Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respon
pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif
atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan (Arya, 2010). Teori ini lalu berkembang menjadi
aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik yang menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh
murid.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan
dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti
dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam
mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan
manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Ciri dari teori behaviorisme adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah
hasil belajar.
Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori behavioris. Pelajar
menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan material sering
terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar
mengenai pendidikannya sendiri.
Menurut Anonim (2010), ada beberapa tokoh teori belajar behaviorisme, antara lain: Pavlov, Thorndike,
Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut ini akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behaviorisme dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan
behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun
bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang
benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku
manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen
dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan
kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing
tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih
dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian
dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa
makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan
yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk
timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov
menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek
bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau
pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi
lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar
sebagai respon yang dikondisikan.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat
diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000, dalam Sanjaya, 2011).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni: 1) hukum efek; 2) hukum latihan, dan 3)
hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat
memperkuat respon.
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap
faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Oleh sebab itu, Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia,
sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar
harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku (Slavin, 2000 dalam Sanjaya, 2011). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang
secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai
alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang
psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya
yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku
agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Menurut Bandura dalam eksperimennya terdapat faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi
yaitu:
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip prinsip sebagai
berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal
dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan
dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura ini dianggap sebagai kerangka Teori
Behaviour Kognitif, yaitu teori belajar sosial yang membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan
penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari
perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
Teori Belajar Behaviorisme
Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori behavioris. Pelajar
menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan material sering
terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar
mengenai pendidikannya sendiri.
Ada beberapa tokoh teori belajar behaviorisme. Tokoh-tokoh aliran behavioristik tersebut antaranya
adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya
para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Teori Belajar Behaviorisme
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat
diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3)
hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat
memperkuat respon.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar
harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebihkomprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh
tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-
stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi
respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-
konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang
satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah
rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh
murid.
Metode behaviorisme ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya
tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Referensi :
https://www.msu.edu/~purcelll/behaviorism%20theory.htm
http://www.scumdoctor.com/psychology/behaviorism/Theory-And-Definition-Of-
Behaviorism.html
http://www.funderstanding.com/content/behaviorism
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah salah satu teori pembelajaran yang paling tua.
Meski terdengar kolot dan sudah semakin berkembang menjadi teori-teori baru yang
dianggap lebih baik untuk digunakan, teori behavioristik ini pun nyatanya masih
banyak digunakan dalam implementasi dunia pendidikan kita.
ads
Implementasi teori belajar behavioristik dalam dunia pendidikan ini terlihat dari
beberapa contoh. Misalkan penerapan hukuman membersihkan halaman bagi siswa
yang datang ke sekolah terlambat, terlepas apa pun alasan yang mendasarinya.
Sekilas, teori ini cukup menakutkan karena penekanan prinsip pemberian hukuman,
akan tetapi teori ini tak selamanya buruk. Untuk kondisi dan tujuan tertentu, teori ini
dianggap merupakan pilihan metode pembelajaran yang tepat dan dianggap mampu
menghasilkan output yang diharapkan.
Baca juga:
Penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian dan seluk-beluk teori behavioristik akan
disampaikan secara ringkas sebagai berikut.
Ciri dari implementasi sukses teori belajar behavioristik ini adalah adanya perubahan
perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah mengalami kejadian di masa lampau.
Perubahan adalah tanda bahwa seseorang telah merespon suatu kejadian dan
menjadikannya pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di masa
depan, guna menghindari akibat yang pernah dialaminya.
Teori ini masih banyak digunakan, baik dalam institusi pendidikan Indonesia maupun
dalam implementasi kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh:
Perlu ditekankan kembali bahwa teori belajar behavioristik ini tidak hanya mencakup
dunia pendidikan saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita melakukan
pembelajaran bukan hanya di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Maka dari itu teori ini berhasil diimplementasikan pada hampir semua
lini kehidupan bermasyarakat, meski sebagian besar implementasi ini tak jauh dari
institusi pendidikan.
Baca juga:
Prinsip tidak hanya dimiliki oleh manusia, tetapi juga teori ini. Pada teori
behavioristik, ada beberapa prinsip yang mencirikan teori kuno ini, di antaranya: 1)
Reinforcement and Punishment, 2) Primary and Secondary Reinforcement, 3)
Schedules of Reinforcement, 4) Contingency Management, 5) Stimulus Control in
Operant Learning, dan 6) The Elimination of Responses. (baca: Fobia Sosial)
1. Edward Lee Thorndike
Edward Thorndike (31 Agustus 1874 sampai 9 Agustus 1949) merupakan seorang
psikolog berkebangsaan Amerika yang dikenal menghabiskan hampir seluruh
karirnya di Columbia University. Karya yang diciptakannya dalam bidang Psikologi
Perbandingan dan proses pembelajaran akhirnya berhasil membuahkan dasar ilmiah
dalam psikologi pendidikan modern. (baca: Psikologi Kognitif)
Baca juga:
Thorndike dikenal akan percobaannya yang paling fenomenal yaitu meneliti perilaku
pembelajaran oleh kucing. Ia meletakkan kucing yang lapar pada sebuah tempat
transparan yang mengurung kucing tersebut dan makanan di luar tempat
pengurungan itu. Kucing tersebut diamati melakukan beberapa gerakan untuk
mencapai makanan yang dilihatnya dan inilah yang diamati Thorndike.
(baca: Psikologi Sastra)
Pada awalnya, kucing berusaha untuk meloncat ke sana ke mari guna meraih
makanan yang dilihatnya. Sampai akhirnya kucing tersebut tidak sengaja menyetuh
kenop yang membukakan jalan dari tempat transparan tersebut dan
memperbolehkan kucing meraih makanan yang dilihatnya. Percobaan ini dilakukan
beberapa kali hingga kucing, secara otomatis, melakukan gerakan menyentuh kenop
untuk membuka jalan agar ia bisa mendapatkan makanan. (baca: Psikologi Agama)
2. Ivan Petrovich Pavlov
Tokoh selanjutnya adalah Ivan Pavlov (lebih dikenal dengan julukan Pavlov saja, 14
September 1849 sampai 27 Februari 1936), merupakan fisiolog sekaligus dokter asal
Rusia. Pavlov terkenal dalam pembahasan teori behavioristik karena percobaannya
terhadap anjing.
1. Hukum Pembiasaan yang Dituntut. Hukum ini menjelaskan bahwa jika ada dua
macam stimulus yang diberikan secara bersama-sama (dan salah satunya
merupakan reinforcer), maka gerakan reflek pada stimulus lainnya juga meningkat.
(baca: Psikologi Forensik)
2. Hukum Pemusnahan yang Dituntut. Hukum ini memaparkan jika reflek yang
diperkuat melalui respondent conditioning diberikan kembali tanpa
adanya reinforcer, maka kekuatannya akan melemah.
Baca juga:
Baca juga:
4. Robert Gagne
Robert Gagne dikenal sebagai seorang ahli psikologi pendidikan. Gagne memiliki
pendapatnya sendiri mengenai istilah belajar, yaitu sebagai proses suatu organisasi
atau siswa berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman yang pernah
dialaminya. Belajar adalah proses yang memerlukan waktu untuk dapat melihat
perubahannya (dari kurang baik menjadi lebih baik). Gagne juga berpendapat bahwa
pembelajaran adalah periode terjadinya penerimaan informasi yang kemudian diolah
dan dihasilkan output dalam bentuk hasil belajar.
Baca juga:
5. Albert Bandura
Albert Bandura merupakan ahli dalam teori belajar behavioristik yang paling muda. Ia
adalah seorang psikolog lulusan University of British of Columbia yang kemudian
melanjutkan pendidikannya di Universitas Iowa dan Universitas Stanford. Hingga
saat ini, Bandura tercatat sebagai dosen di Universitas Stanford.
Albert Bandura cukup terkenal dalam dunia psikologi pendidikan, terutama dengan
Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), yaitu konsep dalam teori
behavioristik yang menekankan komponen kognitif, pikiran, pemahaman, dan
evaluasi. Teori Pembelajaran Sosial ini memiliki konsep utama pembelajaran dengan
metode pengamatan. Menurut teori ini, perilaku individu bisa timbul karena
proses modeling, atau tindakan peniruan.