TEORI-TEORI BELAJAR
Psikologi Pendidikan
I. PENDAHULUAN
Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip umum atau kolaborasi antara
prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan
bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses yang kompleks
dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme,
dan Konstruktivisme.
Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada
varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang
mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan, yang
lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan
tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting
untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya mengenai teori-teori belajar akan saya paparksn beberapa teori-teori
yang akan digunakan dalam sebuah proses pembelajaran.
Teori-teori belajar dikalangan psikolog bersifat eksperimental, dimana teori yang mereka
kemukakan hanyalah berupa pendapat dari pengalaman mereka ketika dalam kegiatan belajar
berlangsung. Dari interaksi tersebut, para psikolog menyusun proposisi yang mereka tekuni
sehingga menghasilkan madzhab yang mereka ciptakan itu bisa digunakan sebagai landasan pola
pikir mereka.
2|Page
1) The image and memories consist of activites engaged in by the organism. We wake certain
responses, we act and this activities are knnown as images.
2) Behaviorism in psikology is merely the name for that type of investigation and theory which
assumes that men’s educational, vocation and social activities can be completely described or
explained as the result of same (and other) forces used in the natural sciences.
Didalam behaviorisme masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Jadi,
melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Dengan memberikan
rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespons. Hubungan antara stimulus – respons ini akan
menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Dengan latihan-latihan maka
hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Keberatan terhadap teori ini adalah karena teori ini menekankan pada refleks dan
otomatisasi dan melupakan kelakuan yang bertujuan (a purposive behavior).[2]
Pavlov mengadakan percobaan terhadap anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga
terjadi reaksi bersyarat pada anjing. Dari hasil percobaannya, sinyal (pertanda memainkan peran
yang sangat penting dalam akdaptasi hewan terhadap sekitarnya.
Teori Classical conditioning yang ditemukan pavlov didasarkan pada tiga proses, yaitu:
pertama, penyamarataan (generalization) sebab respon dikondisikan dengan kehadiran stimulus
yang sama melalui keluarnya air liur; kedua, perbedaan (discimination) untuk merespon apabila
ada perangsang makanan kemulutnya; ketiga, pemadaman (extinction) terjadi ketika stimulus
disajikan berulang-ulang tanpa adanya stimulus berupa makanan.
3|Page
Kesimpulan dari percobaan pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu
disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS), cepat atau lambat akan
menimbulkan respon atau perubahan yang kita kehendaki dalam CR. Skinner berpendapat bahwa
percobaan Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang berbeda, yakni: law of
respondent conditioning atau hukum pembiasaan dan law of respondent extinction atau
pemusnahan yang dituntut.[4]
Awal eksperimennya menggunakan kucing, ketika eksperimen awal ini berhasil maka ia
melanjutkan pada hewan lainnya. Kucing dibiarkan kelaparan, kemudian ia dimasukkan kedalam
kotak yang sudah dirancang khusus, sehingga jika kucing itu mnyentuh tombol pintu maka pintu
itu akan terbuka dan ia dapat keluar dan mencapai daging yang dijadikan umpan diluar kandang.
Pada usaha pertama ia belum terbiasa memecahkan problemnya, sampai kemudian berhasil
menemukan tombol tersebut. Waktu yang dibutuhkan dalam usaha pertama agak lama.
Percobaan yang sam dilakukan secara berulang-ulang.
Dengan terlatihnya proses belajar dari kesalahan (trial and error), maka watu yang
dibutuhkan untuk memecahkan problem itu semakin singkat. Teori trial and error learning
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Law of Readiness adalah reaksi terhadap stimulus yang didukung kesiapan untuk bertindak dan
reaksi itu menjadi memuaskan.
b) Law of Exercise ialah hubungan stimulus respon apabila dering digunakan akan semakin kuat
melalui repetitton atau pengulangan
4|Page
i. Law of Use: Hubungan stimulus respon bertambah kuat jika ada latihan.
ii. Law of Disuse: Hubungan stimulus respon bertambah lemah jika latihan
dihentikan.
c) Law of Effect ialah menunjukkan kepada makin kuat atau lemahnya hubungan sebagai akibat
dari pada hasil respon yang dilakukan.[5]
4. Teori Gestalt
Menurut aliran ini jiwa manusia adalah suatu keseluruhan ynag berstruktur. Suatu
keseluruhn bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam
keseluruhan menurut struktur yang telah terbentuk dan salin berinterelasi satu sama lain.
Teori psikologi gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Tingkah laku terjadi berkat interaksi antar individu dan lingkungannya.
2. Individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya ganguan terhadap
keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.
3. Belajar mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematis.
4. Belajar menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan dirinya.
5. Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu.[6]
2. Teori-Teori belajar
Secara pragmatis,teori belajar merupakan prinsip umum yang saling berhubungan dan
merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa
belajar.Adapun teori-teori belajar itu adalah sebagai berikut1[5]:
1) Teori Koneksionisme (Connectionism)
Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874/1949) berdasarkan
eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike menggunakan hewan-
hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena-fenomena belajar.
1
5|Page
A. Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya
dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
6|Page
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.2[3]
Dalam Kamus Psikologi disebutkan juga beberapa pengertian Behaviorisme:
1. Pandangan beberapa ahli psikologi pada awal abad 20 yang menentang metode introspeksi; dan
menganjurkan agar psikologi dibatasi pada penelaahan perilaku yang terlihat (observable
behavior) untuk dijadikan dasar pertimbangan data ilmiah.
2. Suatu aliran (dan sistem) psikologi yang dikembangkan oleh John B. Watson; suatu pandangan
umum yang menekankan peranan perilaku yang bias diamati (terbuka, overt behavior) serta
memperkecil arti dari proses-proses mental.
3. Pandangan yang menyatakan bahwa perilaku manusia dan hewan bias dimengerti, bias
diramalkan dan dikontrol tanpa bantuan keterangan-keterangan yang menyangkut keadaan
mentalnya. Suatu aliran psikologi, yang menekankan agar psikologi dibatasi pada studi mengenai
perilaku saja.3[4]
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada
tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsure subyek tunggal psokologi.
Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah
yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksi (yang menganalisis
jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga Psokoanalisis (yang berbicara
tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).4[5]
Teori belajar psilologi behavioristik dikemukakan oleh para psikolog behavioristik. Mereka
berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau
penguatan (reinforcement”) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid
merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan
bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian
tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tinkah
laku tersebut.
4
7|Page
Psikologi aliran behavioristik mulai berkembang sejak lahirnya teori-teori tentang belajar.5[6]
Tokoh-tokohnya antara lain E.L. Thorndike, Ivan Petrovich Pavlov, B.F. Skinner, dan Bandura.
Berdasarkan pengalaman penelotian masing-masing, yang berbeda satu sama lain, mereka
menciptakan teori belajar yang berbeda, tetapi mempunyai kesamaan dalam prinsipnya, yaitu
bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena (semata-mata) lingkungan.
Ciri- ciri aliran Behaviorisme:
(1) Mementingkan pengaruh lingkungan.
(2) Mementingkan bagian-bagian dari pada keseluruhan.
(3) Mementingkan reaksi psikomotor.
(4) Mementingkan sebab-sebab masa lampau.
(5) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
(6) Mengutamakan mekanisme terjadinya hasil belajar.
(7) Mengutamakan “trial and error”.6[7]
Dalam buku lain juga disebutkan bahwa ciri-ciri utama aliran Behaviorisme antara lain:
1) Aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan hanya
mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalaman-pengalaman
batin dikesampingkan. Dan hanya perubahan dan gerak-gerik pada badan sajalah yang dipelajari.
Maka sering dikatakan bahwa Behaviorisme adalah psikologi tanpa jiwa.
2) Segala macam perbuatan dikembalikan kepada reflex Behaviorisme mencari unsure-unsur yang
paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadarn, yang dinamakan reflex. Refleks
adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu perangsang. Manusia dianggap suatu kompleks
refleks atau suatu mesin reaksi.
3) Behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua adalah sama. Menurut
Behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa. Manusia hanya makhluk yang berkembang karena
kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat mempengaruhi refleks sekehendak hatinya.7[8]
B. Kognitif
Psikologi kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum dan mencakup studi
ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental sejauh berkaitan dengan cara manusia berpikir
7
8|Page
dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan-kesan yang masuk melalui indra, pemecahan
masalah, menggali ingatan pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari. Kehidupan mental mencakup gejala kognitif, afektif, konatif sampai pada taraf
tertentu, yaitu psikomatis yang tidak dapat dipisahkan secara tegas satu sama lain. Oleh karena
itu, psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar gejala khas kognitif, tetapi juga dari afektif
(penafsiran dan pertimbangan yang menyertai reaksi perasaan), konatif (keputusan kehendak).8
[9]
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli
sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-response-reinforcement.
Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan
reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitifis. Menurut pendapat
mereka,tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat
langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi, kaum
kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap
hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian
bagiannya. Mereka member tekanan pada organisasi pengamatan atas stimuli di dalam
lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.9[10]
Tokoh-tokohnya antara lain Kohler, Max wertheimer, Kurt Lewin, dan Bandura. Teori belajar
mereka diciptakan berdasarkan percobaan-percobaan masing-masing yamng tidak sama, tetapi
dasar belajar mereka sama, yaitu bahwa dalam belajar terdapat kemampuan mengukur
lingkungan, sehingga lingkungan tidak otomatis mempengaruhi manusia.
Cirri-ciri aliran Kognitif adalah:
(1) Meningkatkan apa yang ada dalam diri manusia
(2) Meningkatkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
(3) Meningkatkan peranan kognitif
(4) Meningkatkan kondisi waktu sekarang
(5) Meningkatkan pembentukan struktur kognitif
(6) Mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia
(7) Mengutamakan “insight” (pengertian).10[11]
9
9|Page
C. Humanisme
Teori jenis ketiga adalah teori humanistic. Humanism adalah aliran kemanusiaan,
humanism adalah suatu pendekatan psikologis, dimana ditonjolkan masalah-masalah,
kepentingan-kepentingan manusiawi, nilai-nilai dan martabat manusiawi.11[12] Menurut kamus
psikologi ada beberapa pengertian tentang psikologi Humanistik antara lain:
a. Suatu pendekatan terhadap psikologi yang menekankan usaha melihat orang sebagai makhluk-
makhluk yang utuh, dengan memusatkan diri pada kesadaran subjektif, meneliti masalah-
masalah manusiawi yang penting, serta memperkaya kehidupan manusia.
b. Pendekatan psokologi secara umum, yang menekankan sifat-sifat karakteristik yang
membedakan makhluk-makhluk manusia dari hewan-hewan lainnya. Para psikolog Humanistik
terutama sekali menekankan kapasitas-kapasitas manusiawi yang sosiatif dan konstrukstif.
c. Pendekatan terhadap studi atas keberadaan manusia, yang menekankan masalah keseluruhan
pribadi serta unsure-unsur pokok (konstituen-konstituen) imternal dan integrative dari totalitas
aku pribadi seseorang, motif-motif, niat-niat, perasan-perasaan dan seterusnya.12[13]
Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Dari keempat teori belajar, teori humanistic inilah yang paling abstrak, yang paling mendekati
dunia filsafat dari pada dunia pendidikan.
Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses belajar, dalam kenyataan
teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang
paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia
keseharian. Wajar jika teori ini sangat bersifat eklektik. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal
tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya itu) dapat
tercapai.13[14]
Dalam dunia pendidikan aliran humanistic muncul pada tahun 1960 sampai dengan 1970-an
dan mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir
10
11
12
13
10 | P a g e
pada abad 20 inipun juga akan menuju pada arah ini. (John Jarolimak dan Clifford Foster, 1976,
hlm.330).14[15]
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistic
mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom
determination issue. Para behaviorist memandang orang sebagai makhluk reaktif yang
memberikan responnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku mereka. Sebaliknya para humanis mempunyai pendapat bahwa tiap orang
itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka,
tidak terikat oleh temannya.15[16]
Psikologi Kognitif disempurnakan oleh tokoh-tokoh seperti Carl Rogers dan Frankle. Jadi
ciri-ciri kognitif masih terdapat dalam aliran psikologi humanism.
Ciri-ciri aliran humanisme:
(1) Mementingkan manusia sebagai pribadi
(2) Mementingkan kebulatan pribadi
(3) Mementingkan peranan kognitif dan efektif
(4) Mementingkan persepsi subjektif yang dimiliki tiap individu
(5) Mementingkan kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri
(6) Mengutamakan “insight”.16[17]
Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai bapak dari psikologi humanistic.
Gerakan ini merupakan gerakan psikologi yang merasa tidak puas dengan psikologi behavioristik
dan psikoanalisis, dan mencari alternative psikologi yang fokusnya adalah manusia dengan ciri-
ciri eksistensinya. Gerakan ini kemudian dikenal dengan psikologi humanistic (Misiak dan
Sexton,1988).17[18]
Manusia adalah makhluk yang kreatif, yang dikendalikan bukan oleh kekuatan-kekuatan
ketidaksadaran-psikoanalisis-melainkan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri. Pada
tahun 1958 Maslow menamakan psikologi humanistic sebagai “kekuatan yang ketiga”,
14
15
16
17
11 | P a g e
disamping psikologi behavioristik dan psikoanalisis sebagai kekuatan pertama dan kekuatan
kedua.18[19]
Ada empat cirri psikologi yang berorientasi humanistic, yaitu:
1) Memusatkan perhatian pada person yang mengalami, dan karenanya berfokus pada pengalaman
sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.
2) Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas seperti kreatifitas, aktualisasi diri, sebagai lawan
dari pemikiran tentang manusia yang mekanistis dan reduksionistis.
3) Menyandarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari
dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.
4) Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tertinggi pada kemuliaan dan martabat
manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu (Misiak dan
Sexton, 1988). Selain Maslow sebagai tokoh dalam psikologi humanistic, juga Carl Rogers
(1902-1987) yang terkenal dengan client-centered therapy.19[20]
D. Psikoanalisis
Psikoanalisa adalah satu psiko terapi yang secara typis mencakup angan-angan dan mimpi-
mimpi. Kesulitan-kesulitan pasien ditafsirkan oleh analis bagi dirinya, dan dia dinasehati untuk
berbuat sesuatu untuk meredakan atau menguranginya. Data yang diperoleh melalui prosedur
psikoanalitis biasanya ditafsirkan sesuai dengan teori psikoanalitik. Teori aslinya yaitu dari
Freud, sangat menekankan seksualitas yang tertekan atau yang ada dalam sub kesadaran.
Sekarang ini terdapat beberapa sekolah , aliran psikoanalisa, beberapa dari padanya berbeda
dengan pendirian Freud dalam hal tidak terlalu menekankan motivasi seksual. Beberapa dari
sekolah tersebut menekankan dasar-dasar social maupun biologis dari motivasi manusia.20[21]
Pendiri Psokoanalisis adalah Sigmun freud (1856-1936). Tujuan dari psikoanalisis dari Freud
adalah membawa ketingkat kesadaran mengenai ingatan atau pikiran-pikiran yang direpres atau
ditekan, yang diasumsikan sebagai sumber perilaku yang tidak normal dari pasien.
18
19
20
12 | P a g e
Menurut Freud dalam kehidupan sehari-hari baik orang yang normal maupun orang yang
neurotic keadaan tidak sadar (unconscious ideas) bergelut untuk mengekspresikan dan dapat
memotifasi pemikiran ataupun perilaku.21[22]
Psikoanalisis merupakan psikologi sebagai suatu ilmu. Akan tetapi untuk kepentingan
pengobatan, Freud mengatakan psikoanalisis ini boleh disebut sebagai suatu cara atau
penyembuhan.
Cirri-ciri aliran psikoanalisis:
(1) Proses kejiwaan meliputi proses kesadaran dan proses ketidaksadaran.
(2) Menganut prinsip “psychic determinism” yang berarti bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
pikiran seseorang, tidaklah terjadi secara kebetulan, melainkan karena peristiwa kejiwaan yang
mendahuluinya. Peristiwa kejiwaan yang satu berkaitan dengan peristiwa lainnya, dan
menimbulkan hubungan sebab-akibat.
(3) Proses-proses mental yang tidak disadari berfungsi lebih banyak dan lebih penting dalam kondisi
mental baik normal maupun abnormal.22[23]
Perbedaan aliran Psikoanalisa, Humanistik, dan Behavior:
1) Aliran Psikoanalisa: mengabaikan potensi-potensi , melihat dari sisi negative individu, alam
bawah sadar, mimpi, dan masa lalu.
2) Aliran Behaviorisme: mengabaikan potensi-potensi yang ada pada diri manusia, manusia
diperlakukan sebagai mesin yang artinya manusia sebagai satu siste kompleks yang bertingkah
laku menurut cara yang sesuai hukum.
3) Aliran Humanistik: tidak mengabaikan potensi-potensi yang ada pada diri manusia, percaya
pada kodrat individu, artinya individu pasti dapat dan harus mengatasi masa lampau atau
Psikoanalis, secara kodrat biologis dan lingkungan.23[24]
BAB III
ANALISIS
Makalah ini membahas tentang aliran yang mendasari teori belajar. Dimana makalah ini
memaparkan bahwa, aliran yang mendasari teori belajar itu ada empat yakni aliran
Behaviorisme, Kognitif, Humanisme, dan Psikoanalisis.
21
23[24] Tantie Nur Indah Sari, “ Perbedaan aliran Psikoanalisa, Humanistik, dan Behavior”,
http://www.t4nti.blog.com/2009/10/10/perbedaan-aliran-psikoanalisa-humanistik-dan-behavior.
13 | P a g e
25
26
14 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
1. Agar para pendidik lebih memahami akan aliran-aliran yang mendasari teori belajar supaya
mengetahui lebih lanjut akan aliran tersebut dan bisa menerapkannya dalam proses
pembelajaran.
2. Bagi peserta didik supaya belajar yang sungguh-sungguh dan supaya bisa membedakan antar
setiap aliran yang mendasari teori belajar.