Anda di halaman 1dari 10

Penerapan Teori Belajar Behaviorisme dalam

Belajar Mengajar

Achnaf Al Ashbahani FR.


NIM. 9910820029
Universitas Negeri Jakarta

Abstrak - Tulisan ini menjelaskan tentang penggunaan teori behaviorisme dalam proses

belajar mengajar. Dalam pendidikan, ada banyak teori belajar yang dikembangkan dan

digunakan. Teori pembelajaran digunakan untuk membantu pendidik dan peserta didik dalam

merancang pembelajaran sehingga memudahkan mereka untuk mencapai tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan. Teori belajar behaviorisme dapat digunakan untuk membantu proses

belajar. Teori behaviorisme dalam pembelajaran dapat digunakan untuk melatih refleks yang

dimaksudkan agar menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Teori perilaku pada

dasarnya digunakan untuk membantu suatu pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat

membentuk perilaku siswa yang baik dan diinginkan.

Kata Kunci - Teori, Behaviorisme, Belajar Mengajar


Pendahuluan

Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi memiliki hasil perilaku sebagai

suatu pengalaman (Dahar, 2011: 2). Bagi sebagian orang berhasil belajar, seseorang dapat

membaca, menulis, menghafal, mempelajari materi, menjawab pertanyaan, dan lain

sebagainya. Namun, sifat belajarnya lebih baik. Semua itu bisa dipelajari setelah terjadi

perubahan pada diri seseorang, baik itu kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Dewasa ini dalam dunia pendidikan banyak sekali teori-teori belajar yang berkembang

dan digunakan. Teori pembelajaran digunakan untuk membantu pendidik dan peserta didik

dalam merancang pembelajaran sehingga memudahkan mereka untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Teori belajar itu sendiri merupakan gabungan dari prinsip-

prinsip yang saling terkait dan penjelasan dari sejumlah fakta dan temuan yang berkaitan

dengan peristiwa belajar (Nahar, 2016: 64).

Teori belajar terbagi menjadi tiga, yaitu teori behaviorisme, teori kognitif, dan teori

humanisme. Teori Behaviorisme menekankan pada pembentukan perilaku berdasarkan

rangsangan dan tanggapan yang dapat diamati. Teori ini bertentangan dengan teori kognitif

yang lebih menekankan pada pembelajaran atau proses mental yang dapat diamati secara kasat

mata. Sedangkan teori humanistik merupakan teori mediasi dari dua teori, yaitu teori yang

memandang manusia sebagai makhluk yang berharga (Rusuli, 2014: 39). Teori behaviorisme

dalam pembelajaran dapat digunakan untuk melatih refleks yang dimaksudkan agar menjadi

kebiasaan yang dikuasai oleh individu.

Artinya pembelajaran harus dapat melatih individu siswa dengan menggunakan

stimulus dan respon sehingga hasil belajar merupakan sesuatu yang dapat dikuasai oleh siswa.

Menurut Edward Lee Thorndiketori, belajar behaviorisme adalah proses interaksi antara

stimulus dan respon. Kemudian menurut John Broadus Watson stimulus tersebut harus berupa

perilaku yang dapat diamati (Ratnawati:11-12). Dengan demikian, pembelajaran harus mampu
menciptakan stimulus dan respon yang dapat diamati dan dapat membantu siswa dalam

menguasai suatu pelajaran. Teori perilaku pada dasarnya digunakan untuk membantu suatu

pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat membentuk perilaku siswa yang baik dan

diinginkan. Namun sebelum menggunakan teori behaviorisme dalam pembelajaran harus

diketahui lebih dalam tentang teori belajar behaviorisme agar apa yang diinginkan dari suatu

pembelajaran dapat tercapai.

Ramadhan (2015), melakukan penelitian tentang penerapan teori behaviorisme dalam

proses pembelajaran, tetapi dalam menerapkan teori behaviorisme ini, ia memilih permainan

sebagai kegiatan yang paling menghibur dalam kegiatan kelas, dan hasilnya menunjukkan

bahwa proses pembelajaran lebih efektif dan menarik. Teori ini menekankan siswa untuk lebih

banyak belajar dengan cara yang sederhana dan langkah demi langkah. Dari alasan dan

penelitian sebelumnya makalah ini akan menjelaskan kegunaan teori behaviorisme dalam

pembelajaran dan manfaat penggunaan teori behaviorisme dalam proses belajar mengajar.

Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah satu teori pembelajaran di Indonesia. Aliran

behavioristik (behaviorisme) yang lebih elementalistik memandang manusia sebagai

organisme pasif, yang dikendalikan oleh rangsangan di lingkungannya. Pada dasarnya manusia

dapat dimanipulasi, tingkah lakunya dapat dikendalikan dengan mengendalikan rangsangan

yang ada di lingkungannya. Teori behaviorisme adalah teori utama dalam psikologi Amerika

pada paruh awal abad ke-20 (Staddon, 2014). Para sejarawan sepakat bahwa teori behaviorisme

merupakan faktor utama dalam asal mula psikologi Amerika modern (Mills, 1998: 1). Ada

beberapa ahli yang mengemukakan teorinya tentang belajar termasuk klasifikasi teori belajar

behavioristik, di antaranya yang paling populer adalah John B. Watson, Edward Lee

Thorndike, Ivan Pavlov.


Behaviorisme dikembangkan oleh John B. Watson sebagai orang Amerika. Watson

menekankan pentingnya pendidikan dalam pengembangan perilaku. Teori behaviorisme yang

menekankan pada hubungan antara stimulus (S) dengan respon (R) secara umum dapat

dikatakan memiliki arti penting bagi siswa untuk mencapai keberhasilan belajar. Stimulus

adalah saja, apa yang diberikan oleh guru diberikan oleh guru kepada siswa, sedangkan respon

adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh seorang guru. Teori belajar yang

dikembangkan oleh Watson adalah Sarbon (teori ikatan stimulus dan respon). Sarbon (stimulus

and response bond theory) adalah teori yang memandang belajar adalah proses terjadinya

refleks atau respon bersyarat melalui stimulus. Yang terpenting adalah input berupa stimulus

dan output berupa respon.

Menurut Thorndike, belajar adalah suatu proses interaksi antara rangsangan yang dapat

berupa pikiran, perasaan, atau gerakan dan tanggapan yang dapat juga berupa pikiran, perasaan,

atau gerakan. Proses pembelajaran menurut Thorndike memiliki bentuk yang paling mendasar,

yaitu: trial and error learning, atau disebut juga dengan memilih dan menghubungkan

(Hergenhahn & Olson, 2008: 60). Oleh karena itu, teori Ivan Pavlov dikenal sebagai

pengkondisian klasik. Pengkondisian klasik terjadi secara otomatis dengan melibatkan alam

bawah sadar. Menurut Pavlov suatu stimulus buatan akan menghasilkan respon yang sama jika

pada awalnya stimulasi diberikan pada waktu yang bersamaan.

Proses belajar pada diri individu dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik disengaja

maupun tidak disengaja. Proses pembelajaran dilakukan dengan sengaja misalnya saat belajar

di kelas, atau membaca buku. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

Behaviorisme berpandangan bahwa lingkungan membentuk perilaku individu. Aliran

Behaviorisme berpandangan bahwa fokus utama pembelajaran adalah hasil belajar (perubahan

perilaku) tidak berasal dari kemampuan internal manusia (wawasan) tetapi karena adanya

stimulus yang menimbulkan respon. Agar kegiatan belajar siswa dapat mencapai hasil belajar
yang maksimal, maka harus digunakan suatu stimulus yang dirancang agar dapat menimbulkan

respon positif dari siswa.

Prinsip-prinsip Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme yang menekankan pada hubungan antara stimulus (S) dengan

respon (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti penting bagi siswa untuk mencapai

keberhasilan belajar. Caranya, banyak guru yang memberikan stimulus dalam proses

pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespon apa lagi secara positif jika diikuti

dengan reward yang berfungsi sebagai penguatan (penguatan respon yang ditunjukkan). Oleh

karena teori ini berawal dari adanya eksperimen karakter behavioristik pada hewan, maka

dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut

Mukinan (1997:23), beberapa prinsip tersebut adalah:

1. Teori ini berasumsi bahwa yang disebut belajar adalah mengubah perilaku. Seseorang

dikatakan telah mempelajari sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan

tingkah laku tertentu.

2. Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan

respon, karena inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap

tidak penting karena tidak dapat diamati.

3. Reinforcement, yaitu segala sesuatu yang dapat memperkuat munculnya suatu respon,

merupakan faktor penting dalam pembelajaran. Respon akan lebih kuat jika penguatan

(baik positif maupun negatif) ditambahkan.

Karakteristik Behaviorisme

Menurut Tomic, Behaviorisme berusaha menggambarkan, menjelaskan, dan

mempengaruhi perilaku, yaitu:


1. Menurut behavioris, penyebab paling penting dari motivasi behaviorisme terletak di luar

daripada di dalam individu.

2. Penggambaran kemanusiaan yang membedakan antara proses mental dan perilaku yang

dapat diamati secara ilmiah tidak produktif. Misalnya "Mary kehilangan kendali atas

dirinya karena dia agresif". Kalimat ini berarti sesuatu. Mary adalah penyebab perilaku

mereka yang dapat diamati. Namun, satu-satunya cara untuk mendeteksi karakteristik batin

adalah dengan menjelaskan perilaku dalam sebuah pernyataan dengan mengamati perilaku

ini. Kami melihat sebab dan akibat memiliki sumber yang sama.

3. Kajian ilmiah tentang kemanusiaan harus dibatasi semaksimal mungkin pada jumlah yang

dapat diamati secara langsung.

4. Penjelasan tentang perilaku manusia pada prinsipnya sederhana, karena perilaku muncul

dari proses belajar yang mendasar, tetapi dalam praktiknya perilaku tersebut cukup

kompleks. Baik pola perilaku maupun pengaruh eksternal yang mempengaruhi manusia itu

rumit.

5. Manusia pada umumnya adalah pengamat yang dangkal dan tidak pantas atas perilaku

mereka sendiri dan orang lain. Penggambaran dualistik kemanusiaan memaksanya untuk

mengajukan segala macam penjelasan yang meragukan.

6. Upaya mempengaruhi perilaku harus didahului dengan analisis perilaku yang menyeluruh.

Jika upaya untuk mempengaruhi perilaku gagal, maka analisisnya salah atau tidak lengkap

dan harus direvisi.

Penerapan Behaviorisme Dalam Pembelajaran Mengajar

Menurut Hamalik (2004), Penerapan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran

untuk memaksimalkan pencapaian tujuan pembelajaran, guru perlu mempersiapkan dua hal

yang meliputi:
1. Menganalisis kemampuan awal dan karakteristik siswa

2. Merencanakan materi pembelajaran yang akan dipelajari

Secara umum guru dapat merancang pembelajaran berdasarkan teori belajar

behaviorisme, seperti yang dikemukakan oleh Suciati dalam Budiningsih (2005:29) yang

meliputi:

1. Tentukan tujuan pembelajaran

2. Menganalisis lingkungan kelas termasuk kemampuan awal siswa

3. Menentukan materi pembelajaran

4. Memecah materi pelajaran menjadi sub-sub mata pelajaran kecil, meliputi materi pelajaran,

subtopik, topik, dll.

5. Mempresentasikan materi pelajaran

6. Memberikan stimulus dapat berupa pertanyaan (tertulis, tugas, lisan, dll)

7. Mengamati dan meninjau kembali tanggapan yang diberikan siswa

8. Memberikan penguatan (positif atau negatif)

9. Memberikan stimulus baru

10. Berikan penguatan atau hukuman lebih lanjut

11. Pembentukan kebiasaan melalui pengulangan

Keuntungan Behaviorisme Dalam Pembelajaran Mengajar

Menurut Hergenhahn, B. R. (1982), kelebihan dalam belajar mengajar adalah:

1. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan latihan dan pembiasaan.

Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus akan membuat siswa mengerti

sehingga dapat menerapkannya dengan baik.


2. Materi yang diberikan sangat detail. Ini adalah proses memasukkan stimulus yang dianggap

tepat. Dengan banyaknya ilmu yang diberikan, diharapkan siswa memahami dan mampu

mengikuti setiap pembelajarannya.

3. Membangun konsentrasi pikiran. Dalam teori ini penguatan dan hukuman dianggap perlu.

Penguatan ini akan membantu mengaktifkan siswa untuk memperkuat munculnya

tanggapan. Hukuman yang diberikan bersifat konstruktif agar siswa mampu berkonsentrasi

dengan baik.

Metode Penelitian

Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan subjek

penelitian adalah para pendidik dan peserta didik. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang

alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci dan analisis data bersifat induktif

atau kualitatif Sugiyono (2009:9). Penelitian kualitatif dalam memperoleh data yang

diperlukan harus turun ke lapangan sehingga akan diperoleh data yang jelas dan lengkap.

Penelitian ini didasarkan pada studi kepustakaan yang didukung dengan pengamatan

secara langsung saat dalam pembelajaran berlangsung. Dengan demikian penelitian ini

mendeskripsikan atau menggambarkan secara objektif dan apa adanya bagaimana penerapan

perilaku (behavioristik) dalam pembelajaran. Pendeskripsian dilakukan dengan merujuk pada

pustaka-pustaka yang relevan.

Untuk mengumpulkan data digunakan metode pengamatan dan wawancara. Data

adalah hasil pencatatan dari suatu penelitian baik berupa fakta maupun berupa angka sebagai

bahan penyusunan informasi (Arikunto 2006:118). Menurut Lofland dalam Moleong

(2007:157) mengemukakan bahwa data yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif yaitu
kata-kata dan tindakan sebagai sumber data utama, sedangkan dokumen dan lain-lain

merupakan data tambahan. Data dari penelitian ini stimulus respons yang diperoleh dari hasil

observasi pembelajaran berasal dari guru sedangkan respons merupakan tanggapan dari siswa

atas stimulus yang diberikan guru. Data juga berasal dari hasil wawancara dengan guru kelas

terkait perilaku siswa.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung

dan wawancara. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam ataupun sosial yang diamati (Sugiyono 2009:102).

Keabsahan data diukur dengan menggunakan teknik trianggulasi dengan sumber,

metode, dan teori serta dengan cara melakukan perpanjangan waktu pengamatan, pengamatan

secara terus menerus, dan kecukupan bahan referensi. Analisis data dilakukan dengan langkah-

langkah reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan.

Kesimpulan

Teori belajar behaviorisme memandang belajar sebagai proses perubahan perilaku

sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Edward Lee Throndike dengan teori koneksi

menyatakan bahwa belajar adalah proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon

yang diberikan organisme terhadap stimulus awal. Sedangkan John Broadus Watson dengan

teorinya Sarbon (teori stimulus dan ikatan respon menyatakan bahwa belajar adalah proses

terjadinya refleks atau respon bersyarat melalui stimulus. Dengan demikian, belajar menurut

teori behaviorisme harus mencakup stimulus dan respon yang dapat membentuk perilaku

seseorang sebagai hasil belajar.


Daftar Pustaka

Barker, P. (2008). Re-evaluating a model of learning design. Innovations in Education and

Teaching International, 45(2), 127-142.

Bush, G. (2006). Learning about learning: from theories to trends. Teacher Librarian, 34(2),

14- 19.

Hergenhahn, B. R. (1982). An introduction to theories of learning. Englewood Cliff s, NJ:

PrenticeHall.

Malcolm, N. (1954). Wittgenstein’s Philosophical Investigation. Philosophical Review LXIII.

Muflihin, Muh Hizbul. "Aplikasi dan Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran

(Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran)."Khazanah Pendidikan, 1.2 (2009). 1-11

Pereivel & Ellington. 1984. A Handbook of Educational Technology. London: Koga Page Ltd

Watson, J. B. & Rayner, R. (1920). Conditioned emotional responses. Journal of Experimental

Psychology, 3, 1-14.

Anda mungkin juga menyukai