Disusun Oleh :
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Skinner B.F., Science and Human Behavior (macmillan, 1953).
3
B. Hakikat Manusia
Menurut teori ini, manusia tidak lahir dengan perilaku tertentu, tetapi
perilaku tersebut berkembang melalui pengalaman belajar. Individu belajar
melalui asosiasi antara stimulus dan respons. Ketika seseorang mengalami
stimulus tertentu, mereka memberikan respons, dan respons tersebut
kemudian dapat diperkuat atau ditekan oleh konsekuensi yang mengikuti
respons tersebut. Penguatan positif akan meningkatkan kemungkinan respons
muncul lagi di masa depan, sedangkan hukuman atau penguatan negatif akan
mengurangi kemungkinan respons tersebut terjadi lagi. Lingkungan eksternal
memiliki peran yang penting dalam membentuk perilaku manusia. Individu
cenderung meniru atau mencontoh perilaku orang lain yang mereka amati,
terutama ketika perilaku tersebut diperkuat. Konsep belajar sosial juga
diperkenalkan dalam teori ini, di mana perilaku manusia dapat dipengaruhi
oleh pengamatan dan imitasi perilaku orang lain. Namun, dalam teori ini,
faktor internal seperti pikiran, emosi, dan motivasi tidak diberikan penekanan
yang sama seperti dalam teori psikologi lainnya. Teori behavioral cenderung
memandang faktor internal sebagai variabel terukur yang dapat dipelajari,
tetapi tidak dianggap sebagai faktor utama yang membentuk perilaku.
4
penguatan positif dan negatif, pembentukan kebiasaan, dan penghapusan
perilaku yang tidak diinginkan.
2
Bandura A., Social Learning Theory (Prentice-Hall, 1997).
3
Suryadi, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling Islam (Bildung, n.d.).
4
Gusman Lesmana S.Pd.,M.Pd, Teori dan Pendekatan Konseling (umsu press, 2021).
5
diinginkan.5 Dengan pendekatan behavior, diharapkan konseli memiliki
tingkah laku baru yang terbentuk melalui proses conditioning, hilangnya
simptom dan mampu merespon terhadap stimulus yang dihadapi tanpa
menimbulkan masalah baru.6
Konselor juga sebagai model bagi konselinya. Hal ini didasarkan pada
suatu keyakinan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan
konseli dapat mempelajari tingkah laku baru adalah factor imitasi, atau
percontohan social (social modeling) yang ditampilkan oleh konselor. Aspek
yang dicontoh konseli dari konselor antara lain sikap, nilai, kepercayaan dan
tingkah laku.
Konseli secara aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan tujuan serta
memiliki motivasi untuk berubah dan bersedia bekerjasama dalam
melaksanakan kegiatan konseling. Peran penting konseli dalam konseling
adalah konseli didorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru yang
5
I Wayan Suasta, I Gede Dharman Gunawan, and Palangka Raya, “Penerapan Metode Konseling
Behavioral Dalam Mengelola Dan Meningkatkan Kedisiplinan Belajar Siswa Pada SMKN 5
Palangka Raya,” no. 6 (2021).
6
Sigit Sanyata, “Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling,” n.d.
6
bertujuan untuk memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya serta
dapat menerapkan perilaku tersebut dalah kehidupan sehari-hari.7
7
Nugraheni Prafitra E., “Pendekatan Konseling Berorientasi Perilaku,” accessed May 19, 2023,
https://cdn-
gbelajar.simpkb.id/s3/p3k/BimbinganKonseling/Modul%20Pembelajaran/Bimbingan%20Konselin
g%20-%20PB5.pdf.
7
(a) Menganalisis perilaku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini.
8
Pada tahapan ini konselor melakukan curah pendapat (brainstroming)
bersama konseli untuk menentukan dan melaksanakan strategi atau teknik
pengubahan perilaku yang akan digunakan untuk mencapai tingkah laku yang
diinginkan (tingkah laku yang berlebihan dan perlu dikurangi/ excessive
maupun perilaku minimal yang perlu ditingkatkan/ deficit) dan menjadi
tujuan konseling. Konselor menentukan teknik sesuai tujuan dan masalah
yang dialami konseli. Konselor memfokuskan bantuan kepada konseli untuk
mempelajari sekaligus mengaplikasikan strategi pengubahan perilaku yang
didasarkan pada prinsip-prinsip belajar agar didapatkan perilaku yang
diinginkan dan efektif. Dalam implementasi teknik, konselor membandingkan
perubahan tingkah laku antara baseline data dengan data intervensi.
Selain itu, dalam tahap ini konselor juga memberikan dan menganalisis
umpan balik untuk memperbaiki dan meningkatkan proses konseling.
9
Konselor dan konseli mengevaluasi implementasi dari teknik yang sudah
dilakukan, serta menentukan kesepakatan lamanya intervensi dilakukan
hingga tingkah laku yang diharapkan menetap. 8
8
Sunawan , Ph.D, Modul 2 Materi Bidang Layanan Bimbingan Dan Konseling (Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2019), 2.
10
teknik ini dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas, caranya klien
disuruh menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan
sesuatu yang mengganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata
saya jahat!. Jika klien memberi tanda sedang membayangkan yang
dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: saya jahat!), terpis segera berteriak
dengan nyaring : berhenti!. Pikiran yang tidak karuan itu segera diganti oleh
teriakan terapis. Klien diminta berulang kali melakukan latihan ini, hingga
9
dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran yang mengganggunya itu.
Ada juga teknik kontrak perilaku yang merupakan teknik dari aliran
pendekatan behavior, menurut Erford (2017:405) menegaskan bahwa “Salah
satu kekuatan utama kontrak perilaku adalah menuntut orang-orang untuk
konsisten terhadap perilakunya sesuai dengan kesepakatannya”.
9
Corey G., Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi (Bandung, 2005).
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14