Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

PENDEKATAN / TEORI DALAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN


KONSELING DI SEKOLAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
BIMBINGAN KONSELING
Dosen Pengampu :
Dr. Nina Permatasari, S.Psi, M.PD

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4
NURSYAHRIAWATI NIM 1610125320134
NURUSSHUFIA NIM 1610125320136
QOMARIAH NIM 1610125320141
RITA LESTARI NIM 1610125320153
RUSDIAH NIM 1610125320158
SUGIANOOR NIM 1610125310173
USWATUN HASANAH NIM 1610125320179

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Pendekatan / Teori Dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Di Sekolah. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Dr. Nina Permatasari, S.Psi,
M.PD. Selaku Dosen mata kuliah Bimbingan Konseling yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah kami susun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran.

Banjarmasin, 15 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II KAJIAN TEORI ........................................................................................ 3

A. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioristik)................................................... 3

B. Pendekatan Teori Gestalt ............................................................................. 8

C. Pendekatan Teori Rasional-Emotif ............................................................ 12

BAB III ANALISIS JURNAL .............................................................................. 18

A. Jurnal Pendekatan Behavioristik ................................................................ 18

B. Jurnal Pendekatan Gestalt .......................................................................... 19

C. Jurnal Pendekatan Rational Emotif ............................................................ 21

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 23

A. Kesimpulan ................................................................................................ 23

B. Saran ........................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

LAMPIRAN .......................................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepanjang abad dua puluh,perkembangan konseling dan psikoterapi mulai
di organisir dalam berbagai model teoritis atau “pendekatan”.Situasi yang ada
dalam konseling dan psikoterapi sekarang ini adalah keberagaman dan kreativitas
luar biasa. Seiring dengan munculnya teori baru,secepat itu pula timbul berbagai
usaha untuk menyatukan,mengkombinasikan,atau mengintegrasikan mereka.
Eskalasi teori dan pendekatan yang luar biasa sering membingungkan orang yang
mempelajari konseling,terlepas apakah orang tersebut seorang klien atau seorang
siswa. Sebagai individu, siswa memiliki berbagai potensi yang dapat
dikembangkan.Kenyataan yang dihadapi, tidak semua siswa menyadari potensi
yang dimiliki untuk kemudian memahami dan mengembangkannya.
Disisi lain sebagai individu yang berinterksi dengan lingkungan, siswa juga
tidak dapat lepas dari masalah. Menyadari hal di atas siswa perlu bantuan dan
bimbingan orang lain agar dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan potensi
yang ada pada dirinya. Sekolah sebagai institusi pendidikan tidak hanya berfungsi
memberikan pengetahuan tetapi juga mengembangkan kesluruhan kepribadian
anak. Sebagai profesional guru memegang peran penting dalam membantu murid
mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan lingkungannya.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana konsep dasar pendekatan/teori Behavioristik (Tingkah Laku) ?


2) Bagaimana konsep dasar pendekatan/teori Gestalt ?
3) Bagaimana konsep dasar pendekatan/teori Rasional-Emotif ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan


makalahini adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui bagaimana pendekatan teori Behavioristik (Tingkah Laku).

1
2) Mengetahui bagaimana pendekatan teori Gestalt.
3) Mengetahui bagaimana pendekatan teori Rasional-Emotif.

D. Manfaat Penulisan

Berdasarkan tujuan penulisan tersebut, maka manfaat dari penulisan makalah


ini adalah sebagai berikut:
1) Agar Mahasiswa mengetahui bagaimana pendekatan teori Behavioristik
(Tingkah Laku) dalam bimbingan dan konseling.
2) Agar Mahasiswa mengetahui bagaimana pendekatan teori Gestalt dalam
bimbingan dan konseling.
3) Agar Mahasiswa mengetahui bagaimana pendekatan teori Rasional-Emotif
dalam bimbingan dan konseling.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioristik)

Konsep behavioral atau behavioristik perilaku manusia merupakan hasil-


hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi belajar.
(dikembangkan oleh D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfor , Bandura,
Wolpe dll).Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses
atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar
dapat memecahkan masalahnya. Terapi tingkah laku (behavioristik) adalah
gabungan dari beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh ahli yang berbeda.
Menurut Willis (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:167), terapi tingkah laku
berasal dua konsep yang dituangkan oleh Ivan Pavlov dan B. F Skinner.Pendiri
behavioristik sendiri adalah J.B.Watson yang mengesampingkan nilai kesadaran
dan unsure positif manusia lainnya.
Terapi behavioristik digunakan sekitar awal 1960-an atas reaksi terhadap
psikoanalisis yang dianggap tidak banyak membantu mengatasi masalah klien.
Latipun ( dalam buku Namora’Lumongga Lubis:167 ) mengatakan bahwa terapi
behavioristik dapat menangani kompleksitas masalah klien mulai dari kegagalan
individu untuk belajar merespons secara adaptif hingga mengatasi masalah
neurosis.Adapun aspek penting dari terapi behavioristik adalah bahwa perilaku
dapat didefinisikan secara operasional, diamati, dan diukur. Shertzer & Stone
(dalam buku Deni Febrini : 55) memberikan ciri-ciri konseling behavioral sebagai
berikut:
1) Kebanyakan perilaku manusia dipelajari oleh sebab itu dapat diubah.
2) Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu
dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur
konseling berusaha mebawa perubahan-perubahan yang relevan dalam
perilaku klien dengan mengubah lingkungan.

3
3) Prinsip-prinsip belajar spesial seperti : ”reinforcement”dan ”social
modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur
konseling.
4) Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam
perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.

Prosedur-prosedur konseling tidak statik,tetap atau ditentukan sebelumnya,


tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan
masalah.khusus. Selanjutnya,Corey (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:168)
menyebutkan ciri khas terapi behavioristik sebagai berikut:
 Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
 Cermat dan jelas dalam menguraikan treatment.
 Perumusan prosedur treatment dilakukan secara spesitik dan sesuai dengan
masalah klien.
 Penafsiran hasil~hasil terapi dilakukan secara objektif.
Lesmana ( dalam buku Namora’Lumongga Lubis:168 ) mengatakan bahwa
terapi behavioristik merupakan pilihan utama bagi konselor untuk menangani
klien yang menghadapi masalah spesifik seperti gangguan makan,
penyalahgunaan obat, dan disfungsi psikoseksual. Selain itu, terapi behavoristik
juga dapat digunakan untuk klien dengan gangguan yang dihubungkan dengan
kecemasan, stres, asertivitas, dan menjalin interaksi sosial. Menurut
Krumboltz,Shertzer & Stone ( dalam buku Deni Febrini:55 ) konseling behavior
merupakan suatu proses membantu orang untuk memecahkan
masalah.interpersonal,emosional dan keputusan tertentu. Urutan pemilihan dan
penetapan tujuan dalan konseling yang digambarkan oleh Cormier and Cormier
(Corey dalam buku Deni Febrini:56) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara
konselor dan klien sebagai berikut:
a. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan.
b. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil
konseling.

4
c. Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah
merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
d. Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu realistik.
e. Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan.
f. Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan.
g. Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien
membuat salah satu keputusan berikut: untuk meneruskan konseling atau
mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referral.
1. Dinamika Kepribadian Manusia
Menurut pendekatan behavioristik, manusia dapat memiliki kecenderungan
positif atau negatif karena pada dasarnya kepribadian manusia dibentuk oleh
lingkungan di mana ia berada. Perilaku dalam pandangan behavioristik adalah
bentuk dari kepribadian manusia. Gunarsa (dalam buku Namora’Lumongga
Lubis:169) mengemukakan pandangan méreka tentang konsep manusia sebagai
berikut:
 Manusia bukanlah individu yang baik atau jahat sehingga memiliki
kemampuan untuk berperilaku baik atau jahat.
 Manusia dapat mengkonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya sendiri.
 Manusia dapat memperoleh perilaku yang baru.
 Perilaku manusia dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh perilaku orang
lain.
Pandangan ini semakin menguatkan bahwa manusia dapat memiliki
kemampuan untuk berkembang ke arah yang lebih baik, apabila ia berada dalam
situasi lingkungan yang mendorongnya untuk menjadi individu yang baik.
2. Peran dan Fungsi Konselor
Konselor dalam terapi behavioristik memegang peranan aktif dan direkif
dalam pelaksanaan proses konseling. Dalam hal ini konselor harus mencari
pemecahan masalah klien. Fungsi utama konselor adalah bertindak sebagai guru,
pengarah, penasihat, konsultan, pemberi dukungan, fasilitator, dan mendiagnosis
tingkah laku maladaptif klien dan mengubahnya menjadi tingkah laku adaptif.
Corey ( dalam buku Namora’Lumongga Lubis:170). Fungsi lain konselor adalah

5
sebagai model bagi kliennya. Konselor dijadikan model pribadi yang ingin ditiru
oleh klien karena klien, cenderung memandang konselor sebagai orang yang patut
untuk diteladani. Klien sering kali meniru sikap, nilai, dan tingkah laku konselor.
Corey (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:170) mengatakan bahwa konselor
berperan sebagai “mesin perkuatan” bagi kliennya. Konselor dalam praktiknya
selalu memberikan penguatan positif atau negatif untuk membentuk tingkah laku
baru klien. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa peran terapis dalam terapi
behavioristik adalah memanipulasi dan mengendalikan konseling melalui
pengetahuan dan keterampilannya dalam menggunakan teknik-teknik terapi.
Konselor akan selalu menunjang perkembangan tingkah laku klien agar dapat
diterima secara sosial. Minat, perhatian,menerima, dan memahami klien adalah
bentuk penguatan yang paling berarti bagi klien.
3. Tuiuan Pendekatan Behavioristik
Latipun (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:171) mengatakan bahwa
konselor harus cermat dan jelas dalam menentukan tujuan konseling. Kecermatan
dalam penentuan tujuan akan membantu konselor menentukan teknik dan
prosedur perlakuan yang tepat sekaligus meme permudah pada saat mengevaluasi
tingkat keberhasilan konseling. Untuk merumuskan tujuan konseling,Corey
(dalam buku Namora’Lumongga Lubis:171) menetapkan tiga kriteria utama yang
dapat digunakan, yaitu:
a. Tujuan konseling harus disesuaikan dengan keinginan klien.
b. Konselor harus bersedia membantu klien mencapai tujuannya.
c. Konselor mampu memperkirakan sejauh mana klien dapat mencapai
tujuannya.
Berikut ini contoh perumusan tujuan ke arah yang lebih spesifik. Misalnya,
seorang klien datang pada konselor dengan tujuan menghilangkan rasa rendah
diri. Tujuan ini masih umum, sehingga harus dibuat lebih spesifik dan jelas yang
dibagi dalam beberapa subtujuan seperti: membantu klien agar dapat menerima
kekurangan flsik yang dianggapnya sebagai kelemahan, membantu klien berani
mengungkapkan pendapatnya, dan membantu klien mengatasi konflik yang
membentuk rasa rendah dirinya.

6
Secara umum, tujuan dari terapi behavioristik adalah menciptakan suatu
kondisi baru yang lebih baik melalui proses belajar sehingga perilaku simtomatik
dapat dihilangkan. Sementara itu tujuan terapi behavioristik secara khusus adalah
mengubah tingkah laku adaptif dengan cara memperkuat tingkah laku yang
diharapkan dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta berusaha
menemukan cara-cara bertingkah laku yang tepat (Latipun dalam buku
Namora’Lumongga Lubis:171).
4. Teknik Pendekatan Behavioristik
Setelah berbicara mengenai tujuan dari terapi behavioristik, pembahasan
berikutnya yang akan penulis sajikan adalah mengenai teknik-teknik yang
terdapat dalam terapi behavioristik. Pada pelaksanaannya, konselor dalam terapi
behavioristik dapat menggunakan beberapa teknik terapi untuk menangani
klien.Teknik-teknik yang dianggap kurang sesuai diganti dengan teknik lain yang
dapat mencapai tujuan konseling. Lesmana (dalam buku Namora’Lumongga
Lubis:172) membagi teknik terapi behavioristik dalam dua bagian, yaitu teknik-
teknik tingkah laku umum dan teknik-teknik spesifik. Uraiannya adalah sebagai
berikut.
a. Teknik-teknik Tingkah Laku Umum
Teknik ini terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya adalah:
1) Skedul penguatan adalah suatu teknik pemberian penguatan pada klien ketika
tingkah laku baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien. Penguatan harus
dilakukan terus-menerus sampai tingkah laku tersebut terbentuk dalam diri
klien.
2) Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan mempelajari tingkah
laku baru secara bertahap. Konselor dapat membagi-bagi tingkah laku yang
ingin dicapai dalam beberapa unit, kemudian mempelajarinya dalam unit-
unit kecil.
3) Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan agar tingkah
laku adaptif tidak berulang. Ini didasarkan pada pandangan bahwa individu
tidak akan bersedia melakukan sesuatu apabila tidak mendapatkan
keuntungan.

7
b. Teknik-teknik Spesifik
Teknik-teknik spesifik ini meliputi:
1) Desensitisasi sistematik adalah teknik yang paling sering digunakan. Teknik
ini diarahkan kepada klien untuk menampilkan respons yang tidak konsisten
dengan kecemasan.
2) Pelatihan asertivitas. Teknik ini mengajarkan klien untuk membedakan
tingkah laku agresif, pasif, dan asertif. Prosedur yang digunakan adalah
permainan peran. Teknik ini dapat membantu klien yang mengalami kesulitan
untuk menyatakan atau menegaskan diri di hadapan orang lain.
3) Time-Out. Merupakan teknik aversif yang sangat ringan. Apabila tingkah
laku yang tidak diharapkan muncul, maka klien akan dipisahkan dari
penguatan positif. Time-out akan lebih efektif bila dilakukan dalam waktu
yang relatif singkat.
4) Implosion dan flooding. Teknik implosion mengarahkan klien untuk
membayangkan situasi stimulus yang mengancam secara berulang-ulang.
Karena dilakukan terus-menerus sementara konsekuensi yang menakutkan
tidak terjadi, maka diharapkan kecemasan klien akan tereduksi atau terhapus.

B. Pendekatan Teori Gestalt


Terapi Pendekatan Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara
eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada
pengalaman klien “here and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian
kepribadian yang terpecah di masa lalu. Gestalt juga menekankan peran aktif klien
untuk secara sadar mencapai kematangan pribadi dengan menemukan sendiri
makna masalahnya Kemunculan terapi Gestalt ini dipelopori oleh Frederick Perls.
Begitu pun pada perkembangannya, kita akan menemukan sejumlah tokoh
ternama lainnya yang turut menyumbangkan pemikiran mereka dalam terapi
Gestalt seperti Koffka, Kohler, dan Wertheimer (dikembangkan oleh Frederick S.
Peris 1989-1970) terapi ini dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin
yang sangat berbeda yaitu:
1) Psikoanalisis terutama yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih

8
2) Fenomenologi eksistensialisme Eropa dan
3) Psikologi Gestalt.
Peris menyatakan bahwa individu, dalam hal ini manusia, selalu aktif sebagai
keseluruhan, merupakan koordinasi dari seluruh organ. Kesehatan merupakan
keseimbangan yang layak. Pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis
merupakan konsep dasar terapi Gestalt. Pendekatan konseling ini berpandangan
bahwa Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab
pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan
mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
Ada beberapa fase dalam proses konseling gestalt, yaitu:
a. Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai
situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada
klien.
b. Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien.
c. Fase ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-
perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali
segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat
ini.
d. Fase keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang
pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien
memasuki fase akhir konseling.
1. Dinamika Kepribadian Manusia
Gestalt memandang manusia secara positif yang memiliki kemampuan untuk
memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang
terpadu. Adapun yang menjadi penekanan terhadap kepribadian manusia adalah
perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, dan kesatuan pribadi.
Timbulnya perilaku bermasalah menurut pandangan Gestalt adalah karena
ketidakmampuan individu untuk mengatasi masalah sehingga cenderung
melakukan penghindaran. Hal inilah yang menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan pribadi individu. Dalam terapi Gestalt, ada istilah yang dikenal

9
sebagai “urusan yang tidak selesai”. Hal ini mencakup perasaan-perasaan yang
tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan,
kedudukan, rasa berdosa, dan rasa diabaikan. Karena tidak diungkapkan secara
sadar, perasaan-perasaan ini tetap tersimpan dan dibawa ke kehidupan sekarang.
Untuk menangani urusan yang tidak selesai tersebut, individu harus membawanya
ke dalam proses kesadaran dan mengakuinya secara bertanggung jawab (Corey,
2009 dalam buku Namora’Lumongga Lubis:161).

2. Peran dan Fungsi Konselor


Ajaran Perls yang umum dan sering kali diucapkannya adalah “Kosongkan
pikiran Anda dan capailah kesadaran.” Dari perkataan tersebut kita dapat menarik
kesimpulan bahwa pada dasarnya tugas utama seorang konselor menantang klien
agar menggunakan kesadarannya secara penuh. Konselor harus menghindari
penafsiran, diagnosis dan ucapan yang berlebihan.
Tugas yang diemban seorang konselor adalah menghapuskan hambatan-
hambatan yang selama ini menghalangi klien untuk mampu menembus jalan
buntu. Tugas seorang konselor selanjutnya adalah mengonfrontasikan klien pada
pembuatan keputusan apakah ia bersedia atau tidak mengembangkan kemampuan
yang dimilikinya untuk tumbuh secara utuh. Hal yang dapat dilakukan seorang
konselor dalam terapi Gestalt adalah mengonfrontasikan klien dengan
penghindaran tanggung jawab mereka atau meminta klien membuat keputusan
tentang apa yang mereka inginkan dan lakukan, serta bagaimana mereka ingin
menyelesaikan masalahnya, karena klien adalah orang yang paling menentukan
apa yang akan atau tidak akan dijalankan dalam terapi.

3. Tujuan Pendekatan Gestalt


Adapun tujuan utama dari terapi Gestalt adalah membantu klien untuk dapat
mengembangkan kepribadiannya secara menyeluruh dan memiliki kemampuan
untuk memecahkan permasalahannya sendiri. Dengan terbentuknya kepribadian
klien secara menyeluruh, klien dapat menyadari sepenuhnya kelebihan dan
kelemahan dirinya sehingga klien tidak akan lagi tergantung pada pada orang lain,

10
tetapi ia dapat berdiri sendiri dan menentukan pilihannya sendiri sekaligus mampu
mengemban tanggung jawab.
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani
menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi
dan meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien
mengembangkan potensi manusiawinya.Tujuan ini mengandung makna bahwa
klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain
menjadi percaya pada diri, dapat berbuat Iebih banyak untuk meingkatkan
kebermaknaan hidupnya. Secara Iebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah
sebagai berikut.
a. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami
kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
b. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya.
c. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan
orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself).
d. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat bertingkah laku menurut
prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang
muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

Sasaran utama Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Tanpa kesadaran, klien


tidak akan mampu menyentuh dimensi kepribadiannya yang ingin ditolak atau
dihindarinya. Sehingga kesadaran dijadikan alat oleh terapi Gestalt untuk
mencapai tujuan terapi (Corey dalam buku Namora’Lumongga Lubis:163).

4. Teknik Pendekatan Gestalt


Terapi Gestalt memiliki cukup banyak teknik yang dapat digunakan untuk
membantu klien mencapai kesadaran. Bahkan, dalam penggunaannya klien tidak
menyadari bahwa teknik terapi telah dilakukan karena dibuat dalam bentuk
permainan. Teknik-teknik ini digunakan sesuai dengan gaya pribadi konselor yang
disesuaikan dengan klien. Gunarsa (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:163)
mengemukakan teknik terapi Gestalt, antara lain:

11
a. Pengalaman sekarang. Klien diarahkan untuk merasakan dan melakukan
pengalaman masa lalu atau masa yang akan datang sehingga dijadikan
pengalaman sekarang.
b. Pengarahan langsung. Konselor mengarahkan secara terus-menerus hal-hal
yang harus dilakukan klien berdasarkan pernyataan yang diberikan klien.
c. Perubahan bahasa. Klien didorong untuk mengubah bentuk pertanyaan
menjadi pernyataan.
d. Teknik kursi kosong. Klien diarahkan untuk berbicara dengan orang lain yang
dibayangkan sedang duduk di kursi kosong yang ada di samping atau di
depan klien.
e. Berbicara dengan bagian dari dirinya. Teknik ini adalah variasi dari teknik
kursi kosong. Intinya adalah klien melangsungkan percakapan antara bagian-
bagian yang ada dalam dirinya yang menimbulkan konflik.

Kelima teknik yang telah disebutkan di atas Corey (dalam buku


Namora’Lumongga Lubis:164) juga menjelaskan sejumlah teknik Permainan
yang dapat digunakan dalam terapi Gestalt, yaitu: Permainan dialog,Membuat
lingkaran,Saya memikul tanggung jawab,Saya memiliki suatu rahasia, Bermain
proyeksi,Teknik pembalikan, Melebih-lebihkan ,Bisakah Anda tetap dengan
perasaan ini?,dan Permainan ulangan.

C. Pendekatan Teori Rasional-Emotif


Terapi rasional-emotif diperkenalkan pertama kalinya oleh seorang klinisi
yang bernama Albert Ellis pada tahun 1955. Pada awalnya Ellis merupakan
seorang psikoanalisis, tetapi kemudian ia merasakan bahwa psikoanalisis tidak
efisien. Rasional-emotif menolak keras pandangan psikoanalisis yang mengatakan
bahwa pengalaman masa lalu adalah penyebab gangguan emosional individu.
Menurut Willis (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:176) penyebab gangguan
emosional adalah karena pikiran irasional individu dalam menyikapi peristiwa
atau pengalaman yang dilaluinya. Terapi rasional-emotif dalam perkembangannya
memiliki banyak nama, antara lain: rational therapy, semantic therapy, cognitive
be havior therapy, dan rational behavior training.

12
Menurut Latipun (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:176), rasional-
emotif merupakan teori yang komprehensif karena menangani masalah-masalah
yang berhubungan dengan individu secara keseluruhan yang mencakup aspek
emosi, kognisi, dan perilaku. Masalah klien yang mendapat terapi rasional-emotif,
antara lain kecemasan pada tingkat moderat, gangguan neurosis, gangguan
karakter, problem psikosomatik, gangguan makan, ketidakmampuan menjalin
hubungan interpersonal, masalah perkawinan, adiksi, dan disfungsi seksual. Salah
satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para
penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan ”Teori A-B-C-D-E”. teori ini
merupakan sentral dari teori dan praktek RET.
1. Dinamika Kepribadian Manusia
Rasional-emotif pada hakikatnya memandang manusia dilahirkan dengan
potensi baik dan buruk. Manusia memiliki kemampuan berpikir rasional dan
irasional. Selain itu manusia juga dapat memi1iki kecenderungan
mempertahankan perilaku yang destruktif dan melakukan berbagai cara agar tidak
terlibat dengan orang lain. Selanjutnya, Corey (dalam buku Namora’Lumongga
Lubis:177) menegaskan bahwa manusia memiliki potensi yang luar biasa untuk
mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya serta dapat mengubah diri dan
lingkungannya. Perilaku manusia didorong oleh kebutuhan, hasrat, tuntutan,
keinginan yang ada dalam dirinya. Gunarsa (dalam buku Namora’Lumongga
Lubis:177) terhadap konsep manusia adalah sebagai berikut:
a. Manusia mengadaptasikan dirinya terhadap perasaan yang mengganggu
pribadinya.
b. Kecenderungan biologisnya sama dengan kecenderungan kultural yang
berpikir salah dan tidak ada gunanya hanya akan mengecewakan diri sendiri.
c. Memiliki kemampuan untuk memilih reaksi yang berbeda dengan yang
biasanya ia lakukan.
d. Menolak mengecewakan diri sendiri terhadap hal-hal yang akan terjadi.
e. Melatih diri sendiri agar mempertahankan diri dari gangguan.
Ada tiga istilah yang terkait dengan tingkah laku manusia berdasarkan
pandangan rasional-emotif ,Latipun (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:177)

13
yaitu: Antecedent Event (A), Belief (B) dan Emotional Consequence (C). Istilah
ini lebih dikenal sebagai konsep A-B-C. berikut adalah penjelasannya.
a. Antecedent event (A) adalah peristiwa, fakta, perilaku, atau sikap orang lain
yang terjadi di dalam maupun luar diri individu
b. Belief (B) adalah keyakinan dan nilai individu terhadap suatu peristiwa.
c. Emotional consequence (C) adalah konsekuensi emosional baik berupa
senang atau hambatan emosi yang diterima individu sebagai akibat reaksi
dalam hubungannya dengan antecedent event (A).
Adapun yang yang disampaikan pada konsep tersebut adalah bahwa setiap
individu akan memiliki reaksi yang berbeda walaupun menghadapi keadaan atau
situasi yang sama.Reaksi yang berbeda tentu saja akan melahirkan konsekuensi
emosional yang berbeda pula. Dua orang individu yang memilliki keyakinan yang
berbeda akan menyikapi peristiwa tertentu secara berbeda pula.
2. Peran dan Fungsi Konselor
Dalam terapi rasional-emotif, konselor harus meminimalkan hubungan yang
intens terhadap klien tetapi tetap dapat menunjukkan penerimaan yang positif.
Tugas utama seorang terapis adalah mengajari klien cara memahami dan
mengubah diri sehingga konselor harus bertindak aktif dan direktif. Mengubah
keyakinan yang telah mengakar dalam diri klien bukanlah sesuatu yang mudah.
Untuk itu, seorang konselor harus mendengarkan pernyataan klien dengan
sungguh-sungguh dan menunjukkan empatinya. Konselor perlu memahami
keadaan klien sehingga memungkinkan untuk mengubah cara berpikir klien yang
tidak rasional. Albert Ellis (1973) mengemukakan haI-hal yang dapat dilakukan
oleh praktisi rasional-emotive yaitu:
a. Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang
mendasari gangguan emosional dan perilaku.
b. Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
c. Menunjukkan kepada klien asas ilogis dalam berpikirnya.
d. Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional
(irrational beliefs) klien.

14
e. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah inoperative
dan bahkan hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-
gangguan behavioral dan emosional.
f. Menggunakan absurdity dan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran
klien.
g. Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide irasional ini dapat ditempatkan
kembali dan disubtitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik
melatar belakangi kehidupannya.
h. Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-
pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih
diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwa ide-ide
irasional dan deduksi-deduksi hanya kan membantu perkembangan perilaku
dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
Terapi rasional-emotif adalah sebuah proses edukatif karena salah satu tugas
konselor adalah mengajarkan dan membenarkan perilaku klien melalui
pengubahan cara berpikir (kognisi) nya.
3. Tujuan Pendekatan Rasional-Emotif
Secara umum, pandangan rasional-emotif memfokuskan diri pada cara
berpikir manusia. Hal inilah yang dijadikan acuan bagi konselor untuk mengubah
tingkah lakunya. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam rasional-emotif adalah
memperbaiki dan mengubah sikap individu dengan cara mengubah cara berpikir
dan keyakinan klien yang irasional menuju cara berpikir yang rasional, sehingga
klien dapat meningkatkan kualitas diri dan kebahagiaan hidupnya. Sejalan dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam tetapi, Latipun, (dalam buku Namora’Lumongga
Lubis:181) menambahkan kembali formula A-B-G menjadi A-B-C-D-E. yaitu
antecedent, belief, emotional consequence, desputing dan efect. Adapun tujuan
dari konseling emotif adalah:
a. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional
dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self

15
actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif
yang positif.
b. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri
seperti: rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was,
dan rasa marah. Konselor melatih dan mengajar klien untuk menghadapi
kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan,
nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
Selain itu, Willis (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:181) mengatakan
bahwa tujuan dari terapi rasional-emotif adalah untuk menghilangkan gangguan
emosional yang dapat merusak diri (seperti benci, rasa bersalah, cemas, dan
marah) serta melatih dan mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup
secara rasional.

4. Teknik Pendekatan Rasional-Emotif


Pada dasarnya, terapi rasional-emotif tidak membatasi diri pada satu jenis
teori tunggal. Konselor dibebaskan untuk menggunakan 1ebih dari satu teori
(pendekatan eklektik). Hal ini berdasarkan anggapan bahwa klien dapat
mengalami perubahan melalui berbagai macam cara Seperti: belajar dari
pengalaman sendiri, orang lain, menonton film, dan berpikir dan meditasi (Corey
dalam buku Namora’Lumongga Lubis:182). Teknik rasional-emotif yang paling
utama adalah mengajar secara aktif-direktif. Lebih dari itu, rasional-emotif juga
menekankan proses deduktif yang mengacu pada aspek kognitif. Dalam keadaan
ini, konselor lebih terlihat bertindak sebagai guru dibandingkan fasilitator bagi
klien. Corey (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:182) Konselor dapat
menerapkan metode terapi tingkah laku seperti:
a. Pelaksanaan pekerjaan rumah.
b. Desensitisasi (lihat kembali “Teknik Terapi Behavioristik”).
c. Pengondisian operan (lihat kembali “Teknik Terapi Behavioristik”).
d. Hipnoterapi.
e. Latihan asertif (lihat kembali “Teknik Terapi Behavioristik”).

16
Selain itu, Willis (dalam buku Namora’Lumongga Lubis:182) menyebutkan
beberapa teknik rasional-emotif lainnya antara lain:
a. Sosiodrama, yaitu sandiwara singkat yang menjelaskan masalahmasalah di
kehidupan sosial.
b. Pencontohan (modelling) (lihat kembali “Teknik Terapi Behavioristik”).
c. Teknik reinforcement (lihat kembali “Teknik Terapi Behavioristik”).
d. Relaxation (lihat kembali “Teknik Terapi Behavioristik”).
e. Self control, yaitu klien diajarkan cara-cara mengendalikan diri dan menahan
enlosi.
f. Diskusi.
g. Simulasi, yaitu melalui bermain peran antara konselor dan klien.

17
BAB III
ANALISIS JURNAL

A. Jurnal Pendekatan Behavioristik


1. Jurnal
o Judul Jurnal : Konsep Behavioral Therapy Dalam Meningkatkan Rasa
Percaya Diri Pada Siswa Terisolir
o Pengarang : Dyesi Kumalasari
o Tahun : 2017
2. Tema : Menganalisis Konsep Behavioral Therapy Dalam
Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Terisolir
3. Latar Belakang Masalah
Latar belakang permasalahan ini mendiskripsikan tentang konsep behavioral
therapy dalam meningkatkan rasa percaya diri pada siswa terisolir. Misalnya
dalam jurnal ini terdapat permasalahan yaitu ada anak yang terisolir. Anak
terisolir adalah anak yang tidak mempunyai teman dalam pergaulannya karena ia
tidak mempunyai minat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan kelompok sebagai
proses bersosial. Siswa seperti ini lebih tertarik untuk melakukan kegiatan seorang
diri dan tidak pandai dalam segi pergaulannya antar sesama teman (Gunarsa dan
Yulia, 2003: 34).
4. Metodologi
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Data penelitian dianalisis dengan teknik statistik t-test. Penerapan Konseling
Behavioral dengan Teknik Shaping untuk meningkatkan disiplin belajar pada
siswa kelas X MIA 4 di SMA Negeri 2 Singaraja.
5. Hasil dan Analisis
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa konseling behavioral teknik
positive reinforcement efektif untuk meningkatkan rasa percaya diri. (Suarni,
Jurnal: Bimbingan dan Konseling, Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 2, No :
1, 2014). Jadi pemamparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku
terisolir siswa adalah suatu sikap individu yang tidak dapat menyerap dan

18
menerima norma-norma ke dalam kepribadiannya dan ia juga tidak mampu untuk
berperilaku yang pantas atau menyesuaikan diri menurut tuntutan lingkungan
yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya turun perilaku membolos
sesudah diberikan tindakan. Penurunan perilaku membolos siswa dipantau dari
perubahan kehadiran di sekolah sangat meningkat yang didukung dari daftar hadir
kelas.
6. Kesimpulan
Dengan menggunakan teori pendeketaan Behavioristik ini terdapat
kesepahaman atau kesejalanan dengan cara atau teknik yang diigunakan untuk
memecahkan maslah dalam kepribadian anak tersebut sehingga anak tersebut
mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar seperti berteman dengan teman-
temannya. Therapy behavioral ini merupakan terapi diberbagai eksperimen
mampu mengatasi masalah-masalah konseli yang mengalami berbagai hambatan.

B. Jurnal Pendekatan Gestalt

1. Jurnal
o Judul Jurnal : Pengaruh Teori Gestalt Dengan Teknik Pembalikan
Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa Melalui
Konseling Kelompok.
o Penulis : Ni Komang Ayu Sri Andini, Ni Ketut Suarni, Dewi Arum
Widhiyanti Metra Putri
o Tahun : 2014
2. Tema : Menganalisis Pengaruh Teori Gestalt Untuk
Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa
3. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti menemukan beberapa siswa
yang mengalami kesulitan mengutarakan pendapat di kelas, ragu - ragu jika
bertanya kepada guru, mengalami kesulitan berbicara dalam melakukan presentasi
di depan kelas, dan ragu-ragu jika ingin menjawab pertanyaan dari guru. Hal
tersebut berlaku pada hampir semua mata pelajaran. Setelah diteliti lebih lanjut
ternyata banyak faktor yang menyebabkan mereka mempunyai perilaku tersebut,

19
antara lain adalah adanya ketakutan siswa jika apa yang mereka katakan tidak
sesuai dengan harapan dan keinginan bapak atau ibu guru, malu jika harus ke
depan kelas untuk presentasi atau menjawab pertanyaan, tidak yakin bahwa apa
yang ingin siswa sampaikan benar, dan pada akhirnya ditertawakan oleh teman-
temannya. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan siswa SMK Negeri 2 Singaraja
tersebut mengindikasikan bahwa siswa di SMK Negeri 2 Singaraja mempunyai
tingkat percaya diri yang beranekaragam di setiap jurusan.
4. Metodologi
Konseli menggunakan konselor sebagai layar proyeksi dan memandang
konselor sebagai pendorong untuk menemukan apa saja yang hilang dari diri
konseli. Salah satu teknik konseling teori Gestalt yang dapat digunakan adalah
teknik pembalikan. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X Jasa Boga di
SMK Negeri 2 Singaraja yang berjumlah 170 siswa. Subyek penelitian ini adalah
10 siswa kelas X Jasa Boga yang dipilih melalui teknik purposive sampling
5. Hasil dan analisis
Percaya diri siswa tersebut harus ditangani, agar siswa dapat meningkatkan
rasa percaya dirinya. Alternatif bantuan yang dapat diberikan untuk membantu
meningkatkan percaya diri siswa adalah dengan menggunakan teori Gestalt
dengan teknik pembalikan melalui konseling kelompok. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah teori Gestalt dengan teknik pembalikan melalui konseling
kelompok, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah rasa percaya
diri. Kegiatan ini membantu mendorong siswa terjun ke dalam sesuatu yang
ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan dan menjalin
hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkari. Dengan
demikian skor rata-rata (X) kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa teori Gestalt dengan teknik pembalikan mempunyai pengaruh dalam
membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa melalui konseling kelompok.

20
6. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil analisis yang dikemukakan
sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima dan dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan teori
Gestalt dengan teknik pembalikan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa
melalui konseling kelompok. sebagai tenaga pendidik hendaknya dapat
menjadikan teori Gestalt dengan teknik pembalikan melalui konseling kelompok
sebagai alternatif untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa.

C. Jurnal Pendekatan Rational Emotif

1. Jurnal
o Judul : Pengaruh Konseling Rasional Emotif Terapi Terhadap
Kepercayaan Diri Anak Sekolah Dasar
o Penulis : Farid S. Nurdin
o Tahun : 2018
2. Tema : menganalisis pengaruh konseling rasional emotif terapi
terhadap kepercayaan diri anak sekolah dasar
3. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling dengan
menggunakan pendekatan Rasional Emotif Terapi (RET) terhadap kepercayaan
diri anak sekolah dasar. Pada permasalahan yang kita temukan didalamnya yakni:
tidak yakin pada diri sendiri, bergantung pada orang lain, merasa dirinya kurang
berharga, bersikap kurang tenang dalam mengerjakan sesuatu, tidak mampu
menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi, belum memiliki
kemampuan bersosialisasi dan tidak memiliki keberanian untuk bertindak.
4. Metodologi
Penelitian ini dilakukan di salah satu SD di Kota Bandung. Populasi
penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas 6 Tahun Ajaran 2016-2017 yang
secara teori kepercayaan diri peserta didik yang dilibatkan adalah peserta yang
memiliki kekurangan dalam kepercayaan dirinya. Sampel penelitian yang dipilah

21
sebanyak 25 Orang melalui Teknik Purposive Sam-pling Penelitian ini dilakukan
dalam kurun waktu 2 bulan. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.
5. Hasil dan Analisis
Untuk meningkatkan rasa percaya diri pada peserta didik, dibutuhkan
bimbingan konseling yang harus dilakukan seperti Rasional Emotif Terapi (RET)
yang merupakan pendekatan dalam membantu memecahkan masalah-masalah
yang disebabkan oleh pola pikir yang bermasalah. Metode dari Pendekatan RET
yaitu dengan menggunakan desain dalam penelitian ini adalah one group pretest
posttest design. Adapun Hasil penelitian adalah sebagai berikut: Terdapat
pengaruh positif tinggi RET terhadap kepercayaan diri anak SD. Terdapat
peningkatan yang signifikan kemampuan kepercayaan diri anak SD yang
dipengaruhi oleh penerapan teknik RET dengan selisih rata-rata 7,4. RET
memiliki pengaruh positif yang tinggi terhadap kepercayaan diri anak SD,
sehingga penerapan ini bisa diterapkan pada permasalahan lain yang berhubungan
dengan pola pikir siswa SD selain rasa percaya diri. Di samping itu, pendekatan
ini akan sangat berguna bagi para guru karena akan sangat membantu guru dalam
menyikapi permasalahan yang dihadapi siswa siswi nya.
6. Kesimpulan
Untuk meningkatkan rasa percaya diri pada peserta didik, dibutuhkan
bimbingan konseling yang harus dilakukan seperti Rasional Emotif Terapi (RET)
yang merupakan pendekatan dalam membantu memecahkan masalah-masalah
yang disebabkan oleh pola pikir yang bermasalah (Ellis, 1986). RET merupakan
sistem psikoterapi yang mengajari individu bagaimana sistem keyakinannya
menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada berbagai pristiwa dalam
kehidupan (Palmer, 2010).

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep Pendekatan behavioral atau behavioristik perilaku manusia
merupakan hasil-hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi
kondisi-kondisi belajar. (dikembangkan oleh D. Krumboltz, Carl E. Thoresen,
Ray E. Hosfor , Bandura, Wolpe dll).terapi behavioristik dapat menangani
kompleksitas masalah klien mulai dari kegagalan individu untuk belajar
merespons secara adaptif hingga mengatasi masalah neurosis. Terapi Pendekatan
Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan
fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and
now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di
masa lalu. Kemunculan terapi Gestalt ini dipelopori oleh Frederick Perls. Terapi
Pendekatan Rasional-emotif diperkenalkan pertama kalinya oleh seorang klinisi
yang bernama Albert Ellis pada tahun 1955. Menurut pandangan Ellis (dikutip
dari Latipun, 2001), rasional-emotif merupakan teori yang komprehensif karena
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan individu secara
keseluruhan yang mencakup aspek emosi, kognisi, dan perilaku.

B. Saran
Sebagai Pendidik atau calon pendidik guru memegang peran penting dalam
membantu murid mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan lingkungannya.
Siswa perlu bantuan dan bimbingan orang lain agar dapat bertindak dengan tepat
sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya. Sekolah sebagai institusi pendidikan
tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan tetapi juga mengembangkan
kesluruhan kepribadian anak.dengan adanya pendekatan-pendekatan ini
diharapkan agar dapat lebih memahami bagaimana cara menyelasaikan suatu
masalah siswa atau pun klien dengan mengetahui teori-teori yang benar.

23
DAFTAR PUSTAKA

Lumongga Lubis,Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling Teori dan


Praktik. Jakarta. Kencana.

Febrini,Deni. (2011). Bimbingan Konseling. Yogyakarta. Teras.

Hikmawati,Fenti. (2014). Bimbingan dan Konseling. Jakarta. PT Raja Grafindo


Persada.

Hayat,Abdul. (2010). Teori dan Teknik Pendekatan Konseling. Banjarmasin.


Lanting Media Aksara Publishing House.

McLeod,John. (2010). Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta.


Kencana.

Kumalasari,Dyesi.2017. Konsep Behavioral Therapy Dalam Meningkatkan Rasa


Percaya Diri Pada Siswa Terisolir. ( HISBAH: Jurnal Bimbingan
Konseling dan Dakwah Islam Vol. 14, No. 1, Juni 2017) (Online)
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal
.uin-suka.ac.id/dakwah/hisbah/article/download/141-
02/987&ved=2ahUKEwi63PO9gMLdAhVFqo8KHaY3DjcQFjAFegQIBR
AB&usg=AOvVaw1eBxYFEfLSpx6MKdoacbVS
Andini,Ni Komang A.S. Dkk. 2014. Pengaruh Teori Gestalt Dengan Teknik
Pembalikan Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa Melalui
Konseling Kelompok. (e-journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling
Volume: 2 No
1,Tahun2014)(Online)https://media.neliti.com/media/publications/246384-
pengaruh-teori-gestalt-dengan-teknik-pem-3d3a76a8.pdf

Nurdin,Farid S. 2018. Pengaruh Konseling Rasional Emotif Terapi Terhadap


Kepercayaan Diri Anak Sekolah Dasar. ( Primaria Educationem Journal |
Volume 1 | Nomor 1 | Mei, 2018 | https://pej-pgsd.unla.ac.id ) (Online)
https://pej-pgsd.unla.ac.id/index.php/pej/article/view/8

24
Peranan Tugas Anggota Kelompok 4 :

1. Nursyahriawati : Menganalisis
2. Nurusshufia : Mengetik, Membuat PPT
3. Qomariah : Mencari Buku,Mengetik
4. Rita Lestari : Mencari Buku,Mengetik
5. Rusdiah :Mencari Buku,Mengetik,Mencari Jurnal,Menganalisis Dan
Menyusun Makalah
6. Sugianoor : Mengetik, Mencari Jurnal Dan Menyusun Makalah
7. Uswatun Hasanah : Mencari Buku,Mengetik

25
LAMPIRAN JURNAL

26
27
28
29
30
31
32
33
34
M
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52

Anda mungkin juga menyukai