Anda di halaman 1dari 16

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN EKONOMI

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM


PEMBELAJARAN
Dosen Pengampu : Ristiliana, S.Pd., M.Pd.E

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Adamsyah Ulya Deva (12010612150)


Muhammad Arsyad Sulaiman (1201061357)
Muwafik Elfadil (12010613188)

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa kita ucapkan,
karena atas karunia-Nya yang telah memberikan nikmat iman dan kesehatan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan apa yang telah diinginkan. Tidak lupa shalawat
serta salam kita sambutkan kepada Rasulullah SAW yang syafaatnya kita nantikan kelak.
Adapun penulisan makalah yang berjudul “Teori Belajar Behavioristik dan
Penerapannya dalam Pembelajaran” ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
pembelajaran Pendidikan ekonomi.

Maka dengan hal itu berhasilnya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan
yang diberikan kepada penulis sehingga kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu
Ristiliana, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu kami. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada pihak yang telah mendukung serta membantu penyelesaian makalah ini.
Dengan demikian penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat kepada kita semua
dan dapat memberikan pengetahuan yang banyak dalam memahami materi yang kami
bahas.Penulis pun menyadari bergitu banyak kekurangan dari makalah ini. Dengan
kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan. Kami akan menerima kritik
dan saran pembaca agar kedepannya kami dapat mengerjakan makalah lebih baik lagi.

Pekanbaru, 04 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan Perumusan............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik.............................................................3
2.2 Teori Belajar Menurut Throndike....................................................................................6
2.3 Teori Belajar Menurut Watson.........................................................................................7
2.4 Belajar Menurut Clark Hull..............................................................................................8
2.5 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie.............................................................................9
2.6 Teori Telajar Menurut Skiner...........................................................................................9
2.7 Implementasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran dan Pandangan Islam...............9
BAB III.....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru, sebagai salah satu unsur pendidik,
agar mampu melaksanakan tugas profesionalnya adalah memahami bagaimana peserta
didik belajar dan bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang mampu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik, serta memahami
tentang bagaimana siswa belajar. Untuk dapat memahami proses belajar yang terjadi pada
diri siswa, guru perlu menguasai hakikat dan konsep dasar belajar. Dengan menguasai
hakikat dan konsep dasar tentang belajar diharapkan guru mampu menerapkannya dalam
kegiatan pembelajaran, karena fungsi utama pembelajaran adalah memfasilitasi tumbuh
dan berkembangnya belajar dalam diri peserta didik.
Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan
berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat azaz yang
tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan
seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip
yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan
dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat
diatas
Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat
ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
kebenarannya. 
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang
akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Teori belajar selalu bertolak dari sudut
pandang psikologi belajar. Untuk itu dalam pemahasan ini penyusun akan mengulas
mengenai teori belajar yang berhubungan dengan psikologi yang berpijak pada
pandaangan behaviorisme dan aplikasinya dalam pembelajaran.
Keterkaitan substantif belajar dan pembelajaran terletak pada simpul terjadinya
perubahan perilaku dalam diri individu. Keterkaitan fungsional pembelajaran dengan
belajar adalah bahwa pembelajaran sengaja dilakukan untuk menghasilkan belajar atau
dengan kata lain belajar merupakan parameter pembelajaran. Walaupun demikian perlu

1
diingat bahwa tidak semua proses belajar merupakan konsekuensi dari pembelajaran.
Misalnya, seseorang berubah perilakunya yang cenderung ceroboh dalam menyeberang
jalan raya setelah secara kebetulan ia melihat ada orang lain yang menyeberang, tertabrak
sepeda motor “karena ketidakhati-hatiannya. Oleh karena itu, dapat pula dikatakan bahwa
akuntabilitas belajar bersifat internal-individual, sedangkan akuntabilitas pembelajaran
bersifat publik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan belajar menurut pandangan teori behavioristik?
2. Apa teori belajar menurut Throndike?
3. Apa teori belajar menurut Watson?
4. Apa teori belajar menurut Clark Hull?
5. Apa teori belajar menurut Edwin Guthrie?
6. Apa teori belajar menurut Skiner?
7. Apa implementasi teori behavioristik dalam pembelajaran dan pandangan islam
teorinya?

1.3 Tujuan Perumusan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan belajar menurut pandangan teori
behavioristik.
2. Untuk mengetahui teori belajar menurut Throndike.
3. Untuk mengetahui teori belajar menurut Watson.
4. Untuk mengetahui teori belajar menurut Clark Hull.
5. Untuk mengetahui teori belajar menurut Edwin Guthrie.
6. Untuk mengetahui teori belajar menurut Skiner.
7. Untuk mengetahui implementasi teori behavioristik dalam pembelajaran dan
pandangan islam teorinya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik.


Proses belajar pada hakikatnya adalah kegiatan mental yang tidak tampak. Artinya,
proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat kita
saksikan dengan jelas. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari gejala-gejala perubahan
perilaku yang tampak. Misalnya ketika seorang guru menerangkan pelajaran, walaupun
seorang siswa sepertinya memperhatikan sambil mengangguk-anggukkan kepala, maka
belum tentu yang bersangkutan belajar. Mungkin menganggukanggukkan kepala itu bukan
karena ia memperhatikan materi pelajaran dan paham apa yang dikatakan guru. Bisa jadi dia
mengagumi cara guru berbicara, mengagumi penampilan guru, dan sebagainya. Siswa yang
demikian pada hakikatnya tidak belajar. Sebaliknya ketika seorang siswa tampak mengantuk,
menunduk, belum tentu ia tidak sedang belajar. Bisa jadi otak dan pikirannya sedang
mencerna keterangan guru.1

Makna behavior, adalah tingkah laku yang dilakukan baik oleh organisme, sistem,
atau entitas buatan dalam hubungannya dengan diri sendiri atau lingkungan mereka yang
meliputi sistem lain atau organisme sekitar. Teori belajar behavioristik adalah sebuah aliran
dalam teori belajar yang sangat menekankan pada perlunya tingkah laku (behavior) yang
dapat diamati. Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan
asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indera dengan kecenderungan untuk bertindak
atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-R). Oleh karena itu teori ini juga dinamakan
teori StimulusRespons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan
respon sebanyak-banyaknya.2

Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat,
dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Ini bisa dimaklumi karena behaviorisme
berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang seperti anjing, burung
merpati, tikus, dan kucing sebagai objek. Peristiwa belajar semata-mata dilakukan dengan
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
1
Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd (2013), Kurikulum dan Pembelajaran, Penerbit Kencana, Jakarta,
hlm. 236
2
Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd (2013), Op. Cit., hlm.237

3
hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus (S) dengan
respons (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa
stimulus dan output yang berupa respon.3

Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia
dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung
perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya sudah mengajarkannya dengan
tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia
belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukan perubahan perilaku sebagai hasil
belajar.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa stimulus
dan keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja,
atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru
(stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting
untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga
bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan.

Kelebihan Teori Behavioristik antara lain :

1. Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
2. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang
bersangkutan.
3
Prof. DR. Suyono, M.Pd dan Drs. Hariyanto, M.S. (2011), Op. Cit., hlm. 59

4
3. Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif
dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada
prilaku yang tampak.
4. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika
anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan
pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
5. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu
prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
6. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya
sampai respons yang diinginkan muncul.
7. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
8. Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru,
dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.

Kekurangan Teori Behavioristik antara lain :

1. Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
2. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode ini.
3. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa
di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
4. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
5. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan oleh guru.
6. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa
terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan
oleh siswa.
7. Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak
produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.

5
8. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cenceredlearning) bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
9. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center,
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang
harus dipelajari murid.

Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang


berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor
kondisional yang diberikan lingkungan.4

2.2 Teori Belajar Menurut Throndike.


Thorndike menyatakan pandangan bahwa tipe pembelajaran yang paling fundamental
adalah pembentukan asosiasi-asosiasi (koneksi-koneksi) antara pengalaman inderawi
(persepsi terhadap stimulus atau peristiwa) dan implus-implus saraf (respons-respons) yang
memberikan manifestasinya dalam bentuk perilaku.5
Tokoh yang dikenal sebagai “Father of modern educational psychology” ini adalah
seorang Guru besar di Columbia University. Lahir di Massachusetts pada 31 Agustus 1874
dan wafat pada 9 Agustus 1949.6 Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah proses
interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respon
(yang juga mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Dari pengertian ini, wujud
tingkah laku tersebut bisa saja dapat diamati ataupun tidak dapat diamati. Thorndike
melakukan percobaan pada seekor kucing yang dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang di
dalamnya banyak labirin. Di ujung yang lain disediakan makanan. Maka kucing dengan
membaui akan berusaha mencapai makanan tersebut walaupun dengan mencoba-coba dan
kadang salah (trial and error). Namun dengan mencoba berkali-kali, suatu saat kucing
tersebut akan langsung dapat menuju tempat makanan tanpa salah. Thorndike juga
mengemukakan beberapa hukum tentang belajar sebagai berikut :

a) Hukum Kesiapan (Law of Readiness), yaitu keberhasilan belajar seseorang sangat


bergantung dari ada atau tidaknya kesiapan.
b) Hukum Akibat (Law of Effect) yang implikasinya adalah apabila diharapkan agar
seseorang akan mengulangi respon yang sama, maka diupayakan untuk
menyenangkan dirinya, misalnya dengan hadiah atau pujian.
4
Dra. Eveline Siregar, M.Pd dan Hartini Nara, M,Si (2010), Op. Cit., hlm 25
5
https://jurnal.stitnualhikmah.ac.id › article 
6
www.wikipedia.org/wiki/thorndike, diakses tanggal 8 September pukul 06.00

6
c) Hukum Latihan (Law of Exercise), yaitu bahwa hubungan stimulus dan respon akan
semakin kuat apabila terus menerus dilatih dan diulang. Sebaliknya hubungan akan
akan semakin lemah jika tidak pernah diulang. Maka makin sering pelajaran diulang,
maka akan semakin dikuasailah pelajaran itu. Teori belajar Thorndike juga disebut
sebagai aliran “connectionism”.7

2.3 Teori Belajar Menurut Watson.


J.B. Watson adalah orang Amerika pertama yang menerapkan percobaan Pavlov
tentang classical conditioning, dengan menggunakan binatang seekor tikus dan seorang anak
bernama Albert. Watson percaya bahwa manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan
reaksi emosional seperti cinta, kebencian, dan kemarahan. Watson pula yang menggunakan
untuk pertama kali istilah behaviorisme.8

Teori belajar yang di kembangan Watson adalah Sarbon (stimulus and response bond
theoriy). Teori ini secara umum adalah sama dengan
teori Thorndike yaitu Connectionisme dan teori Pavlov Clasical Conditioning, hal ini di
karenakan yang menjadi landasan dari teori behaviorisme Watson adalah teori Thorndike dan
Pavlov. Watson menggunakan teori Clasical Conditioning Pavlov dalam hal interaksi antara
stimulus dan respons yang di lengkapi dengan komponen penguatan (reinforcement) dari
Thorndike.

Setelah mengadakan serangkaian eksperimen, Watson menyimpulkan bahwa


pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi terhadap
stimulus-stimulus yang diterima. Menurutnya, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati (observable). Watson mengabaikan berbagai perubahan
mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu
diketahui. Sebab menurut Watson, faktor-faktor yang tidak teramati tersebut tidak dapat
menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Ia lebih memilih untuk tidak
memikirkan hal-hal yang tidak dapat diukur meskipun diakuinya bahwa itu penting. Sebab
dengan cara demikianlah Psikologi dan ilmu tentang tentang belajar dapat disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain, seperti Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman
empirik.

7
Dra. Eveline Siregar, M.Pd dan Hartini Nara, M,Si (2010), Op. Cit., hlm 28
8
Prof. DR. Suyono, M.Pd dan Drs. Hariyanto, M.S. (2011), Loc. Cit

7
2.4 Belajar Menurut Clark Hull.
Teori Hull adalah teori belajar behavioristik yang dipengaruhi oleh adanya teori
evolusi Charles Darwin, bagi Hull seluruh fungsi tingkah laku itu berfungsi supaya
kelangsungan hidup tetap terjaga. Maka dari itu, teori hull mengatakan bahwa kebutuhan
biologis dan pemuasan kebutuhan biologis dalam posisi sentral. Teori ini hampir mirip
dengan teori behavioristik yang lain, karena dalam teori hull mengemukakan dasar stimulus-
respon dan adanya reinforcement. Dimana dalam teori ini juga lebih mementingkan hasil
yang berupa perubahan tingkah laku daripada proses yang telah dijalani. Menurut teori Hull,
kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa
nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini,
walaupun respon yang datang bermacam-macam bentuknya. Teori ini tidak terlalu banyak
dipakai dalam dunia praktis apalagi setelah teori skinner diperkenalkan, meskipun tak jarang
dipakai dalam berbagai macam eksperimen pada laboratorium. Teori belajar Hull memakai
variabel interaksi antara stimulus dan respon. Tetapi, dia dipengaruhi oleh adanya teori
evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, seluruh fungsi tingkah laku
itu berfungsi supaya organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu, Hull mengatakan bahwa
kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) berada pada
posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) yang
terjadi dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang datang mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

Karakteristik lain dari teori Hull adalah Penguatan (reinforcement) tingkah laku yang
tetap harus dikaikan menggunakan kondisi bilogis. Teori belajar Hull memakai interaksi
Stimulus-Respon (S-R) sama dengan para ahli fungsionalis lainnya. Menurut pandangan ini,
belajar terjadi disebabkan adanya interaksi Stimulus-Respon (S-R). Tetapi dari pandangan
Hull, selain interaksi antara Stimulus-Respon, tingkah laku dipengaruhi pula oleh suatu
sistem yang terjadi pada diri organisme, yang tidak bisa diamati. Variabel ini lalu dinamai
dengan variabel intervening (intervening variabel). Dalam usaha mengembangkan teori
belajar, Clark Hull menganut prinsip Thorndike yaitu setiap tingkah laku makhluk hidup
merupakan interaksi antara stimulus dan respon. Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh
Clark Leonard Hull sejatinya hampir mirip dengan para pakar behavior lainnya, yaitu adanya
interaksi stimulusrespon & adanya reinforcement.

8
2.5 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Asas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi
karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekadar hanya melindungi hasil belajar yang baru
agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta
didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat
mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin
diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

2.6 Teori Telajar Menurut Skiner


Skinner berpendapat, bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu perlu diurutkan
atau dipecah-pecah menjadi bagian-bagian atau komponen tingkah laku yang spesifik.
Selanjutnya agar terbentuk pada tingkah laku yang diharapkan, pada setiap tingkah laku yang
spesifik yang telah direspon, perlu diberi hadiah (reinforce) agar tingkah laku itu
terusmenerus diulang, serta untuk memotivasi agar berlanjut kepada komponen tingkah laku
selanjutnya sampai akhirnya pada pembentukan tingkah laku puncak yang diharapkan.9
Sebagai seorang behavioris, kemunculan Skinner merupakan yang paling akhir. Dia mampu
menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan lebih komprehensif. Objek penelitiannya
yaitu seekor tikus dan burung merpati. Tapi karena konsepnya lebih unggul daripada tokoh
sebelumnya dialah yang dianggap sebagai pengembang teori behaviorisme.

2.7 Implementasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran dan Pandangan Islam.


Penerapan teori belajar ini dalam kegiatan pembelajaran di kelas tergantung dari
beberapa hal. Diantaranya adalah tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pembelajar, media, dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang
dan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersusun secara rapi, sehingga belajar merupakan
9
Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd (2013), Op. Cit., hlm.242

9
perolehan pengetahuan. Sementara mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada
orang yang belajar. Jadi pembelajar diharapkan mendapat pengetahuan yang sama dari orang
yang mengajar. Pola berpikir utama siswa adalah copy-paste terhadap yang diajarkan guru.2

Metode ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan,
reflek, daya tahan, dan sebagainya. Sebagai contoh adalah pembelajaran percakapan bahasa
asing, keterampilan menggunakan komputer, pelajaran olah raga, kursus keterampilan, dan
sebagainya.

Islam adalah agama yang memiliki tatanan sangat lengkap dalam setiap aspek
kehidupan. Islam tidak hanya mengatur hubungan vertikal manusia dengan Tuhan (hablum
minallah) saja, tetapi juga hubungan horizontal manusia dengan manusia lainnya (hablum
minan naas). Diantaranya adalah aturan dan tatanan mengenai pendidikan dan pembelajaran.
Dalam Islam, teori belajar behavioristik bukanlah hal baru. Mengenai pentingnya unsur
lingkungan dalam pembelajaran, sudah tersirat dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang
berbunyi :

“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk seperti pedagang minyak kesturi dan
peniup api tukang besi. Si pedagang minyak kesturi mungkin akan memberinya kepadamu
atau engkau membeli kepadanya atau setidaknya engkau dapat memperoleh bau yang harum
darinya, tapi si peniup api tukang besi mungkin akan membuat badanmu atau pakaianmu
terbakar atau mungkin engkau akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.”

Dari hadits tersebut kita bisa menangkap makna tersirat bahwa lingkungan sangat
berpengaruh pada seseorang. Bahwa seorang individu bisa dikondisikan, bisa dibentuk oleh
lingkungan sekitarnya. Maka lingkungan yang baik akan membentuk kepribadian yang baik,
pun juga sebaliknya. Dengan begitu, menunjukkan bahwa teori belajar behavioristik sudah
ada dalam ajaran Islam.

BAB III

10
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori belajar memiliki beberapa fungsi dalam proses pembelajaran, antara lain fungsi
pemahaman, fungsi prediktif, fungsi kontrol, dan fungsi rekomendatif. Melalui fungsi
rekomendatif, teori behavioristik dapat merekomendasikan pedoman instruksional kepada
pendidik, yang berupa stimulus-stimulus yang tepat dalam proses pembelajaran sehingga
memunculkan respon peserta didik yang merupakan hasil belajar yang diinginkan. Teori
belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dari beberapa teori belajar
behavioristik yang dikembangkan dapat disimpulkan bahwa untuk memunculkan respon yang
diharapkan dibutuhkan penguatan (reinforcement).

Aplikasi teori belajar behavioristik sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan,
spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya sehingga model yang paling cocok
adalah Drill dan Practice, contohnya: dimanfaatkan di pendidikan anak usia dini, TK untuk
melatih kebiasaan baik, karena anak-anak sangat mudah meniru perilaku yang ada
dilingkungannya dan sangat suka dengan pujian dan penghargaan. Sedangkan untuk
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi teori behavioristik ini banyak digunakan antara
lain untuk melatih percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya.

Pendidik dapat menerapkan teori hull dalam pembelajaran matematika melalui teori
pengurangan dorongan (drive reduction theory). Pembelajaran matematika menurut teori ini,
memerlukan adanya dorongan (drive) sehingga membuat adanya interaksi stimulus & respon,
kemudian disertai dengan adanya penguatan (reinforcement). Menurut teori hull, stimulus-
repon perlu dideteksi oleh organisme, yang tidak bisa diamati secara langsung, dinamakan
dengan intervening variabel (variabel intervening). Pembelajaran matematika akan berhasil
apabila ada perubahan tingkah laku dalam peserta didik. Karena menurut teori ini, proses
bukanlah yang utama, namun hasil dari proses tersebutlah yang penting.

3.2 Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif
dan efektif, lalu menerapkan metode dan  teori yang tepat, sehingga proses belajar mengajar berjalan

11
dengan baik. Oleh karena itu sebagai calon pendidik (guru) hendaknya kita mempelajari teori-teori
pembelajaran yang ada, agar kita mampu menemukan kecocokan dalam metode mengajar yang tepat.

12
DAFTAR REFERENSI

Gondra Romero, J. (2001). Clark L. Hull’s cognitive articles: a new


perspective on his behavior system. Revista de Historia de La Psicología, 22(2), 113–
134

Sanjaya, Wina. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Kencana

Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Bogor: Ghalia Indonesia

Suyono dan Hariyanto. 2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja


Rosdakarya

13

Anda mungkin juga menyukai