Anda di halaman 1dari 27

TEORI BELAJAR BEHAVORISTIK

DOSEN PENGAMPU : HARLEN SIMANJUNTAK, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 6

1. Mona Emelia Pardosi (19110084)


2. Emalisa Oktaviani Br Keliat (19110059)
3. Endro Boy Silaen (19110063)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Pembelajaran Behavoristik” tepat waktu.
Makalah “Teori Pembelajaran Behavoristik” disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah
Belajar Dan Pembelajaran. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang cara belajar menggunakan teori behavoristik.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Harlen Simanjuntak,


S.Pd, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Belajar Dan Pembelajaran. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 13 Oktober 2020

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................

 BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………...
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................
1.3 Tujuan ..............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..
2.1 Teori Belajar Yang Berpijak Pada Pandangan Behavioristik ……………….
2.2 Belajar Menurut Teori Behavioristik………………………………………...
2.3 Aplikasi Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran……………….................
2.4 Kelebihan Serta Kekurangan Teori Behavioristik…………………………...

BAB III PENUTUP………………………………………………………………….


3.1 Kesimpulan .....................................................................................................
3.2 Saran ………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar dan pembelajaran merupakan topik yang tetap menarik ketika mengkaji ilmu-
ilmu perilaku. Bagaiman sebenernya proses belajar itu dapat berlangsung dan bagaimana
pembelajaran seharusnya dilakukan, ini merupakan hal yang menarik bagi pendidik, guru, orang
tua, konselor, dan orang-orang yang bergerak dalam pengelolaan perilaku. Jika belajar
merupakan suatu kegiatan yang bersifat rumit dan kompleks, maka pembelajaran menjadi lebih
kompleks dan rumit karena tujuan pembelajaran adalah untuk memacu (merangsang) dan
memicu (menumbuhkan) terjadi kegiatan belajar. Dengan demikian, hasil belajar merupakan
tujuan dan pembelajaran dari sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari
tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.  Belajar tidak hanya sekedar memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan.  Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif  membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan
yang bermanfaat bagi pribadinya. 
Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi
dengan sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang
kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang
didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih
variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang
kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat
dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. 
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang
psikologi belajar. Untuk itu dalam pemahasan ini penyusun akan mengulas mengenai teori
belajar yang berhubungan dengan psikologi yang berpijak pada pandaangan behaviorisme dan
aplikasinya dalam pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan kami bahas
sebagai berikut:
A. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Behaviorisme?
B. Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori Behaviorisme?
C. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behaviorisme?
D. Bagaimana Aplikasi teori Behavioristik dalam pembelajaran?

C. Tujuan
1. Mengerti dan memahami mengenai teori pembelajara Behavioristik
2. Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik
3. Mengetahui apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori Behavioristik
4. Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan teori Behavioristik dalam sistem
pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TeoriBelajar yang Berpijak pada Pandangan Behaviorisme


Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar. Dalam teori psikologi
belajar, terdapat tiga aliran besar yaitu: psikologi behaviorisme, psikologi kognitif, dan psikologi
humanistik. Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu
(apaun yang dilakukan, verbal dan non verbal, yang dapat diobservasi secara langsung) dengan
menggunakan metode pelatihan, pembiasan, dan pengalaman. Pandangan ini menekankan bahwa
perilaku harus dijelaskan dengan pengalaman-pengalaman yang terobservasi, bukan oleh proses
mental. Jadi, peristiwa belajar berarti untuk melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. 
Ciri teori ini mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, yang bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentinganya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampan
dan hasil belajar yang diperoleh adalah berupa prilaku yang dapat dimati (observable).  Santrock
(2008) memandag individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan,
pengalaman, dan latihan akan membentuk perilaku mereka. Tokoh penting dalam teori belajar
behaviorisme secara teoretik antara lain: Pavlov, Skinner, E.L. Thorndike, dan E.R Guthrie.

a. Teori behaviorisme menurut Thorndike


Teori belajar Thorndike dikenal dengan istilah Koneksionisme (connectionism),
merupaakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik, Teori ini memandang bahwa yang
menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan anatara kesan indra
(stimulus) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (respons) yang disebut dengan
connecting. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-
respons. Siapa yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai
dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui ulangan-
ulangan.Thorndike (1874-1949), dengan eksperimennya belajar pada binatang yang juga berlaku
bagi manusia yang disebut Thorndike dengan trial and error.
Thorndike menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi-koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike
mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:
·         Hukum Kesiapan (Law of readiness), kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu stimulus yang
dihadapi sehingga reaksi tersebut menjadi memuaskan.
- Jika individu siap melakukan tindakan, maka melakukan tindakan itu akan menimbulkan
kepuasan. Contoh : Peserta didik yang merasa sangat siap menghadapi ujian denga belajar keras,
maka mengikuti ujia merupakan suatu tindakan yang menyenangkan karena dapat mengerjakan
dengan benar.
- Jika individu siap melakukan tindakan, maka tidak melakukan tindakan akan menimbulkan
kekesalan.
- Jika individu tidak siap melakukan tindakan, maka melakuka tindakan akan menimbulkan
kekesalan.
Jadi dalam melakukan suatu perbuatan (belajar) akan dicapai hasil yang memuaskan apabila
individu siap menerima dan melakukan sesuatau dengan tidak ada hambatan.
Hukum Latihan (Law of exercise), Prinsip dalam hukum latidan ini adalah tingkat
frekuensi untuk mempraktikan (seringnya menggunakan hubungan stimulus-respons), sehingga
hubungan tersebut seakin kuat. Hukum ini mengenai istilah law of use dan law of desuse.
- makin sering hubunga stimulus dan respon dilakukan maka akan makin kuat koneksinya (law
of use).
- jika hubungan antara stimulus dan respons dihentikan untuk periode tertentu, maka koneksinya
akan melemah (law of dis-use).
·         Hukum Akibat (Law of effect), suatu tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu
keadaan yang menyenangkan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diulangi, diingat, dan
dipeljari dengan sebaik-baiknya. Suatu tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu
keadaan tidak menyenangkan (tidak cocok dengan tuntutan situasi) akan dihilangkan atau
dilupakan. tingkah laku ini terjadi secara otomatis.
b. Teori Behaviorisme menurut Skinner
B.F. Skinner terkenal dengan teori Pengkondisian operan (operant conditioning), yaitu
suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku menghasilkan berbagai kemungkinan
terjadinya perilaku tersebut. Penggunakaan frekuensi yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan untuk mengubah perilaku itulah yang disebut dengan pengondisian
operan( Slavin, 1996). Prinsip teori skinner ini adalah hukum akibat, penguatan, dan
konsekuensi.
1. Penguatan (reinforcement),
Penguatan adalah suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang terjadinya suatu
perilaku. Menurut skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan
penguatan (reirforcement). Ada dua jenis penguatan, yaitu: penguatan positif dan penguatan
negative (Santrock 2008). Penguatan positif (positive reinforcement) didasari prinsip bahwa
frekuensi dari suatu respons akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang
mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh
stimulus menyenangkan.
Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu
respons akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang
ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti stimulus yang
tidak menyenangkan.
2. Hukuman (Punishment),
Respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan
membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan
bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman.Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada,
teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu
membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.Skinner dan tokoh-tokoh lain
pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam
kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.Skinner lebih
percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan
hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar
respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang
pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan)
dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat
negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

c.Teori Behaviorisme menurut Pavlov


Ivan Pavlov terkenal dengan teori kondisionig klasik (classical conditioning), yaitu
sejenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk menghubungkan atau
mengasosiasikan stimulus dengan respon. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara
menyeluruh perlu dipahami bahwa ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis
stimulus tersebut adalah stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu
stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran
apapun. Dan stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), Yaitu stimulus yang sebelumnya
bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan
dengan stimulus tidak terkondisi.
            Dua respons tersebut adalah respons yang tidak terkondisi (unconditioned respons-UCR),
yaitu sebuah respons yang tidak dipelajari secara otomatis disebabkan oleh stimulus yang tidak
terkondisi. Dan respon terkondisi (conditioned respon-CR), yaitu sebuah respons yan dipelajari
terhadap stimulus yang terkondisi yang terjadi setelah stimulus tidak terkondisi dipasangkan
dengan stimulus terkondisi.
            Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi, diskriminasi, dan pelemahan (Santrock, 2008)
- Generalisasi. Melibatkan kecendrungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus
terkondisi asli untuk menghasilkan respons serupa. Contoh : seorang peserta didik merasa gugup
ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran fisika. Ketika mempersiapakan
ujian statistika peserta didik tersebut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran tersebut
sama-sama berupa hitungan. Jadi, kegugupan peserta didik tersebut karena hasil generalisasi dari
melakukan ujian mata pelajaran satu dengan yang lainya mirip.
- Diskriminasi. Organisme merespons stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya.
Contoh: dalam melaksanakan ujian dikelas yang berbeda, peserta didik tidak merasa sama
gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan
subjek yang berbeda.
- Pelemahan(extinction). Proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara
menghilangkan stimulus tak terkondisi. Contoh : kritikan guru yang terus-menerus pada hasil
ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta
didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.
            Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan
sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru
untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.

d. Teori behaviorisme menurut E.R. Guthrie


  Menurut Guthrie, tingkah laku manusia itu secara keseluruhan merupakan rangkaian
tingkah laku yang terdiri atas unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respns-respons dari
stimulus sebelumnya dan kemudian unit respons tersebut menjadi stimulus yang kemudian akan
menimbulkan respons bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikian seterusnya sehingga
merupakan deretan tingkah laku yang terus-menerus. Jadi, proses terbentuknya rangkaian
tingkah laku tersebut terjadi dengan kondisioning melalui proses asosiasi antara unit tingkah laku
yang satu dengan unit tingkah laku lainnya menjadi semakin kuat. Prinsip belajar pembentukan
tingkah laku ini disebut “law of Association”.
            Menurut Guthrie, untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak baik harus dilihat dari
rentetan unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk menghilangkan atau mengganti
unit tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang seharusnya.
           
   Selain dengan cara diatas, Guthrie menyarankan tiga metode untuk mengubah tingkah
laku yaitu:
1. Metode respons bertentangan (Incompatible Respons Method). Cara mengubah tingkah laku
dengan jalan memberikan stimulus yang dapat menimbulkan reaksi yang berlawanan drngan
reaksi yang akan dihilangkan.
2. Metode membosankkan (Exhaustion Method). Contoh, anak kecil suka menghisap rokok.
Mereka disuruh merokok terus sampai bosan dan setelah bosan, mereka akan berhenti merokok
dengan sendirinya.
3. Metode mengubah lingkungan (Change of Enviromental Method). Contoh, anak bosan belajar,
maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan
mereka senang belajar.

2.2 Belajar Menurut Teori Behavioristik


Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap
telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh, seorang anak
mampu berhitung penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia
masih belum bisa mempraktekkan penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar karena
ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar.
Dalam teori Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa
stimulus serta output yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon
dianggap tidaklah penting karena tidak dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran sebab dengan pengukuran kita akan melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.Faktor lain yang dianggap penting bagi teori ini adalah penguatan (reinforcement).
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat respon. Jika penguatan ditambahkan
(positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga penguatan dikurangi
(negative reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik diberi tugas oleh
guru, ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih giat belajarnya (positive reinforcement).
Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan meningkatkan aktifitas belajarnya (negative
reinforcement). Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan
(ditambah) atau dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan mendapat respon.

2.3 Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pembelajaran


Untuk mengaitkan teori behaviorisme dengan praktik pembelajaran, perlu dipahami
terlebih dulu mengenai prinsip belajar menurut teori behaviorisme (Mukminan, 1997). Prinsip-
prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.Teori ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku.
Seseorang dikatakan belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukan perubahan
tingkah laku tertentu.
2. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, yang terjadi karena hubungan
stimulus dan respons., sedangkan proses yang terjadi antara stimulus dan respons, yang tidak
dapat diamati itu tidak penting.
     3. Perlunya Reinforcement untuk memunculkan perilaku yang diharapkan. Respons akan semakin
kuat jika reinforcement (baik positif maupn negative) ditambah.
Penekanan proses belajar menurut teori behaviorisme ini adalah hubungan stimulus dan
respons. Dengan demikian, agar pembelajaran di kelas menjadi efektif, hendaknya gguru perlu
memerhatikan hal-hal berikut:
1. Guru hendaknya memilih jenis stimulus yang tepat untuk diberikan kepada peserta didik agar
dapat memberikan respons yang diharapkan.
2. Guru hendaknya menentukan jenis respons yang harus dimunculkan oleh peserta didik.
3. Guru perlu memberikan reward yang tepat untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan
muncul dari peserta didik.
4. Guru hendaknya segera memberikan umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat
mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum.
      Metode yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran antara lain: ceramah, demonstrasi,
dimana aktivitas ada  pada guru sedangkan peserta didik pasif menerima sesuai yang diberikan
guru.

1. Meningkatkan perilaku yang diinginkan


Enam strategi pengondisian operan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku yang
diinginkan, yaitu:
a. Memilih penguat yang efektif
Guru harus mampu menemukan penguat mana yang berhasil paling baik untuk setiap peserta
didiknya, yaitu membedakan setiap individu dalam menggunakan penguat tertentu.
b. Membuat penguat menjadi bergantung pada tepat waktu
Agar penguat efektif, guru harus memberikan penguat secara tepat waktu dan segera
mungkin setelah anak menampilkan perhilaku tertentu yang diharapkan.
c. Pilih jadwal terbaik untuk penguatan
Guru harus memilih jadwal penguatan terbaik sesuai dengan tuntutan perilaku peserta didik
yang diharapkan guru.
d. Pertimbangkan untuk membuat kontrak
Analisis perilaku terapan menyarankan bahwa kontrak kelas seharusnya merupakan hasil
masukan dari guru maupun peserta didik. Pembuatan kontrak melibatkan pembuatan
ketergantungan penguatan secara tertulis.
e. Gunakan penguatan negative secara efektif
Penguatan negative, meningkatkan frekuensi respons dengan menghilangkan stimulus yang
tidak disukai. Contoh: stimulus guru yang sering mengkritik jawaban serta pertanyaan peserta
didik harus dihilangkan agar frekuensi bertanya dan frekuensi menjawab semakin meningkat.
f. Gunakan arahan dan pembentukan
Arahan merupakan stimulus ditambahkan sebelum terjadinya kemungkinan peningkatan
respons yang diinginkan. Jika arahan belum mampu membuat peserta didik menampilkan
perilaku yang diharapakan, guru perlu membantu dengan pembentukan.

2. Mengurangi perilaku yang tidak diinginkan


Ada  beberapa langkah yang dapat digunakan guru untuk mengurangi perilaku peserta didik
yang tidak diinginkan (Alberto & Troutman dalam Santrock, 2008) :

a. Gunakan penguatan Diferensial


Dalam penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang
dilakukan anak tersebut. Contoh: guru dapat memperkuat peserta didik untuk melakukan
aktivitas pembelajaran dengan memanfaatkan computer dari pada computer hanya dipakai untuk
memainkan game.
b. Gunakan penguatan Diferensial
Tanpa disengaja guru memberikan penguatan positif yang justru membuat perilaku peserta
didik yang tidak diharapkan semakin terpelihara. Dengan demikian, guru harus segera
menghentikan penguatan positif tersebut agar perilaku yag tidak diharapkan menurun atau hilang
dan guru memberikan peguatan positif lagi setelah perilaku yang diharapkan muncul.
c. Hilangkan stimulus yang diinginkan
Jika memberikan penguatan tetap tidak berhasil meingkatkan respons diharapkan,
penghilangan stimulus yang diinginkan harus dilakukan oleh guru, dengan cara time-out dan
respons-cost. Time out adalah penghentian penguatan positif terhadap seseorang untuk
sementara, yaitu hamper sama dengan penghentian penguatan, yang berbeda adalah waktu
penghilangan penguatan positif lebih lama sampai terbentuk lagi perilaku yang diinginkan.
d. Biaya respons (Respons cost)
Adalah menjauhkan atau mengambil penguatan-penguatan positif dari seseorang, seperti
peserta didik kehilangan hak istimewa tertentu. Biasanya biaya respons melibatkan sejumlah
sanksi atau denda.
e. Hadirkan stimulus yang tidak disukai (Hukuman)
Jenis stimulus yang tidak disukai dan paling umum digunakan guru adalah teguran verbal
serta disertai dengan kerutan dahi atau kontak mata. Tindakan ini lebih efektif digunakan ketika
guru berada dekat dengan peserta didik.

2.4 Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik


1. Kelebihan Teori Behavioristik
a. Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
b. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri.
Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
c. Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku
yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
d. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu
bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
e. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks
dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang
tertentu.
F. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul.
g. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
h. Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung.

2. Kekurangan Teori Behavioristik


a. Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
b. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan teori ini.
c. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di
dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
d. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
e. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan oleh guru.
f. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu
permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif,
dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan
hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari
murid.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan bahwa Teori
behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme, pengkondisian, penguatan, dan
Operant conditioning.
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia.

3.2 Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita mampu menciptakan suasana belajar yang
kondusif dan efektif, lalu menerapkan metode dan  teori yang tepat, sehingga proses belajar
mengajar berjalan dengan baik. Oleh karena itu sebagai calon pendidik (guru) hendaknya kita
mempelajari teori-teori pembelajaran yang ada, agar kita mampu menemukan kecocokan dalam
metode mengajar yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Budinungsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya.
Karwono. Mularsih, Heni. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP.

BAB II

PEMBAHASAN

PEMILIHAN DAN PENENTUAN METODE


Metode yang digunakan guru dalam setiap kali pertemuan kelas
telah melalui seleksi yang berkesesuain dengan perumusan tujuan
instruksional khusus. Biasanya guru selalu menggunakan metode
lebih dari satu. Pemakaian metode yang satu digunakan untuk
mencapai tujuan yang lain sesuai dengan kehendak tujuan
pengajaran yang telah dirumuskan. Berikut akan diuraikan masalah
mengenai pemilihan dan penentuan metode mulai dari nilai
strategis metode, efektifitas penggunaann metode, pentingnya
pemilihan dan penentuan metode, hingga faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan metode pengajaran.[1]

Nilai Strategis Metode


Pemilihan dan penetuan metode pembelajaran haruslah
memperhatikan nilai strategis metode tersebut. Nilai strategisnya
yakni metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan belajar
mengajar. Hal ini dikarenakan, dalam kegiatan belajar mengajar
terjadi interaksi antara guru dan peserta didik dalam hal transfer
ilmu. Apabila dalam proses mentransfer ilmu guru tidak
memperhatikan metode pembelajaran yang digunakan atau metode
yang digunakan kurang tepat, maka guru akan mengalami
kesulitan dalam mentransfer ilmu. Selain itu kelas menjadi tidak
kondusif atau terjadi kejenuhan dalam kegiatan pembelajaran,
akhirnya tujuan pembelajaran tidak tercapai. Oleh karena itu,
sebelum guru melaksanakan kegiatan belajar sebaiknya guru
memperhatikan pemilihan dan penentuan metode pembelajaran
yang akan digunakan.

Efektivitas Penggunaan Metode


Efektifitas merupakan kesesuaian, sehingga efektifitas penggunaan
metode merupakan kesesuian metode pembelajaran dengan semua
komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan
pembelajran, sebagai persiapan tertulis. Efektifitas penggunaan
metode sangatlah perlu diperhatikan ketika guru hendak memilih
dan menentukan metode pembelajaran, karena jika kita salah
dalam memilih dan menetukan metode pembelajaran, maka tujuan
pembelajaran tidak akan tercapai.

Misalnya, guru telah mempersiapkan rencana secara detail, dengan


tujuan pembelajaran anak dapat melakukan atau memperagakan
tata cara wudhu. Tetapi ketika di kelas guru menyampaikan materi
tersebut menggunakan metode ceramah. Maka hal tersebut tidaklah
sesuai, karena tujuan yang ingin dicapai adalah anak dapat
melakukan tata cara berwudlu. Sehingga seorang guru haruslah
memperhatikan efektifitas penggunaan metode pembelajaran
supaya metode tersebut dapat mendukung pembelajaran dalam
mencapai tujuan pembelajaran.

Pentingnya Pemilihan dan Penentuan Metode


Pemilihan dan penentuan metode pembelajaran sangatlah penting
dilakukan oleh seorang guru. Hal ini dikarenakan tidak semua
metode pembelajaran dapat digunakan oleh seorang guru dalam hal
kegiatan belajar mengajar serta mendukung pencapian tujuan
pembelajaran. Apabila guru salah dalam hal memilih dan
menentukan metode yang akan digunakan maka tujuan dari
pembelajaran tidak akan tercapai. Misalnya guru menentukan
tujuan pengajaran yaitu supaya anak didik dapat menuliskan
sebagian ayat-ayat dalam surat Al Fatihah atau anak dapat menulis
angka dari 1 sampai 40. Untuk mencapai tujuan tersebut guru tidak
tepat jika menggunakan metode diskusi, namun yang tepat jika
menggunakan metode latihan.[2]

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Metode


Ada beberapa faktor yang dijadikan dasar pertimbangan pemilihan
metode mengajar antara lain :

Berpedoman pada tujuan


Tujuan adalah keinginan yang hendak dicapai dalam setiap
kegiatan interaksi edukatif. Tujuan dapat memberikan pedoman
yang jelas bagi guru dalam mempersiapkan segala sesuatunya
dalam rangka pengajaran, termasuk pemilihan metode mengajar.

Metode mengajar yang guru pilih tidak boleh dipertentangkan


dengan tujuan yang telah dirumuskan, tapi yang dipilih harus
mendukung kegiatan interaksi edukatif berproses guna mencapai
tujuanya.
Ketidakjelasan perumusan tujuan menjadi kendala dalam memilih
metode mengajar. Jadi, kejelasan dan kepastian dalam perumusan
tujuan memudahkan bagi guru memilih metode dalam mengajar.

Perbedaan Individual Anak Didik


Perbedaan individual anak didik perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan metode belajar. Aspek-aspek perbedaan anak didik yang
perlu di pegang adalah aspek biologis, intelektual dan psikologis.

Kemampuan Guru
Kemampuan guru bermacam macam, disebabkan latarbelakang
pendidikan dan pengalaman mengajar. Seorang guru dengan latar
belakang pendidikan keguruan akan lain kemampuan guru tersebut
dibandingkan dengan seseorang dengan latar belakang pendididkan
bukan keguruan. Kemampuan guru yang berpengalaman tentu
kwalitasnya lebih baik dalam pendidikan dan pengajaran.

Sifat Bahan Pelajaran


Setiap mata pelajaran mempunyai sifat masing masing. Ada yang
mudah, sedang dan sulit. Ketiga sifat ini tidak bisa diabaikan
begitu saja dalam mempertimbangan pemilihan metode belajar.
Untuk metode tertentu barangkali cocok untuk mata pelajaran
tertentu, tetapi belum tentu pas untuk mata pelajaran yang lan.
Mengenal sifat mata pelajaran sebelum pemilihan metode
dilaksanakan merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Contoh : dalam pelajaran matematika lebih tepat

Situasi kelas
Situasi kelas adalah sisi lain yang patut diperhatikan dan
diperimbangkan guru ketika akan melakukan pemilihan terhadap
metode mengajar . Guru yang berpengalaman mengerti bahwa
kelas dari hari kehari dan dari waktu kewaktu selalu berubah sesuai
kondisi psikologis anak didik. Dinamika kelas yang seperti ini
patut diperhitungkan oleh guru.
Ketika guru berusaha membagi anak didik kedalam beberapa
kelompok, guru akan menciptakan situasi kelas kepada situasi
yang lain. Dari sini akan terlihat metode mengajar mana yang
harus dipilih sesuai dengan situasi kelas dan tujuan yang ingin
dicapai. Hal ini terkait dengan situasi kelas, juga mempengaruhi
pemilihan metode dalam mengajar.

Perlengkapan Fasilitas
Penggunaan metode perlu dukungan adanya fasilitas yang dipilih
sesuai dengan karakteristik metode mengajar yang akan digunakan.
Ada metode mengajar tertentu yang tidak dapat dipakai, karena
ketiadaan fasilitas. Sekolah sekolah yang maju biasanya
mempunyai perbagai fasilitas yang lengkap, sehingga sangat
membantu guru dalam proses mengajar dikelas. Sedangkan
sekolah sekolah didaerah terpencil pada umumnya akan
kekurangan fasilitas dalam proses belajar mengajarnya.

Kelebihan dan Kelemahan Metode


Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing.
Hal ini juga harus diperhatikan oleh guru. Jumlah anak didik di
kelas dan kelengkapan fasilitas memiliki andil untuk menentukan
tepat tidaknya suatu metode dipergunakan untuk membantu proses
mengajar. Metode yang digunakan paling tepat untuk mengajar
tergantung dari kecermatan guru dalam meilihnya. Penggabungan
metode pun tidak luput di pertimbangkan berdasarkan kelebihan
dan kelemahan metode yang manapun juga . Pemilihan yang
terbaik adalah mencari titik kelemahan suatu metode untuk
kemudian dicarikan metode yang dapat menutupi kelemahan
metode tersebut.[3]

PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN


Dalam pengembangan metode pembelajaran senantiasa berdasakan
kepada pengalaman, prinsip yang telah teruji, pengamatan yang
seksama, dan percobaan yang terkendali. Berikut adalah macam
pengembangan metode dalam pembelajaran[4]:

Pengembangan metode variasi belajar mengajar


Pengembangan metode variasi belajar mengajar yakni upaya yang
terencana dan sistematis dalam menggunakan berbagai komponen
yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar seperti halnya
penggunaan media dan bahan pengajaran metode dengan interaksi
guru dengan siswa.[5] Semua hal tersebut dipertimbangkan untuk
dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga kegiatan
belajar mengajar tersebut semakin variatif dan berkembang.

Alasan yang mendasari perlunya mengembangkan proses belajar


mengajar yaitu adanya unsur kejenuhan pada peserta didik.

Tujuan pengembangan variasi mengajar ini antara lain untuk


meningkatkan motivasi belajar dan mengajar, meningkatkan
perhatian siswa kepada guru, meningkatkan keberhasilan kegiatan
belajar mengajar, dan menghilangkan kejenuhan dalam belajar
mengajar.

Prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam rangka


mengembangkan variasi belajar mengajar yang dapat
menumbuhkan suasana belajar mengajar yang menyenangkan

Dalam mengembangkan keterampilan variasi sebaiknya semua


jenis variasi itu digunakan, selain harus ada variasi penggunaan
komponen untuk tiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai
tujuan belajar.
Menggunakan variasi secara berkesinambungan
Penggunaan komponen variasi harus benar-benar terstruktur dan
direncanakan oleh guru.
Berbagai Komponen Variasi Mengajar
Variasi Gaya Mengajar
Bagi siswa variasi gaya mengajar yang digunakan oleh guru dilihat
sebagai sesuatu yang energik, antusias, bersemangat, dan
semuanya memiliki relevansi dengan hasil belajar. Perilaku guru
yang demikian, dalam proses belajar mengajar akan menjadi
dinamis dan mempertinggi komunikasi antara guru dan siswa,
menarik perhatian siswa, menolong penerimaan bahan pelajaran,
dan memberi stimulasi.

Pengaturan Suara
Suara merupakan modal utama yang dapat mendukung terjadinya
komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar. Agar suasana belajar
mengajar tersebut menyenangkan, maka seorang guru harus
menggunakan variasi suara dalam intonasi, nada, volume, dan
tingkat kecepatannya.

Penekanan Perhatian
Guna memfokuskan perhatian peserta didik pada suatu aspek
kunci, guru dapat menggunakan penekanan secara tegas. Misalnya,
dengan mengucapkan kata : “ Mohon anak-anak, jangan
mencontek!”. Penekanan seperti itu biasanya dikombinasikan
dengan suara yang tegas.

Pemberian Waktu
Dalam keterampilan bertanya, pemberian waktu diberikan setelah
guru mengajukan pertanyaan, untuk mengubahnya menjadi
pertanyaan yang lebih tinggi guru membutuhkan selang waktu
yang memungkinkan. Bagi anak didik, pemeberian waktu dipakai
untuk mengorganisai jawabanya agar tepat dan lengkap.

Kontak Pandang
Melalui kontak pandang yang merata pada seluruh siswa,
menyebabkan para siswa merasa diperlakukan secara adil dan
merata. Guru dapat membantu anak didik dengan menggunakan
tatapan matanya menyampaikan informasi, dan dengan
pandangannya dapat menarik perhatian siswa.

Gerakan Anggota Badan


Gerak anggota badan dapat memperkuat kesan serta membantu
dalam memahami. Gerakan badan sesungguhnya dapat dikatakan
sebagai bahasa isyarat atau body language. Namun gerakan
anggota badan tersebut harus bertujuan, relevan, dan tidak
berlebihan. Hal ini untuk menghindari terjadinya over acting yang
berdampak pada timbulnya kesan dibuat-buat atau tidak wajar.

Pindah Posisi
Perpindahan posisi guru dalam ruangan kelas dapat membantu
menarik perhatian anak didik, dapat meningkatkan kepribadian
guru. Namun perpindahan posisi harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan sikap yang atraktif dan berlebihan.[6]

Variasi Penggunaan Media dan Bahan Ajaran


Adalah suatu kenyataan yang bersifat alamiah, bahwa setiap anak
didik memiliki tingkatan kemampuan yang tidak sama dalam
menangkap pelajaran melalui berbagai sarana komunikasi yang
dimiikinya.

Menurut para ahli, terdapat tiga komponen dalam variasi


penggunaan media, yaitu media pandangan, media dengar, dan
media taktil.[7]

Penggunaan Media Pandang


Penggunaaan media pandang dapat diartikan sebagai penggunaan
alat dan bahan ajaran khusus untuk komunikasi seperti buku,
majalah, televisi, globe, peta dan lain sebagainya. Penggunaan
yang lebih luas dari alat-alat tersebut akan memiliki keuntungan
dalam hal:

Membantu secara konkret konsep berpikir dan mengurangi respon


yang kurang bermanfaat,
Meningkatkan perhatian anak didik pada tingkat yang tinggi,
Dapat membuat hasil belajar yang riil yang akan membantu
kegiatan mandiri anak,
Mengembangkan cara berpikir berkesinambungan,
Menambah frekuensi kerja lebih dalam dan variasi belajar, dll
Penggunaan Audio Visual
Pada umumnya, suara guru merupakan alat utama untuk
komunikasi. Penggunaan media yang diselang-seling dengan
audio visual atau media pendengaran pandangan akan membantu
menumbuhkan suasana belajar yang lebih hidup dan
menyenangkan.

Media Taktil
Komponen terakhir dari keterampilan menggunakan variasi media
dan bahan ajaran adalah penggunaan media yang memberikan
kesempatan kepada anak didik untuk mengaplikasikan sikap
psikomotorik anak didik. Dalam hal ini akan melibatkan anak didik
dalam kegiatan penyusunan atau pembuatan model, yang hasilnya
dapat disebut “ media taktil”. Kegiatan ini dapat dilakukan secara
individu ataupun kelompok kecil.

Contoh: dalam bidang sejarah dapat membuat maket desa zaman


majapahit; dalam bidang studi geografi dapat membuat model
lapisan tanah; dan mengumpulkan mata uang logam untuk bidang
studi matematika.

Variasi Interaksi
Variasi dalam pola interaksi antara guru dengan anak didiknya
memiliki rintangan yang bergerak dari interaksi dua arah yaitu:

Anak didik bekerja atau belajar secara bebas tanpa campur tangan
dari guru,
Anak didik mendengarkan dengan pasif. Situasi didominasi oleh
guru, dimana guru berbicara kepada anak didik.
Bila guru yang berbicara dapat melalui beberapa ketegori :
persetujuan , penghargaan atau peningkatan, menggunakan
pendapat anak didik bertanya, ceramah, memberi petunjuk, dan
mengkritik.
Sebaliknya anak didik dapat berbicara melalui pemberian respons
dan pengambilan keputusan. Bila guru mengajukan pertanyaaan
dapat juga divariasi sesuai dengan domain kognitifdari Bloom
(pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi).[8] Pertanyaan dapat diajukan ke seluruh siswa atau
ditujukan kepada anak didik secara individual

Anda mungkin juga menyukai