Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang
menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat
didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam
merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori
belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-
model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori
belajar yang pada dasarnya menitik beratkan ketercapaian perubahan tingkah
laku setelah proses pembelajaran. Teori belajar merupakan suatu ilmu
pengetahuan tentang pengkondisian situasi belajar dalam usaha pencapaian
perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai
bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di
dalampikiran peserta didik. Berdasarkan suatu teori belajar, suatu
pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan perolehan peserta didik
sebagai hasil belajar (Trianto, 2007: 12). Teori belajar juga dapat dipahami
sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan
merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang terkait dengan
peristiwa belajar. Di antara sekian banyak teori belajar itu antara lain teori
belajar behavioristik.
Pelopor aliran behaviorisme ini adalah John Broadus Watson. Melalui
studi eksperimental, Watson menjelaskan konsep kepribadian dengan
mempelajari tingkah laku manusia yang mengacu pada konsep stimulus
respons. Aliran behaviorisme ini menolak pandangan dari aliran
pendahulunya, yaitu aliran psikoanalisa yang memandang bahwa manusia
sangat dipengaruhi oleh insting tak sadar dan dorongan-dorongan nafsu
rendah. Aliran behaviorisme ini lebih memandang aspek stimulasi lingkungan
yang dapat membentuk perilaku manusia dengan sesuka hati lingkungan
eksternal itu. Aliaran behaviorisme ini mengganti konsep kesadaran dan

1
ketidaksadaran ala psikoanalisa dengan istilah stimulus, response, dan habit.
Stimulus selanjutnya dimaknakan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi
atau direkayasa lingkungan sebagai upaya membentuk perilaku manusia
melalui respons yang muncul sebagaimana yang diharapkan lingkungan.
Pandangan Watson ini banyak dipengaruhi oleh pendapat Ivan Pavlov,
seorang ahli faal dari Rusia tentang conditioned response dalam classical
conditioning (pembiasaan klasik). Secara singkat makalah ini akan membahas
tentang Ivan Pavlov, Teori dan kekurangan-kekurangan dari teorinya, serta
penerapan Teorinya dalam Pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Stimulus dan Respon?
2. Bagaimana kaitannya Teori Stimulus dan Respon dengan teori komponen
dasar membangun manusia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Teori Stimulus dan Respon.
2. Mengetahui Bagaimana kaitan antara Teori Stimulus dan Respon dengan
teori komponen dasar membangun manusia.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan memiliki manfaat bagi kita semua. Dimana
dengan adanya makalah ini dapat membantu semua kalangan baik itu
mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum dalam mendalami ilmu belajar dan
analasis motorik. Selain itu dapat menambah wawasan mengenai Ilmu
Keolahragaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Thorndike
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang
berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2
dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898.
Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental
and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateachers
Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social
Order (1940).
B. Pengertian Teori Stimulus dan Respon
Teori Asosiasi (Stimulus Respon) Oleh Thondike, Salah Seorang
Penganut Paham Behavioristik, menyatakan bahwa belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon ( R ) yang diberikan atas stimulus tersebut.
Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di
laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing,
monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbagai situasi yang diberikan seekor
hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk
bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon
tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik
pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua
struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian,
menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi
antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (dalam Asnaldi,
2008) teori Thondike ini disebut teori asosiasi.
Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13)
mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini
mengikuti hokum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu
apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting terjadi, maka asosiasi itu
akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hokum ini adalah semakin

3
sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi
antara stimulus dan respon dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang
terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka
asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon
yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia
mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Teori ini disebut dengan teori S-R. dalam teori S-R di katakana bahwa dalam
proses belajar, pertama kali organisme (Hewan, Orang) belajar dengan cara
coba salah (Trial end error). Kalau organisme berada dalam suatu situasi yang
mengandung masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan serentakan
tingkah laku dari kumpulan tingkah laku yang ada padanya untuk
memecahkan masalah itu.
Berdasarkan pengalaman itulah , maka pada saat menghadai masalah
yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus di
keleluarkan nya untuk memecahkan masalah. Ia mengasosiasikan suatu
masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Seekor kucing misalnya,
yang di masukkan dalam kandang yang terkunci akan bergerak, berjalan,
meloncat, mencakar dan sebagainya sampai suatu saat secara kebetulan ia
menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu terbuka. Sejak
itu, kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandag
yang sama.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal
dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon
situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga
menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan
stimulasinya.
Penekanan teori behaviorisme adalah perubahan tingkah laku setelah
terjadi proses belajar dalam diri siswa. Teori belajar behavioristik
mengandung banyak variasi dalam sudut pandangan. Pelopor-pelopor
pendekatan behavioristik pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa

4
banyak prilaku manusia hasil sutu proses belajar dan oleh karena itu, dapat
diubah dengan belajar baru. Behavioristik berpangkal pada beberapa
keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan
sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu:
1. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek.
Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, benar
atau salah. Berdasarkan bekal keturunan dan lingkungan, terbentuk pola-
pola tingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas dari kepribadiannya.
2. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap
apa yang dilakukannya dan mengatur serta mengontrol prilakunya sendiri.
3. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola
tingkah laku yang baru melalui proses belajar.
4. Manusia dapat mempengaruhi prilaku orang lain dan dirinya pun
dipengaruhi oleh prilaku orang lain.
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya
aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori
mental state. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan
pada segi kesadaran saja.
Konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar
ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan
respons.
Dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi
dengan respons. Hubungan situmulus - respons ini akan menimbulkan
kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar, jadi pada dasamya kelakuan anak
adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus
tertentu. Dengan latihan-latihan pembentukan maka hubungan-hubungan itu
akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn
oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini sering disebut Contemporary
Behaviorists atau jg disebut S-R Psychologists. Mereka berpendapat
bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau

5
penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah
laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan
stimulasinya.
Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol
instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang
bergantung kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh
lingkungan. Oleh karena itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning.
Tokoh-tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini antara lain adalah :
Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami perkembangan
dengan lahimya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Thondike,
Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-masing telah mengadakan
penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga mengenai
hal belajar.
Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat di
dominasi oleh pengaruh Thondike (1874-1949). Teori belajar Thondike
disebut connectionism, karena belajar merupakan proses pembentukan
koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini sering disebut trial
dan error learning individu yang belajar melakukan kegiatan melalui
proses trial and error dalam rangka memilih respon yang tepat bagi
stimulus tertentu. Thondike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil
penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing,
tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal
dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon
situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai cara beraksi sehingga
menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu rekasi dengan
stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan trial and error yaitu :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap situasi
3. Ada eliminasi respon-respon yang gagal / salah ; dan

6
4. Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. Dari penelitiannya itu
Thondike menemukan hukum hukum :
(1) law of readiness, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan
untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan
(2) law of exercise, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya
hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu
disertai dengan reward.
(3) law of effect , bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon
dan dibarengi dengan state of affairs yang memuaskan, maka
hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi state of
affairs yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan
Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belajar yang disebut classkal
conditioning atau stimulus substitution. Mula-mula teori conditioning ini
dikembangnkan oleh Pavlov (1972).
Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing.
Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi
bersyarat pada anjing.
Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi
makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan dan lampu keluarkan
respon anjing tersebut berupa keluamya air liur. Demikian juga jika dalam
pemberikan makanan tersebut disertai dengan bel, air liur tersebut juga
keluar.
Pada saat bel atau lampu diberikan mendahului makanan, anjing
tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang diberikan tersebut oleh
Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang bersyarat, sementara bel atau
lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang bersyarat.
Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan perangsang
bersyarat tersebut, anjing memberikan respons berupa keluarnya air liur.

7
Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel, lampu) diberikan tanpa
perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap memberikan respon dalam
bentuk keluamya air liur. Oleh karena perangsang bersyarat (sebagai
pengganti perangsang tak bersyarat : makanan) ini ternyata dapat
menimbulakn respons, maka dapat berfungsi sebagai conditioned. Karena
itu, teori Pavlov ini dikenal teori classkal conditioning. Menurut Pavlov
pengkondisian yang dilakukan pada anjing demikian ini, dapat juga berlaku
pada manusia.
Teori kondisioning Pavlov tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut :
Bel / lampu + makan air liur (berulang-ulang)
Bel / lampu air liur
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970)
adalah orang pertama di Amerika Serikat yang mengembangkan teori belajar
berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat, bahwa belajar
merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat
melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan
beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah.
Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-
respon baru melalui conditioning.
Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan
seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses
ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa di barengi stimulus
tak bersyarat.
E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia
mengemukakan prinsip belajar yang disebut the law of association yang
berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu gerakan,
cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimulus itu
muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam
situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan

8
mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar memerlukan reward
dan kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie berpendapat, bahwa
hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman
tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah
tidak ?
Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh Gutrie
(1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah :
tingkah laku jelek dapat diubah menjadi baik. Teori Gutrie berdasarkan atas
model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain. Responsi atas suatu
situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama.
Inilah yang disebut dengan asosiasi.
Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan berbagai
stimulus (dapat internal dan dapat eksternal) dan respon. Dalam situasi
tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan banyak respon. Asosiasi
tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.
Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik terhadap
sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan anak yang
disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan meletakkan
permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya
tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada
boneka. Peletakan permainan yang paling disukai tersebut dapat
dilakukan secara berulang-ulang.
b. Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia
disuruh merokok terus sampai bosan; dan setelah bosan, ia akan berhenti
merokok dengan sendirinya.
c. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan
belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan
memungkinkan ia betah belajar.

9
C. Hukum-Hukum Belajar
1) Hukum kesiapan Law of Readiness
Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian
seseorang yang belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi
seseorang yang hendak belajar agar dalam belajarnya menuai keberhasilan
maka seseorang dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik dan psikis,
siap fisik seperti seseorang tidak dalam keadaan sakit, yang mana bisa
menagganggu kualitas konsentrasi. Adapun contoh dari siap psikis adalah
seperti seseorang yang jiwanya tidak lagi terganggu, seperti sakit jiwa dan
lain-lain.
Disamping sesorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga
harus siap dalam kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta
kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.
2) Hukum LatihanLaw of Exercise
Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk
merespon suatu stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan
dan latihan yang berulang-ulang, adapun latihan atau pengulangan prilaku
yang cocok yang telah ditemukan dalam belajar, maka ini merupakan
bentuk peningkatan existensi dari perilaku yang cocok tersebut agar
tindakan tersebut semakin kuat(Law of Use). Dalam suatu teknik agar
seseorang dapat mentrasfer pesan yang telah ia dapat dari sort time
memory ke long time memory ini di butuhkan pengulangan sebanyak-
banyak nya dengan harapan pesan yang telah di dapat tidak mudah hilang
dari benaknya.
Adapun dalam percobaan Throndike pada seekor kucing yang lapar
yang ditaruh dalam kandang, pertama-tama kucing tadi membutuhkan
waktu yang lama untuk mengetahui pintu kandang tersebut dan untuk
menemukan pintu tersebut membutuhkan pecobaan tingkah laku yang
berulang-ulang dan membutuhkan waktu yang relative lama untuk
mendapatkan tingkah laku yang cocok, sehingga kucing tadi untuk
keluartidak membutuhkan waktu yang lama.

10
3) Hukum Akibat Law of Effect
Setiap organisme memiliki respon sendiri-sendiri dalam
menghadapi stimulus dan situasi yang baru, apabila suatu organisme telah
menetukan respon atau tindakan yang melahirkan kepuasan dan keocokan
dengan situasi maka hal ini pasti akan di pegang dan dilakuakn sewaktu-
waktu ia di hadapakan dengan situasi yang sama. Sedangkan tingkah laku
yang tidak melahirkan kepuasaan dalam menghadapi situasi dan stimulus
maka respon yang seperti ini aka ditinggalkan selama-lamanya oleh
pelaku. Hal ini terjadi secara otomatis bagi semua binantang (otomatisme).
Hukum belajar ini timbul dari percobaan thorndike pada seekor
kucing yang lapar dan ditaruh dalam kandang, yang ditaruh makanan
diluar kandang tersebut tepat didepan pintu kandang. Makanan ini
merupakan effect positif atau juga bisa dikatakan bentuk dari ganjaran
yang telah diberikan dari respon yang dilakukan dalam menghadapi situsai
yang ada.
Thorndike mengungkapkan bahwa organisme itu sebagai
mekanismus yang hanya bertindak jika ada perangsang dan situasi yang
mempengaruhinya. Dalam dunia pendidikan Law of Effect ini terjadi pada
tindakan seseoranng dalam memberikan punishment atau reward . Akan
tetapi dalam dunia pendidikan menurut Thorndike yang lebih memegang
peranan adalah pemberian reward dan inilah yang lebih dianjurkan. Teori
Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionisme karena dalam
hukum belajarnya ada Law of Effect yang mana disini terjadi hubungan
antara tingkah laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi
dan tingkah laku tersebut mendatangkan hasilnya(Effect).
D. Prinsip Teori Stimulus dan Respon Oleh Thorndike
1. Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon
yang ia lakukan. Adapun respon-respon tiap-tiap individu berbeda-beda
tidak sama walaupun menghadapi situasi yang sama hingga akhirnya tiap
individu mendapatkan respon atau tindakan yang cocok dan memuaskan.
Seperti contoh seseorang yang sedang dihadapkan dengan problema

11
keluarga maka seseorang pasti akan menghadapi dengan respon yang
berbeda-beda walaupun jenis situasinya sama, misalnya orang tua
dihadapkan dengan prilaku anak yang kurang wajar.
2. Dalam diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam potensi untuk
mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur yang penting dan kurang
penting, hingga akhirnya menemukan respon yang tepat. Seperti orang
yang dalam masa pekembangan dan menyongsong masa depan maka
sebenarnya dalam diri orang tersebut sudah menegetahui unsur yang
penting yang harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang sesuai dengan
yang diinginkan.
3. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang
sama. Seperti apabila seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh
pacarnya dan ia mengalami ini bukan hanya kali ini melainkan ia pernah
mengalami kejadian yang sama karena hal yang sama maka sudah barang
tentu ia akan merespon situasi tersebut seperti yang ia lakukan seperti
dahulu yang ia lakukan.
E. Aplikasi Teori Stimulus dan Respon Thorndike dalam Belajar
Menurut Agus (2007:182) Aplikasi Teori Thorndike dalam pembelajaran
adalah:
a. Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan
mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk, reward dan
punishment sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar yang
rapi, tenang dan sebagainya.
b. Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang
ketat atau sistem drill.
c. Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, dan pujian.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma
behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap,
sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara
utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat
yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.

12
Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil
yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki.
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik
ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang
diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku
yang tampak.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun
yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti :
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat
tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang
harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya
mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan teori stimulus-respon, Thorndike menyatakan bahwa cara

belajar manusia dan binatang pada dasarnya sama, karena belajar pada

dasarnya terjadi melalui pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon.

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-

asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon

(R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi

tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan

respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya

perangsang.

Teori belajar Thorndike di sebut Connectionism karena belajar

merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon.

Teori ini sering juga disebut Trial and error dalam rangkan menilai respon

yang terdapat bagi stimulus tertentu.

B. Saran
Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat mengharap atas segala
saran saran dan kritikan bagi para pembaca yang kami hormati guna untuk
membangun pada masa yang akan datang untuk menjadi yang lebih baik
dalam membenarkan alur-alur yang semestinya kurang memuaskan bagi tugas
yang kami laksanakan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agus Mahendra, 2007. Modul Mata Kuliah Teori Belajar Mengajar Motorik.
Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan.

Imran, 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Pustaka Jaya.

George Boeree, Sejarah Psikologi, (Cet. I; Jakatra: Prima Shopie, 2005), h. 390

Wasty Soemanto1999. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

\Wirawan 2006. Sartito.Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-Tokoh


Psikologi Jakarta: Bulan Bintang

https://akademikita.blogspot.co.id/2016/10/makalah-teori-belajar-thorndike.html

15

Anda mungkin juga menyukai