Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TEORI BEHAVIORISTIK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikilogi


Belajar yang di bimbing oleh Ibu Anri Novitriah, M.Pd

Oleh Kelompok :

1. FIFI ANDRIANI
2. TITI RAHAYU
3. EVA ERNA
4. FATUHIYA
5. NURFAQILLAH

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta
dan Pemilik jiwa dan ruh seluruh makhluk dan telah menjadikan Muhammad,
Rasulullah saw sebagai teladan dan anutan bagi seluruh umat manusia di dunia
dan akhirat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
termulia, Muhammad saw, segenap keluarganya, sahabat-sahabat, dan umat yang
senantiasa memegang teguh ajarannya sampai hari berbangkit. Penyusun doakan
semoga kita semua berada dalam rahmat dan rhido-Nya, sehingga tak sedikitpun
ruang dan waktu, melainkan memberikan manfaat untuk umat dalam keseharian
kita, Aamiin.
Dengan terselesaikannya makalah yang berjudul “Teori Belajar
Behaviorisme” ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Ibu Anri Nofitria M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Belajar dan
Pembelajaran. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan penulisan makalah dimasa yang akan datang.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas amal baik yang telah
Bapak/Ibu/Saudara berikan, dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun dan bagi semua pihak yang telah membaca makalah
ini.

Mataram, 17 Oktober 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................
i
KATA PENGANTAR....................................................................................
ii
DAFTAR ISI...................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................
1
B. Rumusan Masalah............................................................................
2
C. Tujuan..............................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Yang Berpijak Pada Pandangan Behavioristik..........
3
B. Belajar Menurut Teori Behavioristik...............................................
14
C. Aplikasi Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran.........................
15
D. Kelebihan Serta Kekurangan Teori Behavioristik...........................
18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................
21
B. Saran.................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar dan pembelajaran merupakan topik yang tetap menarik ketika
mengkaji ilmu-ilmu perilaku. Bagaiman sebenernya proses belajar itu dapat
berlangsung dan bagaimana pembelajaran seharusnya dilakukan, ini
merupakan hal yang menarik bagi pendidik, guru, orang tua, konselor, dan
orang-orang yang bergerak dalam pengelolaan perilaku. Jika belajar
merupakan suatu kegiatan yang bersifat rumit dan kompleks, maka
pembelajaran menjadi lebih kompleks dan rumit karena tujuan pembelajaran
adalah untuk memacu (merangsang) dan memicu (menumbuhkan) terjadi
kegiatan belajar. Dengan demikian, hasil belajar merupakan tujuan dan
pembelajaran dari sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh
individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil
melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau
informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu
pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya.
Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar
dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah
seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam
dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat
tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih
variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari,
dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas
Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya
memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan
diuji kebenarannya.

1
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan
metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar. Untuk itu
dalam pemahasan ini penyusun akan mengulas mengenai teori belajar yang
berhubungan dengan psikologi yang berpijak pada pandaangan behaviorisme
dan aplikasinya dalam pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kami rumuskan permasalahan
yang akan kami bahas sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Behaviorisme?
2. Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori Behaviorisme?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behaviorisme?
4. Bagaimana Aplikasi teori Behavioristik dalam pembelajaran?
C. Tujuan
1. Mengerti dan memahami mengenai teori pembelajara Behavioristik
2. Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik
3. Mengetahui apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori
Behavioristik
4. Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan teori Behavioristik
dalam sistem pembelajaran

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Behaviorisme


Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar.
Dalam teori psikologi belajar, terdapat tiga aliran besar yaitu: psikologi
behaviorisme, psikologi kognitif, dan psikologi humanistik. Behaviorisme
merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu (apaun
yang dilakukan, verbal dan non verbal, yang dapat diobservasi secara
langsung) dengan menggunakan metode pelatihan, pembiasan, dan
pengalaman. Pandangan ini menekankan bahwa perilaku harus dijelaskan
dengan pengalaman-pengalaman yang terobservasi, bukan oleh proses mental.
Jadi, peristiwa belajar berarti untuk melatih refleks-refleks sedemikian rupa
sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Ciri teori ini
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, yang bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentinganya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar, mementingkan peranan kemampan dan hasil belajar yang diperoleh
adalah berupa prilaku yang dapat dimati (observable). Santrock (2008)
memandag individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap
lingkungan, pengalaman, dan latihan akan membentuk perilaku mereka.
Tokoh penting dalam teori belajar behaviorisme secara teoretik antara lain:
Pavlov, Skinner, E.L. Thorndike, dan E.R Guthrie.
a. Teori behaviorisme menurut Thorndike
Edward Lee Thorndike adalah seorang psikolog terkemuka di
Amerika serikat yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di teachers
college, columbia universitas. Teori belajar Thorndike dikenal dengan
istilah Koneksionisme (connectionism), merupaakan rumpun yang paling
awal dari teori beavioristik, Teori ini memandang bahwa yang menjadi
dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan
anatara kesan indra (stimulus) dengan dorongan yang muncul untuk

3
bertindak (respons) yang disebut dengan connecting. Menurut teori ini
tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-respons.
Siapa yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang
yang pandai dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-
respons dilakukan melalui ulangan-ulangan. Thorndike (1874-1949),
dengan eksperimennya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi
manusia yang disebut Thorndike dengan trial and error. Thorndike
menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi-koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu
apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra.
Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan.
Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:
 Hukum Kesiapan (Law of readiness), kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu stimulus yang dihadapi sehingga reaksi tersebut menjadi
memuaskan.
- Jika individu siap melakukan tindakan, maka melakukan tindakan
itu akan menimbulkan kepuasan. Contoh : Peserta didik yang
merasa sangat siap menghadapi ujian denga belajar keras, maka
mengikuti ujia merupakan suatu tindakan yang menyenangkan
karena dapat mengerjakan dengan benar. Jika individu siap
melakukan tindakan, maka tidak melakukan tindakan akan
menimbulkan kekesalan.
- Jika individu tidak siap melakukan tindakan, maka melakuka
tindakan akan menimbulkan kekesalan.
Jadi dalam melakukan suatu perbuatan (belajar) akan dicapai
hasil yang memuaskan apabila individu siap menerima dan melakukan
sesuatau dengan tidak ada hambatan
 Hukum Latihan (Law of exercise), Prinsip dalam hukum latidan ini
adalah tingkat frekuensi untuk mempraktikan (seringnya menggunakan

4
hubungan stimulus-respons), sehingga hubungan tersebut seakin kuat.
Hukum ini mengenai istilah law of use dan law of desuse.
- makin sering hubunga stimulus dan respon dilakukan maka akan
makin kuat koneksinya (law of use).
- jika hubungan antara stimulus dan respons dihentikan untuk
periode tertentu, maka koneksinya akan melemah (law of dis-use).
 Hukum Akibat (Law of effect), suatu tindakan atau tingkah laku yang
mengakibatkan suatu keadaan yang menyenangkan (cocok dengan
tuntutan situasi) akan diulangi, diingat, dan dipeljari dengan sebaik-
baiknya. Suatu tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu
keadaan tidak menyenangkan (tidak cocok dengan tuntutan situasi)
akan dihilangkan atau dilupakan. tingkah laku ini terjadi secara
otomatis.
Dalam sebuah situasi eksperimen tipikal seekor kucing
ditempatkan dalam sebuah kandang. Seekor kucing dapat membuka
sebuah lubang dengan menyentuh sebuah bel yang telah disetel dalam
sangkar. Setelah melakukan rangkaian respons acak, kucing pada akhirnya
dapat keluar dengan membuat respons yang dapat membuka pintu keluar
tersebut. Setelah itu kucing ditaruh lagi dalam kandang dan diulang lagi
sampai beberapa kali. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar,
melompat dan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk
memperoleh makanan yang ada di depanya, Akhirnya entah bagaimana
secara kebetulan kucing itu berhasil menekan atau menyentuh tombol yang
diseting sehingga terbukalah pintu sangkar tersebut. Eksperimen ini
kemudian dikenal dengan instrumental conditioning. Artinya tingkah laku
yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai
hasil atau ganjaran yang dikehendaki. Berdasarkan eksperimen di atas,
thorndike menyimpulkan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus
dan respons. Itulah sebabnya teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond
theory” dan S-R Psykology of learning”. Di samping itu, teori ini

5
menunjukan panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam
mencapai tujuan.
Dalam eksperimen Thorndike ini terdapat dua hal pokok yang
dapat mendorong timbulya belajar.
a) Keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah
tentu tidak akan berusaha keras untuk keluar, barangkali dia akan tidur
saja dalam kurungan itu atau dengan kata lain, kucing itu tidak akan
menampakan gejala belajar untuk keluar, berhubung dengan hal ini
dapat dipastikan bahwa motivasi dan respons (sepeti rasa lapar)
merupakan hal yang sangat vital dalam belajar.
b) Tersedianya makanan di depan pintu kurungan. Makanan ini
merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respons dan
kemudian menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of
effect, Artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan antara stimulus dengan respons akan
semakin kuat. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak memuaskan
(mengganggu) efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan stimulus dengan respons tersebut. Hukum belajar inilah yang
mengilhami munculnya konsep Reinforcer dalam teori operant
conditioning hasil penemuan B.F Skinner.
b. Teori Behaviorisme menurut Skinner
B.F. Skinner terkenal dengan teori Pengkondisian operan (operant
conditioning), yaitu suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi
perilaku menghasilkan berbagai kemungkinan terjadinya perilaku tersebut.
Penggunakaan frekuensi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
untuk mengubah perilaku itulah yang disebut dengan pengondisian operan
(Slavin, 1996). Prinsip teori skinner ini adalah hukum akibat, penguatan,
dan konsekuensi.
1. Penguatan (reinforcement),
Penguatan adalah suatu konsekuensi yang meningkatkan
peluang terjadinya suatu perilaku. Menurut skinner, untuk memperkuat

6
perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan penguatan
(reirforcement). Ada dua jenis penguatan, yaitu: penguatan positif dan
penguatan negative (Santrock 2008).
Penguatan positif (positive reinforcement) didasari prinsip
bahwa frekuensi dari suatu respons akan meningkat karena diikuti oleh
suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang
diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus
menyenangkan.
Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip
bahwa frekuensi dari suatu respons akan meningkat karena diikuti
dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin
dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena
diikuti stimulus yang tidak menyenangkan.
2. Hukuman (Punishment),
Respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan
atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang
siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama
teman-temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman.Pandangan
teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun
dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran
lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan
program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan Skiner.Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan
proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju
atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak
bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang

7
mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar
pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik
memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
(negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk
berpikir dan berimajinasi.Skinner lebih percaya kepada apa yang
disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan
hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan
respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus)
harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan
kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan,
maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi
(bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar
untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan
negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif
(positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat
respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan
penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
c. Teori Behaviorisme menurut Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936), seorang dokter dan pakar ilmu
faal Rusia, telah membuktikan melalui eksperimennya bahwa seekor
anjing, setiap anjing di dunia ini, bisa dilatih sedemikian rupa sehingga
bisa mengeluarkan liur karena bangkit selera makannya hanya dengan
sebuah bunyi bel. Padahal sebelumnya, mana ada anjing berliur ketika
mendengar bel. Anjing baru berliur jika ia melihat makanan. Ivan Pavlov
terkenal dengan teori kondisionig klasik (classical conditioning), yaitu
sejenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk

8
menghubungkan atau mengasosiasikan stimulus dengan respon. Untuk
memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami
bahwa ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus
tersebut adalah stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-
UCS), yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa
didahului dengan pembelajaran apapun. Dan stimulus terkondisi
(conditioned stimulus-CS), Yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat
netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah
diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi.
Dua respons tersebut adalah respons yang tidak terkondisi
(unconditioned respons-UCR), yaitu sebuah respons yang tidak dipelajari
secara otomatis disebabkan oleh stimulus yang tidak terkondisi. Dan
respon terkondisi (conditioned respon-CR), yaitu sebuah respons yan
dipelajari terhadap stimulus yang terkondisi yang terjadi setelah stimulus
tidak terkondisi dipasangkan dengan stimulus terkondisi.
Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengondisian
klasik Pavlov adalah generalisasi, diskriminasi, dan pelemahan (Santrock,
2008)
- Generalisasi. Melibatkan kecendrungan dari stimulus baru yang
serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respons
serupa. Contoh : seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik
atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran fisika. Ketika
mempersiapakan ujian statistika peserta didik tersebut akan merasakan
gugup karena kedua pelajaran tersebut sama-sama berupa hitungan.
Jadi, kegugupan peserta didik tersebut karena hasil generalisasi dari
melakukan ujian mata pelajaran satu dengan yang lainya mirip.
- Diskriminasi. Organisme merespons stimulus tertentu, tetapi tidak
terhadap yang lainnya. Contoh : dalam melaksanakan ujian dikelas
yang berbeda, peserta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika
menghadapi ujian bahasa indonesia dan sejarah karena keduanya
merupakan subjek yang berbeda.

9
- Pelemahan (extinction). Proses melemahnya stimulus yang terkondisi
dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Contoh : kritikan
guru yang terus-menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta
didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik
pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi
belajar.
Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan
untuk mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik
untuk termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan
positif peserta didik.
d. Teori Behaviorisme Menurut Jhon B. Watson
John Broadus Watson (lahir di Greenvile 9 Januari 1878;
meninggal 25 September 1958) adalah seorang ahli psikologi (psikolog)
Amerika Serikat. Watson mempromosikan sebuah perubahan psikologi
melalui karyanya Psychology as the Behaviorist Views it (pandangan
perilaku psikologi), yang ia dedikasikan kepada Universitas Kolumbia
pada tahun 1913. Ia menjelaskan bahwa tingkah laku seseorang dapat
dijelaskan atas dasar reaksi fisiologik terhadap suatu rangsangan atau
stimulus. Aliran ini tidak menerima paham tentang alam sadar dan alam
bawah sadar pada kegiatan mental manusia. Watson adalah guru besar dan
direktur laboratorium psikologi Universitas Johns Hopkins (tahun 1908-
1920).
Berdasarkan penelitiannya pada tingkah laku bayi, Watson
berpendapat bahwa pada bayi dan anak yang sangat muda terdapat tiga
reaksi yang tak perlu dipelajarinya terlebih dahulu, yaitu terkait rasa takut,
kasih sayang, dan amarah. Di antara buku karangannya yang terkenal
adalah, Psichology from the standpoint of a bevaiorist tahun 1919 dan
Psychological care of infant and child tahun 1928.
Pada usia 22 tahun, 20 Juli 1900, Watson sudah menuliskan karya
psikologinya, mengusulkannya pada presiden Universitas Chicago saat itu,
william Raney Harper, setahun sebelum ia lulus dari Universitas Furman,

10
sebuah sekolah milik yayasan Baptis dekat dengan kota kelahirannya,
Greenville. Tercatat bahwa Watson merupakan pemuda penuh antusias
dalam pengetahuan, tetapi miskin. Ibunya seorang peminum. Dalam
kondisi itu ia pernah menulis pernyataannya kepada Harper, "Sekarang aku
tahu, bahwa aku tidak akan pernah sampai pada sebuah universitas, kecuali
aku telah dipersiapkan lebih baik di "universitas sebenarnya" (hidup yang
menempanya).
e. William Mc Dougall
William McDougall (lahir di Chadderton, Lancashire, 22 Juni
1871, meninggal di Durham, New Castle, 28 November 1938) adalah
seorang psikolog dari Inggris. Ia mengajar di Oxford University sejak
tahun 1904 hingga 1920.Setelah dari Oxford, ia diangkat menjadi guru
besar di Amerika Serikat, mula-mula mengajar di Harvard University
kemudian pada tahun 1927 pindah ke Duke University di New Castle. Di
bawah pengaruh W. James, ia mewujudkan pandangan tentang
behaviourisme, tanpa mengikuti pendapat Watson yang ekstim. Ia
menganggap psikologi sebagai pengetahuan tentang tingkah laku dan
perkembangan manusiawi dan harus ditinjau dari sudut biologi.
Pandangannya mengenai tingkah laku naluriah manusia sangat
menonjol.Dengan naluru tersebut, dimaksudkannya suatu disposisi lahiriah
sampai pada pengamatan objek-objek tertentu, pengalaman emosional
tertentu, dan pelaksanaan berbagai perbuatan tertentu. Atas dasar itu, ia
menyusun suatu sistematika perilaku manusia.
Ia juga memperkenalkan Psikologi Sosial yang dibangun
berdasarkan Teori Darwin tentang perilaku manusia.Teori ini juga menjadi
lawan dari interpretasi mekanis dalam menilai kebiasaan manusia.Dalam
menyatakan teori tersebut, ia menulis The Group Mind pada tahun
1920.Beberapa karya lainnya yang keudian mendukung pemikiran serta
gagasannya adalah Introduction to Social Psychology pada tahun 1908,
Body and Mind pada tahun 1911, Psychology, the study of Behaviour pada
tahun 1912, 'Outline of Psychology pada tahun 1923, Outline of Abnormal

11
Psychology pada tahun 1926, Modern materialism and emergent evolution
pada tahun 1929, Energies of Man pada tahun 1932, The frontiers of
Psychology pada tahun 1935, Psychoanalysis and Social Psychology pada
tahun 1936, dan The Riddle of Life pada tahun 1938.
f. Edward Chace Tolman
Edward Chace Tolman lahir di Newton, Massachusetts, tahun 1886
dan meninggal pada tahun 1959. Tolman meraih gelar B.S dari
Massachusetts Institute of Technology di bidang elektronika pada tahun
1911. Gelar M.A (1912) dan Ph.D (1915) diperoleh dari Harvard
University pada bidang psikologi. Tolman lalu mengajar di Universitas
Northwestern (1915-1918) kemudian pindah ke Universitas California dan
menetap di sana. Meskipun kemudian ia mengundurkan diri karena
menolak untuk menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai
pelanggaran kebebasan akademik. Namun, Tolman kemudian kembali ke
Universitas California atas permintaan para profesor. Tolman
menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai tokoh pembangkang.
Tolman menentang perang saat perang sedang popular dan menentang
behaviorisme Watsonian ketika behaviorisme menjadi aliran Psikologi
terpopuler. Tolman percaya bahwa adalah mungkin untuk bersikap objektif
saat mempelajari perilaku molar (pola perilaku yang besar, utuh dan
bermakna). Berbeda dengan behavioris, Tolman memilih mempelajari
perilaku molar secara sistematis.Teori belajar Tolman dapat dikatakan
sebagai campuran antara Teori Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus
dari Harvard Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka.
Keberadaan teori Gestalt terhadap proses teori Tolman mempunyai
pengaruh yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang terhadap teori
Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap behaviorisme. Tolman
memperhatikan ada sedikit nilai dalam introspective approach (pendekatan
instropektif), padahal Tolman merasakan psikologi merupakan objektif
yang komplit. Pemikirannya bertentangan dengan para behavioris yang
menyatakan unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur yang terpisah.

12
Para behavioris seperti Pavlov, Hull,Watson,dan Skinner digambarkan
Tolman sebagai “Psychology of Twitchism” karena mereka melihat
segmen-segmen perlilaku yang besar dapat dibagi menjadi segmen-segmen
kecil, seperti reflek-reflek yang selanjutnya dianalisis. Tolman memandang
dengan menjadikan elemen-elemen kecil, sesungguhnya behavioris telah
membuang artinya secara utuh.Akan tetapi dia juga yakin bahwa hal
seperti itu mungkin juga untuk dijadikan sebagai objek ketika belajar
tentang molar behavior secara sistematis. Oleh karena itu bisa dikatakan
bahwa Tolman seorang behavioris secara metodologi dan teori kognitif
dalam hal metafisik. Dengan kata lain, ia belajar behavior untuk
menentukan proses kognitif. Karakteristik utama molar behavior (perilaku
molar) adalah perilaku itu purposif (memiliki tujuan), yaitu selalu
diarahkan untuk suatu tujuan. Tolman tidak pernah berpendapat bahwa
perilaku dapat dibagi-bagi menjadi unit-unit kecil untuk tujuan studi; dia
menganggap bahwa seluruh pola perilaku memiliki makna yang akan
hilang jika diteliti dari sudut pandang elementistik. Jadi menurut Tolman,
perilaku molar merupakan sebuah Gestalt yang berbeda dari “serpihan”
yang menyusun perilaku itu. Dengan kata lain, pola perilaku purposif dapat
dilihat sebagai Gestalten behavioral. Contoh bentuk perilaku yang
dinamakan Tolman (1932) sebagai molar, misalnya: seekor tikus yang
berlari di simpang siur jalan (maze), seekor kucing yang keluar dari puzzle
box, anak-anak yang saling bercerita tentang pikiran dan perasaan mereka.
g. Clark Leonard Hull
Clark L. Hull (1884-1952) meraih gelar Ph.D. dari University of
Wisconsin pada 1918, tempat dia mengajar dari 1916 sampai 1929 dia
pindah ke Yale dan tetap disana sampai ia meninggal. Clark L. Hull
(1943) mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi
oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang
berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori
Hull, kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull (1943,
1952), kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar,

13
haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu
dikaitkan denagan kebutuhan biologis ini, meskipun respons mungkin
bermacam-macam bentuknya. Teori ini terutama setelah Skinner
memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak dipakai dalam dunia
praktis, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen dalam
laboratorium. Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus
dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. contoh adalah ketika
seorang anak belajar membaca, di mana kemampuannya dalam membaca
akan meningkat tergantung pada faktor-faktor seperti rajin belajar (IS),
pujian dari orang tua (Reinforcement), dan sebagainya yang berpotensi
untuk memunculkan peningkatan kemampuan membacanya.
B. Belajar Menurut Teori Behavioristik
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami
siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil dari interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah
belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh,
seorang anak mampu berhitung penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia
belajar dengan giat tetapi dia masih belum bisa mempraktekkan
penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar karena ia belum
menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar. Dalam teori
Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa
stimulus serta output yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara stimulus
dan respon dianggap tidaklah penting karena tidak dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran sebab dengan pengukuran kita akan
melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang
dianggap penting bagi teori ini adalah penguatan (reinforcement). Penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat respon. Jika penguatan ditambahkan
(positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga
penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon akan tetap dikuatkan.

14
Misal jika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan,
maka ia akan lebih giat belajarnya (positive reinforcement). Apabila tugas-
tugas dikurangi justru akan meningkatkan aktifitas belajarnya (negative
reinforcement). Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambah) atau dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan
mendapat respon.
C. Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pembelajaran
Untuk mengaitkan teori behaviorisme dengan praktik pembelajaran,
perlu dipahami terlebih dulu mengenai prinsip belajar menurut teori
behaviorisme (Mukminan, 1997). Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Teori ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah
perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan belajar sesuatu jika yang
bersangkutan dapat menunjukan perubahan tingkah laku tertentu.
2. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, yang terjadi
karena hubungan stimulus dan respons., sedangkan proses yang terjadi
antara stimulus dan respons, yang tidak dapat diamati itu tidak penting.
3. Perlunya Reinforcement untuk memunculkan perilaku yang diharapkan.
Respons akan semakin kuat jika reinforcement (baik positif maupn
negative) ditambah.
Penekanan proses belajar menurut teori behaviorisme ini adalah
hubungan stimulus dan respons. Dengan demikian, agar pembelajaran di kelas
menjadi efektif, hendaknya gguru perlu memerhatikan hal-hal berikut:
a. Guru hendaknya memilih jenis stimulus yang tepat untuk diberikan kepada
peserta didik agar dapat memberikan respons yang diharapkan.
b. Guru hendaknya menentukan jenis respons yang harus dimunculkan oleh
peserta didik.
c. Guru perlu memberikan reward yang tepat untuk meningkatkan perilaku
yang diharapkan muncul dari peserta didik.

15
d. Guru hendaknya segera memberikan umpan balik secara langsung,
sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah
benar atau belum.
Metode yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran antara lain:
ceramah, demonstrasi, dimana aktivitas ada pada guru sedangkan peserta
didik pasif menerima sesuai yang diberikan guru.
1. Meningkatkan perilaku yang diinginkan
Enam strategi pengondisian operan dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku yang diinginkan, yaitu:
a. Memilih penguat yang efektif
Guru harus mampu menemukan penguat mana yang berhasil
paling baik untuk setiap peserta didiknya, yaitu membedakan setiap
individu dalam menggunakan penguat tertentu.
b. Membuat penguat menjadi bergantung pada tepat waktu
Agar penguat efektif, guru harus memberikan penguat secara
tepat waktu dan segera mungkin setelah anak menampilkan perhilaku
tertentu yang diharapkan.
c. Pilih jadwal terbaik untuk penguatan
Guru harus memilih jadwal penguatan terbaik sesuai dengan
tuntutan perilaku peserta didik yang diharapkan guru.
d. Pertimbangkan untuk membuat kontrak
Analisis perilaku terapan menyarankan bahwa kontrak kelas
seharusnya merupakan hasil masukan dari guru maupun peserta didik.
Pembuatan kontrak melibatkan pembuatan ketergantungan penguatan
secara tertulis.
e. Gunakan penguatan negative secara efektif
Penguatan negative, meningkatkan frekuensi respons dengan
menghilangkan stimulus yang tidak disukai. Contoh: stimulus guru
yang sering mengkritik jawaban serta pertanyaan peserta didik harus
dihilangkan agar frekuensi bertanya dan frekuensi menjawab semakin
meningkat.

16
f. Gunakan arahan dan pembentukan
Arahan merupakan stimulus ditambahkan sebelum terjadinya
kemungkinan peningkatan respons yang diinginkan. Jika arahan belum
mampu membuat peserta didik menampilkan perilaku yang
diharapakan, guru perlu membantu dengan pembentukan.
2. Mengurangi perilaku yang tidak diinginkan
Ada beberapa langkah yang dapat digunakan guru untuk
mengurangi perilaku peserta didik yang tidak diinginkan (Alberto &
Troutman dalam Santrock, 2008)
a. Gunakan penguatan Diferensial
Dalam penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku yang
tidak sesuai dengan apa yang dilakukan anak tersebut. Contoh: guru
dapat memperkuat peserta didik untuk melakukan aktivitas
pembelajaran dengan memanfaatkan computer dari pada computer
hanya dipakai untuk memainkan game.
b. Gunakan penguatan Diferensial
Tanpa disengaja guru memberikan penguatan positif yang
justru membuat perilaku peserta didik yang tidak diharapkan semakin
terpelihara. Dengan demikian, guru harus segera menghentikan
penguatan positif tersebut agar perilaku yag tidak diharapkan menurun
atau hilang dan guru memberikan peguatan positif lagi setelah perilaku
yang diharapkan muncul.
c. Hilangkan stimulus yang diinginkan
Jika memberikan penguatan tetap tidak berhasil meingkatkan
respons diharapkan, penghilangan stimulus yang diinginkan harus
dilakukan oleh guru, dengan cara time-out dan respons-cost. Time out
adalah penghentian penguatan positif terhadap seseorang untuk
sementara, yaitu hamper sama dengan penghentian penguatan, yang
berbeda adalah waktu penghilangan penguatan positif lebih lama
sampai terbentuk lagi perilaku yang diinginkan.

17
d. Biaya respons (Respons cost)
Adalah menjauhkan atau mengambil penguatan-penguatan
positif dari seseorang, seperti peserta didik kehilangan hak istimewa
tertentu. Biasanya biaya respons melibatkan sejumlah sanksi atau
denda.
e. Hadirkan stimulus yang tidak disukai (Hukuman)
Jenis stimulus yang tidak disukai dan paling umum digunakan
guru adalah teguran verbal serta disertai dengan kerutan dahi atau
kontak mata. Tindakan ini lebih efektif digunakan ketika guru berada
dekat dengan peserta didik
D. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik
1. Kelebihan Teori Behavioristik
 Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan
kondisi belajar.
 Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid
dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru
ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
 Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan
pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
 Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan,
dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah
terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang
tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan
pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
 Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana
sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam
bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang
konsisten terhadap bidang tertentu.

18
 Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan
seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
 Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan,
spontanitas, dan daya tahan.
 Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung.
2. Kekurangan Teori Behavioristik
 Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk
yang sudah siap.
 Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan teori ini.
 Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang
efektif.
 Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh
behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa.
 Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
 Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan
mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang
muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
 Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang
pasif.Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cencered
learning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur.

19
 Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa,
yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan bahwa
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada
perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme,
pengkondisian, penguatan, dan Operant conditioni
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan
perubahan tingkah lakunya. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia.
B. Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita mampu menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan efektif, lalu menerapkan metode dan teori yang
tepat, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik. Oleh karena itu
sebagai calon pendidik (guru) hendaknya kita mempelajari teori-teori
pembelajaran yang ada, agar kita mampu menemukan kecocokan dalam
metode mengajar yang tepat.

21
DAFTAR RUJUKAN

Budinungsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan


Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.

Karwono. Mularsih, Heni. 2012. Belajar dan Pembelajara

22

Anda mungkin juga menyukai