Anda di halaman 1dari 9

TEORI BEHAVIORISME 

DAN KOGNITIVISME
Mata Kuliah
Pembelajaran Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Prof.Dr.H. Firdaus Daud

  

Disusun Oleh :

SANDI.S (21599999031)
SURIANTI (21599999087)
SURIANTY (21599999027)
SITTI ZAMZAM (21599999032)
SYAHARUDDIN (21599999037
SITTI HALFAINAH (21599999061)
SAMSUL MARIPADANG (210013301018)

Kelas Komunitas

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Teori belajar merupakan  landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun
terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-
prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Teori
belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran
yang akan dilaksanakan. Banyak ditemukan teori belajar yang menitik beratkan pada perubahan
tingkah laku setelah proses pembelajaran.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika seorang individu berperilaku,
bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari
caranya berperilaku sebelumnya.

1.2.    Rumusan Masalah
   Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka ada beberapa rumusan masalah
yang terjadi yaitu :
a) Apa pengertian teori belajar behaviorisme dan kognitivisme?
b) Apa saja ciri-ciri teori belajar behaviorisme dan kognitivisme?
c) Siapakah tokoh-tokoh yang mendukung teori belajar behaviorisme dan kognitivisme?    

1.3 Tujuan Masalah


a) Untuk mengetahui teori belajar behaviorisme dan kognitivisme
b) Untuk mengetahui ciri-ciri teori belajar behaviorisme dan kognitivisme
c) Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang mendukung teori belajar behaviorisme dan
kognitivisme  
BAB II 
PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Teori Belajar Behaviorisme
Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori pembelajaran yang
didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisian lingkungan.
Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Teori ini dapat dipelajari secara
sistematis dan dapat diamati. Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar)
adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan
organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai perilaku.
Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat
peristiwa fisiologis internal atau pikiran. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat
adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
Menurut teori belajar tingkah laku, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dikatakan sudah mengalami
proses belajar jika telah mampu bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus yang berupa proses dan materi pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang
diberikan oleh pebelajar. Misalnya; seorang pelajar belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar
Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan
sosial di masyarakat,seperti; ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemilu, kerja bakti, ronda dll
Teori Behavioristik adalah teori yang hanya mempelajari perilaku nyata (overt behavior) tanpa
meneliti lebih jauh sebabnya. Teori ini pun membedakan antara teori pemerolehan dan
belajarannya.

2.2   Ciri –ciri Teori Belajar Behaviorisme


      Adapun ciri-ciri teori belajar behavioristik adalah,
1.  mementingkan penagaruh lingkungan
2.  mementingkan bagian bagian
3.  mementingkan peranan reaksi
4.  mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5.  mementingkan sebab sebab di waktu yang lain
6.  mementingkan pembentukan kebiasaan
7.  dalam pemecahan masalah, ciri khasnya trial and error.

2.3     Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme


2.3.1   Ivan Petrovich Pavlov
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan. Teori ini menunjukkan bahwa tingkah laku tertentu dapat dibentuk melalui
proses conditioning. Anak dapat takut pada kucing, dan sebaliknya dapat pula kita buat menjadi
sayang kepada kucing. Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti
sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen
yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme,
dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan
hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau
rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu. Bertitik tolak dari
asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan
menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan
binatang. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan
dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga
akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan.
2.3.2    John Watson
Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat dipelajari
dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati (observable). Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan
yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka
datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya
dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi
menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan
mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau
yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan
hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:
a) Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah
lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi
yang mengelilingi manusia dan hewan.
b) Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka
sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman
baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan
memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.
c) Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku
hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia. Pada dasarnya Watson
melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam percobaannya, Watson ingin menerapkan classical
conditioning pada reaksi emosional. Hal ini didasari atas keyakinannya bahwa
personalitas seseorang berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks.

2.3.3    Edward Lee Thorndike


Dalam bukunya Animal Intelligence (1911) ia menyangkal pendapat bahwa hewan
memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat bahwa hewan juga memiliki
kecerdasan. Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah apa
yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti  pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,  perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat  berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Teori ini disebut dengan teori
koneksionisme atau juga disebut “S -R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain
itu, teori ini juga terkenal dengan “Trial and Error Learning”.(Slavin, 2000). Ketika  Thorndike
memasukkan hewan yang sama ke kotak teka-teki secara berulang-ulang, hewan tersebut akan
melakukan respons yang benar semakin cepat. Dalam waktu singkat, hewan-hewan tersebut
hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk lolos dan mendapatkan hadiah.
Thorndike menggunakan kurva waktu belajar tersebut untuk membuktikan bahwa hewan
tersebut bukan menggunakan nalurinya untuk dapat lolos dan mendapatkan hadiah dari kotak,
namun melalui proses trial and error (mencoba-salah-mencoba lagi sampai benar).
Menurut Thorndike, ada beberapa hukum pokok dalam proses belajar manusia, antara lain:
a) Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan
sekitarnya yang akan memberikan kepuasan, hubungan antara stimulus dan respon akan
mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada diri seseorang.
b) Law of Exercise, hubungan antara stimulus dan respon itu akan sangat kuat bila sering
dilakukan pelatihan dan pengulangan, dan akan menjadi lemah jika latihan tidak diteruskan.
c) Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan
cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan.
2.3.4    B.F Skinner
Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant
conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan
keinginan. Azas operant conditioning B.F Skinner mulai muncul dalam tahun 1930-an, pada
waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang kemudian dikenal dengan model
konditioning klasik dari Pavlov yang pada saat itu telah memberi pengaruh yang kuat dalam
pelaksanaan penelitian. Munculnya teori Operant conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak
puasan Skinner atas teori S-R, umpamanya pada pernyataan “Stimulus terus menerus memiliki
sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur” (Gredler, 1991 : 115). Dengan kata lain suatu
stimulus bervariasi serta akan terjadi pengulangan bila terdapat penguatan (reinforcement).
Pengulangan respons-respons tersebut merupakan tahapan-tahapan dalam proses mngubah atau
pembentukan tingkah laku.
Sedangkan secara menyeluruh, istilah  Operant conditioning diartikan sebagai suatu situasi
belajar dimana suatu respons lebih kuat akibat reinforcement langsung (Wasty, 1998 : 126).
Kemudian Margaret E. Bell Gredler dalam kesimpulannya mengartikan operant
conditioning sebagai proses mengubah tingkah laku subjek dengan jaalan memberikan penguatan
(reinforcement) atas respons-respons yang dikehendaki dengan kehadiran stimulus yang cocok
(Gredler, 1991 :125). Skinner memandang bahwa belajar adalah perubahan dalam perilaku yang
dapat diamati dalam kondisi yang dikontrol secara baik. Ada tiga syarat terjadinya interaksi
antara organisasi dan lingkungannya antara lain, (1) saat respon terjadi, (2) respon itu sendiri, (3)
konsekuensi penguatan respon. (Sudjana, 1991:86). Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil
suatu pemahaman bahwa penciptaan suatu kondisi dalam rangka pengubahan tingkah laku
subjek, yang relatif sesuai dengan yang dikehendaki (misalnya, oleh guru atau pemimpin
pendidikan) yaitu dengan mencermati dan mengontrol respons yang muncul, kemudian setiap
respons tersebut diberikan penguatan (reinforcement).
Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau dapat disebut sebagai
reinforcement yaitu, setiap kejadian yang meningkatkan ataupun mempertahankan
kemungkinan  adanya respon terhadap kemungkinan respon yang diinginkan. Biasanya
yangberupa penguat adalah sesuatu yang dapat menguatkan dorongan dasar (basicdriver, seperti
makanan yang dapat memuaskan rasa lapar atau air yang dapatmenguatkan rasa haus) namun
tidak harus selalu demikian. Pada manusia, penguatan sering salah sasaran sehingga
pembelajaran menjadi tidak effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah
penentuan manakah konsekuansi-konsekuensi yang menguatkan dan manakah yang
melemahkan. Karena bergantung pada sejarah individu, penguatan dan disiplin terkadang
dapat menjadi penguatan sedangkan ciuman dan pujian dapat menjadi hukuman.

2.4  Pengertian Teori Kognitivisme


Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah
kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang
pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel
penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
2.4  Ciri-ciri Aliran Kognitivisme
a) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkn peranan kognitif
d) Mementingkan kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalambelajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakiliobyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan
dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan
sesuatu yangbersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama
mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.Tampat-tempat yang
dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga
tidak hadir di tempat-tempat itu. Padawaktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-
tanggapan, gagasan dantanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada
orang yang mendengarkan ceritanya.

2.4  Tokoh Tokoh Teori Kognitivisme
2.4.1.   Jean Piaget
Teorinya disebut “Cognitive Developmental” dalam teorinya, Piaget memandang bahwa
proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju
abstrak. Piaget adalah ahli psikolog development karena penelitiannya mengenai tahap tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang memengaruhi kemampuan belajar individu.
Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang
sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula
secara kualitatif. Menurut Suhaidi JeanPiaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak
menjadi empat tahap:
a) Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2
tahun, Tahap inidiidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih
sederhana.
b) Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7
tahun. Tahap inidiidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan
telahdapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c) Tahap concrete – operational,yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan
dengan anak sudah mulaimenggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah
tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
d) Tahap concrete – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahapyang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir
abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan
Piaget, proses adaptasiseseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui
dua bentukproses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang
diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut.
Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telahdimiliki seseorang harus
direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam
teori perkembangan kognitif ini Piaget jugamenekankan pentingnya penyeimbangan
(equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan
sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasiini dapat dimaknai sebagai sebuah
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamya.Proses perkembangan intelek seseorang
berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
2.4.2 Bruner
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan
kebudayaan. Bagi Bruner,perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan
kebudayaan,terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap
perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat
diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan
dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah
kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Cara belajar
yang terbaik menurut Bruner inia dalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui
proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).

2.4.3 Ausebel
Yang memandang bahwa Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan
pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang dimana Proses belajar terjadi
melaui tahap-tahap:
a) Memperhatikan stimulus yang diberikan
b) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakaninformasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akandipelajari
oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :Menyediakan suatu kerangka
konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan
antara yang sedang dipelajari danyang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami
bahan belajar secaralebih mudah.
BAB. III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Menurut teori belajar behaviorisme, belajar didefinisikan sebagai perubahan dalam tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dimana perubahan tingkah laku
tersebut tergantung pada konsekuensi. Teori belajar kognitifisme lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.

3.2. SARAN
Dalam melakukan sebuah penilaian belajar, seorang pendidik sebauknya dan seharusnya
mempertimbangkan keadaan mental peserta didiknya disamping tingkah laku yang diamati.
DAFTAR PUSTAKA

Bell Gredler, E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali,1991. 


Desyani, R. Jurnal dengan judul Telaah Unsur-Unsur Behavioristik pada Pendekatan dan
Metode Behavioristik. Hal:10
Jufri, A. Wahab. Belajar dan Pembelajaran Sains/A. Wahab Jufri. – Bandung: Pustaka Reka
Cipta, 2013.
Mardianto, Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publishing, 2014
Rusman. Model-model Pembelajaran Profesionalisme Guru/Rusman.- Ed. 2,-5.-Jakarta:
Rajawali Pres, 2012.
Sarwono, S. W. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi.   Jakarta: PT
Buana Bintang, 2000.
Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik . Jakarta :
PT.Indeks, 2008
Hadi, Ahmad. 2013. Teori Belajar Behavioristik.dalam  http://nudisaku.blogspot.com 2013.Teori
Belajar Kognitivisme. Dalam  htttp://maskurmuslim.blogspot.com/2013/12/teori-belajar-
kognitivisme.html

Anda mungkin juga menyukai