Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEORI- TEORI KONSELING PADA PENDEKATAN


KOGNITIF DAN BEHAVIORAL

Oleh :
Kelompok 2
Atina Gusriana (154010005)
Monalisa (154010017)
Nurjusfika (154010022)
Sinta Kurnila (154010037)
Zul Akbar (154010036)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKT


STIKes PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018/2019
MK : Pendidikan dan Pelatihan Dosen : Rahmi Pramulia Fitri. S. M. Kes

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Teori- Teori Konseling Pada Pendekatan Kognitif Dan Behavior” ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga penulis berterima
kasih pada selaku Dosen mata kuliah Konselig di Stikes Payung Negeri yang telah
memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna sebagai sumber
informasi. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Pekanbaru, 29 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Teori-teoir konseling dengan pendekataan behavioral .................... 3
B. Sejarah konseling dengan pendekataan behavioral......................... 4
C. Pandangan tentang manusia............................................................. 7
D. Tujuan Konseling Behavioral .......................................................... 8
E. Peran dan Fungsi Konselor ............................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur
yang berakar pada berbagai teori tntang belajar, ia menyatakan penerapan
yang sistematis prinsip-prisip belajar pada pengubahan tingkah laku kearah
cara-cara yang lebih adaltif. Pendekatan ini telah memberikan sumbangan
yang berarti baik kepada bidang-bidang klinis maupun pendidikan.
Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan penerapan
terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan
psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku, penting dicatat
bahwa tidak ada teori tunggal tentang belajar, yang mendominasi pratek
terapi tingkah laku. Sejumlaj teori belajar yang beragam memberikan andil
terhadap pendekatan terapeutik umum yang satu ini, ketimbang
memandang terapi tunggal, lebih tepat menggapnya sebai terapi-terapi
tingkah laku yang mencangkup berbagai prinsip dan metode yang belun
dipadukan ke dalam suatu sistem yang dipersatukan.
Perkembangan-perkembangan terapi tingkah laku ditandi oleh satu
pertumbuhan yang fenomenal sejak akhir 1950-an, pada awal 1960-
an,laporan-laporan tentang penggunaan teknik inisekali-sekali muncul
dalam kepustakaan profesinal. Kini modifikasi tingkah laku dan terapi
ingkah laku menduduki tempat yang penting dalam lapangan psikoterapi
dan dalam banyak area pendidikan. Kepustakaan profesional, baik berupa
berkala maupun berupa buku, membuktikan peningkatan popularitas
pendekatan ini. Peningkatan pengaruh terapi tingkah laku, juga
dimanifestasikan dalam sejumlah besar departement, psikologi yang
melaksanakan psikologi klinis dan konseling dalam metode-metode
behavioral. Dewasa ini banyak program latihan yang dengan jelas menitik
beratkan terapi behavioral. Salah satu aspek paling penting dari gerakan

1
modifikasi terapi tingkah laku atau behavior adalah penekanannya pada
tingkah laku yang bisa didefinisikan secara operasional diamati dan diukur.
Tingkah laku bukan konstruk-konstruk yang tak bisa diukur yang vital bagi
pendekatan-pendekatan psikodinamik adalah fokus perhatian terapeutik.
Para tokoh terapi tingkah laku telah menyajikan suatu ubahan tingkah laku,
sebagai kriteria yang spesifik memberikan kemungkinan bagi evaluasi
langsung atas keberhasilan kerja dan kecepatan bergerak kearah tujuan-
tujuan terapeutik yang bisa dispesifikan dengan jelas. Bahwa pertumbuhan
terapi tingkah laku, ditunjukan oleh banyaknya penelitian yang dilaksanakan
adalah ciri lain dari gerakan ini. Prosedur-prosedur secara
berkesinambungan diperbaharui disebabkan karena adanya koitmen untuk
menjadikan prosedur itu sebagai sasaran pengujian yang ketat guna
menentukan sejauh mana prosedur-prosedur tersebut bisa bekerja dengan
baik. Karena terapi tingkah laku bersandar pada hasil-hasil eksperiment,
tentang pernyataan-pernyataan teoritisnya. Konsep-konsep utama terapi
tingkah laku erus diperkuat dan di kembangkan

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penjelasan Teori-Teori Konseling pada Pendekataan
Kognitif dan Behavioral.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui apa saja teori-teoir konseling dengan pendekataan
behavioral
2) Untuk mengetahui sejarah konseling dengan pendekataan behavioral
3) Untuk mengetahui Pandangan tentang manusia
4) Untuk mengetahui Tujuan Konseling Behavioral
5) Untuk mengetahui Peran dan Fungsi Konselor

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori-Teori Konseling dengan Pendekatan Behavioral


Behaviorisme lahir sebagai reaksi atas psikoanalisis yang berbicara
tentang alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin menganalisis
bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan
diramalkan. Terapi perilaku ini lebih mengkonsentrasikan pada modifikasi
tindakan, dan berfokus pada perilaku saat ini daripada masa lampau.
Belakangan kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena
menurut mereka, seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar
artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan.
Konseling behavioral merupakan suatu proses membantu orang untuk
belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan
tertentu. Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam tekhnik
dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar
(Alwisol. 2009).
Secara umum terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka
ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang
belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam
penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk
pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan
tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara
operasional, diamati dan diukur (Alwisol. 2009).
Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil dari
proses belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi
belajar. Dengan demikian, teori konseling behavioral hakekatnya
merupakan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik belajar secara sistematis
dalam usaha menyembuhkan gangguan tingkah laku. Asumsinya bahwa

3
gangguan tingkah laku itu diperoleh melalui hasil belajar yang keliru, dan
karenanya harus diubah melalui proses belajar, sehingga dapat lebih sesuai.
Tujuan utamanya menghilangkan tingkah laku yang salah suai dan
menggantikannya dengan tingkah laku baru yang lebih sesuai (Sunardi,
Permanarian, Musjafak Assjari, 2008)
Menurut Apter (1982) asumsi dasar dari model behavioral adalah
bahwa :
1. Seluruh perilaku manusia dipelajari dan dapat tidak dipelajari melalui
aplikasi prinsip-prinsip belajar,
2. Perilaku yang tidak tepat dapat diubah (dihapus dan atau diganti dengan
perilaku yang lebih dapat diterima) melalui penggunaan prosedur
penguatan, dan
3. Sangat mungin untuk memprediksikan dan mengontrol tingkah laku
apabila seluruh karakateristik lingkungan yang bersangkutan diketahui.
(Sunardi, Permanarian, Musjafak Assjari, 2008)
Sedangkan menurut Bootzin (Nafsiah, 1996) asumsi tersebut meliputi :
1. Bahwa tingkah laku yang ditunjukkan dapat diobservasi,
2. bahwa tingkah laku manusia baik karena pengaruh lingkungan ataupun
karena pengalaman dapat diamati dan diukur intensitasnya,
3. bahwa tingkah laku manusia seperti halnya gejala alam lainnya, dapat
diramalkan dan dikontrol, dan
4. bahwa belajar merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkah
laku, baik tingkah laku yang normal maupun yang menyimpang.
(Sunardi, Permanarian, Musjafak Assjari, 2008)

B. Sejarah Teori-Teori Konseling dengan Pendekatan Behavioral


Sejarah Perkembangan Steven Jay Lynn dan John P. Garske (1985)
menyebutkan bahwa di kalangan konselor/psikolog, teori dan pendekatan
behavior sering disebut sebagai modifikasi perilaku (behavior modification)
dan terapi perilaku (behavior therapy), sedangkan menurut Carlton E. Beck
(1971) istilah ini dikenal dengan behavior therapy, behavior counseling,
reinforcement therapy, behavior modification, contingency management.
4
Istilah pendekatan behavior pertama kali digunakan oleh Lindzey pada
tahun 1954 dan kemudian lebih dikenalkan oleh Lazarus pada tahun 1958.
Istilah pendekatan tingkah laku lebih dikenal di Inggris sedangkan di
Amerika Serikat lebih terkenal dengan istilah behavior modification. Di
kedua negara tersebut pendekatan tingkah laku terjadi secara bersamaan
(Sayanta, Sigit. 2012).
Peristiwa penting dalam salah satu sejarah perkembangan behavioristik
adalah dipublikasikannya tulisan seorang psikolog Inggris yaitu H.J.
Eysenck tentang terapi behavior pada tahun 1952. Di bawah pimpinan H.J.
Eysenck, Jurusan Psikologi di Institut Psikiatri memiliki dua bidang yaitu
bidang penelitian dan bidang pengajaran klinis. Bidang penelitian lebih
mengembangkan dimensi tingkah laku untuk menjelaskan abnormalitas
tingkah laku yang dirumuskan oleh Eysenck, sedangkan dalam bidang
pengajaran klinis menyelenggarakan latihan bagi sarjana-sarjana psikologi
klinis. Dalam tahap awal perkembangannya batasan pendekatan behavior
diberikan sebagai aplikasi teori belajar modern pada perlakuan
masalahmasalah klinis (Sayanta, Sigit. 2012).
B.F. Skinner pada tahun 1953 menulis buku Science and Human
Behavior, menjelaskan tentang peranan dari teori operant conditioning di
dalam perilaku manusia. Pendekatan behavior merupakan pendekatan yang
berkembang secara logis dari keseluruhan sejarah psikologi eksperimental.
Eksperimen Pavlov dengan classical conditioning dan Bekhterev dengan
instrumental conditioning-nya memberikan pengaruh besar terhadap
pendekatan behavior. Pavlov mengungkapkan berbagai kegunaan teori dan
tekniknya dalam memecahkan masalah tingkah laku abnormal seperti
hysteria, obsessionel neurosis dan paranois. Perkembangan ini diperkuat
dengan tulisan dari Joseph Wolpe (1958) dalam bukunya Psychotherapy by
Reciprocal Inhibition yang menginterpretasi dari perilaku neurotis manusia
dengan inspirasi dari Pavlovian dan Hullian serta memberikan rekomendasi
teknik khusus dalam terapi behavior yaitu desentisisasi sistematis
(systematic desensitization) dan pelatihan asertivitas (assertiveness training).
Pada tahun 1960-an muncul gagasan baru yang mengemukakan tentang
5
terapi behavior dan neurosis oleh Eysenck yang pada akhirnya berpengaruh
besar pada Principles of Behavior Modification dari Bandura (1969).
Perkembangan yang pesat membawa terapi behavior untuk pertama kalinya
ditulis dalam publikasi ilmiah yaitu Behavior Research and Therapy dan
Journal of Applied Behavior Analysis. Akhir tahun 1960-an dimasukkan
elemen baru dalam konsep terapi perilaku yaitu imitation learning and
modeling di mana pada saat yang sama, psikologi juga memberi perhatian
pada imitation. Tahun 1960-an dan di tahun 1970-an awal, Albert Bandura
mengganti titik tekan perhatiannya pada teknik perilaku baru yaitu
participant modeling. Perkembangan selanjutnya adalah digagasnya teori
dan metode cognitive-behavioral dengan pendekatan A-BCs oleh Albert
Allis pada tahun 1970-an. Kontributor dari pendekatan baru ini adalah
Aaron T. Beck (1976), Donald Meichenbaum (1977) dan Albert Bandura
dengan konsep yang dikemukakan adalah self-efficacy, manifestasi dari
pendekatan belajar sosial (social learning approach). Social learning theory
merupakan kombinasi dari classical dan operant conditioning (Sayanta,
Sigit. 2012).
Awal tahun 1980-an muncul pembaharuan behaviorisme yaitu neo-
behaviorisme yang menekankan pada classical conditioning dalam etiologi
dan perlakuan (treatment) terhadap neurosis, di mana konsep baru ini
berlawanan dengan sebutan black box/black boxes. Pada akhir tahun 1980-
an konsep behaviorisme difokuskan pada behavioral medicine yang merujuk
pada pendekatan psikologis yang menangani kondisi physical or medicine
disorder. Corey (2005) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep
ini di tahun tahun 1980-an peran emosi ditekankan, dua hal yang sangat
penting untuk dikembangkan dalam behaviorisme adalah ; (1) cognitive
behavior therapy sebagai kekuatan utama, dan (2) mengaplikasikan teknik
terapi behavioral untuk mencegah dan memberi perlakuan pada medical
disorders. Pada akhir tahun 1980 Association for Advancement of Behavior
Therapy telah memiliki anggota kurang lebih 4.300 orang dan tidak kurang
dari 50 jurnal sebagai media publikasi ilmiah. Adapun tokoh-tokoh
pengembang behaviorisme adalah ; Skinner, Pavlov, Eysenck, Joseph
6
Wolpe, Albert Bandura, Albert Ellis, Aaron T. Beck, Ricard Walters,
Arnold Lazarus, dan J. B. Watson (Sayanta, Sigit. 2012).

C. Pandangan tentang Manusia


Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan
behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya
dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah
laku manusia itu dipelajari”. Ini merupakan anggapan dari behavioristik
radikal. Namun behavioristik yang lain yaitu behavioristik kontemporer,
yang merupakan perkembangan dari behavioristik radikal menganggap
bahwa setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk memilih apa yang
dipelajarinya. Ini bertentangan dengan prinsip behavioris yang radikal, yang
menyingkirkan kemungkinan individu menentukan diri. Namun, meskipun
begitu, kedua behaviorisme ini tetap berfokus pada inti dari behaviorisme
itu sendiri yaitu bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja
yang menentukan tingkah laku mereka (Pihasniwati, 2008).
Konsep utama terapi tingkah laku ini adalah keyakinan tentang
martabat manusia, yang sebagai bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak
psikologis, yaitu :
1. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau
jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau
buruk, tepat atau salah berdasarkan bekal keturunan dan lingkungan
(nativisme dan empirisme), terbentuk pola-pola bertingkah laku yang
menjadi ciri-ciri khas kepribadiannya.
2. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri,
menangkap apa yang dilakukannya dan mengatur serta mengontrol
perilakunya sendiri.
3. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola
tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar. Kalau pola-pola
lama dahulu dibentuk melalui belajar,pola-pola itu dapat diganti melalui
usaha belajar yang baru.

7
4. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya
dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
(Pihasniwati, 2008).

D. Tujuan Konseling Behavioral


Tujuan utama konseling behavioral adalah menghilangkan tingkah laku
yang salah suai ( maladaptive) dan menggantikannya dengan tingkah laku
baru yang lebih sesuai. Secara rinci tujuan tersebut adalah untuk
1. Memperoleh perilaku baru, membantu klien membuang respon-respon
yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru
yang lebih sehat.
2. Mengeliminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang diinginkan dalam jangka waktu lama.
3. Menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa
pemblajaran dapat memperbaiki masalah perilaku.
(Sofyan S, Willis. 2009)
Konseling behavioral pada dasarnya merupakan proses penghapusan
hasil belajar yang salah dengan memberikan pengalaman-pengalaman
belajar baru yang didalamnya mengandung respon-respon yang layak yang
belum dipelajari. Menetapkan tujuan konseling tidaklah mudah, karena
harus mempertimbangkan berbagai hal agar mampu berfungsi sebagai
penuntun konseling (Sofyan S, Willis. 2009).
Menurut Corey (1986) terdapat tiga fungsi tujuan dari konseling
behavioral, yaitu sebagai :
1. Refleksi masalah klien sekaligus arah konseling,
2. Dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling, dan
3. Landasan untuk menilai hasil konseling.
(Sofyan S, Willis. 2009)

8
E. Peran dan Fungsi Konselor
Peran yang harus dilakukan konselor yaitu bersikap menerima,
mencoba memahami klien dan apa yang dikemukakan tanpa menilai atau
mengkritiknya. Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan
aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan
pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah- masalah klien sehingga
diharapkan kepada perubahan perilaku baru (Sofyan S, Willis. 2009).
Konselor behavioral yang efektif beroperasi dengan perspektif yang
luas dan terlibat dengan klien dalam setiap fase konseling. Jadi peran
konselor dalam konseling behaviour sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam
mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan
prosedur-prosedur yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru
dan mau untuk bersikap menerima dan memahami klien (Lesmana, Jeanette
Murad. 2009).
Terapis behavior cenderung untuk aktif dan langsung dan berfungsi
sebagai konsultan dalam memecahkan masalah klien. Praktisi memperhatian
tanda-tanda yang diberikan klien kemudian mengikuti dugaan klinis dari
klien. Mereka menggunakan beberapa teknik umum seperti summarizing,
refleksi, klarifikasi, serta pertanyaan terbuka dan tertutup. Tetapi, klinisi
behavioral melaksanakan fungsi lainnya juga yaitu :
1. Melaksanakan sebuah assessment fungsional yang seksama untuk
mengidentifikasi kondisi yang dipertahankan dengan pengumpulan
informasi yang sistematis tentang penyebab situasi, masalah tingkah
laku, dan akibat dari masalah itu.
2. Membuat tujuan treatment awal, dan mendisain serta menerapkan
rencana treatmen untuk melaksanakan tujuan ini.
3. Menggunakan strategi untuk menciptakan generalisasi dan memelihara
perubahan tingkah laku.
4. Mengevaluasi kesuksesan rencana perubahan dengan mengukur
kemajuan ke arah tujuan selama durasi treatmen.
5. Melaksanakan assessment lanjutannya. (Lesmana, Jeanette Murad.
2009).
9
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja
yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Terapi perilaku ini lebih
mengkonsentrasikan pada modifikasi tindakan, dan berfokus pada perilaku
saat ini daripada masa lampau. Terapi tingkah laku adalah penerapan
aneka ragam tekhnik dan prosedur yang berakar pada berbagai
teori tentang belajar (Alwisol. 2009).Secara umum terapi tingkah laku
adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang
berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan
pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah
harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan
karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku
tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur (Alwisol.
2009).
Corey (2005) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep ini
di tahun tahun 1980-an peran emosi ditekankan, dua hal yang sangat penting
untuk dikembangkan dalam behaviorisme adalah ; (1) cognitive behavior
therapy sebagai kekuatan utama, dan (2) mengaplikasikan teknik terapi
behavioral untuk mencegah dan memberi perlakuan pada medical disorders.
Pada akhir tahun 1980 Association for Advancement of Behavior Therapy
telah memiliki anggota kurang lebih 4.300 orang dan tidak kurang dari 50
jurnal sebagai media publikasi ilmiah. Adapun tokoh-tokoh pengembang
behaviorisme adalah ; Skinner, Pavlov, Eysenck, Joseph Wolpe, Albert
Bandura, Albert Ellis, Aaron T. Beck, Ricard Walters, Arnold Lazarus, dan
J. B. Watson (Sayanta, Sigit. 2012).
Konsep utama terapi tingkah laku ini adalah keyakinan tentang
martabat manusia, yang sebagai bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak
psikologis, yaitu : 1. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau

10
buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku
baik atau buruk, tepat atau salah berdasarkan bekal keturunan dan
lingkungan (nativisme dan empirisme), terbentuk pola-pola bertingkah laku
yang menjadi ciri-ciri khas kepribadiannya. 2. Manusia mampu untuk
berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang dilakukannya
dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri. 3. Manusia mampu
untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang baru
melalui suatu proses belajar. Kalau pola-pola lama dahulu dibentuk melalui
belajar,pola-pola itu dapat diganti melalui usaha belajar yang baru. 4.
Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya dipengaruhi
oleh perilaku orang lain. (Pihasniwati, 2008).
Tujuan utama konseling behavioral adalah untuk 1. Memperoleh
perilaku baru, membantu klien membuang respon-respon yang lama yang
merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. 2.
Mengeliminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang diinginkan dalam jangka waktu lama. 3.
Menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa
pemblajaran dapat memperbaiki masalah perilaku. (Sofyan S, Willis. 2009)
Peran yang harus dilakukan konselor yaitu bersikap menerima,
mencoba memahami klien dan apa yang dikemukakan tanpa menilai atau
mengkritiknya. Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan
aktif dan langsung. (Sofyan S, Willis. 2009). Klinisi behavioral
melaksanakan fungsi lainnya juga yaitu : 1. Melaksanakan sebuah
assessment fungsional yang seksama untuk mengidentifikasi kondisi yang
dipertahankan dengan pengumpulan informasi yang sistematis tentang
penyebab situasi, masalah tingkah laku, dan akibat dari masalah itu. 2.
Membuat tujuan treatment awal, dan mendisain serta menerapkan rencana
treatmen untuk melaksanakan tujuan ini. 3. Menggunakan strategi untuk
menciptakan generalisasi dan memelihara perubahan tingkah laku. 4.
Mengevaluasi kesuksesan rencana perubahan dengan mengukur kemajuan
ke arah tujuan selama durasi treatmen. 5. Melaksanakan assessment
lanjutannya. (Lesmana, Jeanette Murad. 2009).
11
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press


Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang : UMM Press.
Lesmana, Jeanette Murad. 2009. Dasar Dasar Konseling. Jakarta : UI-Pressh.
Pihasniwati. 2008. Psikologi Konseling. Yogyakarta : Teras.
Sayata, Sigit. 2009. Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam
Konseling. Jurnal Paradigma, No. 14 Th. VII, Juli 2012  ISSN 1907-
297X
Sofyan S, Willis. Konseling Keluarga. Bandung : Alfabeta
Sunardi, Permanarian dan Musjafak Assjari. 2008. Teori Konseling. Jakarta :
PLB FIP UPI.

12

Anda mungkin juga menyukai