, hlm. 36.

6
reinforcement secara sistematik dan setiap kali tingkah laku
ditampilkan.
4. Teknik flooding : bertujuan untuk membantu klien mengatasi
kecemasan dan ketakutan terhadap suatu hal dengan cara
menghadapkan klien dengan situasi yang menimbulkan
kecemasan atau ketakutan secara berulang-ulang.
5. Assertive training : mengharuskan individu dapat belajar untuk
membedakan tingkah laku agresif, pasir, dan asertif, yang
bertujuan agar individu belajar bertingkah laku asertif.10
5. Hubungan Klien dan Terapis
Dalam proses psikoterapi behavioristik, hubungan klien dan
terapis bersifat hubungan pekerjaan yang kolaboratif.11 Artinya adalah
adanya pola dan bentuk hubungan yang dilakukan antarindividu yang
berkeinginan saling berbagi untuk menyelesaikan masalah secara
bersama-sama dengan bertukar gagasan atau ide. Satu fondasi pada
strategi pengobatan yang dibangun untuk menolong perubahan klien
pada arah harapan terapis dan klien.12 Dalam menjalankan hubungannya,
terapis diharuskan aktif dan direktif, serta berfungsi sebagai guru atau
pelatih dalam membantu klien belajar tingkah laku yang lebih efektif. Klien
juga harus aktif selama proses dan bereksperimen dengan tingkah laku
baru. Meskipun dalam psikoterapi hubungan antara terapis dan klien tidak
ditekankan, hubungan kerja yang baik menjadi kerangka landasan bagi
pelaksanaan prosedur-prosedur terapi.13
Selain itu, hubungan antara terapis dan klien juga dapat terjalin
karena adanya (1) transference, yaitu perasaan apapun yang dinyatakan
atau dirasakan oleh klien terhadap konselor, baik berupa reaksi rasional
terhadap kepribadian konselor atau proyeksi terhadap tingkah laku awal
dan sikap-sikap selanjutnya dari konselor. (2) Countertransference, yang
merupakan kebalikan dari transference, adalah reaksi emosinal terapis
kepada klien yang didasarkan pada kebutuhan tidak sadar terapis dan
10
Ibid., hlm.38-39.
11
Mefi Kartika Sari, “Terapi Behavior”,
(https://www.slideshare.net/MEFIKARTIKASARI/terapi-behavior, diakses pada 17 Maret
2023)
12
Ibid.
13
Thomi Suryana, “Hubungan Antara Terapis Dan Klien”,
(https://id.scribd.com/document/437717606/Hubungan-Antara-Terapis-Dan-Klien#,
diakses pada 17 Maret 2023)

7
konflik dan akan mengganggu kemampuan terapis untuk memahami
klien, dan (3) efeknya. 14
6. Peran dan Fungsi Terapis
Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang ahli dalam
psikoterapi behavioristik, seorang terapis memiliki peran dan fungsi yang
harus dijalankan, yakni :15
1. Terapis lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak
memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal.
2. Mengkonfirmasi masalah klien secara langsung.
3. Menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan
memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki klien
untuk dapat mendidik dirinya sendiri.
4. Dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide
irasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada
klien.
5. Mendorong klien menggunakan kemampuan rasional daripada
emosinya.
6. Menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis.
7. Menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan
mengkonfrontasi berpikir secara irasional.

B. Teknik-teknik Psikoterapi Behavioristik


1. Desensitisasi Sistematis
Joseph Wolpe (1985) menjelaskan bahwa desensitisasi sistematis
dirancang untuk mengobati klien dengan kecemasan yang ekstrem atau
takut terhadap peristiwa tertentu, orang atau benda, atau memiliki
ketakutan umum.16 Dalam desensitisasi sistematis pendekatan yang
digunakan adalah mengajarkan klien menggantikan perasaan cemas
mereka menjadi relaksasi. Berdasarkan hal tersebut, maka desensitisasi

14
Universitas Udayana, “Bahan Ajar Materi Kuliah Psikoterapi I”
(https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/9bce2706cd103e0013badd148d
3f51f3.PDF, diakses pada 17 Maret 2023)
15
Suhendri, DYP Sugiharto, dan Suwarjo, “Efektivitas Konseling Kelompok Rational-
Emotif Untuk Membantu Siswa Mengatasi Kecemasan Menghadapi Ujian”, Jurnal
Bimbingan Konseling, 1(2), 2012, hlm.124.
16
Universitas Udayana, “Bahan Ajar Materi Kuliah Psikoterapi I”
(https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/9bce2706cd103e0013badd148d
3f51f3.PDF, diakses pada 17 Maret 2023)

8
sistematis adalah teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus
perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan dan
ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan
dihilangkan.
Dalam melakukan teknik relaksasi ini, terapis dalam
melakukannya dengan beberapa langkah, yakni (1) mengajarkan klien
untuk mengganti kecemasannya dengan relaksasi, (2) mengurutkan atau
menilai peristiwa yang membuat klien cemas menggunakan derajat
kecemasan, (3) membangkitkan kecemasan klien ketika sedang rileks
dengan mengajak klien membayangkan situasi kecemasannya.17
2. Flooding
Martin & Pear (2015) menyebutkan ada beberapa teknik
penyembuhan fobia spesifik pada situs Divisi 12 APA (American
Psychological Association) salah satunya adalah teknik penyembuhan
flooding. Flooding (pembanjiran) merupakan teknik penyembuhan fobia
dengan tujuan utama menghilangkan rasa takut dengan cara
menghadirkan secara langsung sumber ketakutan atau stimulus seperti
objek, situasi benda dan lain-lain untuk periode waktu tertentu, sampai si
penderita menyadari bahwa ketakutannya tidak terjadi. Terapi ini sesuai
untuk menangani masalah kecemasan.
Masih menurut Martin & Pear (2015), penanganan flooding
melibatkan pemunculan rasa takut di taraf sepenuhnya atau mendekati
penuh. Namun, prosedur flooding ini dapat menurunkan taraf
persentuhan 18
si penderita dengan stimulus yang menakutkan apabila
tekanan yang dialaminya terlalu banyak hingga menenggelamkannya.19
3. Shaping
Shaping adalah pembentukan perilaku baru atau perilaku yang
belum pernah dilakukan individu, dan sulit atau tidak mungkin untuk
memunculkan perilaku baru yang diinginkan tersebut, dengan cara
memberi pengukuh/penguat jika telah muncul perilaku-perilaku yang
menyerupai atau mendekati perilaku yang diinginkan, sehingga pada

17
Ibid.
18
Imas Lindawati, Pitri Haryanti, dan Fenny Febrianty, “Teknik Flooding Dalam
Penyembuhan Fobia Pada Tokoh Utama Dalam Novel’shinderera Tiisu’ Karya Sakaki
Tsukasa”, (https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/252/13/UNIKOM_IMAS
%20LINDAWATI_JURNAL.pdf, diakses pada 17 Maret 2023)
19
Ibid.

9
akhirnya memunculkan perilaku yang sama sekali baru yang diinginkan
(Martin, 1992). Menurut prinsip behavioral, shaping merupakan teknik
yang selalu mengesampingkan hal-hal yang berhubungan dengan
mekanistik, yang memiliki tahap-tahap diantaranya reinforcement dan ada
modal awal yang harus dimiliki, dimana hal tersebut mirip dengan suatu
tujuan. Penguatan tidak selalu berupa materi tetapi juga dapat berupa
kalimat pujian atau motivasi.20
Terapi pembentukan (shaping) dilakukan dengan mempelajari
tingkah laku secara bertahap sehingga dapat memudahkan konselor
dalam membagi tingkah laku yang dicapai dalam unit yang kecil. Ada dua
jenis dalam teknik shaping yang dapat digunakan untuk membantu
menyelesaikan masalah dan membentuk perilaku konseli:
1. Positive reinforcement (Penguatan positif)
2. Reward (Penghargaan)
3. Punishment (Hukuman)
Menurut Miltenberger (2004:198), kegunaan shaping yaitu:
1. Membentuk perilaku baru
2. Memunculkan kembali perilaku yang sebelumnya.
3. Mengubah beberapa dimensi perilaku yang dimunculkan
seseorang.
Penerapan shaping menurut Komalasari, dkk (2011:170), yaitu:
1. Membuat analisis ABC.
2. Menetapkan target perilaku spesifik yang akan dicapai bersama
konseli.
3. Tentukan bersama jenis reinforcement positif yang akan
digunakan.
4. Membuat tahapan pencapaian perilaku dari perilaku awal sampai
akhir.21

4. Token Economic

20
Maftuhah Maftuhah, dan Igga Noviekayatie, “Shaping Technique as a Media to
Increase Independence in Adolescents with Diplegia Cerebral Palsy: Teknik Shaping
sebagai Media untuk Meningkatkan Kemandirian Pada Remaja dengan Cerebral Palsy
Diplegia”, Educational and Psychological Conference in the 4.0 era Articles, 8, 2020,
hlm. 2.
21
Duwi Oktofya, Arista Kiswantoro, dan Sumarwiyah, “Konseling Behavioral dengan
Teknik Shaping untuk Meningkatkan Kedisiplinan Saat Daring Kelas XI MA Abadiyah
Gabus”, Muria Research Guidance and Counseling Journal, 1(2), 2022, hlm. 153.

10
Token economic adalah salah satu teknik modifikasi perilaku
dengan cara memberikan token (tanda) untuk meningkatkan perilaku
positif dan menurunkan perilaku yang tidak diharapkan. Teknik token
economic adalah salah satu teknik intervensi dari pendekatan behavior.
Token economic salah satu teknik dengan penerapan operant
conditioning dimana mengganti reward yang diberikan secara langsung
dengan sesuatu yang dapat ditukarkan (Corey, 2007). Teknik token
economic adalah suatu cara untuk penguatan tingkah laku yang ditujukan
dengan target yang telah disepakati dengan menggunakan hadiah untuk
penguatan. Dalam token economic tingkah laku yang diharapkan muncul
bisa diperkuat dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak, sehingga hasil
perilaku yang diharapkan oleh kita bisa ditukar dengan sesuatu yang
diinginkan oleh anak. Tujuan diberikan token economic adalah
mengurangi perilaku negatif subjek terutama pada perilaku menentang
sehingga subjek dapat mematuhi dan mendengarkan nasehat dan
perintah orang tua/guru.22
5. Assertive Training
Menurut Ratnasari & Arifin (2021), assertive training adalah
prosedur-prosedur terapi tingkah laku yang berusaha untuk lebih mudah
mengekspresikan perasaan-perasaan yang masuk akal, atau rasa benci
dan dendamnya, atau rasa persetujuannya. Teknik asertif juga dikenal
sebagai istilah latihan asertif (assertive training) yang merupakan teknik
yang digunakan untuk melatih keberanian individu dalam
mengekspresikan perilaku–perilaku yang diharapkan, sehingga dapat
melatih ketegasan yang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
membantu individu–individu dalam mengembangkan cara-cara
berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal.
Dapat disimpulkan bahwa assertive training atau latihan asertif adalah
suatu proses latihan keterampilan sosial23 yang diberikan pada individu
untuk membantu peningkatan kemampuan dalam mengkomunikasikan

22
Galuh Kikiany S. “Token Economy untuk Mengurangi Perilaku Menentang pada Anak
Oppositional Defiant Disorder”, Procedia: Studi Kasus dan Intervensi Psikologi, 5(2),
2017, hlm. 48.
23
Wifaqul Azmi, dan N. Nurjannah. “Teknik Assertive Training dalam Pendekatan
Behavioristik dan Aplikasinya Konseling Kelompok: Sebuah Tinjauan Konseptual”,
Journal of Contemporary Islamic Counseling, 2(2), 2022, hlm.102.

11
apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain namun
tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.24
Manfaat latihan asertif menurut Corey (2009), yaitu membantu
bagi orang-orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan
perasaan tersinggung, menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan
selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, memiliki kesulitan
untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya, dan
merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-
pikiran sendiri.25

24
Ibid., hlm. 103.
25
Edil Wijaya Nur, dan Muh. Robin Sutomo. “Penerapan Teknik Assertive Training untuk
Mengurangi Kecemasan Siswa Berbicara di Depan Kelas”, Journal of Indonesian
Teachers for Social Science and Humanities, 1(20, 2022, hlm. 52.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi behavioristik merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk
menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan
juga dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang dilakukan
melalui suatu proses belajar agar bisa bertindak dan juga bertingkah laku
lebih efektif, lalu juga mampu untuk menanggapi situasi dan masalah dengan
cara yang lebih efektif dan efisien. Terapi behavioristik lebih berfokus pada
perilaku yang terlihat. Psikoterapi behavioristik juga lebih terpusat pada
perilaku dan penyelesaian masalah. Di mana terapis akan mengajarkan klien
ketrampilan yang bisa membantu mereka mengubah perilaku yang tidak
diinginkan. Adapun teknik-teknik dalam psikoterapi behavioristik adalah
desensitisasi sistematis, flooding, Shaping, token economic, dan assertive
training.

13
DAFTAR PUSTAKA

Alang, A. H. (2020). Teknik pelaksanaan terapi perilaku (behavior). Al-Irsyad Al-


Nafs: Jurnal Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 7(1), 36-39.
Azmi, W. & Nurjannah, N. (2022). Teknik assertive training dalam pendekatan
behavioristik dan aplikasinya konseling kelompok: Sebuah tinjauan
konseptual. Journal of Contemporary Islamic Counseling, 2(2), 102-103.
Corey, G. (2012). Theory and practice of counseling and psychotherapy. USA:
Cengage Learning.
Fikri, I. A. & Karneli, Y. (2021). Konsep behavior therapy dalam meningkatkan
self efficacy pada siswa terisolir. Muhafadzah: Jurnal Ilmiah Bimbingan
Konseling Pendidikan Islam, 1(2), 17.
Kikiany, G. (2017). Token Economy untuk mengurangi perilaku menentang pada
anak Oppositional Defiant Disorder. Procedia: Studi Kasus dan
Intervensi Psikologi, 5(2), 48.
Lindawati, I., Haryanti, P. & Febrianty, F. (2018). Teknik Flooding dalam
Penyembuhan Fobia pada Tokoh Utama dalam Novel ’Shinderera Tiisu’
Karya Sakaki Tsukasa. Diakses pada 17 Maret 2023 dari
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/252/13/UNIKOM_IMAS
%20LINDAWATI_JURNAL.pdf
Maftuhah. & Noviekayatie, I. (2020). Shaping technique as a media to increase
independence in adolescents with diplegia cerebral palsy: Teknik shaping
sebagai media untuk meningkatkan kemandirian pada remaja dengan
cerebral palsy diplegia. Educational and Psychological Conference in the
4.0 era Articles, 8(2), 2.
Mahdi, N. K. (2022). Terapi behavior dalam perspektif Islam (Upaya penanganan
perilaku maladaptif remaja pecandu game online). Jurnal At-Taujih:
Bimbingan dan Konseling Islam, 5(1), 17.
Nur, W. & Sutomo, R. (2022). Penerapan teknik assertive training untuk
mengurangi kecemasan siswa berbicara di depan kelas. Journal of
Indonesian Teachers for Social Science and Humanities, 1(2), 52.
Oktofya, D., Kiswantoro, A., & Sumarwiyah. (2022). Konseling behavioral dengan
teknik shaping untuk meningkatkan kedisiplinan saat daring kelas xi ma
abadiyah Gabus. Muria Research Guidance and Counselling Journal, 1(2),
153.

14
Ramaniya. (2017). Terapi Behavioral. Diakses pada tanggal 15 Maret 2023 di
https://ramaniya.id/terapi-behavioral/
Sanyata, S. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalam konseling.
Jurnal Paradigma, 14(7), 1-11.
Sari, M. K. (2016). Terapi behavior. Diakses pada 17 Maret 2023 dari
https://www.slideshare.net/MEFIKARTIKASARI/terapi-behavior
Sudayana, D. K., Satria, I. K., & Winantra, I. K. (2020). Konseling behavioral dan
penguatan positif dalam meningkatkan perilaku sosial peserta didik.
WIDYANATYA, 2(2), 82.
Suhendri., Sugiharto, DYP., & Suwarjo. (2012). Efektivitas konseling kelompok
rational-emotif untuk membantu siswa mengatasi kecemasan menghadapi
ujian. Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2), 124.
Suryana, T. (2019). Hubungan Antara Terapis dan Klien. Diakses pada 17 Maret
2023 dari https://id.scribd.com/document/437717606/Hubungan-Antara-
Terapis-Dan-Klien#
Universitas Udayana. (2017). Bahan Ajar Materi Kuliah Psikoterapi I. Diakses
pada 17 Maret 2023 dari
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/9bce2706cd103e0
013badd148d3f51f3.PDF
Utami, R. R. (2020). Behavioral therapy untuk mengurangi perilaku agresi fisik
pada anak. Procedia: Studi Kasus dan Intervensi Psikologi, 8(2), 72-81.

15

Anda mungkin juga menyukai