Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TEORI-TEORI BELAJAR
MATA KULIAH: BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Disusun oleh:
KELOMPOK 2

Tri Handayani (193030206060)


Rosita Sari (193010206002)
Gracia Juana Setiawan (193020206032)
Tosa Dwitara Anggit (193020206034)
Eko Setiawan (193020206022)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS ILMU PERGURUAN DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

1
2019/2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa. Atas berkat rahmat serta
karunia nya lah makalah ini berhasil diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah dengan judul
Teori-Teori Belajar ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Belajar dan
Pembelajaran.
Dalam penyusunannya, penyusun banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karenanya, penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini memiki banyak kekurangan. Oleh karenanya,
kritik dan saran dari pembaca sangat berguna untuk membangun dan meningkatkan makalah
ini demi kemajuan bersama.
Akhir kata, semoga makalah ini mampu memberikan wawasan dan pengetahuan kepada
kita semua.

Palangka Raya , Maret 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1


A.  Latar Belakang Masalah ..............................................................................................1
B.   Rumusan Masalah ........................................................................................................1
C.   Tujuan Penulisan .........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3


A. Teori belajar menurut J.B Watson............................................................................... 3
B. Teori belajar menurut Clark Hull................................................................................ 7
C. Teori belajar menurut Edwin Guthrie..........................................................................12

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................19


A. Kesimpulan....................................................................................................................19
B. Saran …….....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Teori belajar merupakan gabungan prinsip yang saling berhubungan dan penjelasan
atas sejumlah fakta serta penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Penggunaan
teori belajar dengan langkah-langkah pengembangan yang benar dan pilihan materi pelajaran
serta penggunaan unsur desain pesan yang baik dapat memberikan kemudahan kepada siswa
dalam memahami sesuatu yang dipelajari. Selain itu, suasana belajarakan terasa lebih santai
dan menyenangkan. Proses belajar pada hakikatnya adalah kegiatan mental yang tidak
tampak. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar
tidak dapat disaksikan dengan jelas,tetapi dapat dilihat dari gejala-gejala perubahan
perilaku.Teori belajar yang menekankan terhadap perubahan perilaku siswa adalah teori
belajar behavioristik.
Teori belajar behavioristik melihat belajar merupakan perubahan tingkah laku.
Seseorang telah dianggap belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus, dan
keluaran atau output yang berupa respons. Teori belajar behavioristik menekankan kajiannya
pada pembentukan tingkah laku yang berdasarkan hubungan antara stimulus dengan respon
yang biasa diamati dan tidak menghubungkan dengan kesadaran maupun konstruksi mental.
Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar, yaitu adanya
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Hasil belajar
diperoleh dari proses penguatan atas respons yang muncul terhadap lingkungan belajar,
baikyang internal maupun eksternal. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan
kecenderungan untuk merubah perilaku. Berdasarkan komponennya, teori ini relevan
digunakan dalam pembelajaran sekarang ini. Penerapan teori belajar behavioristik mudah
sekali ditemukan di sekolah. Hal ini dikarenakan mudahnya penerapan teori ini untuk
meningkatkan kualitas peserta didik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar menurut J.B Watson ?
2. Apa yang dimaksud dengan teori belajar menurut Clark Hull ?
3. Apa yang dimaksud dengan teori belajar menurut Edwin Guthrie ?

1
C. TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan teori belajar menurut J.B Watson.
2. Menjelaskan teori belajar menurut Clark Hull.
3. Menjelaskan teori belajar menurut Edwin Guthrie.
4.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Menurut Desmita (2009:44) teori belajar behavioristik merupakan teori belajar


memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan
materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui
upaya pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya
dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan
mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan pengamatan, sebab
pengamatan merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons
(Slavin, 2000).Seseorang dianggap telah belajar apabila dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus
dan output yang berupa respons. Stimulus adalah sesuatu yang diberikan guru kepada siswa,
sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Dengan kata lain, perilaku memusatkan pada interaksi dengan lingkungannya
yang dapat dilihat dan diukur. Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk
membantu orang-orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik (King, 2010:15).

A. Teori belajar menurut J.B Watson

John Broades Watson dilahirkan di Greenville pada tanggal 9 Januari 1878 dan wafat
di New York City pada tanggal 25 September 1958. Ia mempelajari ilmu filsafat di
University of Chicago dan memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1903 dengan disertasi berjudul
“Animal Education”. Watson dikenal sebagai ilmuwan yang banyak melakukan penyelidikan
tentang psikologi binatang. Pada tahun 1908 ia menjadi profesor dalam psikologi
eksperimenal dan psikologi komparatif di John Hopkins University di Baltimore dan
sekaligus menjadi direktur laboratorium psikologi di universitas tersebut. Antara tahun 1920-
1945 ia meninggalkan universitas dan bekerja dalam bidang psikologi konsumen. John
Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang
paling dikenal adalah “Psychology  as the Behaviourist view it” (1913). Menurut Watson
dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia
tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode introspeksi. Watson
juga berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau
ilmu alam. Oleh karena itu, psikologi harus dibatasi dengan ketat pada penyelidikan-

3
penyelidikan tentang tingkah laku yang nyata saja. Meskipun banyak kritik terhadap pendapat
Watson, namun harus diakui bahwa peran Watson tetap dianggap penting, karena melalui dia
berkembang metode-metode obyektif dalam psikologi. Peran Watson dalam bidang
pendidikan juga cukup penting.  Ia menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan
tingkah laku. Ia percaya bahwa dengan memberikan kondisioning tertentu dalam proses
pendidikan, maka akan dapat membuat seorang anak mempunyai sifat-sifat tertentu. Ia
bahkan memberikan ucapan yang sangat ekstrim untuk mendukung pendapatnya tersebut,
dengan mengatakan: “Berikan kepada saya sepuluh orang anak, maka saya akan jadikan ke
sepuluh anak itu sesuai dengan kehendak saya”.

1. Eksperimen J.B. Watson

Eksperimennya menyatakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki tiga reaksi emosi
dasar: ketakutan, kemarahan dan cinta. Ketiga emosi itu akan menarik perhatian orang
karena memaksa mereka untuk berespon dengan perasaannya. Watson menyatakan bahwa
perilaku manusia terdiri dari refleks terkondisi dan di kontrol oleh lingkungan yang
membentuknya. Salah satu eksperimen yang di lakukan J.B. Watson adalah percobaan
“little Albert”.

4
Penelitian Watson “little albert” (1920) adalah mengenai bayi yang berusia 11
bulan yang bernama Albert. Di perlihatkan pada bayi itu seekor tikus putih yang tidak
di takutinya. Di belakang di perdengarkan suara keras dengan memukul batang baja
dengan palu. Rasa takut yang di timbulkan oleh suara keras menyebabkan rasa takut
terkondisikan pada tikus. Albert menggeneralisasikan rasa takut ini dengan
rangsangan lain yang mirip, termasuk dengan kelinci, mantel bulu dan jenggot
sinterklas. Watson berpendapat bahwa rasa takut dan cemas pada manusia biasaanya
berasal pengalaman pada masa kanak-kanak yang mirip.

2. Konsep dan teori J.B Watson

Teori belajar S-R (stimulus – respon) yang langsung ini disebut juga dengan
koneksionisme menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, namun dalam
perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik.
Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun
perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun
menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum. 
Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang
manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat
pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian
manusia.Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia.
Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun
irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat
berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.
Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung
antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme
memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di
sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan
luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu
yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal
kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan di televisi. Mereka
sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan

5
media televisi. Jika orang sakit maag maka obatnya adalah promag, waisan, mylanta,
ataupun obat-obat lain yang sering diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah
digunakannya untuk penyakit maag tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang
tidak tertampilkan, lebih manjur. Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-
R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan
penguatan (reinforcement).
Unsur yang pertama yaitu dorongan. Dorongan adalah suatu keinginan dalam diri
seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak
merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku
bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada
ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak
sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau
tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri
individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam.
Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, model baju yang cantik
dan rayuan gombal.
Dalam dunia aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan
diupayakan terjadinya yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai
dengan yang diharapkan. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak
pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau
pengajarnya bisa merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya
dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa
juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta
dalam belajar.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau
komunikan. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi,
dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya
rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini.
Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif.
Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap
stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang
negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan
oleh pemberi rangsangan.

6
Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya
dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah
benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk
melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku
kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa
terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi.
Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di
kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan.
Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan
buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap
adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan
lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan
bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai
penggantinya. Misalnya, “Bagus!, coba kalau menggambarnya di tempat ini, pasti lebih
bagus”. Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu
namanya penguatan positif. Contoh penguatan positif lagi, setiap anak mendapat ranking
bagus di sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu
yang menarik, atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk
mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan datang.

B. Teori belajar menurut Clark Hull

Clark Hull dilahirkan di Akron, New York pada 24 Mei 1884. Ia dibesarkan di
Michigan, dan mendiami satu kelas selama bertahun-tahun. Hull mempunyai masalah
kesehatan di mata. Orang tuanya miskin, dan Hull pernah menderita polio. Pendidikan
yang ditempuhnya beberapa kali terputus karena sakit dan masalah keuangan. Tetapi
setelah lulus, dia memenuhi syarat sebagai guru dan menghabiskan banyak waktunya
untuk mengajar di sekolah negeri yang kecil di Sickle, Michigan.

Setelah memperoleh bachelor dan gelar master di Universitas Michigan, ia beralih ke


psikologi, dan menerima Ph.D. psikologi di tahun 1918 dari University of Wisconsin,
dimana dia tinggal selama sepuluh tahun sebagai instruktur. Hull adalah seorang tokoh
teori belajar behavioristik. Hull tertarik dengan teori belajar yang membuat dia
menghasilkan beberapa buku yang berhubungan dengan teori belajar, antara lain
Mathematico Deductive Theory of Role Learning yang ditulis bersama-sama dengan
Hovland, Perkins, dan Fitch. Hull juga menulis Principles of Behavior and Essentials of
Behavior. Buku terakhir yang ditulisnya adalah A Behavior System. Selain menulis buku
Hull juga menulis sejumlah artikel bagi majalah-majalah profesional.

7
Teori Belajar Hull pada tahun 1943

Hull membahas teori belajar tentang variabel belajar, yaitu semakin besar jumlah
penguatan, semakin besar jumlah reduksi dorongan, dan karenanya semakin besar
peningkatan dalam kekuatan kebiasaaan ( Habit Strength ).

Tetapi gagasan ini tidak memuaskan, karena pada saat eksperimen berlangsung ketika
diberi penguatan yang lebih besar, maka reaksi yang ditimbulkan juga besar dan
seimbang. Tetapi ketika peguatan di kurangi maka reaksi yang ditimbulkan berkurang
dengan drastis sehingga tidak ada keseimbangan antara pengurangan kekuatan dan reaksi
yang timbul. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan.

Teori Belajar Hull Pada Tahun 1952

Hull merevisi teori reduksi belajar berubah menjadi teori drive reduction (reduksi
stimulus dorongan). Menurut Hull penguatan diberikan bukan hanya untuk merubah
perilaku, tetapi juga untuk mengurangi dorongan yang berupa kebutuhan yang diberikan.

1. Hukum dan Temuan


Teori Hull mengandung struktur postulat dan teori yang logis seperti geometri Euclid.
Postulat adalah pernyatan umum tentang perilaku yang tidak dapat dijelaskan secara
langsung, meskipun teori yang secara logis berasal dari pernyataan umum itu dapat di uji.
Postulat 1 : Sensing the external enviroment and the stimulus trace
Stimulasi eskternal memicu dorongan neuron (sensoris) afferent, yang bertahan lebih
lama daripada stimulasi lingkungan. Stimulasi eksternal diartikan sebagai dorongan luar yang
berkaitan langsung dengan individu akan lebih mempengaruhi perilaku daripada doronangan
dari luar yang tidak berkaitan langsung dengan individu. Contohnya, ketika seseorang
diberikan dorongan motivasi secara langsung dari orangtua dan akan lebih bertahan lama
daripada dorongan yang didapat dari mencontoh teman yang sukses.
Postulat 2 : Interaction of  Sensory Impulses
Interaksi dorongan sensori indrawi mengindikasikan kompleksivitas stimulasi dan
karenanya menunjukkan kesulitan dalam memprediksi perilaku. Banyaknya stimulus yang
kompleks pada individu akan mempersulit untuk memperediksi perilaku yang akan timbul.
Contohnya, beraneka ragam pendapat terhadap kinerja akan menimbulkan keraguan terhadap
hasil kerjanya.
Postulat 3 : Unlearned Behavior
Hull percaya bahwa individu dilahirkan dengan hierarki respon, unlearned behavior
(perilaku yang tak dipelajari), yang akan aktif jika dibutuhkan. Ada beberapa perilaku yang

8
timbul secara alamiah tanpa adanya proses belajar. Contohnya, ketika ada benda asing masuk
ke mata secara spontan mata akan berkedip dan mengeluarkan air mata.
Postulat 4 : Contiguity and drive reduction as necessary conditions for learning
Jika satu stimulus menimbulkan respons dan jika respons itu bisa memuaskan
kebutuhan biologis, maka asosiasi antara stimulus dan respons akan diperkuat. Semakin
sering stimulus dan respon itu dilakukan maka hubungan antara stimulus dan respon akan
semakin dekat dengan kata lain itu dapat menjadikan perilaku tersebut menjadi kebiasaan.
Contohnya, anak kecil yang selalu menangis untuk mendapatkan kue akan mengulangi
perilakunya tersebut untuk memenuhi keinginannya yang lain, sehingga menjadi kebiasan
bagi anak kecil tersebut untuk mendapatkan keinginannya.
Postulat 5 : Stimulus Generalization
Hull berpendapat bahwa kemampuan suatu stimulus (selain stimulus yang digunakan
selama pengkondisian) untuk menimbulkan respons yang dikondisikan ditentukan oleh
kemiripannya dengan stimulus ke stimulus lain sepanjang dua stimulus sama. Postulat ini
digunakan untuk mengindikasikan bahwa pengalaman sebelumnya dapat mempengaruhi
proses belajar sekarang. Contohnya, ketika MOS berlangsung siswa baru akan melakukan
proses pengenalan dengan teman barunya dengan caranya sendiri, begitu juga ketika MOS di
masa SMAnya siswa yang sama akan melakukan cara yang sama dengan MOS masa
SMPnya.
Postulat 6 : Stimuli with Drives
Defenisi biologis dalam organisme akan menghasilkan drive (dorongan) dan setiap
dorongan diasosiasikan dengan stimuli spesifik. Adanya ciri-ciri dari biologis atau fisik akan
menghasilkan suatu dorongan untuk berprilaku. Contohnya, ketika mata terasa berat, mulut
sering menguap itu merupakan tanda mengantuk dan dorongan untuk tidur.
Postulat 7 : Reaction Potential of drive and Habit strength
Reaction potential adalah kemungkinan respon yang dipelajari akan terjadi pada satu
waktu tertentu, ini dihasilkan dari kekuatan kebiasaan dan dorongan. Contohnya, ketika
seorang pelajar terbiasa datang terlambat saat diberi hukuman yang membuatnya jera maka
akan terbentuk respon potensial datang lebih awal dari waktu masuk yang ditentukan sekolah.

Postulat 8 : Responding causes fatigues, which operates against the elicitation of a


cnditional response
Reactive inhibition (hambatan reaksi) disebabkan oleh kelelahan akibat aktivitas otot
dan kegiatan dalam menjalankan tugas. Penghambat ini akan berhenti ketika ketika aktivitas

9
dihentikan, karena penghambat ini berhubungan dengan keletihan. Hal ini juga menjelaskan
tentang eminisence effect yaitu peningkatan kinerja aktivitas karena berhentinya kegiatan.
Contohnya, ketika seorang pelajar melakukan refresing sebelum ujian, pemikirannya kembali
segar untuk menerima pelajaran baru.
Postulat 9 : The learned response of not responding
Ketika kelelahan tidak direspon kita akan menghasilkan penguatan untuk
menghilangkan kelelahan tersebut. Contohnya, ketika kita bosan belajar, namun kebosanan
itu kita alihkan dengan bermain sambil belajar maka kebosanan itu akan hilang.
Postulat 10 : Factors tending to inhibit a learned response change from moment to
moment
Menurut Hull, ada yang disebut dengan potensi penghambat yang akan menghambat
munculnya respon yang telah dipelajari. Hal ini disebut efek guncangan. Reaksi sementara
dari efek guncangan disebut dengan potensi reaksi efektif  sementara. Semakin besar potensi
penghambat yang muncul maka aka mengurangi peluang munculnya respon. Hal ini
menjelaskan kenapa suatu respon ketika di uji coba kembali, respon itu tidak muncul.
Contohnya, potensi penghambat adalah keaktifan tiap dosen dalam mengajar akan
mempengaruhi motivasi belajar mahasiswanya. Ketika dosen A mengajar dengan keaktifan
yang baik maka motivasi akan besar, tetapi ketika dosen yang mengajar tidak aktif, motivasi
belajar akan berkurang.
Postulat 11: Momentary effective reaction potential must exceed a certain value before
learned response can occur
Potensi reaksi efektif  sementara harus lebih tinggi sebelum respon yang
terkondisikan dapat muncul dinamakan reaction threshold ( ambang reaksi). Karena itu,
reaksi yang dipelajari akan muncul bila potensi reaksi efektif sementara harus lebih tinggi.
Jadi reaksi sementara ini harus lebih besar dari keragu-raguan agar perilaku baru dapat
muncul. Contohnya, ketika kita mulai merasa bosan, tetapi kita ragu untuk meninggalkan
perkuliahan dan rasa bosan itu dijalankan maka akan hilang motivasi belajar kita.
Postulat 12 : The probability that a learned response will be made is combined function of
effective reaction potential, oscillation effect, reaction thershold
Dalam tahap percobaan, perilaku kebiasaan berhubungan dengan keragu-raguan
sehingga ketika mengalami efek guncangan respon (perilaku yang diharapkan) bisa
menghilang. Sebab, efek guncangan akan mengurangi perilaku kebiasaan yang mengurangi
munculnya nilai reaksi sementara akan berkurang dan dibawah nilai keragu-raguan. Karena
itu perilaku baru tidak akan muncul. Contohnya, kebiasaan kabur saat tidak menyenangi

10
dosen akan hilang jika perilaku malas itu akan dipengaruhi oleh aktifnya dosen dan
menghilangkan keragu-raguan untuk kabur.
Postulat 13 : The greater the value of effective reaction potential the shorter will be latency
between S an R
Latensi adalah waktu antara prestasi stimulus ke organisme dan respon yang
dipelajari. Postulat ini menyatakan bahwa waktu reaksi antara awal stimulus dan kemunculan
respon yang telah dipelajari akan turun jika reaksi sementara naik. Intensitas perilaku muncul
dipengaruhi oleh reaksi sementara. Perilaku kabur pada jam kuliah bisa saja terjadi jika
adanya kebosanan yang meningkat.
Postulat 14: The value of effective reaction potential will determine resistance to extinction
Seberapa banyak muncul reaksi sementra muncul menentukan kemungkinan
pelenyapan, yakni berapa banyak respon yang diperlukan untuk melakukan pelenyapan
perilaku. Contohnya, untuk menghilangkan kebosanan pada mahasiswa seberapa aktif dosen
itu mengajar.
Postulat 15 : The amplitudeof a conditioned response varies directly with effective reaction
potential
Reaksi yang dihasilkan akan terjadi bertingkat-tingkat, dimana ini dipengaruhi oleh
seberapa besar reaksi sementara. Perilaku malas menghadiri kuliah akan bertambah sering
dilakukan jika semakin besar tingkat kebosanan mahasiswa tersebut.

Postulat 16 : When two or more incompatible response tend to be elicted in the same
situation, the one with greatest effective reaction potential will occur
Postulat ini sudah cukup jelas.

2. Aplikasi Teori
Teori belajar Hull adalah teori reduksi dorongan atau reduksi stimulus dorongan.
Menurut Hull, belajar melibatkan dorongan yang dapat direduksi, namun pengikut Hull
Spence menekankan kecemasan sebagai bentuk dorongan dalam proses belajar  manusia.
Contohnya dalam kelas, mereduksi kecemasan murid adalah syarat yang diperlukan untuk
belajar di kelas, karena terlalu sedikit kecemasan atau tidak ada kecemasan sama sekali tidak
akan menimbulkan motivasi dalam proses belajar, karena tidak adanya dorongan yang
direduksi. Tetapi terlalu banyak kecemasan malah akan mengganggu proses balajar. Karena
ketika kecemasan itu ringan sampai sedang, misalnya diberitahukan setiap minggunya

11
diadakan kuis, maka akan memacu semangat murid untuk  belajar sebelum tatap muka
dengan guru.

Miller dan Dollard (1941) mengemukakan aplikasi teori Hull untuk pendidikan, :
 Drive    : Siswa harus menginginkan sesuatu
            Misalnya, siswa tersebut tau apa yang akan dicapainya, seperti cita–cita
 Cue       :  Siswa harus memerhatikan sesuatu
       Misalnya , siswa focus terhadap apa yang ingin dicapainya
 Response : Siswa harus melakukan sesuatu
Misalnya, siswa rajin belajar, melaksanakan apa yang diperintahkan
gurunya, dll
 Reinforcement : Respon siswa harus membuatnya mendapatkan sesuatu yang
diinginkan
Misalnya , dengan berusaha sekeras mungkin untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Kritik pada Teori
Teori yang dikemukakan oleh Hull tidak memberikan kepastian terhadap prediksi
perilaku yang akan muncul dari proses belajar. Banyak dari hukum-hukum yang yang
dikemukakan Hull mengandung kemungkinan-kemungkinan yang sulit untuk diprediksi.
Sehingga menyebabkan keraguan terhadap hasil percobaan Hull. Teori yang mengalami
kegagalan tidak direvisi dan hasil yang bertentangan tetap dipertahankan.

C. Teori belajar menurut Edwin Rey Guthrie


Edwin Rey Guthrie lahir pada 1886 dan meninggal pada 1959. Dibesarkan di Lincoln,
Nebraska. Setelah lulus di SMA, ia kuliah di Universitas of Nebraska dan memperoleh
gelar sarjana matematika kemudian memperoleh gelar master di bidang filsafat di
universitas yang sama. Ia seorang professor psikologi di University of Washington dari
tahun 1914 sampai pension pada tahun 1956.
Karya dasarnya adalah The Psychology of learning, yang dipublikasikan pada tahun
1935 dan direvisi pada tahun 1952. Gaya tulisannya penuh humor dan mudah diikuti serta
banyak menggunakan kisah sebagai contoh ide-idenya. Tidak ada istilah teknis yang sulit

12
atau persamaan matematika dan dia sangat yakin bahwa semua teorinya atau teori apa
saja harus dikemukakan dan dapat dipahami oleh peserta didik baru.
Edwin Ray Guthrie adalah seorang behavioris bahkan dia menganggap Thorndike,
Skinner, Hull, Pavlov dan Watson masih subjektif. Guthrie menerapkan hokum
persamoni dengan sangat hati-hati yang memungkinkan dia dapat menjelaskan semua
fenomena belajar dengan menggunakan satu prinsip.

1. Eksperimen Guthrie

13
2. Konsep teori Guthrie
Menurut teori Contiguous Conditioning oleh Guthrie, belajar itu adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (respons). Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu
secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit.
Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi dari stimulus sebelumnya, dan kemudian unit
tersebut menjadi stimulus untuk tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya
sehingga membentuk deretan tingkah laku yang terus menerus. Jadi pada proses conditioning
ini terjadi asosiasi antara unit-unit tingkah laku secara berurutan.
Guthrie berpendapat, bahwa kaidah yang dikemukakan oleh para teoritis seperti
Thorndike dan Pavlov adalah terlalu ruwet dan tak perlu, dan sebagai penggantinya dia
mengusulkan satu hukum belajar, law of contiguity (hukum kontiguitas), yang diyatakan

bahwa kombinasi stimuli yang mengiringi suatu gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan
itu jika kejadiannya berulang. Jadi dapat kita simpulkan bahwa dalam proses belajar terdapat
suatu ransangan akan terjadi secara reflek apabila di ikuti oleh suatu gerakan yang dimana
kejadian tersebut sering terjadi dan kejadiannya berulang ulang. Contohnya, ketika terdapat
seekor anjing, yang dimana pemilik memberikan alarm tanda makan, dan piring diisi daging,
anjing berlari mendekati makanan. Pada hari kedua, ketika alarm itu berbunyi anjing itu akan

14
berlari dan mendekati suatu piring yang berisi daging, begitu di hari berikutnya. Alarm
sebagai stimuli dan larinya anjing mendekati makanan adalah suatu gerakan yang mengiringi
stimuli tersebut.
Dalam konteks paragraf diatas, dapat dijelaskan sesuai dengan hukum belajar yang
usulkan oleh Guthrie, bahwa kombinasi stimuli mengiringi suatu gerakan akan cenderung
diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang. Cara lain menyatakan hukum kontiguitas
adalah jika anda melakukan sesuatu dalam situasi tertentu, pada waktu lain saat anda dalam
situasi itu anda cenderung akan melakukan hal yang sama.

1. Prinsip Kebaruan
Prinsip Kontiguitas dan belajar satu percobaan membutuhkan recency principle (prinsip
kebaruan), yang menyatakan bahwa respon yang akan dilakukan ketika kombinasi stimulus
itu terjadi lagi di lain waktu. Maksud dari prinsip tersebut bahwa, apapun yang kita lakukan
yang terakhir kali dalam situasi tertentu, kita akan cenderung melakukan lagi ketika kita
berjumpa lagi dengan hal yang sama.

2. Stimuli yang dihasilkan oleh Gerakan


Guthrie memecahkan problem ini dengan mengemukakan adanya movement produced
stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh.
Diagram yang didiskripsikan sebagai berikut (Guthrie, 1935):

Stimulasi Eksternal → Respon Nyata → Stimulasi yang dihasilkan oleh gerakan →


Respons Nyata → Stimulasi yang dihasilkan oleh gerakan → Respon Nyata → Stimulasi
yang dihasilkan oleh gerakan → Respon Nyata

Pandangan Guthrie tentang lupa, hukuman, dorongan, niat, transfer training sebagai
berikut:
1. Lupa
Lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah
pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung
menghasilkan respons baru. Jadi lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Contoh:
Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. Satu
orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A.
secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit
ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah
mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A). Pendapatnya adalah

15
bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat sesuatu yang
lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak
akan terjadi (Hergenhahn & Olson, 2008).

2. Hukuman
Efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa penyebab tindakan yang
dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit
yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu
merespons stimuli tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap
stimuli yang sama. Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena
hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompatibel dengan perilaku yang dihukum.
Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku
yang dihukum. Misalnya, seorang guru yang melihat siswanya ramai, siswa tersebut
diingatkan, jika masih tetap ramai, guru menghukum siswa untuk menyanyi di depan kelas.

3. Dorongan
Dorongan fisiologis merupakan apa yang oleh Guthrie disebut maintaining stimuli
(stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai.
Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang terus ada sampai makanan
dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuli akan hilang, dan karenanya kondisi
yang menstimulasi telah berubah. Misalnya, seorang siswa yang mendapat nilai jelek saat
ulangan, guru tidak boleh memarahinya. Menurut Guthrie, guru seharusnya memberi
dorongan agar siswa tersebut lebih rajin belajar (Hergenhahn & Olson, 2008).

4. Niat
Respon yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan intensions (niat). Respons
itu dinamakan niat karena maintaining stimuli dari dorongan biasanya berlangsung selama
periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang). Gambarannya, ketika seorang siswa
sudah paham dengan materi yang disampaikan oleh guru maka dia akan langsung
mengerjakan soal yang diberikan. Tetapi jika dia belum paham maka dia akan mengacungkan
tangan untuk bertanya kepada guru mengenai materi yang belum dipahaminya. Perilaku yang
dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak purposive atau intensional (diniatkan).

5. Transfer Training

16
Guthrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya seseorang akan
menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu
mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari
studi anda, anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di
mana anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan
yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas. Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan
perilaku yang persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita harus
melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan
mengenai pemahaman, wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi
Guthrie. Satu satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan bahwa
ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.

3. Metode Guthrie Dalam Mengubah Tingkah Laku


Metode Ambang (Threshold Ambang)
Metode mencari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan melakukan respons lain
saat petunjuk itu muncul. Misalnya kita akan mengubah tingkah laku/kebiasaan kebiasaan
buruk yang dilakukan seorang anak di sekolahnya, dengan memindahkan anak itu ke sekolah
lain. Contoh lain, seorang siswa yang suka ramai di belakang kelas, untuk menghentikan
kebiasaan ramai siswa tersebut, guru dapat memindahkan tempat duduknya ke baris depan.

Metode Kelelahan (Fatigue Method)


Hubungan antara stimulus dan reaksi yang buruk itu dibiarkan saja sampai pelakunya
merasa bosan. Sebagai contoh, seorang siswa yang suka membuat catatan kecil untuk
mencontek, maka untuk menghentikan perilaku buruk itu, seorang guru bisa menyuruh siswa
tersebut membuat catatan berlembar-lembar secara terus menerus sehingga ia akan bosan
dengan sendirinya. Contoh lain, seorang siswa yang suka mengobrol dengan temannya ketika
pelajaran berlangsung, guru dapat memberi efek jera pada siswa tersebut dengan menyuruh
siswa tersebut berbicara selama 1 jam pelajaran sehingga siswa tersebut akan bosan dan
berhenti dengan sendirinya.

Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method)


Metode ini menganggap manusia adalah suatu organisme yang selalu mereaksi kepada
stimulus-stimulus tertentu. Jika suatu reaksi terhadap stimulus tertentu telah menjadi
kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya adalah dengan cara menghubungkan stimulus
dengan reaksi yang berlawanan dengan reaksi yang hendak dihilangkan. Misalnya seorang

17
murid yang merasa ketakutan saat disuruh gurunya maju untuk mengerjakan soal di papan
tulis, untuk menghilangkan perasaan takut siswa tersebut, guru bisa menyuruh siswa maju
terus menerus tiap ada soal yang hendak dikerjakan di papan tulis.

4. Pendapat Guthrie Tentang Belajar


Seperti Thorndike, Guthrie menyarankan proses belajar dimulai dengan menyatakan
tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan
lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya
stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang
diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk
menghasilkan perilaku yang diinginkan. Karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang
harus “belajar ulang” berkali kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan
tulis tidak menjamin siswa bisa belajar 2 ditambah 2 ketika dibangkunya.

18
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Menurut Desmita (2009:44) teori belajar behavioristik merupakan teori belajar


memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan
materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui
upaya pengkondisian. Teori belajar menurut J.B Watson adalah teori perubahan perilaku (belajar)
dalam kelompok behaviorisme yang memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala
perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang
membentuk kepribadian manusia. Salah satu eksperimen yang di lakukan J.B. Watson adalah
percobaan “little Albert”. . Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah
adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement).
Teori belajar Hull adalah teori reduksi dorongan atau reduksi stimulus dorongan.
Menurut Hull, belajar melibatkan dorongan yang dapat direduksi, namun pengikut Hull
Spence menekankan kecemasan sebagai bentuk dorongan dalam proses belajar  manusia.
Menurut teori Contiguous Conditioning oleh Guthrie, belajar itu adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (respons). Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu
secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit.
Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi dari stimulus sebelumnya, dan kemudian unit
tersebut menjadi stimulus untuk tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya
sehingga membentuk deretan tingkah laku yang terus menerus. Jadi pada proses conditioning
ini terjadi asosiasi antara unit-unit tingkah laku secara berurutan.

SARAN
Bagi rekan-rekan pembaca yang baik, penulis menyadari dalam penulisan makalah ini
terdapat kesalahan dan kekeliruan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan agar
dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat tersusun menjadi lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Tung, Khoe Yao. 2015. Belajar dan Perkembangan Belajar. Jakarta: Indeks
https://www.slideshare.net/abdhalim524/bab-ii-pembahasan-46314341

http://rindyarmela.blogspot.com/2013/06/clark-leonard-hull.html?m=1

http://eprints.umg.ac.id/235/1/Sarwo%20%20Edy%20dan%20Sri%20Uchtiawati
%20%28Teori%20Belajar%29.pdf
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132206561/pendidikan/bab-3-behavioristik.pdf
https://www.slideshare.net/Ilma_urrutyana/pa-faisal
https://fadlibae.wordpress.com/2010/03/24/teori-belajar-behavioristik-john-watson-1878-
1958/

20

Anda mungkin juga menyukai