Anda di halaman 1dari 25

TEORI PRILAKU BELAJAR SISWA

MAKALAH
(Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan)
Dosen Pengampu Mata Kuliah Bapak Dr. Bambang Samsul Arifin, M.si.

Disusun oleh:
Rika Siti Karimah : 2210040069
Wilam Nafilah Robaeah : 2210040076

KELAS KARYAWAN-C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami selaku pemakalah diberi
kesempatan dan waktu untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul TEORI PRILAKU BELAJAR SISWA
Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hadist Tarbawi dengan dosen pengampu Bapak Dr. Bambang Samsul Arifin,M.si.

Kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan pihak lainnya, karena
dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari
teman-teman dan pihak lainnya. Semoga Allah berkenan membalas budi bagi
semua pihak yang telah memberikan bantuan, petunjuk, dan bimbingan kepada
kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pemakalah pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

  Cianjur, Oktober 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................................
BAB II.......................................................................................................................................
PEMBAHASAN.......................................................................................................................
A. Gagasan awal tentang teori belajar.................................................................................
B. Pengaruh psikologi modern terhadap teori belajar..........................................................
C. Kelompik-kelompok teori belajar..................................................................................

BAB III....................................................................................................................................
PENUTUP...............................................................................................................................
A. SIMPULAN.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh
individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil
melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau
informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif membuat hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan
yang bermanfaat bagi pribadinya.
Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar
dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Sedangkan Teori
adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu
dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam Grendel 1991:5
(HamzahUno,2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori
merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang
ide,konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang
saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
serta dibuktikan kebenarannya.
Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang
kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan
prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori
belajaradalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas
Pengetahuan awal siswa umumnya bersifat resisten, oleh karena itu
pengetahuan awal siswa harus benar-benar diperhatikan oleh guru sebelum
pembelajaran dimulai. Pengetahuan awal siswa merupakan gagasan-gagasan
yang terbentuk dari pembelajaran informal dalam proses memahami
pengalaman sehari-hari. Sebagian besar dari gagasan-gagasan ini lebih bersifat
sebagai pengetahuan sehari-hari daripada sebagai pengetahuan ilmiah.
Banyak peserta didik yang salah menangkap apa yang diberikan oleh
gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak begitu saja

2
dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik
tersebut. Peran guru dalam pembelajaran bukan  pemindahan pengetahuan,
tetapi hanya sebagai fasilitator, yang menyediakan stimulus  baik berupa
strategi pembelajaran, bimbingan dan bantuan ketika peserta didik, mengalami
kesulitan belajar, ataupun menyediakan media dan materi pembelajaran agar
peserta didik itu merasa termotivasi, tertarik untuk belajar sehingga
pembelajaran menjadi bermakna dan ahirnya peserta didik tersebut mampu
mengkontruksi sendiri  pengetahuaanya.
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana
siswa belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses dari belajar.
Dan dari sini perlu di ketahui terlebih dahulu apa itu gagasan awal tentang
belajar,bagaimana pengaruh psikologi modern terhadap teori belajar,dan apa
saja kelompok kelompok teori belajar itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu gagasan awal tentang belajar ?
2. Bagaimana pengaruh psikologi modern terhadap teori belajar?
3. Apa saja kelompok-kelompok teori belajar itu?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gagasan awal tentang belajar.
2. Untuk Mengetahui pengaruh psikologi modern terhadap teori belajar.
3. Untuk mengetahui kelompok kelompok teori belajar.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gagasan awal tentang belajar


Gagasan awal belajar merupakan langkah atau tahap awal dalam
belajar. Dimana sebagai pengajar harus menentukan terlebih dahulu metode
apa yang akan digunakan dalam proses belajar dan mengajar. Dengan
demikian proses belajar akan berjalan lancar dan sesuai dengan harapan.

Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana


siswa belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses dari belajar.
Dan dari sini perlu diketahui terlebih dahulu ap aitu gagasan awal belajar dari
peserta didik. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu
behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.

Ada tiga golongan besar teori belajar yaitu teori belajar menurut ilmu
jiwa daya, teori belajar ilmu jiwa gestalt dan teori belajar menurut ilmu jiwa
asosiasi. Pengertian belajar menurut ilmu jiwa daya adalah bermacam-macam
daya yang ada pada manusia bisa dilatih untuk memenuhi fungsinya. Sebagai
contoh melatih daya ingat dengan menghapal istilah asing atau angka.

Sedangkan pengertian teori belajar menurut jiwa Gestalt adalah belajar


secara keseluruhan lebih penting dan pada belajar bagian atau unsur.
Berdasarkan aliran ini belajar dimulai pada saat diperoleh insight dengan
melihat hubungan tertentu berbagai unsur dalam situasi tertentu. Insight ini
tergantung pada pengalaman, kesanggupan, kompleksitas suatu situasi, latihan
dan kesalahan.

B. Pengaruh psikologi modern terhadap teori belajar


Perkembangan keilmuan modern telah begitu didominasi oleh paham
sekularisme. Paham yang sedemikian lama mendominasi sejarah peradaban
modern hingga akhirnya telah menghantarkan jurang pemisah yang dalam

2
antara kegiatan ilmu dengan spiritualitas agama, dan pada gilirannya
menghantarkan pula pada terlepasnya semangat berilmu dari nilai-nilai
spiritual.1 Pandangan yang dominan di kalangan ilmuwan modern adalah,
bahwa ilmu bekerja pada dataran empirik dengan menafikan dataran mistis-
non empirik. Karena objek studi antara keduanya berbeda, maka pembicaraan
tentang keterkaitan antara ilmu dan masalah spiritualitas dianggap sebagai
tidak relevan.
Begitupula dengan disiplin ilmu psikologi modern. Sebagai salah satu
disiplin ilmu pengetahuan, psikologi merupakan disiplin ilmu yang oleh
sementara kalangan dianggap sebagai entitas dari representasi keilmuan yang
bersifat empiris-realistis sehingga hanya mungkin didekati dengan
pendekatan objektif. Sifatnya yang objektif itulah yang menjauhkannya dari
disiplin ilmu keagamaan. Bahkan, di kalangan sebagian psikolog ada
anggapan bahwa spiritualitas agama sebagai penyebab kemandekan ilmu
pengetahuan. Sebaliknya, ilmu pengetahuan dalam perspektif sebagian kaum
agamawan merupakan ancaman terhadap dogma agama.2
Sejarah menuturkan bahwa sebagian besar dari psikologi modern,
memang memisahkan Tuhan dari pengalaman subyektif manusia.
Pengalaman subyektif-religius ini masih dipandang sebagai bukan ilmiah.
Dalam perspektif mereka, kalau pengalaman tersebut mau diilmiahkan, maka
ia harus memenuhi standar ilmiah : Logis-rasional-empiris. Sebagai pewaris
elan modernisme, ilmu psikologi juga bernaung dalam kereta metode saintifik
sebagaimana ilmu-ilmu lainnya. Oleh karenanya, perkembangan ilmu
psikologi modernpun ditopang oleh tiga pilar utama.3
Pertama, ilmu psikologi harus bersifat universal. Artinya, ada
beberapa prinsip umum dan juga hukum-hukum kemungkinan, yang bisa
dijadikan tolok ukur pengembangan keilmuan. Misalnya studi mengenai
persepsi, memori, dan pembelajaran harus mampu mengatasi telikungan
1
C.Y. Glock & R. Stark. 1992. Dimensi-dimensi keberagamaan dalam Roland Robertson (ed.)
dalam Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi. Jakarta: Rajawali Press, hlm. 22.
2
Robert. H. Thouless. 1992. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: RajaGrafindo Persada, hlm. 13.
3
Thomas Kuhn. 1970. The Structure of Scientific Revolution. Chicago: University of Chicago
Press, hlm. 19

3
faktor sosio-historis tertentu. Kedua, berbasis pada metode empiris. Karena
mengikuti pertimbangan rasional dari filsafat empiris logis, psikologi modern
telah pula merasa terikat dengan suatu keyakinan mengenai kebenaran
melalui metode. Khususnya, keyakinan bahwa dengan menggunakan metode
empirik, dan terutama eksperimen terkontrol, peneliti bisa memperoleh
kebenaran mutlak tentang hakikat masalah pokok dan jaringan-jaringan
kausal di mana masalah pokok dibawa serta. Ketiga, riset sebagai lokomotif
kemajuan. Derivasi dari asumsi-asumsi teoritis terdahulu adalah keyakinan
final kaum modernis, sebuah keyakinan terhadap sifat progresif riset. Karena
metode empiris diterapkan dalam masalah pokok psikologi, psikolog belajar
semakin banyak mengenai karakter dasar. Keyakinan yang salah dapat
dihindari, dan psikolog beralih ke arah penegakan kebenaran nilai-nilai netral
dan reliabel tentang berbagai segmen dunia yang obyektif.4
Pengaruh tiga pilar utama pengembangan ilmu psikologi di atas begitu
kuat dalam tradisi keilmuan (baca: psikologi modern). Lantaran dampak
penggunaan metode ilmiah yang dipaksakan dalam psikologi pada gilirannya
telah memperparah proses dehumanisasi (manusia semata-mata sebagai
obyek eksperimen yang dapat dikendalikan). Kerangka keilmiahan telah
membatasi, bahkan mereduksi, proses analisis dan sintesis para psikolog
mainstream akan konsepsi kepribadian manusia seutuhnya. Tingkah laku
manusia sebagai objek telaah psikologi hanyalah dilihat lewat eksperimentasi
yang kasat mata (objektif-empirik) sedangkan hal-hal yang tak tampak
(metafisik) dinilai tidak ilmiah dan bukan merupakan representasi keilmuan
mereka. Wal-hasil, tak dapat dihindari, Psikologi yang secara khusus
menempatkan diri pada status sebagai “salah satu sumber otoritas” bagi
aktifitas manusia karena obsesinya yang begitu besar terhadap problematika
psikologis manusia, pada gilirannya, mengalami inkoherensi dalam konsep-
konsepnya, dan terasing dari arus utama kebudayaan5

4
Fuat Nashori. Pergeseran Ilmu Penge tahuan dalam Swara Pembaharuan, 21 September 1996.
5
Allen E. Bergin. 1994. Psikoterapi Dan Nilai-nilai Religius, Terj, Darwin Ahmad dan Afifah
Inayati dalam Ulûm al-Qur’ân, No, 4, Vol v. Jakarta: PT. Temprint, hlm. 5.

4
Hal tersebut tidak lain, karena para psikolog modern menafikan
pentingnya dimensi spiritualitas, khususnya dalam memaknai fenomena
perilaku unik manusia yang membutuhkan analisis khusus dari teori-teori
psikologi yang berbasiskan spiritualitas agama. Seperti perilaku radikalisme
beragama yang marak dewasa ini, bom bunuh diri yang populer dengan
sebutan bom syahid, maraknya jamaah zikir dan muhasabah, dan sederet
perilaku keagamaan lainnya. Karena boleh jadi dalam teori Psikologi modern,
perilaku tersebut merupakan ekspresi patologis, sementara dalam perspektif
spiritualitas agama diyakini sebagai perilaku yang mencerminkan aktualisasi
atau realisasi diri. Berangkat dari fenomena kekinian di atas perlu kiranya
upaya untuk melahirkan sebuah pendekatan baru dalam aras psikologi
kontemporer, yakni psikologi yang mengakomodasi fenomena kedirian
manusia baik yang kasat mata (psikofisik) maupun tidak (spiritual-metafisik),
psikologi yang berbasiskan budaya ketimuran dan sendi-sendi nilai
spiritualitas agama. Hal ini selaras dengan preposisi Uichol Kim, sebagaimana
dikutip oleh Achmad Mubarok, bahwa manusia tidak cukup dipahami dengan
teori psikologi Barat, karena psikologi Barat hanya tepat untuk mengkaji
manusia Barat sesuai dengan kultur sekulernya yang melatarbelakangi
lahirnya ilmu itu. Untuk memahami manusia di belahan bumi lain harus
digunakan pula basis kultur dimana manusia itu hidup. Karenanya, makalah
ini akan mencoba mengeksplorasi pola baru dalam Psikologi Modern, yakni
perkembangan kajian spiritualitas dalam diskursus Psikologi Transpersonal.
C. Kelompok-kelompok teori belajar
Ada empat kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori
belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, teori
belajar konstruktivisme dan teori belajar humanistik. Teori belajar
behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori
kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis
otak. Teori konstruktivisme berpendapat bahwa belajar sebagai sebuah proses
di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.

5
Dan teori humanistik ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
1. Teori Belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas yang menuntut
pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari
dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran
menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti
urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum
secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali
isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,
dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian
yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah

6
selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).
a. Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik:
1) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
2) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
3) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
4) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
5) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus
dihindari.
b. Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme :
1) Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori
ini sering disebut teori koneksionisme.
2) John Watson
John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika
Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah “Psychology  as the
Behaviourist view it” (1913). Menurut Watson dalam beberapa karyanya,
psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak
mengakui adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode introspeksi.
Watson juga berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang
mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam. Oleh karena itu, psikologi harus
dibatasi dengan ketat pada penyelidikan-penyelidikan tentang tingkahlaku
yang nyata saja. Meskipun banyak kritik terhadap pendapat Watson, namun
harus diakui bahwa peran Watson tetap dianggap penting, karena melalui dia
berkembang metode-metode obyektif dalam psikologi.
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti
Fisika atau Biologi yang berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu

7
sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat diamati dan diukur.
3) Edwin Guthrie
Guthrie lahir pada 1986 dan meninggal pada 1959. Dia adalah
professor psikologi di university of Washington dari 1914 dan pensiun pada
1956. Karya dasarnya adalah The Psychology of Learning, yang
dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada 1952. Gaya Tulisanya mudah
diikuti, penuh humor, dan banyak menggunakan banyak kisah untuk
menunjukkan contoh ide-idenya. Tidak ada istilah teknis atau persamaan
matematika, dan dia sangat yakin bahwa teorinya atau teori ilmiah apa saja
harus dikemukakan dengan cara yang dapat dipahami oleh mahasiswa baru.
Dia sangat menekankan pada aplikasi praktis dari gagasanya dan dalam hal ini
mirip dengan Thorndike dan Skinner. Dia sebenarnya bukan eksperimentalis
meskipun jelas dia punya pandangan dan orientasi dan eksperimental.
Bersama dengan Horton, dia hanya melakukan satu percobaan yang terkait
dengan teori belajarnya, dan kita aakan mendiskusikan percobaan ini. Tetapi
dia jelas seorang Behavioris. Dia bahkan menggangap teoritisi seperti
Thorndine, Skinner,Hull,Pavlov dan Watson masih sangat subyektif dan
dengan menerapkan hukum Parsimoni secara hati-hati akan dimungkinkan
untuk menjelaskan semua fenomena belajar dengan menggunakan satu
prinsip. Seperti yang akan kita diskusikan di bawah satu prinsip ini adalah:
Hukum asosiasi aristoteles karena alasan inilah kami menepatkan teori
behavioristik Guthrie dalam paradigma asosiasionistik.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu
gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
4) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak

8
sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya, karena stimulus-
stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus
itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang
nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
2. Teori Belajar Kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai
protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya.
Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses
infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan
kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi
diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel,
Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki
penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan
(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja
pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban
atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.

a. Karakteristik teori belajar kognitif :


1) Belajar adalah proses mental bukan behavioral.
2) Siswa aktif sebagai penyalur.
3) Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan induktif.
4) Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus.
5) Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan.
6). Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.
b. Beberapa tokoh dalam aliran kognitivisme :
1) Teori Gestalt dari Wertheimer
Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia
melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop,

9
yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke
dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang
dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian,
dimulai dari garis yang melintang kemudiangaris yang tegak, dan
diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut
bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu
karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan
secara bergantian. Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-
hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt
Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
a) Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
b) Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
c) Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)
2) Teori Schemata Piaget
Dalam bidang ilmu psikologi dikenal suatu teori mengenai struktur
kognitif. Menurut Piaget pikiran manusia mempunyi struktur yang disebut
dengan skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur
kognitif. Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sehingga terbentuk schemata yang baru. 
Pengertian skema menurut istilah psikologi (Chaplin, 1981) ialah:
a) Skema suatu peta kognitif yang terdiri atas sejumlah ide yang tersusun
rapi;
b) Skema sebagai kerangka referensi untuk merekam berbagai peristiwa atau
data;
c) Skema sebagai suatu model;
d) Skema sebagai suatu kerangka referensi yang terdiri atas respons-respons
yang pernah diberikan, kemudian yang menjadi standar bagi respons-
respons berikutnya. 
Dengan kata lain, apabila suatu informasi (pengetahuan) baru
dikenalkan pada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema yang
telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses

10
asimilasi dan terbentuklah pengetahuan baru. Sedangkan apabila pengetahuan
baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada
maka akan terjadi equilibrium, sehingga pengetahuan baru itu dapat
diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi skemata baru. Menurut
Piaget dalam buku Life Span Development (2002;158) skemata adalah
struktur kognitif yang membantu seseorang dalam mengorganisasi dan
memahami pengalaman mereka. Skema berkembang menurut usia.
3) Teori Belajar Sosial Bandura
Bandura berpendapat manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah
lakunya sendiri; sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi
obyek: pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh
lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Bandura
mempercayai bahwa model akan mempunyai pengaruh yang paling efektif
apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang mempunyai
kehormatan, kemampuan, status tinggi, dan juga kekuatan, sehingga dalam
banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang paling berpengaruh.
4) Pengolahan Informasi Norman
Norman melihat bahwa materi baru akan dipelajari dengan
menghubungkannya dengan sesuatu yang sudah diketahuinya, yang dalam
teorinya di sebut learning by analogy. Pengajaran yang efektif memerlukan
guru yang mengetahui struktur kognitif siswa. Adapun teori atau pemikiran,
pendapat Norman tentang belajar yang bisa diungkap dalam buku An
Introduction to Theories of Learning ini adalah sebagai berikut:
a) Hukum pembelajaran (Law of Learning)
Adalah pemikirannya tentang belajar yang terwujud dalam tiga hukum,
semuanya yang menekankan pada causal hubungan antara tindakan dan hasil.
Meliputi:
1) Hukum hubungan sebab akibat (The law of causal relationship)
Adalah untuk suatu organisme untuk menghubungkan belajar antara
suatu tindakan khusus dan suatu hasil, sesuatu yang harus menjadi suatu

11
hubungan sebab akibat yang jelas diantara keduanya. Ini yang disebut hukum
hubungan sebab akibat.
2) Hukum belajar sebab akibat (The law of causal learning)
Dalam hukum belajar sebab akibat mempunyai dua bagian: pertama,
untuk hasil yang diinginkan, organisme yang mencoba untuk mengulangi
tindakan-tindakan tertentu yang memiliki suatu hubungan sebab akibat yang
jelas pada hasil yang diinginkan. Kedua, untuk hasil yang tidak diinginkan,
organisme yang mencoba untuk menghindari tindakan-tindakan itu yang
mempunyai suatu hubungan sebab akibat yang jelas untuk hasil yang tidak
diinginkan.
3) Hukum umpan balik informasi (The law of information feedback)
Dalam hukum umpan balik informasi ini, hasil dari suatu penyajian
peristiwa sebagai informasi tentang peristiwa tersebut.
3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun
tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan
landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan
lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru,
mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua
situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep.
Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori pendidikan.
Teori ini berasal dari disiplin filsafat, khususnya filsafat ilmu. Pada tataran

12
filsafat, teori ini membahas mengenai bagaimana proses terbentuknya
pengetahuan manusia. Menurut teori ini pembentukan pengetahuan terjadi
sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas yang dihadapinya. Dalam
perkembangan kemudian, teori ini mendapat pengaruh dari disiplin psikologi
terutama psikologi kognitif Piaget yang berhubungan dengan mekanisme
psikologis yang mendorong terbentuknya pengetahuan. Menurut kaum
konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkostruksi
pengetahuan. Proses tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini
dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
b. Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-
menerus seumur hidup.
c. Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi
pada pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk
pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan
melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan yang menuntun
penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang
dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk belajar.
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan
lingkungan siswa.
f. Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk
menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanis untuk mengumpulkan fakta.
Dalam konteks yang demikian, belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi,
pemecahan konflik pengertian dan selalu terjadi pembaharuan terhadap pengertian
yang tidak lengkap.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah inferensi bahwa
menurut teori konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan

13
dengan cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa
dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial. Proses
konstruksi pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial. Proses ini
adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor seperti pengalaman,
pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat berpengaruh
dalam proses konstruksi makna.Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan
bahwa sebenarnya teori belajar konstrukvisme telah banyak mendapat pengaruh
dari psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga
neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun harus diakui
bahwa stressing point teori ini bukan terletak pada berberapa konsep psikologi
kognitif yang diadopsinya (pengalaman, asimilasi, dan internalisasi).melainkan
pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan yang dimaksudkan dalam
pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas yang dilakukan setiap orang
ketika berinteraksi dengan lingkungan. Dalam konteks demikian, konstruksi atau
pemaknaan terhadap realitas adalah berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti ini,
sebetulnya substansi konstrukvisme terletak pada pengakuan akan hekekat
manusia sebagai homo creator yang dapat mengkonstruksi realitasnya sendiri.
Adapun prinsip-prinsip teori belajar konstruktivistik adalah sebagai berikut :
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan.
g. Mmencari dan menilai pendapat siswa.
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

14
4. Teori Belajar Humanistik
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia
yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari
proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata
lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal
dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia
keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan
manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Selanjutnya Gagne dan Briggs mengatakan bahwa pendekatan humanistik
adalah pengembangan nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial
dan pemerolehan pengetahuan yang luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan
strategi berpikir produktif. Pendekatan sistem bisa dapat di lakukan sehingga para
peserta didik dapat memilih suatu rencana pelajaran agar mereka dapat
mencurahkan waktu mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah
pelajaran yang akan dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan aktifitas-
aktifitas kreatif yang mungkin dilakukan.pembatasan praktis dalam pemilihan hal-
hal itu mungkin di tentukan oleh keterbatasan bahan-bahan pelajaran dan keadaan
tetapi dalam pendekatan sistem itu sendiri tidak ada yang membatasi

15
keanekaragaman pendidikan ini.Tokoh utama teori humanistik adalah C.
Rogger  dan Arthur Comb.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik.  untuk
mengembangkan dirinya,  yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Jadi, teori belajar
humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan
potensi dirinya.
Beberapa Prinsip Teori Belajar Humanistik:
1) Manusia mempunyai belajar alami.
2) Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai
relevansi dengan maksud tertentu.
3) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4) Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman
itu kecil.
5) Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh
cara.
6) Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya.
7) Belajar lancar jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar.
8) Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang
mendalam.
9) Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan
untuk mawas diri.
10) Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.

16
17
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Pada dasarnya manajemen merupakan kerjasama dengan orang-orang
untuk menentukan, menginterpretasi kan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi
dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning) pengorganisasian
(organizing), pengarahan (Actuating), dan pengawasan (Controling).
Tenaga atau personalia pendidikan adalah semua orang yang terlibat dalam
tugas-tugas pendidikan, yaitu para guru/dosen sebagai pemegang peran utama,
manajer/administrator, para supervisor, dan para pegawai. Para personalia
pendidikan perlu dibina agar bekerja sama secara lebih baik dengan masyarakat.
Tenaga kependidikan merupakan seluruh komponen yang terdapat dalam instansi
atau lembaga pendidikan yang tidak hanya mencakup guru saja melainkan
keseluruhan yang berpartisipasi dalam pendidikan.

Dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu


tenaga struktural, tenaga fungsional, dan tenaga teknis kependidkan. Secara
umum, sebagaimana sudah dipahami oleh banyak pihak, bahwa fungsi manajemen
adalah planning, organizing, actuating, dan controlling. Tenaga pendidik Ikut
andil dalam proses pengubahan sikap dan tata laku peserta didik dalam usaha
mendewasakan melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, perbuatan,
begitupula cara mendidik. Karena disini tenaga kependidikan mempunyai tugas-
tugas yang menjadikannya berperan penting dalam proses pembelajaran,
yaitu:sebagai konservator (pemeliharaan), Sebagai transmitor (penerus), Sebagai
transformator (penerjemah) Sebagai organisator (penyelenggara). Maka dari itu
tenaga pendidik mempunyai peran penting dalam konteks pembelajaran.

Saran yang penulis sampaikan semoga dengan adanya manajemen tenaga


kependidikan dapat membantu perkembangan penyelenggaran pendidikan
kususnya di negara kita Indonesia, karena manajemen tenaga kependidikan

18
mempunyai peran yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan kesatuannya
antara pendidik dan tenaga kependidikan.

19
DAFTAR PUSTAKA
Aliyyah, Rusi Rusmiati. (2018). Pengelolaan Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan. Jakarta: Polimedia.

At-Tirmidzi, Al-Jami’ah ash-Shahih Sunan at-Tirmidzi. Beirut :Dar al-Ihya’ al-


Turas al-‘Arabiy.

Fathurrohman, Asep Ahmad. (2013). Ilmu Pendiidkan Islam (Dengan Pendekatan


Teologis Dan Filosofis. Bandung: Pustaka Al-kassyaf.

Hasbulloh. (2006). Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

M. Hanafi, Mamduh. (2007). Manajemen. Yogyakarta: Unit Penerbitan dan


Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Nur, Hamzah. (2009). Jurnal Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan,


Jurnal Medtek, Volume 1, Nomor 2.

Pidarta, Made. (2006). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Rasyid, M. Ainur. (2017). Hadits-Hadits Tarbawi. Yogyakarta: Diva Press.

Rohiat. (2009). Manajemen Sekolah. Bandung: PT.Refika Aditama.

Undang-Undang SISDIKNAS 2003. (2005). UU RI No. 20 Th. 2003. Jakarta:


Sinar Gratika.

20

Anda mungkin juga menyukai