Anda di halaman 1dari 13

Teori Belajar Behaviorisme

Makalah ini dibuat untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Psikologi Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Abdul Fattah, M. Fil.I
Dr. Jamaludin Abdullah, M.Ed.

Oleh:

Asriati Aulia Malik


230401027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2024
PENDAHULUAN

Abstrak:

Tulisan ini mengulas teori belajar behavioristik dan penerapannya dalam pendidikan. Tinjauan
mencakup konsep dasar belajar menurut Ivan Pavlov, Edward Thorndike, John B. Watson, dan
B.F. Skinner. Selanjutnya, tulisan membahas penerapan teori ini dalam praktik pembelajaran,
termasuk penggunaan penguatan, pembentukan perilaku, dan peran keteladanan guru. Meskipun
memberikan kerangka kerja yang jelas, teori ini memiliki keterbatasan dalam menjelaskan
variasi tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Dengan memahami teori ini, diharapkan
pendidik dapat merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif untuk meningkatkan prestasi
siswa.

Kata Kunci: Teori Belajar, Behaviorisme, Pembelajaran,

A. Latar Belakang
Pendidikan mulanya dapat membantu perkembangan anak sebagai peserta didik
secara wajar, melalui pembahasan mata kuliah psikologi pendidikan islam ini dan teori
belajar terbagi menjadi teori belajar behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme,
neurosains, multiple intelligent. Teori behaviorisme ini memfokuskan pada sikap dan
perilaku dalam proses belajar.
Dalam psikologi, manusia yang dapat memberikan wawasan mendalam tentang
perilaku manusia, dan salah satunya adalah pendekatan behaviorisme. Pendekatan ini
menyoroti pentingnya proses input dan output dalam bentuk stimulus dan respons. Ahli-
ahli behaviorisme memusatkan perhatian mereka pada analisis perilaku yang dapat
diamati, yang erat kaitannya dengan keterkaitan antara stimulus yang diberikan dan
respons yang dihasilkan. Mereka menekankan bahwa proses ini tidak berkaitan dengan
kesadaran atau konstruksi mental. Dalam konteks pembelajaran, pendekatan
behaviorisme menafsirkan belajar sebagai hasil dari perubahan-perubahan dalam perilaku
yang terjadi. Lebih jauh lagi, belajar dipandang sebagai hasil dari interaksi antara
stimulus yang diterima oleh individu dan respons yang ditunjukkan oleh individu
tersebut.
Seseorang diklaim sudah belajar jika dia memberikan perubahan sikap. Menurut
behaviorisme pada belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan hasil yang
berupa respons. 1 Stimulus merujuk pada segala hal yang diberikan oleh guru kepada
siswa, baik berupa materi pelajaran, instruksi, atau rangsangan lainnya yang bertujuan
untuk memicu respons dari siswa. Respons adalah tanggapan atau reaksi siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru. Ini bisa berupa pemahaman terhadap materi, tindakan

1
Ummul Mu’minin, Syamelda Apriliana, and Nurmuafia Septiana, “Konsep Dan Karakteristik Psikologi
Behaviorisme,” Al-Din: Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan 8, no. 2 (December 31, 2022): 115–126. H. 116

1
fisik, atau respon emosional terhadap situasi pembelajaran. Dengan demikian, stimulus
dan respons adalah dua elemen kunci dalam interaksi antara guru dan siswa dalam
konteks pembelajaran. 2 Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai teori belajar
behavioristik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu teori belajar?
2. Apa itu teori belajar behaviorisme?
3. Siapa saja tokoh-toko teori belajar behaviorisme?
4. Bagaimana bentuk penerapan teori belajar behaviorieme dalam pembelajaran?

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah kegiatan penting setiap orang, termasuk di dalamnya bagaimana
seharusnya belajar. 3 Pembelajaran berupaya mengubah siswa yang belum terdidik
menjadi terdidik, belum mengetahui pengetahuan menjadi memiliki pengetahuan,
belum memiliki sikap, kebiasaan dan tingkah laku yang baik menjadi memiliki.
Belajar sebagai perubahan tingkah laku individu karena adanya interaksi individu satu
dengan yang lain dan interaksi antara individu dengan lingkungannya.4
H.C. Witherington berpendapat bahwa belajar merupakan suatu perubahan di
dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. James O. Whittaker
mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dimana tingkah laku
diubah dengan latihan atau pengalaman. Belajar menajdi suatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Abdillah menyatakan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh
individu dalam perubahan tingkah laku melalui latihan serta pengalaman yang
menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh hasil
tertentu.5
Belajar menjadi sebuah proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, keterampilan, dan sikap yang dimulai dari manusia itu lahir hingga akhir
hayatnya. Secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian
atau ilmu. Hilgrad dan Bower berpendapat bahwa belajar adalah memeproleh

2
Novi Irwan Nahar, “PENERAPAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM PROSES
PEMBELAJARAN,” NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial 1, no. 1 (December 26, 2016), accessed
February 21, 2024, http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/94. h. 66.
3
Aunurrahman, Belajar Dan Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2016). H. 33.
4
Aunurrahman, Belajar Dan Pembelajaran. H. 34.
5
Aunurrahman, Belajar Dan Pembelajaran. H. 35.

2
pengetahuan, menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai
pengalaman, dan mendapatkan informasi.6
Dalam Islam kita diwajibkan untuk belajar dan selalu belajar, bahkan Allah
mengawali menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia dengan ayat
yang memerintahkan untuk membaca. 7 Sejak turunnya wahyu pertama Islam telah
menekankan perintah untuk belajar. Dimana hal tersebut juga menjadi bukti bahwa
al-Qur’an memandang penting belajar agar manusia dapat memahami segala kejadian
yang ada disekitarnya. Individu yang belajar akan memiliki ilmu pengetahuan yang
akan berguna untuk memecahkan masalah yang akan dihadapinya sehingga ia dapat
mempertahankan kehidupannya. Allah juga melarang manusia untuk tidak
mengetahui segala sesuatu yang ia lakukan, manusia harus mengetahui mengapa
mereka melakukannya, melalui belajar manusia dapat mengetahui apa yang ia
lakukan dan memahami segala tujuan dari perbuatannya.8

2. Teori Belajar
Menurut Wheeler dkk teori merupakan suatu prinsip atau serangkaian prinsip
yang menerangkan sejumlah hubungan antara berbagai fakta dan meramalkan hasil-
hasil baru berdasarkan fakta tersebut, sedangkan teori belajar dapat dipahami sebagai
prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan penjelasan atas
sejumlah fakta atau penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Semua teori,
termasuk teori belajar memiliki empat fungsi menurut Suppes, yaitu:9
a. Menjadi kerangka kerja bagi pelaksana penelitian;
b. Memberikan pengorganisasian kerangka kerja bagi item informasi tertentu;
c. Mengungkapkan kompleksitas peristiwa-peristiwa sederhana secara jelas; dan
d. Mengorganisasi ulang pengalaman sebelumnya.
Perkembangan teori tidak terlepas dari paradigma yang melingkupinya.
Paradigma dalam hal ini sebagai prestasi ilmiah berupa praktik ilmiah aktual yang
diterima (mencakup hukum, teori, aplikasi dan instrumentasi) yang menjadi model
dan melahirkan tradisi-tradisi yang koheren dengan penelitian ilmiah. Dalam
perkembangannya teori belajar setidaknya telah terjadi tiga kali pergantian
paradigma: behavioristik, kognitif, dan konstruktivis.10 Sehingga teori belajar dapat
diartikan sebagai serangkaian prinsip untuk berubah menjadi lebih baik, atau prinsip
agar dapat berproses menjadi lebih baik.

3. Tujuan Belajar
Dalam Islam umat manusia diajarkan agar menetapkan tujuan pada setiap
tindakan yang ia lakukan. Karena tujuan atau niat dalam melakukan sesuatuu menjadi
landasan atau sebuah dasar diterima atau tidaknya amal ibadah yang telah manusia
lakukan. Begitupula dalam belajar, tujuan utamanya adalah meraih ridha Allah,

6
Baharuddin and Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2015).
H.16.
7
Baharuddin and Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran. H. 35.
8
Baharuddin and Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran. H. 40.
9
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2014). H. 63
10
Khodijah, Psikologi Pendidikan. H. 64

3
memperoleh kebahagiaan dunia akhirat, menerangi kebodohan pada diri dan orang
lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam serta mensyukuri nikmat Allah.
Islam juga memandang bahwa belajar tidak hanya untuk memperoleh ilmu
pengetahuan saja tanpa mengaitkannya dengan keimanan serta ketakwaan kepada
Allah.11
B. Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme adalah suatu pendekatan dalam studi tentang perilaku manusia.
Aliran ini muncul karena ketidakpuasan terhadap teori psikologi yang berfokus pada
kekuatan mental dan keadaan mental individu. Sebelumnya, aliran-aliran psikologi
cenderung hanya menekankan pada aspek kesadaran semata. Dalam kerangka
behaviorisme, perilaku menjadi fokus utama, karena melalui perilaku, segala aspek
tentang pikiran dapat dijelaskan. Dengan menggunakan pendekatan behaviorisme, kita
dapat memahami perilaku manusia secara menyeluruh dan merancang program
pendidikan yang efektif. Konsep behaviorisme ini memiliki dampak besar terhadap
pemahaman tentang proses belajar. Dalam pandangan behaviorisme, belajar
diinterpretasikan sebagai proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respons.
Ketika stimulus diberikan, siswa akan memberikan respons. Hubungan antara stimulus
dan respons ini akan membentuk kebiasaan belajar secara otomatis.12
Menurut Slavin, teori ini mengutamakan observasi, karena observasi penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku. Belajar merupakan hasil
interaksi antara stimulus dan respon. 13 Teori belajar behaviorisme adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.14 Teori ini yang menjelaskan bahwa belajar
itu adalah perubahan yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Seperti
disebutkan sebelumnya dimana hal tersebut terjadi melalui stimulus yang kemudian
menimbulkan hubungan perilaku respon.15 Behaviorisme ini sangat menekankan proses
belajar menjadi relatif permanen dalam perilaku yang diamati dan timbul sebagai hasil
pengalaman. Sehingga penekanannya hanya pada perilaku yang dapat dilihat, tanpa
memperhatikan perubahan-perubahan ataupun proses internal yang ada di dalamnya.
Perubahan perilaku yang disebabkan oleh sakit, distres emosional, atau kematangan
dalam teori ini tidak dapat disebut belajar.16 Guru yang menganut teori ini berpendapat
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku siswa adalah hasil
belajarnya.

11
Baharuddin and Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran. H. 41.
12
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2011).. h. 39.
13
P. Indra Murthi Suputra, “Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran,” Jurnal Pendidikan, Sains
Dan Teknologi 2, no. 2 (June 12, 2023): 332–336. H. 333.
14
A. Mustika Abidin, “PENERAPAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN
(STUDI PADA ANAK),” AN-NISA : Jurnal Studi Gender dan Anak 15, no. 1 (December 18, 2022): 1–8. H. 3.
15
Andi Thahir, Psikologi Belajar: Buku Pengantar Dalam Memahami Psikologi Belajar (Bandar
Lampung: Aura Publishing, 2014). H. 120
16
Khodijah, Psikologi Pendidikan. H. 65.

4
C. Tokoh-tokoh Teori Belajar Behaviorisme
1. Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir pada tanggal 14 September 1849 di Ryazan, Rusia,
dan dikenal sebagai seorang pelopor dalam pengembangan proses kondisioning
responden atau yang lebih dikenal sebagai kondisioning klasik. Pavlov melakukan
serangkaian penelitian dengan menggunakan anjing sebagai subjek percobaan. Dalam
penelitiannya, dia mengamati adanya perubahan dalam jumlah dan waktu keluarnya
air liur pada anjing selama proses pelatihan. Pavlov mencatat bahwa ketika daging
diletakkan dekat mulut anjing yang lapar, anjing tersebut akan merespons dengan
mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi karena daging memberikan rangsangan kepada
anjing secara otomatis, bahkan tanpa adanya latihan sebelumnya. Dalam percobaan
ini, daging dianggap sebagai stimulus yang tidak dikondisikan (unconditioned
stimulus), dan respons air liur yang timbul karena adanya daging tersebut dianggap
sebagai respons yang tidak dikondisikan (unconditioned response).17
Jika daging dapat merangsang produksi air liur pada anjing tanpa adanya latihan
sebelumnya, hal yang sama tidak berlaku untuk stimulus lain seperti bel. Karena
stimulus seperti bel tidak menimbulkan respons pada awalnya, maka disebut sebagai
stimulus netral. Menurut eksperimen Pavlov, jika stimulus netral (bel) dipasangkan
secara berulang dengan daging (unconditioning stimulus) dalam suatu proses yang
disebut conditioning, maka stimulus netral tersebut akan berubah menjadi stimulus
yang terkondisikan. Dalam hal ini, stimulus netral yang telah dikondisikan akan
memiliki kekuatan yang sama untuk memicu respons pada anjing seperti ketika
anjing melihat daging. Proses ini dikenal sebagai classical conditioning. Dari
eksperimen dengan menggunakan anjing tersebut Pavlov menemukan hukum
pengkondisian yaitu:18
a. Pemerolehan yaitu membuat pasangan stimulus netral dengan stimulus tidak
bersyarat berulang-ulang hingga muncul respons bersyarat atau biasa disebut
acquisition training (latihan untuk memperoleh sesuatu).
b. Pemadaman setalah respons terbentuk, maka respons akan tetap ada selama masih
diberikan rangsangan bersyarat yang dipasangkan dengan rangsangan yang tidak
bersyarat. Kalau rangsangan tersebut diberikan dalam jangka waktu yang lama
tanpa ada penguat maka besar kemungkinan respons bersyarat tersebut menurun
atau padam.
c. Generalisasi dan diskriminasi dimana respons bersyarat dapat dikenakan pada
kejadian lain dengan situasi yang mirip, gejala ini disebut generalisai stimulus dan
begitu juga sebaliknya dapat juga dilakukan pembedaan atau diskriminasi yang
dikondisikan dapat timbul melalui penguatan dan pemadaman.
d. Kondisi tandingan, pada kondisi jenis ini respons bersyarat yang khusus
digantikan respons bersyarat yang lain yang baru dan bertentangan, tidak saling
cocok dengan respons bersyarat sebelumnya. Misalnya respons bersyarat berupa
perasaan tidak suka diganti dengan respons bersyarat perasaan suka sehingga
reaksi tersebut dapat disebut dengan incompatible atau saling mengganti.
17
Halim Purnomo, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: LP3M UMY, 2019). H. 51.
18
Purnomo, Psikologi Pendidikan. H. 52

5
2. Edward Lee Thorndike
Seorang ahli pendidikan dan psikolog dari Amerika menyatakan bahwa
pembelajaran adalah proses di mana asosiasi dibentuk antara peristiwa-peristiwa yang
disebut sebagai stimulus (S) dengan respons (R). Stimulus adalah perubahan dalam
lingkungan eksternal yang memberi petunjuk kepada organisme untuk bertindak,
sedangkan respons adalah tindakan yang muncul sebagai hasil dari rangsangan
tersebut. Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Thorndike sering disebut
sebagai teori koneksionisme atau teori asosiasi.19
Dari penelitian menggunakan kucing lapar yang ditempatkan dalam sangkar
(puzzle box), diketahui bahwa untuk mengembangkan hubungan antara stimulus dan
respons, diperlukan kemampuan untuk memilih respons yang sesuai melalui
percobaan dan upaya yang berulang, bahkan dengan mengalami kegagalan terlebih
dahulu. Bentuk paling mendasar dari pembelajaran ini dikenal sebagai "trials and
learning" atau "selecting and connecting learning". Selanjutnya, Thorndike
mengajukan bahwa asosiasi antara stimulus dan respons ini mengikuti serangkaian
hukum yang meliputi: 20
a. Hukum kesiapan, semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan
tingkah laku maka pelaksaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b. Hukum latihan, yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respons sering terjadi,
maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah
semakin sering pengetahuan yang telah terbentuk akibat terjadinyaasosiasi antara
stimulus dan respons yang dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat.
c. Hukum akibat, yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respons
diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini
berarti (idealnya), jika suatu proses yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu
stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan
asosiasi akan diperkuat.
3. Jhon Broadus Wahtson
Watson adalah seorang tokoh dalam aliran behavioristik yang muncul setelah
Thorndike. Menurut Watson, belajar adalah interaksi antara stimulus dan respons, di
mana stimulus dan respons harus berupa tingkah laku yang dapat diamati dan diukur.
Meskipun Watson mengakui kemungkinan adanya perubahan mental selama proses
belajar, ia mengabaikan faktor ini dalam analisisnya. Bagi Watson, perubahan mental
pada individu penting, tetapi tidak relevan dalam menentukan apakah seseorang telah
belajar atau belum, karena tidak dapat diamati secara langsung. 21 Watson juga
meyakini bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor atau pengaruh dari

19
Purnomo, Psikologi Pendidikan. H. 55.
20
Purnomo, Psikologi Pendidikan. H. 55.
21
C. Asri Budiningsih, Belajar Dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2012). H. 22.

6
lingkungan manusia itu sendiri. 22 Watson meyakini bahwa hanya dengan
memperhatikan pengaruh lingkungan, kita dapat meramalkan perubahan-perubahan
yang terjadi setelah seseorang melakukan proses belajar.23
Menurut pandangan Watson, perilaku manusia dapat dipelajari secara objektif,
sebagaimana halnya dengan hewan dan mesin. Watson menolak konsep tentang
kesadaran, insting, keadaan mental, jiwa, dan imajinasi. Baginya, psikologi harus
berfokus pada upaya untuk memprediksi dan mengontrol perilaku. Tujuan ini dapat
dicapai dengan mempersempit ruang lingkup psikologi sebagai studi yang terbatas
pada pengamatan objektif tentang kebiasaan melalui stimulus dan respons.24 Semua
perilaku terbentuk karena adanya rangsangan stimulus yang menghasilkan respons
melalui tahapan pengkondisian dalam proses belajar. Sehingga seseorang akan
merasakan perasaannya begitu bahagia, begitu takut, dan sebagainya, karena tidak
selamanya seseorang akan berada dalam keadaan tertentu seperti bahagia atau sedih.
Kondisi belajar dapat memicu reaksi yang sangat kuat dalam perasaan anak.25

4. Burrhus Fredic Skinner


Teori belajar Skinner sering juga dikenal sebagai operant conditioning. Teori
Skinner ini menyatakan bahwa ada dua jenis tingkah laku: tingkah laku responsif,
yang timbul karena stimulus yang jelas, seperti kucing berlari ke sana-kemari karena
melihat daging, dan tingkah laku operant, yang timbul karena stimulus yang tidak
jelas atau diketahui, seperti kucing lari ke sana-kemari karena lapar, bukan karena
melihat daging. Berdasarkan dua jenis tingkah laku ini, terdapat dua macam
conditioning, yaitu:26
a. Responden conditioning: atau conditioning tipe S, karena menitikberatkan pada
stimulus. Conditioning tipe S ini hampir sama dengan conditioning klasik
Pavlov.
b. Operant conditioning: atau conditioning tipe r, karena menitik beratkan pada
respons. Operan conditioning tipe r ini menurut Skinner dengan dengan
instrumental conditioning dari Thorndike. Ada dua prinsip umum dalam operan
conditioning. (1). Setiap respon yang diikuti stimulus yang memperkuat reward
(ganjaran) akan cenderung diulangi. (2). Reinforcing stimulus atau stimulus yang
bekera memperkuat reward, akan meningkatkan kecepatan (rate) terjadiya
operan. Dengan kata lain reward akan meningkatkan diulanginya suatu respons.

22
Jarman Arroisi, Iqbal Maulana Alfiansyah, and Martin Putra Perdana, “Psikologi Modern Perspektif
Malik Badri (Analisis Kritis Atas Paradigma Psikoanalisa Dan Behaviourisme),” Al-Qalb : Jurnal Psikologi Islam
12, no. 1 (March 31, 2021): 1–13. H. 5.
23
Mimi Jelita et al., “Teori Belajar Behavioristik,” Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) 5, no. 3 (June
27, 2023): 404–411. H. 407.
24
Mu’minin, Apriliana, and Septiana, “KONSEP DAN KARAKTERISTIK PSIKOLOGI
BEHAVIORISME.” H. 118.
25
Siti Maghfirah and Maemonah, “PEMIKIRAN BEHAVIORISME DALAM PENDIDIKAN (Study
Pendidikan Anak Usia Dini)” 6, no. 2 (2020), accessed February 21, 2024, https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/view/7279. h. 94
26
Elvia Baby Shahbana, Fiqh kautsar Farizqi, and Rachmat Satria, “IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR
BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN,” Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan 9, no. 1 (March 26,
2020): 24–33. H. 28.

7
Skinner melakukan eksperimen di laboratoriumnya dengan memasukkan tikus
yang telah dilapar ke dalam sebuah kotak yang dikenal sebagai "Skinner box". Kotak
ini dilengkapi dengan berbagai peralatan, seperti tombol, alat pemberi makanan,
penampung makanan, lampu yang dapat diatur, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Tikus, karena dorongan untuk mengatasi rasa lapar, berusaha untuk keluar dari kotak.
Saat tikus bergerak di sekitar kotak dalam upaya mencari jalan keluar, ia secara tidak
sengaja menekan tombol, yang kemudian menyebabkan makanan keluar. Proses ini
dikenal sebagai shaping, di mana perilaku tikus berkembang secara bertahap sesuai
dengan peningkatan yang ditunjukkan. Berdasarkan serangkaian percobaannya
dengan tikus dan burung merpati, Skinner menyimpulkan bahwa unsur terpenting
dalam belajar adalah penguatan. Artinya, pengetahuan yang terbentuk melalui
hubungan antara stimulus dan respons akan semakin kuat jika diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua jenis, yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan positif melibatkan hadiah, pujian, atau penghargaan
atas perilaku yang diinginkan. Sedangkan penguatan negatif bisa berupa penundaan
atau penolakan hadiah, pemberian tugas tambahan, atau menunjukkan ketidakpuasan
atas perilaku yang tidak diinginkan..27

D. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran


Menurut Sugandi, penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
melibatkan beberapa komponen kunci, termasuk tujuan pembelajaran, materi pelajaran,
karakteristik siswa, media pembelajaran, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan
penguatan. Teori pembelajaran behavioristik memandu siswa untuk berpikir dengan
menekankan pada proses pembentukan di mana siswa dibimbing menuju pencapaian
tujuan tertentu. Namun, pendekatan ini juga dapat membatasi kreativitas dan imajinasi
siswa. Pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada teori behavioristik melihat
pengetahuan sebagai sesuatu yang konkret, sehingga pembelajaran dianggap sebagai
penerimaan pengetahuan, sedangkan pengajaran dianggap sebagai proses transfer
pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu, diharapkan siswa memiliki pemahaman yang
seragam terhadap materi yang diajarkan. Hal ini berarti bahwa apa pun yang dijelaskan
oleh guru diharapkan dipahami dengan baik oleh siswa.28
Aspek yang paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah input dan
output dalam bentuk respons. Teori ini menganggap hubungan antara stimulus dan
respons kurang penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati atau diukur secara
langsung. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons itu sendiri. Oleh karena itu,
segala sesuatu yang diberikan oleh guru dan respons yang dihasilkan oleh siswa harus
dapat diamati dan diukur untuk melihat perubahan dalam perilaku. Salah satu faktor
penting lainnya dalam teori belajar behavioristik adalah penguatan, yang merupakan
segala sesuatu yang dapat meningkatkan kemunculan respons. Meskipun demikian,
pandangan behavioristik memiliki keterbatasan dalam menjelaskan variasi tingkat emosi
siswa, meskipun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Selain itu,

27
Shahbana, Farizqi, and Satria, “IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM
PEMBELAJARAN.” H.28
28
Miftahul Huda, Ach Fawaid, and Slamet Slamet, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam
Proses Pembelajaran,” Pendekar : Jurnal Pendidikan Berkarakter 1, no. 4 (July 16, 2023): 64–72. H. 69.

8
pandangan ini juga tidak mampu menjelaskan perbedaan dalam perilaku dan tanggapan
terhadap pemahaman materi antara dua anak dengan kemampuan dan pengalaman
penguatan yang hampir sama. Dalam pandangan behavioristik, hanya stimulus dan
respons yang dapat diamati yang diakui. Teori belajar behavioristik ini tidak
memperhatikan pengaruh pikiran ataupun perasaan yang mempertemukan unsur-unsur
yang diamati.29 Pendidikan berusaha mengembangkan perilaku siswamenuju yang lebih
baik, dan pendidik berupaya memahami peserta didik yang sedang mengalami proses
perkembangan. Perkembangan perilaku merupakan objek pengamatan dalam aliran-aliran
behaviorisme. Perilaku dapat meliputi sikap, ucapan, dan tindakan individu.
Teori belajar behavioristik cenderung mengarahkan siswa ke arah berpikir yang
terstruktur. Perspektif dari teori belajar behavioristik menggambarkan proses
pembentukan di mana siswa dibimbing menuju pencapaian tujuan tertentu, yang pada
akhirnya dapat menghambat kebebasan siswa dalam berkreasi dan berimajinasi.
Pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar behavioristik melihat
pengetahuan sebagai sesuatu yang objektif, sehingga pembelajaran dianggap sebagai
akuisisi pengetahuan, sedangkan pengajaran dipandang sebagai transfer pengetahuan
kepada siswa. Aspek paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah input dan
output dalam bentuk respons. Menurut teori ini, hubungan antara stimulus dan respons
dianggap kurang penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati atau diukur. Oleh
karena itu, yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Dengan demikian, segala
sesuatu yang diberikan oleh guru dan respons yang dihasilkan oleh siswa semuanya harus
dapat diamati dan diukur, dengan tujuan untuk mengamati perubahan dalam perilaku.30
Penerapan teori belajar behavioristik dalam praktiknya sering terlihat dalam
pembelajaran di kelas dengan berbagai cara, seperti memulai dengan kebiasaan berdoa
sebelum belajar, memberi salam ketika masuk kelas, dan memotivasi siswa agar
bersemangat dalam belajar (Ivan Pavlov). Selain itu, penerapan lainnya termasuk
memberikan kata pujian atau hadiah ketika siswa berhasil, serta memberikan teguran atau
hukuman ketika siswa melanggar aturan (B.F Skinner). Dalam konteks pembelajaran,
metode diskusi juga digunakan untuk membantu peserta didik berkonsentrasi (Edward
Thorndike). Di samping itu, keteladanan guru juga merupakan bagian dari penerapan
teori behavioristik, seperti datang tepat waktu ke sekolah, menggunakan bahasa yang
baik, serta berpakaian sopan dan rapi (John B. Watson).31

29
Huda, Fawaid, and Slamet, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran.”
30
Huda, Fawaid, and Slamet, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran.” H.
70.
31
Said Anfasyah et al., “IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM
PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MA HIDAYATUL MUBTADIIN DESA SIDOHARJO
KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2021/2022,”
UNISAN JURNAL 1, no. 4 (December 5, 2022): 28–35. H. 34.

9
PENUTUP

Kesimpulan

Teori belajar dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip untuk berubah menjadi lebih
baik, atau prinsip agar dapat berproses menjadi lebih baik. Teori belajar behaviorisme adalah
pendekatan dalam psikologi yang menekankan bahwa perilaku manusia dapat dijelaskan dan
diprediksi melalui pembentukan respons terhadap rangsangan lingkungan eksternal. Keyakinan
utama dalam teori ini adalah bahwa perilaku manusia dipelajari melalui proses asosiasi antara
rangsangan dan respons, serta penguatan atau hukuman yang diterapkan atas perilaku tersebut.
Teori ini menekankan pengamatan terhadap perilaku yang dapat diamati secara eksternal, tanpa
memperhatikan proses mental internal.
Tokoh-tokoh teori belajar behaviorisme ini antara lain Ivan Petrovich Pavlov, Edward
Lee Thorndike, Jhon B. Wahtson, Burrhus Fredic Skinner. Dalam kelas, teori behaviorisme
diterapkan melalui penguatan positif seperti pujian atas perilaku yang diinginkan dan
penggunaan hukuman untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Pembentukan kondisi
baru dan penggunaan modeling digunakan untuk mengajarkan keterampilan baru kepada siswa,
sementara latihan drill membantu memperkuat pemahaman mereka melalui pengulangan materi.
Melalui pendekatan ini, guru menggunakan prinsip-prinsip behaviorisme untuk membentuk dan
memperkuat perilaku siswa dalam lingkungan kelas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A. Mustika. “Penerapan Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pembelajaran (Studi Pada
Anak).” An-Nisa : Jurnal Studi Gender dan Anak 15, no. 1 (December 18, 2022): 1–8.

Anfasyah, Said, Andi Warisno, Mujiyatun, and Suci Hartati. “Implementasi Teori Belajar
Behavioristik Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Di Ma Hidayatul Mubtadiin Desa
Sidoharjo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran
2021/2022.” Unisan Jurnal 1, no. 4 (December 5, 2022): 28–35.

Arroisi, Jarman, Iqbal Maulana Alfiansyah, and Martin Putra Perdana. “Psikologi Modern
Perspektif Malik Badri (Analisis Kritis Atas Paradigma Psikoanalisa Dan
Behaviourisme).” Al-Qalb : Jurnal Psikologi Islam 12, no. 1 (March 31, 2021): 1–13.

Aunurrahman. Belajar Dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2016.

Baharuddin, and Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz
Media, 2015.

Budiningsih, C. Asri. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Huda, Miftahul, Ach Fawaid, and Slamet Slamet. “Implementasi Teori Belajar Behavioristik
Dalam Proses Pembelajaran.” Pendekar : Jurnal Pendidikan Berkarakter 1, no. 4 (July
16, 2023): 64–72.

Jelita, Mimi, Lucky Ramadhan, Andy Riski Pratama, Fadhilla Yusri, and Linda Yarni. “Teori
Belajar Behavioristik.” Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) 5, no. 3 (June 27,
2023): 404–411.

Khodijah, Nyayu. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Maghfirah, Siti, and Maemonah. “Pemikiran Behaviorisme Dalam Pendidikan (Study Pendidikan
Anak Usia Dini)” 6, No. 2 (2020). Accessed February 21, 2024. https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/view/7279.

Mu’minin, Ummul, Syamelda Apriliana, and Nurmuafia Septiana. “Konsep Dan Karakteristik
Psikologi Behaviorisme.” Al-Din: Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan 8, no. 2
(December 31, 2022): 115–126.

Nahar, Novi Irwan. “Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran.”
Nusantara : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial 1, no. 1 (December 26, 2016). Accessed
February 21, 2024. http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/94.

Purnomo, Halim. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: LP3M UMY, 2019.

11
Shahbana, Elvia Baby, Fiqh kautsar Farizqi, and Rachmat Satria. “Implementasi Teori Belajar
Behavioristik Dalam Pembelajaran.” Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan 9, no. 1
(March 26, 2020): 24–33.

Suputra, P. Indra Murthi. “Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran.” Jurnal Pendidikan,
Sains Dan Teknologi 2, no. 2 (June 12, 2023): 332–336.

Thahir, Andi. Psikologi Belajar: Buku Pengantar Dalam Memahami Psikologi Belajar. Bandar
Lampung: Aura Publishing, 2014.

12

Anda mungkin juga menyukai