Anda di halaman 1dari 17

Teori Behaviorisme

Posted by Safnowandi, M.Pd on November 3, 2012


Posted in: Uncategorized. Tinggalkan komentar
A.    Pengertian Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respon
pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif
atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan (Arya, 2010). Teori ini lalu berkembang menjadi
aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik yang menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh
murid.

Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan
dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.

Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti
dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam
mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan
manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.

Ciri dari teori behaviorisme adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah
hasil belajar.

Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori behavioris. Pelajar
menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan material sering
terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar
mengenai pendidikannya sendiri.

1. B.     Tokoh Teori Belajar Behaviorisme

Menurut Anonim (2010), ada beberapa tokoh teori belajar behaviorisme, antara lain: Pavlov, Thorndike,
Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut ini akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behaviorisme dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

1. 1.      Teori Belajar Behavioristik Menurut Pavlov


Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter
Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari
Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia
menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian
mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or
Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik
di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).

Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan
behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun
bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang
benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).

Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku
manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen
dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan
kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing
tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih
dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian
dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa
makanan maka air liurpun akan keluar pula.

Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan
yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk
timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.

Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov
menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek
bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau
pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi
lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar
sebagai respon yang dikondisikan.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.

1. 2.    Teori Belajar Behavioristik Menurut Thorndike 

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat
diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000, dalam Sanjaya, 2011).

Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni: 1) hukum efek; 2) hukum latihan, dan 3)
hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat
memperkuat respon.

1. 3.     Teori Belajar Behavioristik Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap
faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.

1. 4.    Teori Belajar Behavioristik Menurut Clark Hull 

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Oleh sebab itu, Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia,
sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.

1. 5.    Teori Belajar Behavioristik Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar
harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

1. 6.    Teori Belajar Behavioristik Menurut Skinner 

Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku (Slavin, 2000 dalam Sanjaya, 2011). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang
secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai
alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

1. 7.      Teori Belajar Behavioristik Menurut Bandura

Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare  alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang
psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya
yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku
agresif dari orang dewasa disekitarnya.

Menurut Bandura dalam eksperimennya terdapat faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi
yaitu:

1. Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.


2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3. Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.

Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip prinsip sebagai
berikut:

1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal
dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan
dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura ini dianggap sebagai kerangka Teori
Behaviour Kognitif, yaitu teori belajar sosial yang membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan 
penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari
perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati


dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat
dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-
kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan
menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar
pemahaman dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori
belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Ciri dari teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang
menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan
dan tingkahl laku adalah hasil belajar.

Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori behavioris. Pelajar
menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan material sering
terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar
mengenai pendidikannya sendiri.

Ada beberapa tokoh teori belajar behaviorisme. Tokoh-tokoh aliran behavioristik tersebut antaranya
adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya
para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Teori Belajar Behaviorisme
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat
diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000).

Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3)
hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat
memperkuat respon.

2. Teori Belajar Menurut Watson


Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap
faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah
seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi
Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi
Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan
pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud
macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi
biologis (Bell, Gredler, 1991).
4.   Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

Baca juga :  Cara Belajar Efektif

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar
harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

5. Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebihkomprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh
tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-
stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi
respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-
konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang
satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah
rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh
murid.

Metode behaviorisme ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya
tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Referensi :

 https://www.msu.edu/~purcelll/behaviorism%20theory.htm
 http://www.scumdoctor.com/psychology/behaviorism/Theory-And-Definition-Of-
Behaviorism.html
 http://www.funderstanding.com/content/behaviorism
 http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik

Teori Belajar Behavioristik Menurut Para


Ahli
Sponsors Link

Teori belajar behavioristik adalah salah satu teori pembelajaran yang paling tua.
Meski terdengar kolot dan sudah semakin berkembang menjadi teori-teori baru yang
dianggap lebih baik untuk digunakan, teori behavioristik ini pun nyatanya masih
banyak digunakan dalam implementasi dunia pendidikan kita.

ads

Implementasi teori belajar behavioristik dalam dunia pendidikan ini terlihat dari
beberapa contoh. Misalkan penerapan hukuman membersihkan halaman bagi siswa
yang datang ke sekolah terlambat, terlepas apa pun alasan yang mendasarinya.
Sekilas, teori ini cukup menakutkan karena penekanan prinsip pemberian hukuman,
akan tetapi teori ini tak selamanya buruk. Untuk kondisi dan tujuan tertentu, teori ini
dianggap merupakan pilihan metode pembelajaran yang tepat dan dianggap mampu
menghasilkan output yang diharapkan.

Baca juga:

 Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik


 Kecerdasan Emosional dalam Psikologi
 Psikologi Pendidikan

Penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian dan seluk-beluk teori behavioristik akan
disampaikan secara ringkas sebagai berikut.

Pengertian Teori Belajar Behavioristik


Teori belajar behavoristik adalah teori pembelajaran yang mengamati dan
mempelajari perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari pengalaman di
masa lalu. Teori ini menekankan bahwa tingkah laku yang ditunjukkan seseorang
merupakan akibat dari interaksi antara stimulus dengan respon. Teori ini
berkembang dan cenderung mengikuti aliran psikologi belajar lantas menjadi dasar
pengembangan teori pendidikan dan pembelajaraan saat ini.

Ciri dari implementasi sukses teori belajar behavioristik ini adalah adanya perubahan
perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah mengalami kejadian di masa lampau.
Perubahan adalah tanda bahwa seseorang telah merespon suatu kejadian dan
menjadikannya pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di masa
depan, guna menghindari akibat yang pernah dialaminya.

Baca juga: Pola Asuh Anak Usia Dini

Teori ini masih banyak digunakan, baik dalam institusi pendidikan Indonesia maupun
dalam implementasi kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh:

 Pendisiplinan murid yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dengan


mengurangi poin perilakunya yang menjadi pertimbangan pemberian nilai akhir atau
nilai rapor.
 Ketika terlambat datang kerja maka seorang pekerja kantoran bisa
mendapatkan sanksi, mulai dari teguran sampai surat peringatan.
(baca: Antropologi)
 Polisi yang memberikan surat tilang pada pengendara kendaraan yang tidak
mematuhi rambu-rambu lalu lintas, seperti menyalip ketika marka jalan berupa garis
lurus atau ketika mengendarai motor tanpa menggunakan helm. (baca: Psikologi
Islam)
 Sanksi sosial berupa pengucilan terhadap masyarakat yang dianggap telah
bertindak menyeleweng dari budaya dan norma sosial yang berlaku di suatu tempat
tertentu. (baca: Psikologi Keluarga)

Perlu ditekankan kembali bahwa teori belajar behavioristik ini tidak hanya mencakup
dunia pendidikan saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita melakukan
pembelajaran bukan hanya di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Maka dari itu teori ini berhasil diimplementasikan pada hampir semua
lini kehidupan bermasyarakat, meski sebagian besar implementasi ini tak jauh dari
institusi pendidikan.

Baca juga:

 Cara Meningkatkan Prestasi Belajar


 Cara Mengatasi Anak Susah Belajar
 Cara Mengatasi Anak yang Malas Belajar

Prinsip Teori Behavioristik


ads

Prinsip merupakan pernyataan fundamental yang kemudian dijadikan pedoman


berpikir dan bertindak. Contoh prinsip adalah seseorang Gubernur yang berintegritas
adalah orang yang secara jujur menjalankan fungsinya sebagai pemimpin daerah,
bekerja untuk membenahi kerusakan, menghindari perilaku tak jujur seperti korupsi
dan kerja sama ilegal, sekaligus sebagai pemimpin yang bisa memberikan contoh
tersebut kepada bawahan maupun masyarakat yang dipimpinnya secara nyata,
bukan bualan belaka.

Prinsip tidak hanya dimiliki oleh manusia, tetapi juga teori ini. Pada teori
behavioristik, ada beberapa prinsip yang mencirikan teori kuno ini, di antaranya: 1)
Reinforcement and Punishment, 2) Primary and Secondary Reinforcement, 3)
Schedules of Reinforcement, 4) Contingency Management, 5) Stimulus Control in
Operant Learning, dan 6) The Elimination of Responses. (baca: Fobia Sosial)

Baca juga: Cara Mengatasi Anak Pemarah

Tokoh-tokoh Teori Behavioristik


Teori belajar behavioristik ini dianut dan dipelajari secara mendalam oleh beberapa
ahli. Terdapat beberapa ahli yang menjadi tokoh dalam teori ini. Setiap tokoh
memiliki pendapat berdasarkan pemahamannya masing-masing. Di samping itu,
mereka memiliki penilaian yang berbeda-beda. Penjelasan teori behavioristik
menurut beberapa tokoh akan dijabarkan sebagai berikut. (baca: Psikologi
Diagnostik)

1. Edward Lee Thorndike
Edward Thorndike (31 Agustus 1874 sampai 9 Agustus 1949) merupakan seorang
psikolog berkebangsaan Amerika yang dikenal menghabiskan hampir seluruh
karirnya di Columbia University. Karya yang diciptakannya dalam bidang Psikologi
Perbandingan dan proses pembelajaran akhirnya berhasil membuahkan dasar ilmiah
dalam psikologi pendidikan modern. (baca: Psikologi Kognitif)

Thorndike memiliki pengertian dari teori belajar behavioristik yang dipahaminya


sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah rangsangan,
contohnya seperti pikiran dan perasaan. Sedangkan respon adalah reaksi yang
ditunjukkan akibat stimulus. Perubahan tingkah laku akibat pembelajaran bagi
Thorndike bisa berupa hal konkrit (bisa diamati dengan kasat mata) maupun tak
konkrit.

Baca juga:

 Cara Mendidik Anak Hiperaktif


 Hambatan Perkembangan Anak

Thorndike dikenal akan percobaannya yang paling fenomenal yaitu meneliti perilaku
pembelajaran oleh kucing. Ia meletakkan kucing yang lapar pada sebuah tempat
transparan yang mengurung kucing tersebut dan makanan di luar tempat
pengurungan itu. Kucing tersebut diamati melakukan beberapa gerakan untuk
mencapai makanan yang dilihatnya dan inilah yang diamati Thorndike.
(baca: Psikologi Sastra)

Pada awalnya, kucing berusaha untuk meloncat ke sana ke mari guna meraih
makanan yang dilihatnya. Sampai akhirnya kucing tersebut tidak sengaja menyetuh
kenop yang membukakan jalan dari tempat transparan tersebut dan
memperbolehkan kucing meraih makanan yang dilihatnya. Percobaan ini dilakukan
beberapa kali hingga kucing, secara otomatis, melakukan gerakan menyentuh kenop
untuk membuka jalan agar ia bisa mendapatkan makanan. (baca: Psikologi Agama)

Pemahaman dari tokoh Thorndike akhirnya melahirkan beberapa dalil belajar, antara


lain:

 Hukum Sebab Akibat, yang menunjukkan kuat lemahnya hubungan antara


stimulus dengan respon tergantung pada akibat yang ditimbulkan. (baca: Teori
Psikologi Perkembangan)
 Hukum Pembiasaan, yang menunjukkan bahwa hubungan stimulus dengan
respon bisa menjadi kuat ketika dilatih atau diulang. (baca: Psikologi Komparatif)
 Hukum Kesiapan, yang menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dengan
respon akan mudah terbentuk jika ada kesiapan dari individu itu. (baca: Psikologi
Abnormal)
 Hukum Reaksi Bervariasi, yaitu hukum yang menyatakan bahwa individu
melakukan trial and error lebih dulu untuk menunjukkan macam-macam respon
sebelum mendapat respon paling tepat.
 Hukum Sikap, yaitu hukum yang menyatakan bahwa perilaku seseorang juga
ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu seperti emosi dan psikomotor.
(baca: Psikologi Keperawatan)
 Hukum Aktivitas Berat Sebelah, yaitu individu memberikan respon pada
stimulus tertentu sesuai dengan persepsi terhadap keseluruhan situasi.
(baca: Psikologi Remaja)
 Hukum Respon, yang merupakan pemahaman bahwa individu bisa menyatakan
respon tindakan bahkan pada situasi yang belum pernah dialaminya.
(baca: Kepribadian Ganda)
 Hukum Perpindahan Asosiasi, yaitu proses peralihan situasi lama ke situasi
baru dengan cara bertahap, mengurangi unsur situasi lama dan mengenalkan unsur
situasi baru.

2. Ivan Petrovich Pavlov
Tokoh selanjutnya adalah Ivan Pavlov (lebih dikenal dengan julukan Pavlov saja, 14
September 1849 sampai 27 Februari 1936), merupakan fisiolog sekaligus dokter asal
Rusia. Pavlov terkenal dalam pembahasan teori behavioristik karena percobaannya
terhadap anjing.

Baca juga: Fakta Kepribadian Anak Bungsu

Percobaan ini dilakukan dengan memperlihatkan makanan pada anjing. Anjing


tersebut kemudian mengeluarkan air liur yang merupakan stimulus alami dan
diasosiasikan dengan keinginan akan makanan tersebut. Percobaan ini dilanjutkan
dengan membunyikan lonceng untuk memanggil anjing yang kemudian akan
diperlihatkan makanan.

Pada akhirnya, anjing akan menangkap pembelajaran bahwa lonceng memiliki


keterkaitan dengan makanan, sehingga ketika Pavlov mencoba membunyikan
lonceng yang awalnya digunakan untuk memanggil anjing tersebut, secara otomatis
anjing tersebut sudah menanggapi dengan mengeluarkan air liur.

Hasil eksperimen Pavlov ini akhirnya melahirkan beberapa hukum pembelajaran,


yaitu:

1. Hukum Pembiasaan yang Dituntut. Hukum ini menjelaskan bahwa jika ada dua
macam stimulus yang diberikan secara bersama-sama (dan salah satunya
merupakan reinforcer), maka gerakan reflek pada stimulus lainnya juga meningkat.
(baca: Psikologi Forensik)
2. Hukum Pemusnahan yang Dituntut. Hukum ini memaparkan jika reflek yang
diperkuat melalui respondent conditioning diberikan kembali tanpa
adanya reinforcer, maka kekuatannya akan melemah.

Baca juga:

 Teori Psikonalisis Klasik


 Kepribadian Ambivert
3. Burrhus Frederic Skinner
Burrhus Skinner (20 Maret 1904 sampai 18 Agustus 1990) adalah seorang psikolog
dari Amerika yang terkenal akan aliran behaviorismenya. Skinner memiliki pendapat
bahwa hubungan antara stimulus dengan respon yang ditunjukkan individu atau
subyek terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Respon yang ditunjukkan pun
tak seluruhnya merupakan hasil dari rangsangan yang ada, tetapi karena interaksi
antara stimulus yang menghasilkan respon. Respon menghasilkan konsekuensi. Pada
akhirnya konsekuensi akan menghasilkan atau memunculkan perilaku.

Baca juga:

 Tahap Perkembangan Emosi Anak


 Faktor Penyebab Kenakalan Anak

Skinner dalam teori behaviorisitk melahirkan buah pemikirannya yang dikenal


dengan istilah Teori Operant Condiitioning. Teori ini mengungkapakan bahwa tingkah
laku yang dilihatkan subyek tak semata-mata merupakan respon terhadap stimulus
tetapi juga tindakan yang disengaja. Skinner menyatakan pendapatnya bahwa
pribadi seseorang merupakan hasil dari respon terhadap lingkungannya. Dua macam
respon tersebut adalah:

1. Respondent Response yaitu respon akibat rangsangan tertentu. Contoh:


anjing yang mengeluarkan air liurnya ketika majikannya membawakan makanan
untuknya.  (baca: Teori Cinta Sternberg)
2. Operant Response yaitu respon yang muncul dan semakin berkembang oleh
rangsangan tertentu. Contoh: seorang anak yang mendapatkan reward ketika ia
menjadi juara kelas, maka ia akan semakin giat belajar untuk mempertahankan
bahkan menaikkan prestasinya dengan harapan diberikan reward kembali (dengan
nilai yang sama atau lebih tinggi).  ( baca: Psikologi Konseling)

4. Robert Gagne
Robert Gagne dikenal sebagai seorang ahli psikologi pendidikan. Gagne memiliki
pendapatnya sendiri mengenai istilah belajar, yaitu sebagai proses suatu organisasi
atau siswa berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman yang pernah
dialaminya. Belajar adalah proses yang memerlukan waktu untuk dapat melihat
perubahannya (dari kurang baik menjadi lebih baik). Gagne juga berpendapat bahwa
pembelajaran adalah periode terjadinya penerimaan informasi yang kemudian diolah
dan dihasilkan output dalam bentuk hasil belajar.

Baca juga:

 Tipe Kepribadian Melankolis


 Tipe Kepribadian MBTI
 Karakter Phlegmatis

Tahapan proses pembelajaran menurun Gagne dijelaskan dalam beberapa tingkatan,


yaitu: 1) motivasi, 2) pemahaman, 3) perolehan, 4) penyimpanan, 5) ingatan kembali,
6) generalisasi, 7) perlakuan, dan 8) umpan balik. Gagne juga menyatakan adanya
beberapa kategori belajar, di antaranya:

1. Verbal Information. Informasi verbal bisa berwujud uraian kata-kata, ulasan,


maupun penjelasan yang bisa dikomunikasikan menggunakan bahasa baik secara
lisan maupun tulisan.
2. Intellectual Skill. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang
dibutuhkan dalam aktivitas mental seperti berpikir, menggunakan logika, dan
memecahkan masalah. (baca: Teori Psikososial Erikson)
3. Attitude atau perilaku. (baca: Psikologi Olahraga)
4. Cognitive Strategy. Strategi kognitif merupakan kemampuan internal atau
dalam diri seseorang dalam berpikir, memecahkan masalah, hingga mengambil
keputusan terkait suatu kejadian.

5. Albert Bandura
Albert Bandura merupakan ahli dalam teori belajar behavioristik yang paling muda. Ia
adalah seorang psikolog lulusan University of British of Columbia yang kemudian
melanjutkan pendidikannya di Universitas Iowa dan Universitas Stanford. Hingga
saat ini, Bandura tercatat sebagai dosen di Universitas Stanford.

Albert Bandura cukup terkenal dalam dunia psikologi pendidikan, terutama dengan
Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), yaitu konsep dalam teori
behavioristik yang menekankan komponen kognitif, pikiran, pemahaman, dan
evaluasi. Teori Pembelajaran Sosial ini memiliki konsep utama pembelajaran dengan
metode pengamatan. Menurut teori ini, perilaku individu bisa timbul karena
proses modeling, atau tindakan peniruan.

Baca juga: Cara Menjadi Pribadi yang Menyenangkan

Modeling juga dikenal sebagai pembelajaran melalui proses observasi. Pembelajaran


ini tidak sekadar melakukan fotokopi pada tindakan yang dilihatnya tetapi juga
menyesuaikan, baik itu mengurangi, menambahi, atau menggeneralisasi dari satu
observasi ke observasi lainnya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi dan
menentukan apakah seseorang akan belajar dari suatu situasi, faktor-faktor tersebut
antara lain:

1. Karakteristik model. Faktor ini menjelaskan kalau manusia lebih mungkin


melakukan modeling pada individu contoh dengan status (sosial, ekonomi,
pekerjaan) yang lebih tinggi.
2. Karakteristik orang yang mempelajari tersebut, biasanya adalah mereka yang
tidak memiliki status, kemampuan, atau pun kekuatan. Misalnya anak yang
mengikuti atau modeling perilaku orang tuanya.
3. Konsekuensi dari tindakan yang ditiru. Konsekuensi yang semakin besar juga
akan semakin menekan orang untuk melakukan modeling. Misalkan, pegawai
kantoran berusaha sedisiplin mungkin seperti rekan kerjanya untuk menyabet gelar
karyawan terbaik tahun ini.

Anda mungkin juga menyukai