Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

” PENDEKATAN PEMBELAJARAN DITINJAU DARI SUDUT PANDANG


ALIRAN PSIKOLOGI (BEHAVIORISME DAN KOGNITIVISME) “

DOSEN PENGAMPU : Dr. KANA SAFRINA ROUZI, M.Si

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

MUHAMMAD FAJAR RIZKI 221200353

NADIA MUFLIKHATAS SOFA 221200384

RANI KARLINA 221200379

UYUNIL MAUFIROH 221200383

WULANDARI 221200347

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA

2023/2024
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidaya-Nya sehingga makalah yang berjudul ” PENDEKATAN
PEMBELAJARAN DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ALIRAN PSIKOLOGI “
ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada ibu
Dr. Kana Safrina Rouzi, MSi. selaku dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan yang
telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, serta kepada pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penulisan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
semaksimal ini jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karna
itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca. Kami berharap
dibuatnya makalah ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.

Yogyakarta, 8 Maret 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
2.1 Pengertian Teori Belajar Behaviorisme..................................................................5
2.2 Ciri –ciri Teori Belajar Behaviorisme.....................................................................5
2.3 Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme................................................................6
2.4 Pengertian Teori Kognitivisme............................................................................10
2.5 Ciri-ciri Aliran Kognitivisme................................................................................10
2.6 Tokoh Tokoh Teori Kognitivisme.........................................................................11
PENUTUP.......................................................................................................................13
3.1 KESIMPULAN.....................................................................................................13
3.2. SARAN................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang


menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai
integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya
tujuan pendidikan. Teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak ditemukan
teori belajar yang menitik beratkan pada perubahan tingkah laku setelah proses
pembelajaran.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik.
Kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika seorang
individu berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu
cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Karena pembahasan tentang teori behaviorisme sangat luas, maka pada pembahasan
makalah ini penulis akan menitik beratkan pada poin-poin dibawah ini:
1) Apa pengertian teori belajar behaviorisme dan kognitivisme?
2) Apa saja ciri-ciri teori belajar behaviorisme dan kognitivisme ?
3) Siapakah tokoh-tokoh yang mendukung teori belajar behaviorisme dan
kognitivisme?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Behaviorisme

Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori


pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisian
lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Teori ini dapat
dipelajari secara sistematis dan dapat diamati. Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga
disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi
bahwa semua yang dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan
dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku
demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal
atau pikiran.

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Menurut teori belajar tingkah laku, belajar
adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang telah dikatakan sudah mengalami proses belajar jika telah mampu
bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus yang berupa
proses dan materi pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang diberikan oleh
pembelajar.

Misalnya; seorang pelajar belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-
kegiatan sosial di masyarakat,seperti; ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemilu, kerja
bakti, ronda dll. Teori Behavioristik adalah teori yang hanya mempelajari perilaku
nyata (overt behavior) tanpa meneliti lebih jauh sebabnya. Teori ini pun membedakan
antara teori pemerolehan dan belajarannya.

2.2 Ciri –ciri Teori Belajar Behaviorisme

Adapun ciri-ciri teori belajar behavioristik adalah :

1) mementingkan pengaruh lingkungan


2) mementingkan bagian bagian
3) mementingkan peranan reaksi
4) mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5) mementingkan sebab sebab di waktu yang lain
6) mementingkan pembentukan kebiasaan
7) dalam pemecahan masalah, ciri khasnya trial and error

2.3 Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme

2.3.1 Ivan Petrovich Pavlov

Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang


ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan
netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Teori ini menunjukkan bahwa tingkah laku
tertentu dapat dibentuk melalui proses conditioning. Anak dapat takut pada kucing, dan
sebaliknya dapat pula kita buat menjadi sayang kepada kucing.

Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah


nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang
dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme,
dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup
manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya.
Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia
berbuat sesuatu.

Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-


rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di
inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang
(anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun
demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan


dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid akan
melaksanakan ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut
saling berkaitan.

2.3.2 John Watson

Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat
dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan respon harus
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable). Watson berpendapat bahwa
introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika
psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur.
Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang
dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang
objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan
pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang
berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan
hewan.

3 prinsip dalam aliran behaviorisme:

1. Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi


adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai
respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.
2. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka
sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari
pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial.
Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari
semua itu.
3. Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari
perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

Pada dasarnya Watson melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam percobaannya, Watson


ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi emosional. Hal ini didasari atas
keyakinannya bahwa personalitas seseorang berkembang melalui pengkondisian
berbagai refleks.

2.3.3 Edward Lee Thorndike


Dalam bukunya Animal Intelligence (1911) ia menyangkal pendapat bahwa
hewan memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat bahwa hewan
juga memiliki kecerdasan.

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi


antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak
dapat diamati.

Teori ini disebut dengan teori koneksionisme atau juga disebut “S -R Bond
Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan
“Trial and Error Learning”.(Slavin, 2000). Ketika Thorndike memasukkan hewan yang
sama ke kotak teka-teki secara berulang-ulang, hewan tersebut akan melakukan respons
yang benar semakin cepat. Dalam waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya
membutuhkan waktu beberapa detik untuk lolos dan mendapatkan hadiah.

Thorndike menggunakan kurva waktu belajar tersebut untuk membuktikan


bahwa hewan tersebut bukan menggunakan nalurinya untuk dapat lolos dan
mendapatkan hadiah dari kotak, namun melalui proses trial and error (mencoba-salah-
mencoba lagi sampai benar).

Menurut Thorndike, ada beberapa hukum pokok dalam proses belajar manusia,
antara lain:

 Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian
diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan, hubungan antara
stimulus dan respon akan mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada diri
seseorang.
 Law of Exercise, hubungan antara stimulus dan respon itu akan sangat kuat bila
sering dilakukan pelatihan dan pengulangan, dan akan menjadi lemah jika
latihan tidak diteruskan.
 Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang
memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan
kepuasan akan dilupakan.

2.3.4 B.F Skinner

Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses Operant


Conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang
dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai
dengan keinginan.

Azas operant conditioning B.F Skinner mulai muncul dalam tahun 1930-an,
pada waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang kemudian dikenal
dengan model Conditioning klasik dari Pavlov yang pada saat itu telah memberi
pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan penelitian.

Munculnya teori Operant Conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak puasan
Skinner atas teori S-R, umpamanya pada pernyataan “Stimulus terus menerus memiliki
sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur” (Gredler, 1991 : 115). Dengan kata lain
suatu stimulus bervariasi serta akan terjadi pengulangan bila terdapat penguatan
(reinforcement). Pengulangan respons-respons tersebut merupakan tahapan-tahapan
dalam proses mngubah atau pembentukan tingkah laku.

Sedangkan secara menyeluruh, istilah Operant Conditioning diartikan sebagai


suatu situasi belajar dimana suatu respons lebih kuat akibat reinforcement langsung
(Wasty, 1998 : 126). Kemudian Margaret E. Bell Gredler dalam kesimpulannya
mengartikan operant conditioning sebagai proses mengubah tingkah laku subjek dengan
jalan memberikan penguatan (reinforcement) atas respons-respons yang dikehendaki
dengan kehadiran stimulus yang cocok (Gredler, 1991 :125).

Skinner memandang bahwa belajar adalah perubahan dalam perilaku yang dapat
diamati dalam kondisi yang dikontrol secara baik. Ada tiga syarat terjadinya interaksi
antara organisasi dan lingkungannya antara lain, (1) saat respon terjadi, (2) respon itu
sendiri, (3) konsekuensi penguatan respon. (Sudjana, 1991:86).

Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa


penciptaan suatu kondisi dalam rangka pengubahan tingkah laku subjek, yang relatif
sesuai dengan yang dikehendaki (misalnya, oleh guru atau pemimpin pendidikan) yaitu
dengan mencermati dan mengontrol respons yang muncul, kemudian setiap respons
tersebut diberikan penguatan (reinforcement).

Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau dapat


disebut sebagai reinforcement yaitu, setiap kejadian yang meningkatkan ataupun
mempertahankan kemungkinan adanya respon terhadap kemungkinan respon yang
diinginkan. Biasanya yangberupa penguat adalah sesuatu yang dapat menguatkan
dorongan dasar (basicdriver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa lapar atau air
yang dapatmenguatkan rasa haus) namun tidak harus selalu demikian.

Pada manusia, penguatan sering salah sasaran sehingga pembelajaran menjadi


tidak effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah penentuan manakah
konsekuansi-konsekuensi yang menguatkan dan manakah yang melemahkan. Karena
bergantung pada sejarah individu, penguatan dan disiplin terkadang dapat menjadi
penguatan sedangkan ciuman dan pujian dapat menjadi hukuman.

2.4 Pengertian Teori Kognitivisme

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar.
Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati,
melihat,menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi
menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses
belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang.

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar
itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih
dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu
berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

2.5 Ciri-ciri Aliran Kognitivisme


1) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
3) Mementingkn peranan kognitif
4) Mementingkan kondisi waktu sekarang
5) Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan


mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di
representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau
lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yangbersifat mental, misalnya seseorang
menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah
kembali kenegerinya sendiri.Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain
negara tidak dapat dia bawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat
itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan
dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang
mendengarkan ceritanya.

2.6 Tokoh Tokoh Teori Kognitivisme

2.6.1. Jean Piaget

Teorinya disebut “Cognitive Developmental” dalam teorinya, Piaget


memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari
konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog development karena penelitiannya
mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang memengaruhi
kemampuan belajar individu.

Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-


kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak
kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental
anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Suhaidi Jean
Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
1) Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 0-2 tahun, Tahap inidiidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi
yang masih sederhana.
2) Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau
bahasa tanda, dan telahdapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan
yang agak abstrak.
3) Tahap concrete – operational,yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini
dicirikan dengan anak sudah mulaimenggunakan aturan-aturan yang jelas dan
logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. 4.
Tahap concrete – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahapyang terahir ini adalah anak sudah
mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir
“kemungkinan”.

Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi


secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi
jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif
yang telahdimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan
informasi yang baru diterima.

Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya


penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan
menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasiini dapat
dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya.Proses
perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium
melalui asimilasi dan akomodasi.

2.6.2 Bruner

Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia


berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner,perkembangan kognitif seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak
mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan
dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum
spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner inia dalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan.
(discovery learning).

2.6.3 Ausebel

Yang memandang bahwa Proses belajar terjadi jika siswa mampu


mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang
dimana proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:

1. Memperhatikan stimulus yang diberikan


2. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang
sudah dipahami.

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer),
dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa.

Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi


seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan
tiga manfaat yaitu :

 Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.


 Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari
dan yang akan dipelajari.
 Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

BAB. III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Menurut teori belajar behaviorisme, belajar didefinisikan sebagai perubahan


dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dimana
perubahan tingkah laku tersebut tergantung pada konsekuensi.

Teori belajar kognitifisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman.

3.2. SARAN

Dalam melakukan sebuah penilaian belajar, seorang pendidik sebaiknya dan seharusnya
mempertimbangkan keadaan mental peserta didiknya disamping tingkah laku yang
diamati.

DAFTAR PUSTAKA

Bell Gredler, E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.


Rajawali,1991.
Desyani, R. Jurnal dengan judul Telaah Unsur-Unsur Behavioristik pada
Pendekatan dan Metode Behavioristik. Hal:10
Jufri, A. Wahab. Belajar dan Pembelajaran Sains/A. Wahab Jufri. – Bandung:
Pustaka Reka Cipta, 2013.
Mardianto, Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publishing, 2014 Rusman.
Model-model Pembelajaran Profesionalisme Guru/Rusman Ed. 2,-5.-Jakarta:
Rajawali Pres, 2012.
Sarwono, S. W. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh
Psikologi. Jakarta: PT Buana Bintang, 2000.
Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik . Jakarta : PT.Indeks,
2008
Hadi, Ahmad. 2013. Teori Belajar Behavioristik dalam http://nudisaku.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai