Anda di halaman 1dari 12

Hidas

apabila ada informasi yang kurang lengkap, saya mohon maaf.


SATURDAY, JANUARY 3, 2015

MAKALAH TEORI BELAJAR

Teori-Teori Belajar
Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Psikologi Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Dr. Widodo Supriyono, M.A

Disusun oleh:

Hidayati Azizah Ernawati

NIM: 133511050

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori belajar dimunculkan oleh para psikolog pendidikan setelah mereka
mengalami kesulitan untuk menjelaskan proses belajar secara menyeluruh. Sebagian
psikolog menghaluskan kesulitan ini dengan istilah : memperjelas pengertian dan
proses belajar.[1][1] Belajar merupakan proses dimana seseorang dari tidak tahu
menjadi tahu. Proses belajar ini dimulai sejak manusia masih bayi sampai sepanjang
hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang
membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Kajian tentang kapasitas manusia
untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar terjadi pada manusia
mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori. Salah satu teori
belajar yang terkernal adalah teori belajar behavioristik (seiring diterjemahkan
secara bebas sebagai teori perilaku atau teori tingkah laku).[2][2]

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang


menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan
sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi
tercapainya tujuan pendidikan. Oleh karena itu dengan adanya teori belajar akan
memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran
yang akan dilaksanakan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncul rumusan masalah sebagai


berikut:

1. Pengertian teori belajar?

2. Macam- macam teori belajar?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa pengertian belajar.

2. Untuk mengetahui macam-macam teori belajar.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar

Teori adalah seperangkat asas yang tersusun tentang kejadian-kejadian


tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh Mc. Keachie dalam grendel 1991 : 5
(Hamzah Uno, 2006:4).Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori
merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling
berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta
dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat
asas tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur
dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. [3][3]

Belajar merupakan kegiatan yang sering dilakukan setiap orang. Belajar


dilakukan hampir setiap waktu, kapan saja, dimana saja, dan sedang melakukan
apa saja. Belajar juga merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan perubahahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau
pengalaman-pengalaman. Belajar dapat membawa perubahan pada si pelaku, baik
perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan.[4][4] Pengertian belajar
sendiri adalah suatu perubahan dalam tingkah laku dan penampilan sebagai hasil
dari praktik dan pengalaman.

Jadi teori belajar adalah sebuah konsep yang abstrak yang membantu
peserta didik untuk belajar.

B. Macam-macam Teori Belajar

Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan


dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa
perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah beberapa aliran psikologi
pendidikan, diantaranya yaitu :

1. Teori Belajar Behaviorisme

Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku


sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan
praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.

Menuru teori behavior, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai


akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah
dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah
lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang
berupa stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.

Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya,


mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.[5][5]

Berikut tokoh-tokoh teori behavioristik:

a. Edward L. Thordike

Menurut teori ini, belajar adalah pembentukan atau penguatan


hubungan antara stimulus dan respon. Thorndike menekankan bahwa
belajar terdiri atas pembentukan ikatan atau hubungan-hubungan antara
stimulus-respons yang terbentuk melalui pengulangan.[6][6] Teori ini
dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang dilakukan oleh thorndike.
Beliau melakukan percobaan pada seekor kucing muda. Kucing itu
dibiarkan kelaparan dalam kurungan yang pintunya berjeruji. Kurungan
kucing itu diberi beberapa tombol. Apabila salah satu tombolnya
terpijit, pintu itu akan terbuka dengan sendirinya. Sementara itu, di
luar kurungan disediakan makanan yang diletakkan dalam sebuah piring.
Kucing mulai beraksi. Ia bergerak kesana kemari dan mencoba untuk
keluar dari kurungan. Tidak beberapa lama tanpa disengaja kucing
tersebut menyentuh tombol pembuka pintu. Dengan girang, ia keluar dari
kurungan dan menuju tempat makanan tersebut.

Thorndike mencoba beberapa kali hal yang sama pada kucing


tersebut. Pada awal percobaan kucing tersebut masih mondar-mandir
hingga menyentuh tombol. Namun setelah sekian lama percobaan kucing
tersebut tidak mondar-mandir lagi, ia langsung menyentuh tombol
pembuka pintu.[7][7] Dengan demikian thorndike menyimpulkan bahwa
proses belajar melalui dua bentuk, yaitu:

1) trial and error , mengandung arti bahwa dengan terlatihnya proses


belajar dari kesalahan, dan mencoba terus sampai berhasil.

2) law of effect, mengandung arti bahwa segala tingkah laku yang


mengakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan terus diingat
dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.

b. Ivan Petrovitch Pavlov

Teori pavlov lebih dikenal dengan pembiasaan klasik (classical


conditioning). Teori ini dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang
dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuwan rusia. Teori classical
conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan
cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dalam
eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing dengan tujuan mengkaji
bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu organisme.[8][8]

Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov dengan keluarnya


air liur. Air liur akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau
makanan. Dalam percobaanya Pavlov membunyikan bel sebelum
memperlihatkan makanan pada anjing. Setelah diulang berkali- kali
ternyata air liur tetap keluar bila bel berbunyi meskipun makananya
tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku individu dapat
dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengondisikan
pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Kebiasaan
makan atau mandi pada jam tertentu, kebiasaan berpakaian, masuk
kantor, kebiasaan belajar, bekerja dll. Terbentuk karena
pengkondisian. [9][9]

c. Burrhus Frederic Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih


mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif.

Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang


terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang
diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus
yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu
akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi inilah yang nantinya
memengaruhi munculnya perilaku.

Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara


benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan
lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah
rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan
lagi, demikian seterusnya.[10][10]

2. Teori Kognitif

Psikologi kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal


mental manusia termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat,
dan belajar.[11][11] Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan
diterangkan tanpa melibatkan proses mentalnya, seperti motivasi, keyakinan,
dan sebagainya. Psikolagi kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah
peristiwa mental, bukan peristiwa perilaku fisik meskipun hal-hal yang
bersifat behavioral kadang-kadang tampak kesat mata dalam setiap peristiwa
belajar manusia. Seseorang yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu
menggunakan perangkat jasmaniah yaitu mulut dan tangan untuk
mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut
dan menggoreskan penayang dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus
yang ada, melainkan yang terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh
otaknya.

Kehadiran aliran psikologi kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran


behaviorisme yang selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-teori
yang dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan para psikolog
modern dewasa ini.[12][12]

Berikut tokoh-tokoh teori kognitif:

a. Teori Gestalt

Teori ini dikenal juga dengan sebutan field theory atau insight
full learning. Menurut teori gestalt, manusia bukan sekedar makhluk
reaksi yang berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang
memengaruhinya. Akan tetapi, manusia adalah individu yang merupakan
bulatan fisik dan psikis.

Manusia menurut gestalt, adalah makhluk bebas. Ia bebas


memilih cara untuk bereaksi dan menentukan stimuli yang diterima atau
stimuli yang ditolaknya. Dengan demikian, belajar menurut psikolagi
gestalt bukan sekedar proses asosiasi antara stimulus dan respons yang
lama makin kuat tetapi karena adanya latihan-latihan atau ulangan-
ulangan. Akan tetapi belajar terjadi jika ada pengertian (insight).
Pengertian atau insight ini muncul setelah beberapa saat seseorang
mencoba memahami suatu masalah yang muncul kepadanya.[13][13]

Persepsi dan insight siswa sangat penting dalam teori gestalt.


Salah satu sumbangan yang paling penting dari teori gestalt adalah ide
bahwa tugas-tugas sekolah harus cocok dengan pengalaman dan
pemahaman siswa, kegagalan sering terjadi karena: (1) tugas terlalu
sulit bagi siswa untuk mencapai insight, (2) keterangan-keterangan dari
guru tidak terlalu jelas.[14][14]

b. Teori Jean Piaget

Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran


kognitif yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga
tahapan, yaitu: Proses asimilasi adalah proses penyatuan
(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke
dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuain
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Implikasi Teori
Kognitif Piaget dalam pembelajaran, yaitu perkembangan kognitif
sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif
memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya, yaitu
bagaimana anak secara aktif mengkontruksi pengetahuannya.
Pengetahuan sendiri datang dari tindakan.

Menurut teori Piaget pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi


lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.
Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya
berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang
pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.[15][15]

c. Teori Burner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu
bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat
preskriptif. Misalnya, teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran
menguraikan bagaimana cara mengajarkan penjumlahan.[16][16]

3. Teori Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan


bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan
pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling
ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa
yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi
diri dan sebagainya) dapat tercapai.[17][17]

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar


memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya
harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka. Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori
dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia
serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.

Berikut tokoh-tokoh teori humanistik:

a. Carl Rogers

Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar.


Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka
berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh
karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus
bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna
dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika
dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta
didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik. Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut
teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui
dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses
belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah
proses belajarnya berhasil. Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan
belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai
fasilitator yang berperan aktif dalam :

(1) membantu menciptakan suasana kelas yang kondusif agar siswa


bersikap positif terhadap belajar,

(2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan


memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar,

(3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka


sebagai kekuatan pendorong belajar,

(4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa,

(5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai


siswa sebagaimana adanya.

b. Arthur Combs

Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang


seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu..
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan.[18][18]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, Teori belajar merupakan


landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk
belajar. Oleh karena itu dengan adanya teori-teori belajar maka akan memberikan
kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan
dilaksanakan dan akan membantu peserta didik dalam belajar.

Ada beberapa macam teori belajar yang muncul di dalam masa perkembangan
psikologi pendidikan, diantaranya yaitu:

a. Teori behaviorisme

b. Teori kognitif, dan

c. Teori humanistik

B. Penutup

Demikan makalah yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar
menjadilebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, pendidikan & psikologi perkembangan, Jogjakarta: ar-ruzz media, 2010.

Denim, Sudarwan, Khairil, psikologi pendidikan, bandung: alfabeta, 2011.

Hamalik, oemar, psikologi belajar & mengajar, bandung: sinar baru algensindo, 2012.

Mahmud, psikologi pendidikan, bandung: pustaka setia, 2009.

http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-
pembelajaran.html, diakses tanggal 19 november 2013.
http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/teori-belajar-menurut-para-ahli_29.html,
diakses tanggal 12 desember 2013.

http://kosrah.blogspot.com/2013/06/macam-macam-teori-belajar-berdasarkan.html.
diakses tanggal 10 desember 2013.

http://lathifatuss.blogspot.com/2013/06/teori-belajar.html, diakses tanggal 19


november 2013.

http://tutorialpendidikankewarganegaraan.blogspot.com/2011/09/tutorial-pendidikan-
ppkn.html, diakses tanggal 19 november 2013.

[1][1] Mahmud, psikologi pendidikan (Jakarta: pustaka setia, 2009), hlm. 73.

[2][2] http://tutorialpendidikankewarganegaraan.blogspot.com/2011/09/tutorial-
pendidikan-ppkn.html, diakses tanggal 19 november 2013.

[3][3] http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-
pembelajaran.html, diakses tanggal 19 november 2013.

[4][4] Baharuddin, pendidikan &psikologi perkembangan (Jogjakarta: ar-ruzz media,


2010), hlm.161-162.

[5][5] http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar, diakses tanggal 19


november 2013.

[6][6] Oemar hamalik, psikologi belajar & mengajar (bandung: sinar baru algensindo,
2012), hlm. 50.

[7][7] Mahmud, psikologi pendidikan, hlm. 76.

[8][8] Mahmud, psikologi pendidikan, hlm. 74.

[9][9] http://lathifatuss.blogspot.com/2013/06/teori-belajar.html, diakses tanggal


19 november 2013.

[10][10] http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/teori-belajar-menurut-para-
ahli_29.html, diakses tanggal 12 desember 2013.

[11][11] Sudarwan denim, dkk, psikologi pendidikan (bandung: alfabeta, 2011),


hlm.38.

[12][12] Mahmud, psikologi pendidikan, hlm. 82-83.

[13][13] Mahmud, psikologi pendidikan, hlm. 88.


[14][14] Oemar hamalik, psikologi belajar & mengajar, hal. 50.

[15][15] http://kosrah.blogspot.com/2013/06/macam-macam-teori-belajar-
berdasarkan.html, diaksestanggal 10 desember 2013

[16][16] http://kosrah.blogspot.com/2013/06/macam-macam-teori-belajar-
berdasarkan.html, diakses tanggal 10 desember 2013

[17][17] http://kosrah.blogspot.com/2013/06/macam-macam-teori-belajar-
berdasarkan.html. diakses tanggal 10 desember 2013

[18][18]http://kosrah.blogspot.com/2013/06/macam-macam-teori-belajar-
berdasarkan.html, diakses tanggal 10 desember 2013.

Unknown at 7:05 PM
Share

No comments:

Post a Comment



Home

View web version

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai