PENDAHULUAN
Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab
akibat diantara variabel yang saling bergantung. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap
terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen dan
tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibutuhkan teori-teori belajar.
Memasuki abad ke-19beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimental tentang teori
belajar, walau pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada
pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen
teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itu pun dapat berlaku bahkan dapat lebih
berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi (a)
teori belajar behaviouristik, (b) teori belajar kognitif, (c) teori belajar humanistik, (d) teori belajar
sibernetik. Keempat aliran teori belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, yakni aliran
behaviouristik menekankan pada “hasil” daripada proses belajar. Aliran kognitif menekankan pada
“proses” belajar. Aliran humanistik menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Aliran sibernetik
menekankan pada “sistem informasi” yang dipelajari.
Implikasi teori belajar dalam pendidikan merupakan suatu usaha yang harus dilakukan, khususnya yang
didasarkan atas pengembangan pendidikan dengan bertitik tolak untuk perbaikan pendidikan, sangat
besar perannya untuk peningkatan pendidikan, baik dilihat dari segi pendidikan secara umum maupun
dalam perspektif Islam.
A. Aliran Behaviouristik
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau dengan kata
lain,belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Para ahli yang
banyak berkarya dalam aliran ini antara lain: Thorndike, (1911); Watson, (1963); Hull, (1943);
dan Skinner, (1968).
a. Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons
(yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan).
b. Watson
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah Thorndike, stimulus
dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati” (Observable) . Dengan
kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar
dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.
c. Clark Hull
Menurut Hull, tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena
itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi
sentral. Kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan, seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa
nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini,
meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.
d. Skinner
Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan repons untuk menjelaskan perubahan
tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) menurut versi Watson adalah deskripsi
yang tidak lengkap. Respons yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada
dasarnya setiap stimulus yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.
B. Aliran Kognitif
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekadar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah,
terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh.
Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan
oleh Jean Piaget, “belajar bermakna”nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free
discovery learning) oleh Jerome Bruner.
a. Piaget
Menurut Jean Piaget (1975), bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni (1)
asimilasi, (2) akomodasi, (3) equilibrasi (penyimpangan) . Proses asimilasi adalah proses
penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi
adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
b. Ausubel
Menurut Ausubel (1968), siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur
kemajuan (belajar)” (Advance Organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan
tepat kepada siswa.
Ausubel percaya bahwa “advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni:
1. dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh
siswa;
2. dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari
siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa;
3. mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
c. Bruner
Menurut Bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan
sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi
sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara secara induktif untuk memahami suatu
kebenaran umum.
C. Aliran Teori Humanistik
Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses belajar, dalam kenyataan
teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang
paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia
keseharian.
Teori ini terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk Taksonomi Bloom. Selain
itu, empat pakar lain yang juga termasuk ke dalam kubu teori ini adalah Kolb, Honey, dan
Mumford, serta Hibermas, yang masing-masing pendapatnya akan dibahas berikut ini.
3.1 Kesimpulan
Teori behaviouristik menekankan pada “hasil” daripada proses belajar. Teori kognitif
menekankan pada “proses” belajar. Teori humanistik menekankan pada “isi” atau apa yang
dipelajari. Teori sibernetik menekankan pada “sistem informasi” yang dipelajari.
3.2 Saran
Sebagai seorang pengajar perlu sekali mengetahui teori-teori belajar agar pendidikan di
Indonesia menjadi semakin lebih baik di masa sekarang dan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Uno, Hamzah.B .2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tohirin. 2011. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
http://mohamad-haris.blogspot.com/2011/10/teori-belajar-dan-aplikasinya.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik#Teori_Belajar_Menurut_Edwin_Guthri
e